Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PROVIDENCE OF GOD (1):Pendahuluan dan Definisi.

Oleh:Pdt.Budi Asali, M.Div. 
PROVIDENCE OF GOD (1)

I. Pendahuluan & Definisi

A) Pendahuluan.


1) Doktrin Providence of God / Providensia Allah ini adalah sesuatu yang sangat penting bagi kita.
Calvin:

a) “... nothing is more profitable than the knowledge of this doctrine.” [= ... tidak ada yang lebih berguna dari pada pengenalan tentang doktrin ini.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, No 3.

b) “... ignorance of Providence is the ultimate of all miseries; the high­est blessedness lies in the knowledge of it.” [= ... ketidaktahuan ten­tang Providensia adalah asal mula semua kesengsaraan; berkat yang terbesar terletak dalam pengenalan tentang providensia.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, No 11.

Saya menuliskan hal ini pada bagian ‘Pendahuluan’ untuk memotivasi saudara mempelajari doktrin Providence of God ini. Tentang apa pentingnya / kegunaannya doktrin ini bagi kita, akan saya bahas di belakang (pelajaran VII).

Sekalipun doktrin Providence of God ini penting, tetapi doktrin ini tidak boleh diajarkan secara sembarangan kepada sembarang orang, karena:
1.  Doktrin ini termasuk ‘makanan keras’ yang tidak cocok untuk bayi kristen, apalagi untuk orang yang belum sungguh-sungguh percaya kepada Kristus.
2.  Doktrin ini bisa ditanggapi secara salah, khususnya kalau diajarkan kepada orang yang belum waktunya belajar doktrin ini. Ini saya bahas di belakang pada pelajaran VI, no 7.
Karena itu jangan menyebarkan ajaran ini / memberikan buku ini, kecuali kepada orang kristen yang sudah dewasa dalam iman, dan yang sudah mempelajari doktrin dasar Reformed yang lain, seperti Kedaulatan Allah, Predestinasi, dsb.

2) Siapa saja tokoh-tokoh yang mempercayai / mengajarkan doktrin Providence of God ini?

Doktrin ini dipercaya dan diajarkan oleh: Agustinus, John Calvin, Martin Luther, Jerome Zanchius, John Owen, Charles Hodge, R. L. Dabney, Louis Berkhof, Loraine Boettner, William G. T. Shedd, Herman Hoek­sema, Herman Bavinck, G. C. Berkouwer, B. B. Warfield, John Murray, Gresham Machen, William Hendriksen, Arthur W. Pink, dsb. Sepanjang pengetahuan saya, tidak ada satupun orang Reformed yang sejati yang tidak mempercayai doktrin ini. Juga doktrin ini masuk dalam Westminster Confession of Faith, yang merupakan pengakuan iman dari gereja-gereja Reformed / Presbyterian di Amerika.

Catatan: untuk membuktikan kata-kata saya ini, maka di bagian belakang / terakhir buku ini saya memberikan banyak kutipan, baik dari Calvin sendiri, dari para ahli theologia Reformed, dan dari Westminster Confession of Faith.

Karena itu saya berpendapat bahwa:
·       Orang yang mengaku dirinya Reformed, tetapi tidak percaya pada doktrin ini, sebetulnya paling-paling hanyalah orang yang Semi-Reformed!
·       Jika ada orang mengatakan bahwa ajaran ini adalah ajaran Hyper-Calvinisme, maka itu berarti orang itu tidak mengerti apa Calvinisme itu, atau lebih jelek lagi, orang itu adalah seorang pemfitnah!

B) Definisi Providence.


Kalau dilihat dalam kamus, maka Providence berarti ‘pemeliharaan baik’. Tetapi dalam Theologia, Providence berarti lebih dari sekedar ‘pemeliharaan baik’. Providence adalah pelaksanaan yang tidak mungkin gagal dari Rencana Allah, atau, pemerintahan / pengaturan terhadap segala sesuatu sehingga Rencana Allah terlaksana.

B. B. Warfield: “His works of providence are merely the execution of His all-embracing plan.” [= PekerjaanNya dalam providensia semata-mata merupakan pelaksanaan dari rencanaNya yang mencakup segala sesuatu.] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 281.

Jadi sekalipun Providence berbeda dengan Rencana Allah, tetapi keduanya berhubungan sangat erat, karena Providence adalah pelaksanaan dari Rencana itu.

Leon Morris (NICNT) - tentang 2Tes 2:11: “God is not to be thought of as sitting passively by while all this is going on. Invariably the Bible pictures Him as taking part in the world’s drama. Indeed, the world’s drama is nothing other than the working out of His purposes.” [= Allah tidak boleh dipikirkan sebagai duduk secara pasif sementara semua ini berjalan / berlangsung. Alkitab selalu menggambarkan Dia sebagai ikut ambil bagian dalam drama dunia ini. Memang, drama dunia ini bukan lain dari pelaksanaan rencanaNya.] - hal 233.

G. C. Berkouwer kelihatannya memberikan definisi tentang Providence yang agak berbeda ketika ia berkata:

“... describes Providence as the almighty and omnipresent power of God by which He upholds and governs all things.” [= ... menggambarkan Providensia sebagai kuasa Allah yang maha kuasa dan maha ada dengan mana Ia menopang dan memerintah segala sesuatu.] - ‘Studies In Dogmatics: The Providence of God’, hal 50.

Definisi dari G. C. Berkouwer ini mirip dengan definisi Calvin tentang Providence, karena Calvin berkata:

“... providence means not that by which God idly observes from heaven what takes place on earth, but that by which, as keeper of the keys, he governs all events.” [= ... providensia tidak berarti sesuatu dengan mana Allah dengan bermalas-malasan / tak berbuat apa-apa mengawasi dari surga apa yang terjadi di bumi, tetapi sesuatu dengan mana, seperti seorang penjaga kunci, Ia memerintah segala kejadian.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 4.

Sedangkan John Owen menganggap bahwa Providence merupakan semua pekerjaan Allah di luar diriNya.

John Owen: Providence is a word which, in its proper signification, may seem to comprehend all the actions of God that outwardly are of him, that have any respect unto his creatures, all his works that are not ad intra, essentially belonging unto the Deity.” [= Providensia adalah suatu kata yang, dalam artinya yang benar, kelihatannya meliputi semua tindakan Allah yang ada di luar diriNya, yang berkenaan dengan ciptaanNya, semua pekerjaan-pekerjaanNya yang bukan ad intra, secara hakiki merupakan milik Allah.] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 31.

Catatan: pekerjaan yang termasuk ad intra adalah pekerjaan-pekerjaan di dalam diri Allah Tritunggal, seperti ‘the eternal generation of the Son’ dan ‘the eternal procession of the Holy Spirit’.


II. Providence tidak mungkin gagal

 

A) Rencana Allah sudah ada dalam kekekalan.


Allah mempunyai rencana, dan seluruh rencana Allah itu sudah ada / sudah direncanakan dalam kekekalan.
Kalau manusia membuat rencana, maka manusia membuatnya secara bertahap. Misalnya pada waktu kita ada di SMP kita merencanakan untuk masuk SMA tertentu, dan pada waktu di SMA baru kita meren­canakan untuk masuk perguruan tinggi tertentu. Setelah lulus dari perguruan tinggi, baru kita merencanakan untuk bekerja di tempat tertentu, dsb. Tidak ada manusia yang dari lahir lalu bisa meren­canakan segala sesuatu dalam seluruh hidupnya! Mengapa? Karena manusia tidak maha tahu sehingga ia tidak mampu melakukan hal itu. Manusia membutuhkan penambahan pengetahuan untuk bisa membuat rencana lanjutan. Tetapi Allah yang maha tahu dan maha bijaksana, merencanakan seluruh rencanaNya sejak semula!

Dasar Kitab Suci:
·       2Raja 19:25 - “Bukankah telah kaudengar, bahwa Aku telah menentukannya dari jauh hari, dan telah merancangnya pada zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi timbunan batu.”.
·       Maz 139:16 - “mataMu melihat selagi aku bakal anak, dan dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk, sebelum ada satupun dari padanya.”.
·       Yes 25:1 - “Ya TUHAN, Engkaulah Allahku; aku mau meninggikan Engkau, mau menyanyikan syukur bagi namaMu; sebab dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan rancanganMu yang ajaib yang telah ada sejak dahulu.”.
·       Yes 37:26 - “Bukankah telah kaudengar, bahwa Aku telah menentukannya dari jauh hari dan telah merancangnya dari zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi timbunan batu,”.
·       Yes 46:10 - “yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan,”.
·       Mat 25:34 - “Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kananNya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan.”.
·       Ef 1:4-5 - “(4) Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya. (5) Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya,”.
·       2Tes 2:13 - “Akan tetapi kami harus selalu mengucap syukur kepada Allah karena kamu, saudara-saudara, yang dikasihi Tuhan, sebab Allah dari mulanya telah memilih kamu untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kamu dan dalam kebenaran yang kamu percayai.”.
·       2Tim 1:9 - “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman.

John Owen: “If God’s determination concerning any thing should have a temporal original, it must needs be either because he then perceived some goodness in it of which before he was ignorant, or else because some accident did affix a real goodness to some state of things which it had not from him; neither of which, without abominable blasphemy, can be affirmed, seeing he knoweth the end from the beginning,” [= Jika penentuan Allah tentang sesuatu apapun mempunyai asal usul dalam waktu, itu pasti disebabkan atau karena Ia pada saat itu melihat suatu kebaikan dalam hal itu yang tidak diketahuiNya sebelumnya, atau karena ada suatu kecelakaan yang melekatkan kebaikan yang sungguh-sungguh pada suatu keadaan yang tidak datang dari Dia; yang manapun dari dua hal ini tidak bisa ditegaskan tanpa melakukan suatu penghujatan yang menjijikkan, karena Ia mengetahui akhirnya dari semula,] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 20.

Memang dalam Kitab Suci ada ayat yang seolah-olah menunjukkan bahwa Allah merencanakan suatu rencana tertentu dalam waktu (bukan dalam kekekalan).
Misalnya: Yer 18:11 - “Sebab itu, katakanlah kepada orang Yehuda dan kepada penduduk Yerusalem: Beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku ini sedang menyiapkan malapetaka terhadap kamu dan merancangkan rencana terhadap kamu. Baiklah kamu masing-masing bertobat dari tingkah langkahmu yang jahat, dan perbaikilah tingkah langkahmu dan perbuatanmu!”.

Tetapi pada waktu Allah berbicara dalam ayat ini, jelas Ia sedang menyesuaikan diriNya dengan kapasitas / pengertian manusia. Kontextnya sendiri juga demikian; baca Yer 18:8,10 yang mengatakan ‘maka menyesallah Aku’.

Yer 18:8,10 - (8) Tetapi apabila bangsa yang terhadap siapa Aku berkata demikian telah bertobat dari kejahatannya, maka menyesallah Aku, bahwa Aku hendak menjatuhkan malapetaka yang Kurancangkan itu terhadap mereka. ... (10) Tetapi apabila mereka melakukan apa yang jahat di depan mataKu dan tidak mendengarkan suaraKu, maka menyesallah Aku, bahwa Aku hendak mendatangkan keberuntungan yang Kujanjikan itu kepada mereka..

B) Rencana Allah itu tidak mungkin berubah / gagal.


Orang Arminian / non Reformed percaya bahwa Allah bisa mengubah rencanaNya, dan percaya bahwa rencana Allah bisa gagal. Sebetul­nya ini merupakan suatu penghinaan bagi Allah, karena ini menyamakan Allah dengan manusia, yang sering harus mengubah rencananya dan gagal dalam mencapai rencananya!

Orang Reformed percaya bahwa rencana Allah tidak mungkin berubah ataupun gagal.

Charles Hodge: “Change of purpose arises either from the want of wisdom or from the want of power. As God is infinite in wisdom and power, there can be with Him no unforeseen emergency and no inadequacy of means, and nothing can resist the execution of his original intention.” [= Perubahan rencana timbul atau karena kekurangan hikmat atau karena kekurangan kuasa. Karena Allah itu tidak terbatas dalam hikmat dan kuasa, maka dengan Dia tidak bisa ada keadaan darurat yang tidak dilihat lebih dulu, dan tidak ada kekurangan jalan / cara, dan tidak ada yang bisa menahan / menolak pelaksanaan dari maksud / rencana yang semula.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 538-539.

John Owen: “Whatsoever God hath determined, according to the counsel of his wisdom and good pleasure of his will, to be accomplished, to the praise of his glory, standeth sure and immutable;” [= Apapun yang Allah telah tentukan, menurut rencana hikmatNya dan kerelaan kehendakNya, untuk terjadi, untuk memuji kemuliaanNya, berdiri teguh dan tetap / tak berubah;] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 20.
Catatan: Owen lalu memberikan sederetan ayat-ayat, yaitu 1Sam 15:29  Yes 46:10  Yes 14:24-25,27  Ayub 23:13  Ibr 6:17.

William Hendriksen: “God’s eternal decree is absolutely unchangeable and is sure to be realized.” [= Ketetapan kekal Allah secara mutlak tidak bisa berubah dan pasti akan terwujud.] - ‘The Gospel of John’, hal 250.

William G. T. Shedd mengutip kata-kata Augustine (dari buku ‘Confession’, XII. xv.) yang berbunyi sebagai berikut:
“God willeth not one thing now, and another anon; but once, and at once, and always, he willeth all things that he willeth; not again and again, nor now this, now that; nor willeth afterwards, what before he willed not, nor willeth not, what before he willed; because such a will is mutable; and no mutable thing is eternal.” [= Allah tidak menghendaki sesuatu hal sekarang, dan sebentar lagi menghendaki yang lain; tetapi sekali, dan serentak, dan selalu, Ia menghendaki semua hal yang Ia kehendaki; bukannya berulang-ulang, atau sebentar ini sebentar itu; atau menghendaki setelahnya apa yang tadinya tidak Ia kehendaki, atau tidak menghendaki apa yang tadinya Ia kehendaki; karena kehendak seperti itu bisa berubah; dan hal yang bisa berubah tidak ada yang kekal.] - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I, hal 395.

Ada banyak alasan / dasar yang menyebabkan kita harus percaya bahwa Allah tidak mungkin mengubah rencanaNya atau gagal dalam mencapai rencanaNya, yaitu:

1) Adanya ayat-ayat yang secara jelas menunjukkan bahwa rencana Allah tidak mungkin gagal, seperti:
·       Bil 23:19 - “Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia, sehingga Ia menyesal. Masakan Ia berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?”.
·       1Sam 15:29 - “Lagi Sang Mulia dari Israel tidak berdusta dan Ia tidak tahu menyesal; sebab Ia bukan manusia yang harus menyesal.’”.
·       Maz 33:10-11 - “(10) TUHAN menggagalkan rencana bangsa-bangsa; Ia meniadakan rancangan suku-suku bangsa; (11) tetapi rencana TUHAN tetap selama-lamanya, rancangan hatiNya turun-temurun.”.
·       Yer 4:28 - “Karena hal ini bumi akan berkabung, dan langit di atas akan menjadi gelap, sebab Aku telah mengatakannya, Aku telah merancangnya, Aku tidak akan menyesalinya dan tidak akan mundur dari pada itu.’”.

2) Kemahatahuan Allah.
Pada waktu Allah merencanakan, bukankah Ia sudah tahu apakah rencanaNya akan berhasil atau gagal? Kalau Ia tahu bahwa rencanaNya akan gagal, lalu mengapa Ia tetap merencanakannya?

3) Kemahabijaksanaan Allah.
Kebijaksanaan Allah menyebabkan Ia pasti membuat rencana yang terbaik. Kalau rencana ini lalu diubah, maka akan menjadi bukan yang terbaik. Ini tidak mungkin!

4) Kemahakuasaan Allah.
Manusia sering gagal mencapai rencananya atau terpaksa mengubah rencananya karena ia tidak maha kuasa, sehingga tidak mampu untuk mencapai / melaksanakan rencananya. Tetapi Allah yang maha kuasa tidak mungkin gagal mencapai rencanaNya atau terpaksa harus mengubah rencanaNya! Ini terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:
·       Yes 14:24,26-27 - “(24) TUHAN semesta alam telah bersumpah, firmanNya: ‘Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana: ... (26) Itulah rancangan yang telah dibuat mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang teracung terhadap segala bangsa. (27) TUHAN semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya? TanganNya telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya ditarik kembali?.
·       Yes 25:1 - “Ya TUHAN, Engkaulah Allahku; aku mau meninggikan Engkau, mau menyanyikan syukur bagi namaMu; sebab dengan kesetiaan yang teguh Engkau telah melaksanakan rancanganMu yang ajaib yang telah ada sejak dahulu.”.
·       Yes 37:26 - “Bukankah telah kaudengar, bahwa Aku telah menentukannya dari jauh hari dan telah merancangnya dari zaman purbakala? Sekarang Aku mewujudkannya, bahwa engkau membuat sunyi senyap kota-kota yang berkubu menjadi timbunan batu,”.
·       Yes 43:13 - “Juga seterusnya Aku tetap Dia, dan tidak ada yang dapat melepaskan dari tanganKu; Aku melakukannya, siapakah yang dapat mencegahnya?.

5) Kedaulatan Allah.
Kedaulatan Allah tidak memungkinkan Ia untuk mengubah rencanaNya, karena perubahan rencana membuat Ia menjadi tergantung pada situasi dan kondisi (tidak lagi berdaulat).

C) Providence (pelaksanaan Rencana Allah) tak mungkin gagal.


Dasar Kitab Suci dari pandangan ini:

Ayub 42:1-2 - “(1) Maka jawab Ayub kepada TUHAN: (2) ‘Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal.”.

Yes 14:24,26-27 - “(24) TUHAN semesta alam telah bersumpah, firmanNya: ‘Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana: ... (26) Itulah rancangan yang telah dibuat mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang teracung terhadap segala bangsa. (27) TUHAN semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya? TanganNya telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya ditarik kembali?.

Yes 46:10-11 - “(10) yang memberitahukan dari mulanya hal yang kemudian dan dari zaman purbakala apa yang belum terlaksana, yang berkata: KeputusanKu akan sampai, dan segala kehendakKu akan Kulaksanakan, (11) yang memanggil burung buas dari timur, dan orang yang melaksanakan putusanKu dari negeri yang jauh. Aku telah mengatakannya, maka Aku hendak melangsungkannya, Aku telah merencanakannya, maka Aku hendak melaksanakannya.”.

Charles Hodge: “If He foreordains whatsoever comes to pass, then events correspond to his purposes; and it is against reason and Scripture to suppose that there is any contradiction or want of correspondence between what He intended and what actually occurs.” [= Jika Ia menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi, maka peristiwa-peristiwa akan cocok / sama dengan rencanaNya; dan merupakan sesuatu yang bertentangan dengan akal dan Kitab Suci untuk menganggap bahwa disana ada kontradiksi atau ketidakcocokkan antara apa yang Ia maksudkan dan apa yang sungguh-sungguh terjadi.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 323.

Contoh:

1) Allah merencanakan supaya Rut dan Boas menikah dan dari pernikahan itu mereka menurunkan Yesus / Mesias.
Kelihatannya Rencana Allah ini sukar terlaksana karena Rut ada di Moab dan Boas ada di Yehuda. Tetapi Allah yang maha kuasa itu mengatur sehingga hal itu akhirnya terjadi juga, sehingga mereka menikah dan akhirnya menurunkan Yesus (baca Rut 1-4).

2) Allah merencanakan bahwa Yesus akan lahir di Betlehem (Mikha 5:1  Luk 2:1-7). Kelihatannya Rencana Allah yang satu ini akan gagal, karena Maria sudah hamil besar dan pada saat itu ia masih ada di Nazaret. Tetapi Allah mengatur dengan menggerakkan hati kaisar untuk mengadakan sensus (bdk. Amsal 21:1) sehingga Yusuf dan Maria terpaksa pergi ke Betlehem dan akhirnya Yesus lahir di Betlehem.

-bersambung-