NERAKA (5)
2) Hebatnya
hukuman / siksaan / penderitaan di dalam neraka.
Ini ditunjukkan oleh:
a) Kata ‘siksaan’ / ‘menyiksa’ / ‘disiksa’.
Mat 8:29 - “Dan mereka
itupun berteriak, katanya: ‘Apa urusanMu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah
Engkau ke mari untuk menyiksa
kami sebelum waktunya?’”.
Mat 25:46 - “Dan
mereka ini akan masuk ke tempat siksaan
yang kekal, tetapi orang benar ke dalam hidup yang kekal.’”.
Yudas 7 - “sama
seperti Sodom
dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan
percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai
peringatan kepada semua orang.”.
Wah 14:11 - “Maka
asap api yang menyiksa
mereka itu naik ke atas sampai selama-lamanya, dan siang malam mereka tidak
henti-hentinya disiksa,
yaitu mereka yang menyembah binatang serta patungnya itu, dan barangsiapa yang
telah menerima tanda namanya.’”.
Wah 20:10 - “dan
Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang,
yaitu tempat binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai
selama-lamanya.”.
b) Dalam cerita Lazarus dan orang kaya, setelah orang kaya itu mati
dan masuk ke alam maut / neraka, maka dikatakan bahwa ia ‘menderita sengsara’, ‘sangat
kesakitan’, dan ‘sangat menderita’.
Luk 16:23-25 - “(23) Orang kaya itu juga mati, lalu
dikubur. Dan sementara ia menderita
sengsara di alam maut ia memandang ke atas, dan dari jauh dilihatnya
Abraham, dan Lazarus duduk di pangkuannya. (24) Lalu ia berseru, katanya: Bapa
Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia mencelupkan ujung jarinya
ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku sangat kesakitan dalam nyala api ini. (25)
Tetapi Abraham berkata: Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang
baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat
hiburan dan engkau sangat
menderita.”.
Lalu dalam Luk 16:27-28 orang kaya itu
menyebut neraka itu sebagai ‘tempat
penderitaan’, dan ia tidak
ingin saudara-saudaranya masuk ke sana.
Luk 16:27-28 - “(27) Kata orang itu: Kalau demikian,
aku minta kepadamu, bapa, supaya engkau menyuruh dia ke rumah ayahku, (28)
sebab masih ada lima
orang saudaraku, supaya ia memperingati mereka dengan sungguh-sungguh, agar
mereka jangan masuk kelak ke dalam tempat penderitaan ini.”.
Kalau kita menggunakan cerita tentang Lazarus
dan orang kaya ini, para penentang hukuman kekal ini biasanya menjawab dengan
mengatakan bahwa ini merupakan suatu perumpamaan.
Jawaban balik:
1. Ini
bukan perumpamaan, karena:
a. Perumpamaan
biasanya ada ceritanya / perumpamaannya, lalu ada artinya.
Misalnya: Mat 13:3-8 adalah cerita /
perumpamaannya, dan Mat 13:19-23 adalah artinya.
Mat 13:3-8
- “(3)
Dan Ia
mengucapkan banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. KataNya: ‘Adalah seorang
penabur keluar untuk menabur. (4) Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu
jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis. (5) Sebagian
jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itupun
segera tumbuh, karena tanahnya tipis. (6) Tetapi sesudah matahari terbit,
layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar. (7) Sebagian lagi jatuh di
tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati.
(8) Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali
lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.”.
Mat 13:19-23
- “(19)
Kepada
setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak
mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang
itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan. (20) Benih yang ditaburkan
di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera
menerimanya dengan gembira. (21) Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar
saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang
itupun segera murtad. (22) Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang
yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan
menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah. (23) Yang ditaburkan di tanah
yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia
berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang
tiga puluh kali lipat.’”.
Contoh lain: Mat 13:24-30 adalah cerita /
perumpamaannya, dan Mat 13:37-43 adalah artinya.
Kalau dalam cerita tentang Lazarus dan orang
kaya, mana perumpamaan / ceritanya dan mana artinya? Kalau ini adalah ceritanya
/ perumpamaannya, lalu mana / apa artinya? Jelas ini bukan perumpamaan.
b. Juga biasanya suatu perumpamaan mempunyai satu tujuan / pokok
utama. Tetapi cerita tentang Lazarus dan orang kaya ini jelas mempunyai banyak
tujuan / pokok, misalnya:
·
kita
harus lebih memprioritaskan kehidupan nanti dari pada yang sekarang. Ini bisa
dilihat dari fakta bahwa dalam penceritaan itu, bagian tentang hidup yang
sekarang, jauh lebih pendek dari bagian tentang hidup yang akan datang.
·
orang
mati langsung masuk surga atau neraka (roh / jiwanya).
·
penyesalan
setelah kematian tak ada gunanya.
·
penderitaan
yang luar biasa dalam neraka, dan tak ada pengurangan sedikitpun.
·
penderitaan
di neraka bersifat kekal, tak ada perpindahan dari neraka ke surga atau
sebaliknya.
·
orang
yang sudah masuk nerakapun tak ingin keluarganya ikut dia.
·
Firman
Tuhan lebih penting dari mujijat / kesaksian orang mati yang bangkit.
c. Dalam seluruh Alkitab, tidak pernah ada perumpamaan yang
menggunakan nama orang, khususnya nama orang yang ada dalam sejarah (Abraham).
2. Andaikatapun ini merupakan suatu perumpamaan, lalu mau diartikan
bagaimana sehingga tidak menunjuk pada hukuman kekal???
Calvin: “Some
look upon it as a simple parable; but, as the name Lazarus occurs in it, I
rather consider it to be the narrative of an actual fact. But that is of little
consequence, provided that the reader comprehends the doctrine which it contains.” [=
Sebagian orang memandangnya sebagai suatu perumpamaan; tetapi karena nama
Lazarus ada di dalamnya, saya menganggapnya sebagai suatu cerita dari fakta
yang sungguh-sungguh terjadi. Tetapi itu kecil
akibat / konsekwensinya, asalkan pembaca mengerti doktrin / ajaran yang
dikandungnya.] -
hal 184.
Adam Clarke: “This account of the rich man and Lazarus is
either a parable or a real history. If it be a parable, it is what may be; if
it be a history, it is which has been. Either a man may live as is here
described, and go to perdition when he dies; or, some have lived in this way,
and are now suffering the torments of an eternal fire. The accounts is equally
instructive in whichsoever of these lights it is viewed.” [= Cerita tentang orang kaya dan Lazarus,
atau merupakan suatu perumpamaan, atau suatu sejarah yang sungguh-sungguh. Jika
itu adalah suatu perumpamaan, itu merupakan sesuatu yang bisa terjadi; jika itu
merupakan suatu sejarah, itu adalah apa yang telah terjadi. Atau seseorang bisa
hidup seperti yang digambarkan di sini, dan pergi ke neraka pada saat ia mati;
atau, beberapa orang telah hidup dengan cara ini, dan sekarang sedang menderita
siksaan dari api yang kekal. Cerita
ini sama-sama bersifat instruktif dalam terang yang manapun cerita ini dipandang.] - hal 464.
Saya
berpendapat bahwa bagian akhir dari kata-kata Clarke maupun Calvin di atas
merupakan sesuatu yang penting. Sebetulnya tak terlalu jadi soal apakah cerita
ini merupakan suatu perumpamaan atau bukan. Itu sama sekali tidak akan membedakan
penafsiran dari text ini. Karena itu banyak juga penafsir yang tak
membahas sama sekali tentang apakah cerita ini merupakan suatu perumpamaan atau
bukan. Dan penafsir-penafsir yang menganggap bahwa cerita ini merupakan
perumpamaan (seperti misalnya William Hendriksen) membahasnya secara tak
berbeda dengan penafsir-penafsir yang menganggap cerita ini sebagai cerita
sungguh-sungguh / bukan perumpamaan.
c) Kata-kata ‘ratap
/ ratapan dan kertak / kertakan gigi’.
Mat 8:12 - “sedangkan
anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap,
di sanalah akan terdapat ratap
dan kertak gigi.’”.
Mat 13:42,50 - “(42) Semuanya akan dicampakkan ke dalam
dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi. ... (50) lalu mencampakkan orang
jahat ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.”.
Mat 22:13 - “Lalu
kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan
campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan
terdapat ratap dan kertak
gigi.”.
Tentang kata ‘ratap’ / ‘ratapan’ tidak ada persoalan. Orang yang kesakitan
pasti akan meratap. Tetapi apa sebabnya mereka mengertakkan gigi (kata ‘kertak’
bisa diterjemahkan ‘gigit’)? Ada
yang beranggapan bahwa ‘kertak
gigi’ itu dilakukan karena
mereka marah kepada Allah yang menyiksa mereka dengan begitu hebat. Tetapi saya
beranggapan bahwa kertak gigi itu dilakukan untuk menahan sakit yang begitu
hebat yang mereka derita. Yang manapun arti yang benar, tetap menunjukkan bahwa
orang-orang ini mengalami penderitaan yang luar biasa.
William Hendriksen (tentang Mat 8:12): “‘There shall be weeping and
grinding of teeth.’ ... As far as God’s people are concerned, there will come a
day when every tear will have been wiped away (Isa. 65:19; Rev. 7:17; 18:15,
19). The tears of which Jesus speaks here in Matt. 8:12 are those of
inconsolable, never-ending wretchedness, and utter, everlasting hopelessness.
The accompanying ‘grinding or gnashing of teeth’ (cf. 13:42, 50; 22:13; 24:51;
25:30; see especially the very similar Luke 13:28; occurring, however, in a
different context) denotes excruciating pain and frenzied anger.” [= ‘Di
sana akan ada ratapan dan kertakan gigi’. ... Sejauh berkenaan dengan umat
Allah, di sana
akan ada suatu hari pada waktu setiap air mata akan dihapuskan (Yes 65:19; Wah
7:17; 18:15,19). Air mata yang Yesus bicarakan di
sini dalam Mat 8:12 adalah air mata dari keadaan buruk tanpa akhir dan tidak
bisa dihiburkan, dan keadaan tanpa pengharapan yang total dan kekal.
Kata-kata ‘kertakan gigi’ yang menyertai
(bdk. 13:42,50; 22:13; 24:51; 25:30; lihat khususnya Luk 13:28 yang sangat
mirip; tetapi terjadi dalam suatu kontext yang berbeda) menunjukkan rasa sakit yang luar biasa dan kemarahan yang
liar / gila / hebat.].
Yes 65:19 - “Aku akan bersorak-sorak karena Yerusalem, dan
bergirang karena umatKu; di dalamnya tidak akan
kedengaran lagi bunyi tangisan dan bunyi erangpun tidak.”.
Wah 7:17 - “Sebab Anak
Domba yang di tengah-tengah takhta itu, akan menggembalakan mereka dan akan menuntun
mereka ke mata air kehidupan. Dan Allah akan
menghapus segala air mata dari mata mereka.’”.
Wah 18:15,19 - “(15) Mereka yang memperdagangkan barang-barang itu, yang
telah menjadi kaya oleh dia, akan berdiri jauh-jauh karena takut akan
siksaannya, dan sambil menangis dan meratap, ... (19) Dan mereka menghamburkan
debu ke atas kepala mereka dan berseru, sambil menangis dan meratap, katanya:
‘Celaka, celaka, kota besar, yang olehnya semua orang, yang mempunyai kapal di
laut, telah menjadi kaya oleh barangnya yang mahal, sebab dalam satu jam saja
ia sudah binasa.”.
Catatan: ayat
terakhir ini tak cocok, karena ini justru bicara tentang orang-orang yang tidak
percaya.
d) Simbol-simbol
tentang neraka:
1. Api.
Mat 3:12 - “Alat
penampi sudah ditanganNya. Ia akan membersihkan tempat pengirikanNya dan
mengumpulkan gandumNya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakarNya
dalam api yang
tidak terpadamkan.’”.
Mat 13:42,50 - “(42) Semuanya akan dicampakkan ke dalam
dapur api; di
sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi. ... (50) lalu mencampakkan
orang jahat ke dalam dapur
api; di sanalah akan terdapat ratapan dan kertakan gigi.”.
Catatan: LAI menterjemahkan dengan kata ‘dapur’. Semua Alkitab bahasa Inggris menterjemahkan
‘furnace’ [=
tungku].
Mat 25:41 - “Dan
Ia akan berkata juga kepada mereka yang di sebelah kiriNya: Enyahlah dari
hadapanKu, hai kamu orang-orang terkutuk, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah
sedia untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya.”.
Mark 9:43-48 - “(43) Dan jika tanganmu menyesatkan
engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan
kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan;
(44) [di
tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (45) Dan jika kakimu menyesatkan
engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan
timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke dalam neraka; (46) [di
tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.] (47) Dan jika matamu menyesatkan
engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah
dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka,
(48) di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam.”.
Luk 16:24 - “Lalu
ia berseru, katanya: Bapa Abraham, kasihanilah aku. Suruhlah Lazarus, supaya ia
mencelupkan ujung jarinya ke dalam air dan menyejukkan lidahku, sebab aku
sangat kesakitan dalam nyala
api ini.”.
Yudas 7 - “sama
seperti Sodom
dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan
percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tak wajar, telah menanggung
siksaan api kekal
sebagai peringatan kepada semua orang.”.
Wah 14:11 - “Maka
asap api yang
menyiksa mereka itu naik ke atas sampai selama-lamanya, dan siang malam mereka
tidak henti-hentinya disiksa, yaitu mereka yang menyembah binatang serta
patungnya itu, dan barangsiapa yang telah menerima tanda namanya.’”.
Wah 19:20 - “Maka
tertangkaplah binatang itu dan bersama-sama dengan dia nabi palsu, yang telah
mengadakan tanda-tanda di depan matanya, dan dengan demikian ia menyesatkan
mereka yang telah menerima tanda dari binatang itu dan yang telah menyembah
patungnya. Keduanya dilemparkan hidup-hidup ke dalam lautan api yang menyala-nyala oleh belerang.”.
Wah 20:10 - “dan
Iblis, yang menyesatkan mereka, dilemparkan ke dalam lautan api dan belerang, yaitu tempat
binatang dan nabi palsu itu, dan mereka disiksa siang malam sampai
selama-lamanya.”.
Wah 21:8 - “Tetapi
orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji,
orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir,
penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian
mereka di dalam lautan yang
menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.”.
Api merupakan simbol yang paling umum, dan
penggunaan simbol api ini jelas menunjukkan suatu siksaan yang sangat
menyakitkan. Kalau saudara terkena api sekitar 1-2 detik, itu sudah sangat
menyakitkan. Kalau 15-20 detik, itu sudah merupakan luka bakar yang sangat
parah dan menyakitkan. Bisakah saudara bayangkan bagaimana rasanya kalau
saudara dibakar secara kekal?
Lenski (tentang Mat 3:10): “The Sadducees of all ages have
tried to quench this fire by making sport of it, thereby preparing themselves
the more for it and hastening its coming to themselves.” [= ‘Orang-orang
Saduki’ dari sepanjang jaman telah berusaha untuk ‘memadamkan api’ ini dengan
menggunakannya sebagai lelucon, dengan itu makin
mempersiapkan diri mereka sendiri untuknya, dan mempercepat kedatangannya bagi
mereka sendiri.].
Bagi orang-orang yang suka menggunakan neraka
sebagai bahan guyonan, ingat baik-baik kata-kata Lenski ini!
2. Ulat-ulat
bangkai.
Mark 9:43-48 - “(43) Dan jika tanganmu menyesatkan
engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan
kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam
api yang tak terpadamkan; (44) [di tempat itu ulatnya tidak akan mati,
dan apinya tidak akan padam.] (45)
Dan jika kakimu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk
ke dalam hidup dengan timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan
ke dalam neraka; (46) [di tempat itu ulatnya tidak akan mati,
dan apinya tidak akan padam.] (47)
Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk
ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua
dicampakkan ke dalam neraka, (48) di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam.”.
Catatan: ay 44 dan ay 46 diletakkan oleh LAI di dalam
tanda kurung tegak, untuk menunjukkan bahwa ayat-ayat itu diperdebatkan
keasliannya. Tetapi ay 48, yang hampir persis bunyinya dengan ay 44 dan
ay 46 tidak diletakkan dalam tanda kurung tegak. Jadi, ayat itu asli, dan
pasti betul-betul Firman Tuhan!
Pernah terjadi seorang family saya yang
mengalami kecelakaan mobil, sehingga lumpuh total karena syarafnya terjepit
pada tulang belakangnya. Di rumah sakit ia terus terbaring pada punggungnya
(tidak dibolak balik, karena takut syarafnya yang terjepit itu akan bertambah
parah dan membunuh dia), dan akhirnya punggung itu membusuk dan ada zet / ulat
bangkainya. Dalam keadaan hidup orang itu merasakan penderitaan yang begitu
hebat karena zet itu menggerogoti tubuhnya! Ia minta dibunuh karena tak tahan
rasa sakitnya, tetapi tentu saja permintaannya tak dituruti. Akhirnya dia mati secara
wajar dan terbebas dari siksaan ulat bangkai duniawi itu. Tetapi kalau
seseorang masuk ke neraka, hal seperti ini akan berlangsung selama-lamanya!
3. Kegelapan
yang paling gelap.
Mat 8:12 - “sedangkan
anak-anak Kerajaan itu akan dicampakkan ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah
akan terdapat ratap dan kertak gigi.’”.
Mat 22:13 - “Lalu
kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan
campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan
yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.”.
Ini menggambarkan keadaan dalam penjara
Romawi yang ada di bawah tanah di mana sama sekali tidak ada cahaya. Ini menyebabkan
seseorang merasa stress, tidak ada harapan, depresi dsb, sehingga bisa gila,
bunuh diri, dsb. Dan ini merupakan tempat penderitaan yang luar biasa hebatnya.
Kalau tidak demikian, tentu orang Romawi tidak akan menciptakan tempat hukuman
semacam itu.
Barnes’ Notes
(tentang Mat 8:12): “This is an image of future
punishment. It is not improbable that the image was taken from Roman dungeons
or prisons. They were commonly constructed under ground. They were shut out
from the light of the sun. They were, of course, damp, dark, and unhealthy, and
probably most filthy. Masters were in the habit of constructing such prisons
for their slaves, where the unhappy prisoner, without light, or company, or
comfort, spent his days and nights in weeping from grief, and in vainly
gnashing his teeth from indignation. The image expresses the fact that the
wicked who are lost will be shut out from the light of heaven, and from peace,
and joy, and hope; will weep in hopeless grief, and will gnash their teeth in
indignation against God, and complain against his justice. What a striking
image of future woe! Go to a damp, dark, solitary, and squalid dungeon; see a
miserable and enraged victim; add to his sufferings the idea of eternity, and
then remember that this, after all, is but an image, a faint image, of hell!” [=
Ini adalah gambaran dari hukuman yang akan datang. Bukannya
tidak mungkin bahwa gambar itu diambil dari penjara di bawah tanah Romawi.
Mereka biasanya dibangun di bawah tanah. Mereka ditutup dari terang matahari.
Tentu saja mereka lembab, gelap, dan tidak sehat, dan mungkin sangat kotor.
Tuan-tuan mempunyai kebiasaan membangun penjara-penjara seperti itu untuk
budak-budak mereka, dimana orang-orang tahanan yang sial / tak bahagia, tanpa
terang, atau teman, atau penghiburan, menghabiskan hari-hari dan malam-malamnya
dalam tangisan dari kesedihan, dan dalam kesia-siaan mengertakkan giginya dari
kemarahan. Gambaran ini menyatakan fakta bahwa
orang-orang jahat yang terhilang akan ditutup dari terang surga, dan dari damai,
dan sukacita, dan pengharapan; akan menangis dalam kesedihan yang tanpa
pengharapan, dan akan mengertakkan gigi mereka dalam kemarahan terhadap Allah,
dan keluhan terhadap keadilanNya. Betul-betul suatu gambaran yang
menyolok tentang kesengsaraan yang akan datang! Pergilah
ke suatu kamar bawah tanah yang lembab, gelap, terpencil / menyendiri, dan
jorok; lihatlah seorang korban yang menyedihkan dan sangat marah; tambahkan
pada penderitaannya gagasan tentang kekekalan, dan lalu ingatlah bahwa ini,
bagaimanapun juga, hanyalah merupakan suatu gambaran, gambaran yang redup, dari
neraka!].
Sekarang, apakah api, ulat bangkai, dan
kegelapan ini adalah sesuatu yang bersifat hurufiah atau simbol?
a. Ada
penafsir yang menganggap bahwa api adalah sesuatu yang hurufiah / bukan simbol.
Argumentasinya: “Fire is evidently the only word in human language
which can suggest the anguish of perdition. It is the only word in the parable
of the wheat and the tares which our Lord did not interpret
(Matt. 13:36-43). He said: ‘The field is the world,’ ‘the enemy ... is the
devil,’ ‘the harvest is the end of the world,’ ‘the reapers are the angels.’
But we look in vain for such a statement as, ‘the fire is ...’ The only
reasonable explanation is that fire is not a symbol. It perfectly describes the
reality of the eternal burnings.” [= Api jelas merupakan
satu-satunya kata dalam bahasa manusia yang bisa menunjukkan penderitaan dari
penghukuman akhir / neraka. Itu adalah satu-satunya kata dalam perumpamaan
gandum dan lalang yang tidak ditafsirkan oleh Tuhan kita (Mat 13:36-43).
Ia berkata: ‘ladang ialah dunia’, ‘musuh ... ialah Iblis’, ‘waktu menuai ialah
akhir zaman’, ‘para penuai ialah malaikat’. Tetapi
kita mencari dengan sia-sia pernyataan seperti ini, ‘api ialah ...’. Satu-satunya
penjelasan yang masuk akal adalah bahwa api bukanlah simbol. Itu secara
sempurna menggambarkan kenyataan dari pembakaran kekal.] - S. Maxwell Coder, ‘Jude: The Acts of
The Apostates’, hal 82.
Mat 13:36-43
- “(36)
Maka
Yesuspun meninggalkan orang banyak itu, lalu pulang. Murid-muridNya datang dan
berkata kepadaNya: ‘Jelaskanlah kepada kami perumpamaan tentang lalang di
ladang itu.’ (37) Ia menjawab, kataNya: ‘Orang yang
menaburkan benih baik ialah Anak Manusia; (38) ladang ialah dunia. Benih
yang baik itu anak-anak Kerajaan dan lalang
anak-anak si jahat. (39) Musuh yang
menaburkan benih lalang ialah Iblis. Waktu
menuai ialah akhir zaman dan para penuai
itu malaikat. (40) Maka seperti lalang itu dikumpulkan dan dibakar
dalam api, demikian juga pada akhir zaman. (41) Anak Manusia akan menyuruh
malaikat-malaikatNya dan mereka akan mengumpulkan segala sesuatu yang
menyesatkan dan semua orang yang melakukan kejahatan dari dalam KerajaanNya.
(42) Semuanya akan dicampakkan ke dalam dapur api; di sanalah akan terdapat
ratapan dan kertakan gigi. (43) Pada waktu itulah orang-orang benar akan
bercahaya seperti matahari dalam Kerajaan Bapa mereka. Siapa bertelinga,
hendaklah ia mendengar!’”.
Saya berpendapat bahwa argumentasi ini tidak
kuat dan bisa dijawab dengan mudah. Api tak diberi arti karena apapun yang ada
di neraka (juga di surga) tak ada di dunia / alam semesta ini. Jadi, mau
disamakan dengan apa?
b. Kebanyakan penafsir beranggapan bahwa semua ini (api, ulat
bangkai, kegelapan) adalah simbol!
Pulpit
Commentary (tentang Mark 9:43): “They
are the symbols of certain dreadful realities; too dreadful for human
language to describe or human thought to conceive.” [= Itu adalah simbol-simbol dari kenyataan-kenyataan menakutkan
tertentu / yang pasti; terlalu menakutkan untuk digambarkan oleh bahasa manusia
ataupun untuk dimengerti / dibayangkan oleh pikiran manusia.] -
hal 9.
Barnes’ Notes (tentang Mark 9:44-46): “It is not to be supposed that there
will be any ‘real’ worm in hell - perhaps no material fire; nor can it be told
what was particularly intended by the undying worm. There is no authority for
applying it, as is often done, to remorse of conscience, anymore than to any
other of the pains and reflections of hell. It is a mere image of loathsome,
dreadful, and ‘eternal’ suffering. In what that suffering will consist it is
probably beyond the power of any living mortal to imagine.” [= Tidak
boleh dianggap / diduga bahwa di sana akan ada ulat ‘sungguh-sungguh’ dalam
dunia - mungkin juga tidak ada api secara materi; juga tak bisa diberitahukan
apa yang dimaksudkan secara khusus dengan ulat yang tidak mati. Di sana tidak ada otoritas untuk menerapkannya, seperti yang
sering dilakukan, pada penyesalan dari hati nurani, ataupun pada rasa sakit
atau perenungan lain manapun dari neraka. Itu adalah semata-mata suatu gambaran yang menjijikkan, menakutkan, dan
penderitaan ‘kekal’. Dalam hal
penderitaan itu terdiri dari apa, mungkin itu ada di luar kuasa dari manusia
fana yang masih hidup untuk membayangkan.].
William Hendriksen (tentang Mat 3:10): “The ‘fire’ into which the
unfruitful trees are cast is evidently a symbol of the final outpouring of
God’s wrath upon the wicked.” [= ‘Api’ ke dalam mana
pohon-pohon yang tidak berbuah dibuang secara jelas
merupakan simbol dari pencurahan akhir dari murka Allah kepada
orang-orang jahat.].
William Hendriksen (tentang Luk 16:24): “‘Everlasting fire’ has been
prepared ‘for the devil and his angels,’ yet these are spirits. It should be
sufficient to conclude from all this that such terms as ‘fire’ and ‘darkness’
should not be taken too literally.” [= ‘Api yang kekal’ telah
disiapkan ‘untuk Iblis dan malaikat-malaikatnya’, tetapi mereka ini adalah
roh-roh. Seharusnya cukup untuk menyimpulkan dari semua ini bahwa
istilah-istilah seperti ‘api’ dan ‘kegelapan’ tidak
boleh diartikan secara terlalu hurufiah.].
Calvin
(tentang Mat 3:12): “Many persons, I am aware, have entered into ingenious
debates about the eternal ‘fire,’ by which the wicked will be
tormented after the judgment. But we may conclude from many passages of
Scripture, that it is a metaphorical expression. For, if we must believe that
it is real, or what they call material ‘fire,’ we must also believe that
the ‘brimstone’ and the ‘fan’ are material, both of them being mentioned by Isaiah. ‘For Tophet
is ordained of old; the pile thereof is fire and much wood; the breath of the
Lord, like a stream of brimstone, doth kindle it,’ (Isaiah 30:33.) We must
explain the ‘fire’ in the same manner as the ‘worm,’ (Mark 9:44, 46, 48:) and if it is universally agreed that the ‘worm’ is a metaphorical term, we must form the same opinion as to the
‘fire.’ Let us lay aside the speculations, by which foolish men weary
themselves to no purpose, and satisfy ourselves with believing, that these forms
of speech denote, in a manner suited to our feeble capacity, a dreadful
torment, which no man can now comprehend, and no language can express.” [= Banyak
orang, saya sadari, telah masuk ke dalam debat yang hebat tentang ‘api’ yang
kekal, dengan mana orang-orang jahat akan disiksa setelah penghakiman. Tetapi
kita bisa menyimpulkan dari banyak text dalam Kitab Suci, bahwa itu merupakan suatu ungkapan yang bersifat kiasan / simbolis.
Karena, jika kita harus percaya bahwa itu adalah nyata / sungguh-sungguh, atau
apa yang mereka sebut ‘api’ yang bersifat materi, kita juga harus percaya bahwa
‘belerang dan ‘alat penampi’ juga bersifat materi, karena keduanya disebutkan
oleh Yesaya. ‘Karena Tophet ditentukan dari jaman dulu; tumpukan itu adalah api
dan banyak kayu; nafas Tuhan, seperti suatu sungai belerang, menyalakannya’,
(Yes 30:33). Kita harus menjelaskan ‘api’ dengan cara yang sama seperti ‘ulat’
(Mark 9:44,46,48): dan jika disetujui secara universal bahwa ‘ulat’ itu
merupakan istilah kiasan / simbolis, kita harus membentuk pandangan yang sama
berkenaan dengan ‘api’. Marilah kita mengesampingkan spekulasi, dengan mana
orang-orang bodoh melelahkan diri mereka sendiri tanpa guna, dan memuaskan diri
kita sendiri dengan percaya, bahwa ungkapan-ungkapan
ini menunjukkan, dengan suatu cara yang cocok dari kapasitas kita yang lemah,
suatu siksaan yang menakutkan, yang tak ada orang
bisa mengertinya sekarang, dan tak ada bahasa / kata-kata bisa menyatakannya.].
Yes 30:33 - “Sebab dari dahulu sudah diatur tempat pembakaran -
bukankah itu untuk raja - dasarnya dibuat dalam dan lapang, pancakanya penuh
api dan kayu; nafas TUHAN menghanguskannya seperti sungai belerang.”.
KJV: ‘For Tophet is ordained of old; yea, for the
king it is prepared; he hath made it deep and large: the pile thereof is fire and much wood; the
breath of the LORD, like a stream of brimstone, doth kindle it.’.
Dalam LAI maupun KJV tidak ada istilah ‘fan’
[= alat penampi] dalam Yes 30:33. Istilah itu ada dalam Mat 3:12.
Mat 3:12 - “Alat penampi sudah ditanganNya. Ia akan
membersihkan tempat pengirikanNya dan mengumpulkan gandumNya ke dalam lumbung,
tetapi debu jerami itu akan dibakarNya dalam api yang tidak terpadamkan.’”.
KJV: ‘Whose fan is in his hand’ [= Alat penampiNya ada dalam tanganNya].
Calvin (tentang
Mat 25:41): “‘Into everlasting fire.’ We have stated formerly, that the term ‘fire’ represents
metaphorically that dreadful punishment which our senses are unable to
comprehend. It is therefore unnecessary to enter into subtle inquiries, as the sophists do, into the
materials or form of this ‘fire;’ for there would be equally
good reason to inquire about the ‘worm,’ which Isaiah connects with
the ‘fire:’ ‘for their worm shall not die, neither shall their fire be
quenched,’ (Isaiah 66:24.) ... Under these words, therefore, we ought to
represent to our minds the future vengeance of God against the wicked, which,
being more grievous than all earthly torments, ought rather to excite horror
than a desire to know it.” [= ‘Ke dalam api yang kekal’. Kita telah menyatakan
sebelumnya, bahwa istilah ‘api’ mewakili
secara simbolis hukuman yang menakutkan itu, yang tidak mampu untuk dimengerti
oleh pengertian kita. Karena itu tidaklah
perlu untuk masuk ke dalam penyelidikan yang sukar, seperti yang dilakukan oleh
para ahli filsafat abad pertengahan, ke dalam materi atau bentuk dari ‘api’ ini; karena kalau
demikian di sana juga ada alasan yang sama baiknya untuk menyelidiki tentang
‘ulat’, yang Yesaya hubungkan dengan ‘api’: ‘karena ulatnya tidak akan mati,
ataupun apinya akan dipadamkan’, (Yes 66:24). ... Karena itu, di bawah
kata-kata ini, kita harus menggambarkan pada pikiran kita pembalasan yang akan
datang dari Allah terhadap orang-orang jahat, yang, lebih menyedihkan dari
semua siksaan duniawi, dan seharusnya lebih membangkitkan rasa takut dari pada
suatu keinginan untuk mengetahuinya.].
Catatan: ‘sophist’ = ahli-ahli filsafat abad
pertengahan.
Yes 66:24 - “Mereka akan
keluar dan akan memandangi bangkai orang-orang yang telah memberontak kepadaKu.
Di situ ulat-ulatnya tidak akan mati, dan apinya
tidak akan padam, maka semuanya akan menjadi kengerian bagi segala yang hidup.”.
Anehnya dalam tafsirannya tentang Ibr 10:27
Calvin memberikan arti dari ulat itu!
Calvin
(tentang Ibr 10:27): “But no man doubts but that
worm is used metaphorically to designate that dreadful torment of conscience by
which the ungodly are gnawed.” [= Tetapi tak seorangpun meragukan bahwa ulat itu digunakan
secara kiasan / simbolis untuk menunjukkan siksaan hati nurani yang menakutkan
dengan mana orang-orang jahat digerogoti.].
Saya
lebih setuju untuk mengatakan tidak tahu tentang arti dari simbol-simbol ini!
Apa alasannya menganggap hal-hal ini sebagai
simbol? Alasannya adalah:
(1) Dalam
komentar-komentar dari Calvin di atas sudah ia tunjukkan bahwa dalam beberapa
ayat yang ia berikan, kata-kata lain yang digunakan, seperti ulat, alat penampi
dsb, jelas merupakan simbol. Jadi, tak bisa tidak, api juga merupakan simbol.
(2) ‘api’ dan ‘kegelapan’ tidak mungkin bisa bersatu.
William Hendriksen (tentang Luk 16:23-24): “But if hell is a place of fire, how can it also be a place of darkness? Are
not these two concepts mutually exclusive? Well, not always necessarily. For
example, by means of a certain form of radiation people have been seriously
burned even though when it happened they were in a dark room. Nevertheless, it
is advisable not to speculate. ... It
should be sufficient to conclude from all this that such terms as fire and darkness should
not be taken too literally. Each in its own way indicates the terrors of the
lost in the place from which there is no return.” [= Tetapi jika neraka adalah suatu
tempat dari api, bagaimana itu juga bisa merupakan suatu tempat kegelapan?
Bukankah dua konsep ini saling bertentangan? Tidak selalu harus bertentangan.
Sebagai contoh, dengan cara dari suatu bentuk radiasi tertentu orang-orang
telah dibakar secara serius sekalipun pada saat itu terjadi mereka berada di
kamar yang gelap. Tetapi, sebaiknya kita tidak berspekulasi. ... Cukuplah untuk menyimpulkan dari semua ini bahwa
istilah-istilah seperti api dan kegelapan itu tidak boleh diterima secara
terlalu hurufiah. Masing-masing dengan caranya sendiri menunjukkan
kengerian dari orang-orang yang terhilang di tempat dari mana tidak ada jalan
untuk kembali.].
Catatan: saya menganggap kata-kata William Hendriksen
tentang radiasi itu terlalu mengada-ada.
(3) Pada waktu Kitab Suci menggambarkan surga digunakan simbol.
Wah 21:11-21 - “(11) Kota itu penuh dengan
kemuliaan Allah dan cahayanya sama seperti permata
yang paling indah, bagaikan permata yaspis, jernih seperti kristal.
(12) Dan temboknya besar lagi tinggi dan pintu gerbangnya dua belas buah; dan
di atas pintu-pintu gerbang itu ada dua belas malaikat dan di atasnya tertulis
nama kedua belas suku Israel .
(13) Di sebelah timur terdapat tiga pintu gerbang dan di sebelah utara tiga
pintu gerbang dan di sebelah selatan tiga pintu gerbang dan di sebelah barat
tiga pintu gerbang. (14) Dan tembok kota
itu mempunyai dua belas batu dasar dan di atasnya tertulis kedua belas nama
kedua belas rasul Anak Domba itu. (15) Dan ia, yang berkata-kata dengan aku,
mempunyai suatu tongkat pengukur dari emas untuk mengukur kota itu serta pintu-pintu gerbangnya dan
temboknya. (16) Kota
itu bentuknya empat persegi, panjangnya sama dengan lebarnya. Dan ia mengukur kota itu dengan tongkat
itu: dua belas ribu stadia; panjangnya dan lebarnya dan tingginya sama. (17)
Lalu ia mengukur temboknya: seratus empat puluh empat hasta, menurut ukuran
manusia, yang adalah juga ukuran malaikat. (18) Tembok
itu terbuat dari permata yaspis; dan kota
itu sendiri dari emas tulen, bagaikan kaca murni. (19) Dan dasar-dasar tembok kota itu dihiasi dengan
segala jenis permata. Dasar yang pertama batu yaspis, dasar yang kedua batu
nilam, dasar yang ketiga batu mirah, dasar yang keempat batu zamrud, (20) dasar
yang kelima batu unam, dasar yang keenam batu sardis, dasar yang ketujuh batu
ratna cempaka, yang kedelapan batu beril, yang kesembilan batu krisolit, yang
kesepuluh batu krisopras, yang kesebelas batu lazuardi dan yang kedua belas
batu kecubung. (21) Dan kedua belas pintu gerbang itu adalah dua belas mutiara:
setiap pintu gerbang terdiri dari satu mutiara dan jalan-jalan kota itu dari emas murni
bagaikan kaca bening.”.
Mengapa? Karena bahan-bahan di surga itu
jelas tidak ada di dunia, maka dalam menggambarkannya terpaksa digunakan
simbol-simbol. Demikian juga dengan neraka.
Calvin
memberi komentar tentang kata-kata ‘dapur api’ dalam Mat 13:42 dengan kata-kata
sebagai berikut: “This is a metaphorical expression; for,
as the infinite glory which is laid up for the sons of God so far exceeds all
our senses, that we cannot find words to express it, so the punishment which
awaits the reprobate is incomprehensible, and is therefore shadowed out
according to the measure of our capacity.”
[= Ini merupakan suatu ungkapan yang bersifat kiasan; karena, sebagaimana kemuliaan tak terbatas yang disimpan untuk
anak-anak Allah begitu jauh melampaui pengertian / pikiran kita, sehingga kita
tidak bisa menemukan kata-kata untuk menyatakannya, demikian juga hukuman yang menantikan orang-orang yang
ditentukan untuk binasa tidak bisa dimengerti, dan karena itu dibayangkan /
digambarkan sesuai dengan ukuran kapasitas kita.].
Tetapi satu hal
yang sangat penting untuk diperhatikan ialah: jangan sekali-kali hal ini
membuat saudara menganggap bahwa kalau demikian neraka tidaklah terlalu
menakutkan. Pemikiran ‘Toh semua itu hanya simbol, jadi
tidak perlu terlalu kita takuti’ adalah
pemikiran yang sangat bodoh dan keliru. Perlu saudara
ingat bahwa pada waktu Kitab Suci menggambarkan surga dengan simbol, Kitab Suci
menggambarkannya dengan simbol yang indah. Kalau simbolnya indah / mulia, maka
aslinya tentu lebih indah / lebih mulia lagi. Sebaliknya pada waktu Kitab Suci menggambarkan tentang
neraka, maka Kitab Suci menggunakan simbol-simbol yang mengerikan. Kalau
simbolnya mengerikan, maka aslinya tentu lebih mengerikan lagi!
C. H. Spurgeon: “Seek the true Saviour and be not content till thou hast
him, for if lost thy ruin will be terrible. Oh, that lake! Have you ever read
the words, ‘Shall be cast into the lake of fire, which is the second death’?
The lake of fire! and souls cast into it! The imagery is dreadful. ‘Ah,’
says one, ‘that is a metaphor.’ Yes, I know it is, and a metaphor is but a
shadow of the reality. Then, if the shadow be a lake of fire, what must the
reality be? If we can hardly bear to think of a ‘worm that never dieth,’ and a
‘fire that never shall be quenched,’ and of a lake whose seething waves of fire
that dash o’er undying and hopeless souls, what must hell be in very deed? The
descriptions of Scriptures are, after all, but condescensions to our ignorance,
partial revealings of fathomless mysteries; but if these are so dreadful, what
must the full reality be? Provoke it not, my hearers, tempt not your God,
neglect not the great salvation, for if you do, you shall not escape.” [= Carilah Juruselamat yang sejati dan janganlah puas
sampai engkau memiliki Dia, karena jika engkau terhilang kehancuranmu akan
mengerikan. O, lautan itu! Pernahkah engkau membaca kata-kata ‘Akan dilemparkan
ke dalam lautan api, yang adalah kematian yang kedua’? Lautan api! dan
jiwa-jiwa dilemparkan ke dalamnya! Gambaran ini mengerikan! ‘Ah’, kata
seseorang, ‘itu merupakan suatu gambaran / kiasan’. Ya, aku tahu itu, dan suatu
kiasan hanyalah merupakan bayangan dari kenyataannya. Jadi,
jika bayangannya adalah lautan api, bagaimana kenyataannya? Jika kita
hampir tidak tahan untuk memikirkan ‘ulat yang tidak pernah mati’, dan ‘api
yang tidak terpadamkan’, dan tentang lautan dengan gelombang apinya yang
mendidih yang menghantam jiwa-jiwa yang tidak bisa mati dan tanpa harapan,
bagaimana kira-kiranya kenyataan dari neraka? Penggambaran
Kitab Suci merupakan suatu penurunan / perendahan pada kebodohan kita,
pernyataan sebagian dari misteri
yang tidak bisa diukur; tetapi jika ini begitu mengerikan, bagaimana
kenyataannya? Para pendengarku, janganlah menggusarkan dan mencobai
Allahmu, janganlah mengabaikan keselamatan yang besar, karena jika engkau
melakukannya, engkau tidak akan lolos.] - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and
Work of our Lord’, vol 3, hal 622.