PROVIDENCE OF GOD (2)
Oleh:Pdt.Budi Asali, M.Div.
Kejadian 6:5-6
- “(5) Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar
di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan
semata-mata, (6) maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia
telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hatiNya.”.
Keluaran 32:7-14
- “(7) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Pergilah,
turunlah, sebab bangsamu yang kaupimpin keluar dari tanah Mesir telah rusak
lakunya. (8) Segera juga mereka menyimpang dari jalan yang Kuperintahkan kepada
mereka; mereka telah membuat anak lembu tuangan, dan kepadanya mereka sujud
menyembah dan mempersembahkan korban, sambil berkata: Hai Israel , inilah
Allahmu yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.’ (9) Lagi firman
TUHAN kepada Musa: ‘Telah Kulihat bangsa ini dan sesungguhnya mereka adalah
suatu bangsa yang tegar tengkuk. (10) Oleh sebab itu biarkanlah Aku, supaya
murkaKu bangkit terhadap mereka dan Aku akan membinasakan mereka, tetapi engkau
akan Kubuat menjadi bangsa yang besar.’ (11) Lalu Musa mencoba melunakkan hati
TUHAN, Allahnya, dengan berkata: ‘Mengapakah, TUHAN, murkaMu bangkit terhadap
umatMu, yang telah Kaubawa keluar dari tanah Mesir dengan kekuatan yang besar
dan dengan tangan yang kuat? (12) Mengapakah orang Mesir akan berkata: Dia
membawa mereka keluar dengan maksud menimpakan malapetaka kepada mereka dan
membunuh mereka di gunung dan membinasakannya dari muka bumi? Berbaliklah dari
murkaMu yang bernyala-nyala itu dan menyesallah karena malapetaka yang hendak
Kaudatangkan kepada umatMu. (13) Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan Israel,
hamba-hambaMu itu, sebab kepada mereka Engkau telah bersumpah demi diriMu
sendiri dengan berfirman kepada mereka: Aku akan membuat keturunanmu sebanyak
bintang di langit, dan seluruh negeri yang telah Kujanjikan ini akan Kuberikan
kepada keturunanmu, supaya dimilikinya untuk selama-lamanya.’ (14) Dan menyesallah TUHAN karena malapetaka yang dirancangkanNya
atas umatNya.”.
1Sam 15:11a,35b - “(11a)
‘Aku menyesal, karena Aku telah
menjadikan Saul raja, sebab ia telah berbalik dari pada Aku dan tidak
melaksanakan firmanKu.’ ... (35b) Dan TUHAN
menyesal, karena Ia menjadikan Saul raja atas Israel. ”.
Yes 38:1,5
- “(1) Pada hari-hari itu Hizkia jatuh sakit dan hampir
mati. Lalu datanglah nabi Yesaya bin Amos dan berkata kepadanya: ‘Beginilah
firman TUHAN: Sampaikanlah pesan terakhir kepada keluargamu, sebab engkau akan
mati, tidak akan sembuh lagi.’ ... (5) ‘Pergilah dan katakanlah kepada Hizkia:
Beginilah firman TUHAN, Allah Daud, bapa leluhurmu: Telah Kudengar doamu dan
telah Kulihat air matamu. Sesungguhnya Aku akan memperpanjang hidupmu lima
belas tahun lagi,”.
Catatan: dalam tex t
ini memang tak ada kata-kata ‘Aku / Tuhan / Allah menyesal’, tetapi terlihat
seakan-akan ada peru bahan
rencana Allah.
Yer 18:8,10 - “(8) Tetapi apabila bangsa yang terhadap siapa Aku
berkata demikian telah bertobat dari kejahatannya, maka
menyesallah Aku, bahwa Aku hendak menjatuhkan malapetaka yang
Kurancangkan itu terhadap mereka. ... (10) Tetapi apabila mereka melakukan apa
yang jahat di depan mataKu dan tidak mendengarkan suaraKu, maka menyesallah Aku, bahwa Aku hendak
mendatangkan keberuntungan yang Kujanjikan itu kepada mereka.”.
Yunus 3:10 - “Ketika
Allah melihat perbuatan mereka itu, yakni bagaimana mereka berbalik dari
tingkah lakunya yang jahat, maka menyesallah Allah
karena malapetaka yang telah dirancangkanNya terhadap mereka, dan Iapun tidak
jadi melakukannya.”.
Amos 7:3,6 - “(3) Maka menyesallah TUHAN
karena hal itu. ‘Itu tidak akan terjadi,’ firman TUHAN. ... (6) Maka menyesallah TUHAN karena hal itu. ‘Inipun
tidak akan terjadi,’ firman Tuhan ALLAH.”.
Apakah ini berarti bahwa Allah mengubah
RencanaNya? Saya menjawab: Tidak!
Penjelasan:
1) Prinsip Hermeneutics yang sangat penting
adalah: kita tidak boleh menafsirkan suatu bagian Kitab Suci sehingga
bertentangan dengan bagian lain dari Kitab Suci.
a) Karena itu, maka
penafsiran ayat-ayat pada point D) ini tidak boleh bertentangan dengan
ayat-ayat pada point B) dan C) di atas, yang menunjukkan bahwa Rencana Allah
dan Providensia Allah tidak bisa gagal. Kalau kita menafsirkan bahwa kata-kata ‘Allah
menyesal’ dalam ayat-ayat di sini memang menunjukkan
bahwa Allah mengubah rencanaNya, maka jelas bahwa ayat-ayat ini akan
bertentangan dengan semua ayat-ayat itu.
b) Juga dalam Kitab
Suci ada banyak ayat yang menyatakan bahwa ‘Allah tidak menyesal’. Contoh:
Bil 23:19 - “Allah bukanlah manusia, sehingga Ia berdusta bukan anak manusia,
sehingga Ia menyesal. Masakan Ia
berfirman dan tidak melakukannya, atau berbicara dan tidak menepatinya?”.
1Sam 15:29 - “Lagi
Sang Mulia dari Israel
tidak berdusta dan Ia tidak tahu menyesal; sebab Ia bukan manusia yang harus
menyesal.’”.
Maz 110:4 - “TUHAN
telah bersumpah, dan Ia tidak akan menyesal: ‘Engkau adalah imam untuk selama-lamanya, menurut Melkisedek.’”.
Yeh 24:14 - “Aku,
TUHAN, yang mengatakannya. Hal itu akan datang, dan Aku yang akan membuatnya.
Aku tidak melalaikannya dan tidak merasa sayang, juga tidak menyesal.
Aku akan menghakimi engkau menurut perbuatanmu, demikianlah firman Tuhan
ALLAH.’”.
Zakh 8:14 - “Sebab
beginilah firman TUHAN semesta alam: ‘Kalau dahulu Aku telah bermaksud
mendatangkan malapetaka kepada kamu, ketika nenek moyangmu membuat Aku murka,
dan Aku tidak menyesal, firman TUHAN semesta alam,”.
Ibr 7:21 - “tetapi
Ia dengan sumpah, diucapkan oleh Dia yang berfirman kepadaNya: ‘Tuhan telah
bersumpah dan Ia tidak akan menyesal: Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya’ - ”.
Kita harus mengharmoniskan kedua kelompok ayat ini, bukan
menabrakkannya!
2) ‘Allah
menyesal’ adalah bahasa Anthropopathy.
Kitab Suci sering menggunakan bahasa
Anthropomorphism (bahasa yang menggambarkan Allah seakan-akan Ia adalah
manusia) dan Anthropopathy (bahasa yang menggambarkan Allah dengan
perasaan-perasaan manusia). Kalau Kitab Suci menggunakan bahasa
Anthropomorphism, maka tidak boleh diartikan betul-betul demikian.
Misalnya pada waktu dikatakan ‘tangan Allah tidak kurang
panjang’ (Yes
59:1), atau pada waktu dikatakan ‘mata
TUHAN ada di segala tempat’
(Amsal 15:3), ini tentu tidak berarti bahwa Allah betul-betul mempunyai
tangan / mata. Ingat bahwa Allah adalah Roh (Yoh 4:24).
Contoh lain adalah Kel 31:17b - “sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan
langit dan bumi, dan pada hari yang ketujuh Ia berhenti bekerja untuk
beristirahat.’”.
NIV menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia , tetapi KJV, RSV, NASB
menterjemahkan secara berbeda.
KJV: ‘for in six
days the LORD made heaven and earth, and on the seventh day he rested, and was refreshed.’ [= karena dalam enam hari TUHAN
membuat langit dan bumi, dan pada hari ketujuh Ia beristirahat, dan segar kembali.].
Jelas bahwa kita tidak bisa menafsirkan
ayat ini seakan-akan Allahnya loyo setelah bekerja berat selama enam hari, dan
lalu setelah beristirahat pada hari yang ketujuh, Ia lalu segar kembali / pulih
kekuatanNya! Ayat ini hanya menggambarkan Allah seakan-akan Ia adalah manusia
yang bisa letih, dan bisa segar kembali.
Demikian juga pada waktu Kitab Suci
menggunakan Anthropopathy (bahasa yang menggambarkan Allah menggunakan
perasaan-perasaan manusia), maka kita tidak boleh mengartikan bahwa Allahnya
betul-betul seperti itu. Contohnya adalah ayat-ayat yang menunjukkan ‘Allah
menyesal’ ini.
Perlu juga saudara ingat bahwa manusia
bisa menyesal, karena ia tidak maha tahu. Misalnya, seorang laki-laki melihat
seorang gadis dan ia menyangka gadis itu seorang yang layak ia peristri. Tetapi
setelah menikah, barulah ia tahu akan adanya banyak hal jelek dalam diri
istrinya, yang tadinya tidak ia ketahui. Ini menyebabkan ia lalu menyesal telah
memperistri gadis itu.
Tetapi Allah itu maha tahu, sehingga
dari semula Ia telah tahu segala sesuatu yang akan terjadi. Karena itu tidak
mungkin Ia bisa menyesal!
Kalau Kitab Suci mengatakan bahwa Allah
menyesal karena terjadinya sesuatu hal, maka maksudnya hanyalah menunjukkan
bahwa hal itu tidak menyenangkan Allah. Calvin mengatakan bahwa ‘Allah
menyesal’ hanya menunjukkan perubahan tindakan.
Calvin: “Now the mode
of accommodation is for him to represent himself to us not as he is in himself,
but as he seems to us. Although he is beyond all disturbance of mind, yet he
testifies that he is angry toward sinners. Therefore whenever we hear that God
is angered, we ought not to imagine any emotion in him, but rather to consider
that this expression has been taken from our human experience; because God,
whenever he is exercising judgment, exhibits the appearance of one kindled and
angered. So we ought not to understand anything else under the word
‘repentance’ than change of action, ...” [= Cara penyesuaian adalah dengan menyatakan
diriNya sendiri kepada kita bukan sebagaimana adanya
Ia dalam diriNya sendiri, tetapi seperti
Ia terlihat oleh kita. Sekalipun Ia ada di atas segala gangguan
pikiran, tetapi Ia menyaksikan bahwa Ia marah kepada orang-orang berdosa.
Karena itu setiap saat kita mendengar bahwa Allah marah, kita tidak boleh
membayangkan adanya emosi apapun dalam Dia, tetapi
menganggap bahwa pernyataan ini diambil dari pengalaman manusia; karena Allah,
pada waktu Ia melakukan penghakiman, menunjukkan diri seperti seseorang yang
marah. Demikian juga kita tidak boleh
mengartikan apapun yang lain terhadap kata ‘penyesalan’ selain perubahan
tindakan, ...] - ‘Institutes of the
Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 13.
3) Pada
waktu Kitab Suci mengatakan ‘Allah menyesal’ maka itu berarti bahwa hal itu
ditinjau dari sudut pandang manusia.
Illustrasi: Ada
seorang sutradara yang menyusun naskah untuk sandiwara, dan ia juga sekaligus
menjadi salah satu pemain sandiwara tersebut. Dalam sandiwara itu ditunjukkan
bahwa ia mau makan, tetapi tiba-tiba ada telpon, sehingga ia lalu tidak jadi
makan. Dari sudut penonton, pemain sandiwara itu berubah pikiran / rencana.
Tetapi kalau ditinjau dari sudut naskah / sutradara, ia sama sekali tidak
berubah dari rencana semula, karena dalam naskah sudah direncanakan bahwa ia
mau makan, lalu ada telpon, lalu ia mengubah rencana / pikirannya, dsb.
Pada waktu Kitab Suci berkata ‘Allah menyesal’
maka memang dari sudut manusia, Allahnya menyesal / mengubah rencanaNya. Tetapi
dari sudut Allah / Rencana Allah, sebetulnya tidak ada perubahan, karena semua
perubahan / penyesalan itu sudah direncanakan oleh Allah.
4) Kel 32:7-14,
secara khusus menunjukkan bahwa kata-kata ‘Allah
menyesal’ atau ‘menyesallah
TUHAN’
(ay 14) tidak bisa diartikan secara hurufiah, karena kalau diartikan
secara hurufiah, maka bagian ini menunjukkan bahwa Allah menyesal setelah
dinasehati oleh Musa!
Kel 32:7-14
- “(7) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: ‘Pergilah,
turunlah, sebab bangsamu yang kaupimpin keluar dari tanah Mesir telah rusak
lakunya. (8) Segera juga mereka menyimpang dari jalan yang Kuperintahkan kepada
mereka; mereka telah membuat anak lembu tuangan, dan kepadanya mereka sujud
menyembah dan mempersembahkan korban, sambil berkata: Hai Israel , inilah Allahmu yang telah
menuntun engkau keluar dari tanah Mesir.’ (9) Lagi firman TUHAN kepada Musa:
‘Telah Kulihat bangsa ini dan sesungguhnya mereka adalah suatu bangsa yang
tegar tengkuk. (10) Oleh sebab itu biarkanlah Aku, supaya murkaKu bangkit
terhadap mereka dan Aku akan membinasakan mereka, tetapi engkau akan Kubuat
menjadi bangsa yang besar.’ (11) Lalu Musa mencoba melunakkan hati TUHAN,
Allahnya, dengan berkata: ‘Mengapakah, TUHAN, murkaMu bangkit terhadap umatMu,
yang telah Kaubawa keluar dari tanah Mesir dengan kekuatan yang besar dan
dengan tangan yang kuat? (12) Mengapakah orang Mesir akan berkata: Dia membawa
mereka keluar dengan maksud menimpakan malapetaka kepada mereka dan membunuh
mereka di gunung dan membinasakannya dari muka bumi? Berbaliklah dari murkaMu
yang bernyala-nyala itu dan menyesallah karena malapetaka yang hendak
Kaudatangkan kepada umatMu. (13) Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan Israel, hamba-hambaMu
itu, sebab kepada mereka Engkau telah bersumpah demi diriMu sendiri dengan
berfirman kepada mereka: Aku akan membuat keturunanmu sebanyak bintang di
langit, dan seluruh negeri yang telah Kujanjikan ini akan Kuberikan kepada
keturunanmu, supaya dimilikinya untuk selama-lamanya.’ (14) Dan menyesallah TUHAN karena malapetaka yang dirancangkanNya
atas umatNya.”.
Catatan:
lebih-lebih kalau kita melihat dalam terjemahan KJV/RSV, dimana untuk kata
‘menyesal’ digunakan kata ‘repent’, yang sekalipun bisa diartikan
‘menyesal’ tetapi juga bisa diartikan ‘bertobat’, maka ini menjadi makin tidak
masuk akal.
Dengan demikian jelaslah bahwa
kata-kata ‘Allah menyesal’ dalam Kitab Suci, tidak menunjukkan bahwa Allah bisa
mengubah rencanaNya!
III. Providence
berhubungan
dengan
segala sesuatu
A) Rencana Allah berhubungan dengan segala
sesuatu.
Dengan kata lain, Rencana Allah itu
mencakup ‘segala
sesuatu’ dalam arti kata yang
semutlak-mutlaknya.
Dasar dari pandangan ini:
1) Dasar
Kitab Suci:
a) Ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa Rencana
Allah mencakup ‘semuanya’.
Maz 139:16 - “... dalam kitabMu semuanya tertulis hari-hari yang akan dibentuk,
sebelum ada satupun dari padanya”.
Dan
5:23 - “Tuanku
meninggikan diri terhadap Yang Berkuasa di sorga: perkakas dari BaitNya dibawa
orang kepada tuanku, lalu tuanku serta para pembesar tuanku, para isteri dan
para gundik tuanku telah minum anggur dari perkakas itu; tuanku telah
memuji-muji dewa-dewa dari perak dan emas, dari tembaga, besi, kayu dan batu,
yang tidak dapat melihat atau mendengar atau mengetahui, dan tidak tuanku
muliakan Allah, yang menggenggam nafas tuanku dan menentukan segala
jalan tuanku.”.
b) Ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa Rencana
Allah mencakup hal-hal yang remeh / kecil / tak berarti.
Mat 10:29-30 - “(29) Bukankah burung pipit dijual dua
ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi
di luar kehendak BapaMu. (30) Dan kamu, rambut
kepalamupun terhitung semuanya.”.
Ayat ini menunjukkan dengan jelas bahwa
hal yang remeh / kecil / tidak berarti seperti jatuhnya burung pipit yang tidak
berharga, atau rontoknya rambut kita, hanya bisa terjadi kalau itu sesuai
dengan kehendak / Rencana Allah.
B. B. Warfield: “the minutest
occurrences are as directly controlled by Him as the greatest
(Matt. 10:29-30, Luke 12:7).” [= Peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang
terkecil dikontrol secara langsung oleh Dia sama seperti peristiwa-peristiwa /
kejadian-kejadian yang terbesar (Mat 10:29-30, Luk 12:7).] - ‘Biblical
and Theological Studies’, hal 296.
Luk
12:6-7 - “(6) Bukankah burung pipit
dijual lima ekor dua duit? Sungguhpun demikian tidak
seekorpun dari padanya yang dilupakan Allah, (7) bahkan rambut kepalamupun terhitung semuanya. Karena itu
jangan takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit.”.
Calvin: “But anyone
who has been taught by Christ’s lips that all the hairs of his head are
numbered (Matt 10:30) will look farther afield for a cause, and will
consider that all events are governed by God’s secret
plan.”
[= Tetapi setiap orang yang telah diajar oleh bibir Kristus bahwa semua rambut
kepalanya terhitung (Mat 10:30) akan melihat lebih jauh untuk suatu
penyebab, dan akan menganggap bahwa semua kejadian /
peristiwa diatur oleh rencana rahasia Allah.] - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 2.
Calvin: “It
is childish, as I have already said, to restrict this to particular acts, since
Christ says, without exception, that not even a tiny and insignificant sparrow
falls to the ground without the Father’s will (Matthew 10:29). Surely if the
flight of birds is governed by God’s definite plan, we must confess with the
prophet that he so dwells on high as to humble himself to behold whatever
happens in heaven and on earth (Psalm 113:5-6).” [= Adalah kekanak-kanakan,
seperti telah saya katakan, untuk membatasi ini pada tindakan-tindakan khusus,
karena Kristus berkata, tanpa perkecualian, bahwa bahkan seekor burung pipit
yang kecil dan tidak penting tidak jatuh ke tanah tanpa kehendak Bapa (Mat
10:30). Pasti, jika penerbangan dari burung-burung diatur / diperintah oleh
rencana yang pasti / tertentu dari Allah, kita harus mengaku bersama sang
nabi bahwa Ia tinggal di atas sedemikian rupa supaya merendahkan diriNya
sendiri untuk memperhatikan apapun yang terjadi di surga dan di bumi (Maz
113:5-6).] - ‘Institutes of the
Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 5.
Catatan: dari kontext kelihatannya yang Calvin
maksud dengan ‘the prophet’ / ‘sang
nabi’ adalah Daud.
Maz 113:5-6 - “(5) Siapakah
seperti TUHAN, Allah kita, yang diam di tempat yang tinggi, (6) yang
merendahkan diri untuk melihat ke langit dan ke bumi?”.
Calvin: “... it is
certain that not one drop of rain falls without God’s sure command.” [= ... adalah pasti bahwa tidak
satu titik hujanpun jatuh tanpa perintah yang pasti dari Allah.]
- ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book I, Chapter XVI, no 5.
Yer 14:22 - “Adakah
yang dapat menurunkan hujan di antara dewa kesia-siaan bangsa-bangsa itu? Atau dapatkah langit sendiri memberi hujan lebat? Bukankah hanya Engkau saja, ya TUHAN Allah kami, Pengharapan
kami, yang membuat semuanya itu?”.
Ayub 28:25-26 - “(25) Ketika
Ia menetapkan kekuatan angin, dan
mengatur banyaknya air, (26) ketika Ia membuat ketetapan bagi hujan, dan jalan bagi
kilat guruh,”.
Ayub 37:6,10-13
- “(6) karena kepada
salju Ia berfirman: Jatuhlah ke bumi, dan kepada hujan lebat dan hujan deras:
Jadilah deras! ... (10) Oleh nafas Allah terjadilah es, dan permukaan air yang
luas membeku. (11) Awanpun dimuatiNya dengan air, dan awan memencarkan
kilatNya, (12) lalu kilatNya menyambar-nyambar ke seluruh penjuru menurut
pimpinanNya untuk melakukan di permukaan bumi segala yang diperintahkanNya.
(13) Ia membuatnya mencapai tujuannya, baik untuk menjadi pentung bagi isi bumiNya
maupun untuk menyatakan kasih setia.”.
Jadi,
bukan hanya hujan dan turunnya salju tergantung Tuhan, tetapi juga apakah hujan
itu deras atau tidak, tergantung kepada Tuhan!
Maz 68:10 - “Hujan yang melimpah Engkau siramkan, ya Allah;
Engkau memulihkan tanah milikMu yang gersang,”.
Maz 147:8
- “Dia, yang
menutupi langit dengan awan-awan, yang menyediakan hujan bagi bumi, yang
membuat gunung-gunung menumbuhkan rumput.”.
Amos 4:7 - “‘Akupun telah
menahan hujan dari padamu, ketika tiga bulan lagi sebelum panen; Aku menurunkan
hujan ke atas kota yang satu dan tidak
menurunkan hujan ke atas kota
yang lain; ladang yang satu kehujanan, dan ladang, yang tidak kena hujan,
menjadi kering;”.
Amos 9:5-6 - “(5) Tuhan ALLAH semesta alamlah yang menyentuh bumi, sehingga
bergoyang, dan semua penduduknya berkabung, dan seluruhnya naik seperti sungai
Nil, dan surut seperti sungai Mesir; (6) yang mendirikan anjungNya di langit
dan mendasarkan kubahNya di atas bumi; yang memanggil air laut dan
mencurahkannya ke atas permukaan bumi - TUHAN itulah namaNya.”.
Zakh 10:1 - “Mintalah hujan
dari pada TUHAN pada akhir musim semi! Tuhanlah yang membuat awan-awan pembawa
hujan deras, dan hujan lebat akan diberikanNya kepada mereka dan
tumbuh-tumbuhan di padang
kepada setiap orang.”.
Dan dalam tafsirannya tentang kata-kata
‘jika Allah menghendakinya’ dalam Kis 18:21, Calvin berkata: “we
do all confess that we be not able to stir one finger without his direction;” [= kita semua mengakui bahwa
kita tidak bisa menggerakkan satu jaripun tanpa pimpinan / pengarahanNya;].
Calvin:
“A certain man has abundant wine and grain. Since he
cannot enjoy a single morsel of bread apart from God’s continuing favor, his
wine and granaries will not hinder him from praying for his daily bread.” [= Seorang tertentu mempunyai
anggur dan padi / gandum berlimpah-limpah. Karena ia tidak bisa menikmati
sepotong kecil rotipun terpisah dari kemurahan / kebaikan hati yang terus
menerus dari Allah, anggur dan lumbung-lumbungnya tidak menghalangi dia untuk
berdoa untuk roti hariannya.] - ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book III, Chapter XX, No 7.
Luk
22:60-61 - “(60) Tetapi Petrus berkata: ‘Bukan, aku tidak tahu apa
yang engkau katakan.’ Seketika itu juga, sementara ia berkata, berkokoklah
ayam. (61) Lalu berpalinglah Tuhan memandang Petrus. Maka teringatlah Petrus
bahwa Tuhan telah berkata kepadanya: ‘Sebelum ayam berkokok pada hari ini,
engkau telah tiga kali menyangkal Aku.’”.
Mengomentari Luk 22:60-61 ini,
Spurgeon berkata: “God has all things in his hands,
he has servants everywhere, and the cock shall crow, by the secret movement of
his providence, just when God wills; and there is, perhaps, as much of divine
ordination about the crowing of a cock as about the ascending of an emperor to
his throne. Things are only little and great according to their bearings; and
God reckoned not the crowing bird to be a small thing, since it was to bring a
wanderer back to his Saviour, for, just as the cock crew, ‘The Lord turned, and
looked upon Peter.’ That was a different look from the one which the girl had
given him, but that look broke his heart.” [= Allah mempunyai / memegang segala sesuatu di
tanganNya, Ia mempunyai pelayan di mana-mana, dan
ayam akan berkokok, oleh gerakan / dorongan rahasia dari providensiaNya, persis
pada saat Allah menghendakinya; dan di
sana mungkin ada pengaturan / penentuan ilahi yang sama banyaknya tentang
berkokoknya seekor ayam seperti tentang naiknya seorang kaisar ke tahtanya.
Hal-hal hanya kecil dan besar menurut hubungannya / sangkut pautnya / apa yang
diakibatkannya; dan Allah tidak menganggap
berkokoknya burung / ayam sebagai hal yang kecil, karena itu akan membawa orang
yang menyimpang kembali kepada Juruselamatnya, karena, persis pada saat ayam
itu berkokok, ‘berpalinglah Tuhan memandang Petrus’. Ini adalah
pandangan yang berbeda dengan pandangan yang tadi telah diberikan seorang
perempuan kepadanya (Luk 22:56), tetapi pandangan itu menghancurkan
hatinya.] - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’,
vol 12, hal 20.
Kalau saudara merasa heran mengapa
hal-hal yang kecil / remeh itu juga ditetapkan oleh Allah, seakan-akan Allah
itu kekurangan kerjaan (bahasa Jawa: kengangguren),
maka ingatlah bahwa:
1. Kedaulatan yang mutlak dari Allah tidak
memungkinkan adanya hal yang bagaimanapun kecil dan remehnya ada di luar
Rencana Allah dan Providence of God.
2. Semua hal-hal di dunia / alam semesta ini
berhubungan satu dengan yang lain, sehingga hal kecil / remeh bisa menimbulkan
hal yang besar!
2Raja 1:2 - “Pada suatu hari
jatuhlah Ahazia dari kisi-kisi kamar atasnya yang ada di Samaria , lalu menjadi sakit. Kemudian
dikirimnyalah utusan-utusan dengan pesan: ‘Pergilah, mintalah petunjuk kepada
Baal-Zebub, allah di Ekron, apakah aku akan sembuh dari penyakit ini.’”.
Tentang kejatuhan Ahazia dari kisi-kisi
kamar atas dalam 2Raja 1:2 ini, Pulpit Commentary memberikan komentar
sebagai berikut: “The fainéant king came to his
end in a manner: 1. Sufficiently simple. Idly lounging at the projecting
lattice window of his palace in Samaria - perhaps leaning against it, and
gazing from his elevating position on the fine prospect that spreads itself
around - his support suddenly gave way, and he was precipitated to the ground,
or courtyard, below. He is picked up, stunned, but not dead, and carried to his
couch. It is, in common speech, an accident - some trivial neglect of a
fastening - but it terminated this royal career. On such slight
contingencies does human life, the change of rulers, and often the course of
events in history, depend. We cannot sufficiently ponder that our existence
hangs by the finest thread, and that any trivial cause may at any moment cut it
short (Jas. 4:14). 2. Yet
providential. God’s providence is to be recognized in the time and manner of
this king’s removal. He had ‘provoked to anger the Lord God of Israel ’
(1Kings 22:53), and God in this sudden way cut him off. This is the only
rational view of the providence of God, since, as we have seen, it is from the
most trivial events that the greatest results often spring. The whole can be
controlled only by the power that concerns itself with the details. A
remarkable illustration is afforded by the death of Ahaziah’s own father.
Fearing Micaiah’s prophecy, Ahab had disguised himself on the field of battle,
and was not known as the King of Israel . But he was not, therefore,
to escape. A man in the opposing ranks ‘drew a bow at a venture,’ and the
arrow, winged with a Divine mission, smote the king between the joints of his
armour, and slew him (1Kings 22:34). The same minute providence which guided
that arrow now presided over the circumstances of Ahaziah’s fall. There is in
this doctrine, which is also Christ’s (Matt. 10:29,30), comfort for the good,
and warning for the wicked. The good man acknowledges, ‘My times are in thy
hand’ (Ps. 31:15), and the wicked man should pause when he reflects that he
cannot take his out of that hand.” [= Raja yang malas sampai pada akhir hidupnya
dengan cara: 1. Cukup sederhana. Duduk secara malas pada kisi-kisi jendela
yang menonjol dari istananya di Samaria
- mungkin bersandar padanya, dan memandang dari posisinya yang tinggi pada
pemandangan yang indah di sekitarnya - sandarannya tiba-tiba patah, dan ia
jatuh ke tanah atau halaman di bawah. Ia diangkat, pingsan, tetapi tidak mati,
dan dibawa ke dipan / ranjangnya. Dalam pembicaraan umum itu disebut suatu
kecelakaan / kebetulan - suatu kelalaian yang remeh dalam pemasangan (jendela /
kisi-kisi) - tetapi itu mengakhiri karir kerajaannya. Pada hal-hal kebetulan / tak tentu yang remeh seperti ini
tergantung hidup manusia, pergantian penguasa / raja, dan seringkali rangkaian
dari peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Kita
tidak bisa terlalu banyak dalam merenungkan bahwa keberadaan kita tergantung
pada benang yang paling tipis, dan bahwa setiap saat sembarang penyebab yang
remeh bisa memutuskannya (Yak 4:14). 2. Tetapi bersifat
providensia. Providensia ilahi / pelaksanaan rencana Allah harus dikenali dalam
waktu dan cara penyingkiran raja ini. Ia telah ‘menimbulkan kemarahan / sakit
hati Tuhan, Allah Israel ’
(1Raja 22:54), dan Allah dengan cara mendadak ini menyingkirkannya. Ini
merupakan satu-satunya pandangan rasionil tentang providensia Allah, karena, seperti telah kita lihat, adalah dari peristiwa yang paling
remehlah sering muncul akibat yang terbesar. Seluruhnya bisa dikontrol hanya oleh kuasa yang memperhatikan
hal-hal yang kecil. Suatu ilustrasi yang hebat / luar biasa
diberikan oleh kematian dari ayah Ahazia sendiri. Karena takut pada nubuat
Mikha, Ahab menyamar dalam medan pertempuran, dan tidak dikenal sebagai raja Israel .
Tetapi hal itu tidak menyebabkannya lolos. Seseorang
dari barisan lawan ‘menarik busurnya secara untung-untungan / sembarangan’ dan
anak panah itu, terbang dengan misi ilahi, mengenai sang raja di antara
sambungan baju zirahnya, dan membunuhnya (1Raja 22:34).
Providensia yang sama seksamanya, yang memimpin anak panah itu, sekarang
memimpin / menguasai situasi dan kondisi dari kejatuhan Ahazia. Dalam doktrin /
ajaran ini, yang juga merupakan ajaran Kristus (Mat 10:29-30), ada
penghiburan untuk orang baik / saleh, dan peringatan untuk orang jahat. Orang
baik mengakui: ‘Masa hidupku ada dalam tanganMu’ (Maz 31:16), dan orang
jahat harus berhenti ketika ia merenungkan bahwa ia tidak bisa mengambil masa
hidupnya dari tangan itu.]
- hal 13-14.
Catatan: 1Raja 22:53 dalam Kitab Suci
Inggris adalah 1Raja 22:54 dalam Kitab Suci Indonesia .
1Raja 22:34 - “Tetapi
seseorang menarik panahnya dan menembak dengan sembarangan saja dan mengenai raja Israel di antara sambungan baju zirahnya. Kemudian ia
berkata kepada pengemudi keretanya: ‘Putar! Bawa aku keluar dari pertempuran,
sebab aku sudah luka.’”.
Lalu, dalam tafsiran tentang
2Raja 5, dimana kata-kata yang sederhana dari seorang gadis Israel ternyata
bisa membawa kesembuhan bagi Naaman dari penyakit kustanya, Pulpit Commentary
mengatakan sebagai berikut: “The dependence of the great upon the small. The
recovery of this warrior resulted from the word of this captive maid. Some
persons admit the hand of God in what they call great events! But what are the
great events? ‘Great’ and ‘small’ are but relative terms. And even what we call
‘small’ often sways and shapes the ‘great.’ One spark of fire may burn down all
London .” [= Ketergantungan hal yang besar
pada hal yang kecil. Kesembuhan dari pejuang ini dihasilkan / diakibatkan dari
kata-kata dari pelayan tawanan ini. Sebagian orang mengakui tangan Allah dalam
apa yang mereka sebut peristiwa besar! Tetapi apakah peristiwa besar itu?
‘Besar’ dan ‘kecil’ hanyalah istilah yang relatif. Dan bahkan apa yang kita sebut
‘kecil’ sering mempengaruhi dan membentuk yang ‘besar’. Sebuah letikan api bisa
membakar seluruh kota London .] - hal 110.
R. C. Sproul: “For want of a
nail the shoe was lost; for want of the shoe the horse was lost; for want of
the horse the rider was lost; for want of the rider the battle was lost; for
want of the battle the war was lost.” [= Karena kekurangan sebuah paku maka sebuah sepatu
(kuda) hilang; karena kekurangan sebuah sepatu (kuda) maka seekor kuda hilang;
karena kekurangan seekor kuda maka seorang penunggang kuda hilang; karena
kekurangan seorang penunggang kuda maka sebuah pertempuran hilang (kalah);
karena kekurangan sebuah pertempuran maka peperangan hilang (kalah).] - ‘Chosen
By God’, hal 27.
Jadi, melalui illustrasi ini terlihat
dengan jelas bahwa sebuah paku, yang merupakan hal yang remeh / kecil, ternyata
bisa menimbulkan kekalahan dalam peperangan, yang jelas merupakan hal yang
sangat besar! Karena itu jangan heran kalau hal-hal yang kecil / remeh juga
ditetapkan / direncanakan oleh Allah.
Illustrasi lain: saya pernah menonton film
rekonstruksi suatu pembunuhan sebagai berikut: seorang pembunuh melakukan
pembunuhan berencana dengan rencana yang begitu matang sehingga hampir-hampir
tidak terbongkar. Terbongkarnya pembunuhan itu hanya karena ‘suatu kesalahan
remeh’, yaitu dimana setelah membunuh korbannya, si pembunuh menyisir rambut
palsu / wignya di kamar tempat ia melakukan pembunuhan, dan lalu
meninggalkannya di sana. Ternyata satu helai rambut palsunya rontok, dan
tertinggal di kamar, dan gara-gara satu helai rambut itu, akhirnya
pembunuhannya terungkap, dan ia tertangkap. Film itu diberi judul ‘Beaten by
a Hair’ [= dikalahkan oleh sehelai rambut]. Saudara masih menganggap bahwa
rontoknya sehelai rambut merupakan sesuatu yang remeh, dan karena itu tidak
mungkin Allah menentukan hal seperti itu? Ingat bahwa yang remeh bisa
menimbulkan akibat yang besar. Jadi, kalau yang remeh bisa terjadi di luar
kehendak / pengaturan Allah, maka yang besar juga bisa.