PROVIDENCE OF GOD (4)
Oleh:Pdt.Budi Asali, M.Div.
2) Kemahatahuan Allah.
Bahwa Rencana Allah berhubungan dengan
segala sesuatu, atau bahwa Allah telah menetapkan segala sesuatu, juga bisa
terlihat dari kemaha-tahuan Allah.
a) Kemahatahuan Allah menunjukkan bahwa Ia
menentukan segala sesuatu.
Penjelasan:
1. Bayangkan suatu saat (minus tak terhingga)
dimana alam semesta, malaikat, manusia, dsb belum diciptakan. Yang ada
hanyalah Allah sendiri. Ini adalah sesuatu yang alkitabiah, karena Alkitab
jelas mengajarkan bahwa Allah adalah Pencipta segala sesuatu (Kej 1 Yoh 1:1-3). Jadi, pasti ada suatu saat
dimana belum ada apapun / siapapun kecuali Allah sendiri. Semua manusia yang waras harus menyetujui hal ini.
2. Pada saat itu, karena Allah itu maha tahu
(1Sam 2:3), maka Ia sudah mengetahui segala sesuatu (dalam arti kata
yang mutlak, tanpa perkecualian apapun) yang akan terjadi, termasuk semua dosa. Semua manusia yang waras harus menyetujui hal ini.
3. Segala sesuatu yang Allah ketahui akan terjadi
itu, pasti terjadi persis seperti yang Ia ketahui.
Semua manusia yang waras harus menyetujui hal ini.
4. Dengan kata lain, pada minus tak terhingga itu
segala sesuatu itu sudah tertentu
pada saat itu (perhatikan: saya belum menggunakan kata ‘ditentukan’,
tetapi ‘tertentu’).
Semua manusia yang waras harus menyetujui hal ini.
5. Kalau pada minus tak terhingga itu segala
sesuatu yang akan terjadi sudah tertentu,
pasti ada yang menentukan
segala sesuatu itu (karena tidak mungkin hal-hal itu menentukan dirinya
sendiri). Karena pada saat itu hanya ada Allah
sendiri, maka jelas bahwa Ialah yang menentukan semua itu.
Siapapun yang tak menyetujui point ini harus
memberikan jawaban alternatif terhadap pertanyaan ini: bagaimana mungkin pada minus tak
terhingga segala sesuatu sudah tertentu?
Jangan lari dari pertanyaan ini, jangan berbelok
kemanapun. Jawab pertanyaan ini!
Kalau ia tidak bisa memberi jawaban alternatif,
maka ia harus menerima jawaban saya: ‘Segala
sesuatu sudah tertentu pada minus tak terhingga, KARENA Allah MENENTUKANNYA!’.
Loraine Boettner:
· “This
fixity or certainty could have had its ground in nothing outside of the divine
Mind, for in eternity nothing else existed.” [= Ketertentuan atau kepastian ini tidak bisa
mempunyai dasar pada apapun di luar Pikiran ilahi, karena dalam kekekalan tidak
ada apapun yang lain yang ada.] - ‘The Reformed
Doctrine of Predestination’, hal 45.
· “Yet
unless Arminianism denies the foreknowledge of God, it stands defenseless
before the logical consistency of Calvinism; for foreknowledge
implies certainty and certainty implies foreordination.” [= Kecuali Arminianisme
menyangkal / menolak pengetahuan lebih dulu dari Allah, ia tidak mempunyai
pertahanan di depan kekonsistenan yang logis dari Calvinisme; karena pengetahuan lebih dulu secara tidak langsung menunjuk pada
kepastian, dan kepastian secara tidak langsung menunjuk pada penetapan lebih
dulu.]
- ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 44.
· “The
Arminian objection against foreordination bears with equal force against the
foreknowledge of God. What God foreknows must, in the very nature of the case,
be as fixed and certain as what is foreordained; and if one is inconsistent
with the free agency of man, the other is also. Foreordination renders the
events certain, while foreknowledge presupposes that they are certain.” [= Keberatan
Arminian terhadap penentuan lebih dulu mengandung / menghasilkan kekuatan yang sama terhadap pengetahuan lebih
dulu dari Allah. Apa yang Allah ketahui
lebih dulu pastilah sama tertentunya dan pastinya seperti apa yang ditentukan
lebih dulu; dan jika yang satu tidak
konsisten dengan kebebasan manusia, yang lain juga demikian.
Penentuan lebih dulu membuat peristiwa-peristiwa pasti / tertentu, sedangkan
pengetahuan lebih dulu mensyaratkan bahwa mereka itu pasti / tertentu.] - ‘The
Reformed Doctrine of Predestination’, hal 42.
Kutipan terakhir dari Lorain e
Boettner ini menghancurkan pandangan Arminian tentang free will / kehendak bebas. Kalau mereka tetap mau mempercayai free will / kehendak bebas sebagaimana
mereka mendefinisikannya, bahwa pada setiap detik orang bisa memilih untuk
melakukan A atau B atau C dst, maka mereka harus menyangkal kemaha-tahuan dari
Allah! Apa yang Allah tahu akan terjadi, itulah yang akan mereka lakukan.
b) Dalam persoalan ini perlu saudara ketahui bahwa
penentuan itu terjadi bukan karena Allah sudah tahu.
Sekarang mari kita memperhatikan ayat
ini.
Ro 8:29 - “Sebab
semua orang yang dipilihNya
dari semula,
mereka juga ditentukanNya dari semula
untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi
yang sulung di antara banyak saudara.”.
Roma 8:29 (NIV): ‘For those God foreknew, He also predestined ...’ [=
Karena mereka yang Allah ketahui lebih dulu,
juga Ia tentukan ...].
Ayat ini sering dipakai oleh orang
Arminian sebagai dasar untuk mengatakan bahwa Allah
menentukan karena Dia sudah tahu bahwa hal itu akan terjadi. Jadi,
Allah menentukan supaya si A menjadi orang beriman, karena Ia tahu bahwa orang
itu akan menjadi orang beriman. Allah menentukan si B menjadi orang saleh,
karena Ia tahu si B akan mentaati Dia, dsb.
1. ‘Menentukan karena sudah tahu’ tidak bisa
disebut sebagai ‘menentukan’, karena kalau Allah sudah tahu bahwa suatu hal
akan terjadi, maka hal itu pasti akan terjadi. Lalu apa gunanya ditentukan
lagi?
2. Kalau kita menafsirkan Ro 8:29 sebagai
‘menentukan karena sudah tahu’, maka ini akan bertentangan dengan Ef 1:4,5,11.
Ef
1:4-5,11 - “(4) Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum
dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat
di hadapanNya. (5) Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula
oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan
kehendakNya, ... (11) Aku katakan ‘di dalam Kristus’, karena di dalam Dialah
kami mendapat bagian yang dijanjikan - kami yang dari semula ditentukan untuk
menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu
bekerja menurut keputusan kehendakNya -”.
a. Ef 1:4 mengatakan bahwa kita dipilih supaya menjadi kudus / tak bercacat. Jadi,
pemilihan itulah yang menyebabkan kita menjadi kudus / tak bercacat. Jadi,
dalam pemikiran Allah, pemilihan itu yang ada dulu, dan tujuannya adalah supaya
kita menjadi kudus dan tidak bercacat.
Sedangkan kalau diambil penafsiran Arminian
tadi, maka ‘kudus / tak bercacat’ inilah yang ada dulu dalam pemikiran Allah,
dan sebagai akibatnya maka kita dipilih. Ini jelas terbalik!
b. Ef 1:5b,11b menunjukkan bahwa kita dipilih
sesuai dengan kerelaan kehendak Allah (dalam bahasa Jawa / pasaran
mungkin bisa dikatakan ‘saksirnya Allah’). Jadi jelas bahwa pemilihan itu
dilakukan oleh Allah bukan karena Ia melihat akan
adanya sesuatu yang baik dalam diri kita!
3. Tentang istilah ‘foreknew’ [= ketahui lebih dulu], perlu diperhatikan baik-baik
bahwa Ro 8:29 itu tidak mengatakan bahwa ‘Allah tahu lebih dulu tentang iman / perbuatan baik mereka’.
A. H. Strong: “The Arminian
interpretation of ‘whom he foreknew’ (Rom 8:29) would require the phrase ‘as
conformed to the image of His Son’ to be conjoined with it. Paul, however,
makes conformity to Christ to be the result, not the foreseen condition, of
God’s foreordination”
[= Penafsiran Arminian tentang ‘siapa yang diketahuiNya lebih dulu’
(Ro 8:29) mengharuskan kata-kata ‘untuk menjadi serupa dengan gambaran
AnakNya’ dihubungkan dengannya. Tetapi Paulus membuat keserupaan dengan Kristus
sebagai hasil, dan bukan sebagai syarat yang dilihat lebih dulu, dari penetapan
Allah] - ‘Systematic Theology’, hal 781.
Saya sangat setuju dengan kata-kata A.
H. Strong ini! Orang-orang Arminian membaca / menafsirkan Ro 8:29-30 ini
seakan-akan ayat itu berbunyi sebagai berikut:
“Karena mereka
yang diketahuiNya lebih dulu akan menjadi serupa dengan gambaran AnakNya,
lalu dipredestinasikanNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak
saudara. Dan mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang
dipanggilNya, juga dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga
dimuliakanNya”.
Bandingkan dengan bunyi Ro 8:29-30
yang asli (diterjemahkan dari NIV): “(29)
Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya,
supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang
dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya, juga
dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya.”.
Supaya lebih jelas, saya ambil
masing-masing sebagian saja:
Arminian:
“Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu akan menjadi serupa dengan gambaran AnakNya,
lalu dipredestinasikanNya,”.
NIV: “Karena
mereka yang diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya,”.
Loraine Boettner: “Notice
especially that Rom. 8:29 does not say that they were foreknown as doers
of good works, but that they were foreknown as individuals to whom God would
extend the grace of election.” [= Perhatikan khususnya bahwa Ro 8:29 tidak
berkata bahwa mereka diketahui lebih dulu sebagai
pembuat kebaikan, tetapi bahwa mereka diketahui lebih dulu sebagai individu-individu kepada siapa Allah
memberikan kasih karunia pemilihan.] - ‘The Reformed
Doctrine of Predestination’, hal 100.
John Murray (NICNT): “It should be observed that the text says ‘whom he foreknew’; ‘whom’ is the object of the verb and there
is no qualifying addition.” [= Harus diperhatikan bahwa text
itu mengatakan ‘yang Ia ketahui lebih
dulu’; ‘yang’ adalah obyek dari kata
kerja dan di sana tidak ada tambahan persyaratan.] - ‘Romans’,
hal 316.
Charles Haddon Spurgeon: “it is further
asserted that the Lord foreknew who would exercise repentance, who would
believe in Jesus, and who would persevere in a consistent life to the end. This
is readily granted, but a reader must wear very powerful magnifying spectacles
before he will be able to discover that sense in the text. Upon looking
carefully at my Bible again I do not perceive such statement. Where are those
words which you have added, ‘Whom he did foreknew to repent, to believe, and to
persevere in grace’? I do not find them either in the English version or in the
Greek original. If I could so read them the passage would certainly be very
easy, and would very greatly alter my doctrinal views; but, as I do not find
those words there, begging your pardon, I do not believe in them. However wise
and advisable a human interpolation may be, it has no authority with us; we bow
to holy Scripture, but not to glosses which theologians may choose to put upon
it. No hint is given in the text of foreseen virtue any more than of foreseen
sin, and, therefore, we are driven to find another meaning for the word.” [= Selanjutnya ditegaskan /
dinyatakan bahwa Tuhan mengetahui lebih dulu siapa yang akan bertobat, siapa
yang akan percaya kepada Yesus, dan siapa yang akan bertekun dalam hidup yang
konsisten sampai akhir. Ini dengan mudah diterima, tetapi
seorang pembaca harus memakai kaca mata pembesar yang sangat kuat sebelum ia
bisa menemukan arti itu dalam text itu. Melihat dalam Alkitab saya
dengan teliti sekali lagi, saya tidak mendapatkan arti seperti itu. Dimana kata-kata yang kamu tambahkan itu ‘Yang diketahuiNya
lebih dulu akan bertobat, percaya, dan bertekun dalam kasih karunia’?
Saya tidak menemukan kata-kata itu baik dalam versi Inggris atau dalam bahasa
Yunani orisinilnya. Jika saya bisa membaca seperti
itu, text itu pasti akan menjadi sangat mudah, dan akan sangat mengubah
pandangan doktrinal saya; tetapi, karena saya tidak menemukan kata-kata itu di sana , maaf, saya tidak
percaya padanya. Bagaimanapun bijaksana dan baiknya penyisipan /
penambahan manusia, itu tidak mempunyai otoritas bagi kami; kami membungkuk /
menghormat pada Kitab Suci, tetapi tidak pada komentar / keterangan yang
dipilih oleh ahli-ahli theologia untuk diletakkan padanya. Tidak ada petunjuk yang diberikan dalam text itu tentang kebaikan
atau dosa yang dilihat lebih dulu, dan karena itu, kami didorong untuk mencari
/ mendapatkan arti yang lain untuk kata itu.] - ‘Spurgeon’s
Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 22.
4. Disamping itu, penafsiran Arminian ini
menafsirkan kata ‘foreknew’ [=
mengetahui lebih dulu] sekedar sebagai suatu pengetahuan intelektual.
Tetapi saya percaya bahwa penafsiran seperti itu adalah salah. Untuk itu mari
kita melihat penjelasan di bawah ini:
a. Pembahasan kata ‘know’ [= tahu / kenal] dalam Kitab Suci.
(1)Dalam Perjanjian Lama.
Kata ‘know’ [= tahu] dalam bahasa Ibrani adalah YADA. Sekalipun YADA
memang bisa diartikan sebagai ‘tahu secara intelektual’ tetapi seringkali kata
YADA tidak bisa diartikan demikian. Saya akan memberikan beberapa contoh dimana
kata YADA tidak bisa diartikan sekedar sebagai ‘tahu secara intelektual’:
(a)Kej 4:1
(KJV/Lit): ‘And Adam knew Eve his wife, and she conceived,’ [=
Dan Adam tahu / kenal Hawa istrinya, dan
ia mengandung,].
Di sini jelas bahwa YADA tidak mungkin
diartikan ‘tahu secara intelektual’! Tidak mungkin Adam hanya mengetahui Hawa
secara intelektual, dan hal itu menyebabkan Hawa lalu mengandung! Jelas bahwa
YADA / ‘to know’ di sini tidak
sekedar berarti ‘tahu’, tetapi ada kasih / hubungan intim di dalamnya.
Karena itu kalau Ro 8:29
mengatakan Allah tahu / kenal, lalu menentukan, maksudnya adalah Allah
mengasihi, lalu menentukan. Jadi penekanannya adalah: penentuan itu didasarkan
atas kasih. Bdk. Ef 1:5 - ‘Dalam
kasih Allah telah memilih kita ...’.
Catatan: tafsiran ini saya ambil dari buku
tafsiran kitab Roma oleh John Murray (NICNT).
(b)Dalam
Kej 18:19, kata YADA ini diterjemahkan ‘memilih’ oleh Kitab Suci Indonesia .
Kej 18:19
- “Sebab
Aku telah memilih dia, supaya
diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya tetap hidup
menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan keadilan,
dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikanNya kepadanya.’”.
RSV, NIV, NASB menterjemahkan seperti
Kitab Suci Indonesia !
ASV/KJV/NKJV tetap menterjemahkan ‘know’,
tetapi kalimatnya jadi aneh.
Kej 18:19 (KJV): ‘For I know
him, that he will command his children and his household after him, and they
shall keep the way of the LORD, to do justice and judgment; that the LORD may
bring upon Abraham that which he hath spoken of him.’
[= Karena Aku mengetahui / mengenalnya,
bahwa ia akan memerintahkan anak-anaknya dan seisi rumahnya / keturunannya, dan
mereka akan hidup menurut jalan TUHAN, melakukan keadilan dan penghakiman;
supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dikatakanNya kepadanya.].
(c)Dalam
Amos 3:2, kata YADA diterjemahkan ‘kenal’ oleh Kitab Suci Indonesia .
Amos
3:2 - “Hanya
kamu yang Kukenal dari segala kaum di muka bumi, sebab itu Aku akan
menghukum kamu karena segala kesalahanmu.”.
KJV/ASV/RSV tetap menterjemahkan
‘know’, tetapi NIV/NASB
menterjemahkan ‘choose’ [= memilih].
Tentang kata YADA dalam Amos 3:2
ini B. B. Warfield berkata: “what is thrown prominently
forward is clearly the elective love which has singled Israel out for special care.” [= apa yang ditonjolkan ke depan
secara menyolok jelas adalah kasih yang memilih yang telah memilih / mengkhususkan
Israel
untuk perhatian yang istimewa.] - ‘Biblical and
Theological Studies’, hal 288.
Loraine Boettner: “The word ‘know’
is sometimes used in a sense other than that of having merely an intellectual
perception of the thing mentioned. It occasionally means that the persons so
‘known’ are the special and peculiar objects of God’s favor, as when it was
said of the Jews, ‘You only have I known of all the families of the earth,’
Amos 3:2.”
[= Kata ‘tahu’ kadang-kadang digunakan bukan dalam arti sekedar pengetahuan
intelektual tentang hal yang disebutkan. Kadang-kadang kata ini berarti bahwa
orang yang ‘diketahui’ merupakan obyek istimewa dan khusus dari kemurahan /
kebaikan hati Allah, seperti pada waktu dikatakan tentang orang-orang Yahudi:
‘Hanya kamu yang Kukenal / Kuketahui dari segala kaum di muka bumi’,
Amos 3:2.]
- ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 100.
(d)Kel 2:25 -
diterjemahkan ‘memperhatikan’.
Kel 2:25 - “Maka Allah
melihat orang Israel
itu, dan Allah memperhatikan mereka.”.
(e)Maz 1:6 -
diterjemahkan ‘mengenal’.
Maz 1:6 - “sebab TUHAN mengenal jalan orang benar, tetapi jalan orang
fasik menuju kebinasaan.”.
(f)Maz 101:4 -
diterjemahkan ‘tahu’.
Maz 101:4 - “Hati yang
bengkok akan menjauh dari padaku, kejahatan aku tidak mau tahu.”.
(g)Nahum 1:7 - diterjemahkan ‘mengenal’.
Nahum 1:7 - “TUHAN itu baik;
Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal orang-orang yang berlindung kepadaNya”.
Dalam semua ayat-ayat di atas ini kata
YADA tidak mungkin diartikan sebagai sekedar tahu secara intelektual.
(2)Dalam Perjanjian Baru.
Kata ‘know’ [= tahu] dalam bahasa Yunani adalah GINOSKO, dan digunakan
dalam ayat-ayat di bawah ini:
(a)Mat 7:23
- “Pada
waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak
pernah mengenal kamu! Enyahlah dari
padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.
(b)Yoh 10:14,27
- “(14) Akulah
gembala yang baik dan Aku mengenal
domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal Aku. ... (27) Domba-dombaKu
mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal
mereka dan mereka mengikut Aku,”.
(c)1Kor 8:3
- “Tetapi
orang yang mengasihi Allah, ia dikenal
oleh Allah.”.
(d)Gal 4:9
- “Tetapi
sekarang sesudah kamu mengenal Allah, atau
lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah,
bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin dan
mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya?”.
(e)2Tim 2:19a
- “Tetapi
dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal siapa kepunyaanNya’”.
Dalam semua ayat-ayat ini kata GINOSKO
itu tidak mungkin diartikan sekedar ‘mengetahui secara intelektual’.
b. Pembahasan kata ‘foreknow’ [= mengetahui lebih dulu] / ‘foreknowledge’ [= pengetahuan lebih dulu].
Ayat-ayat yang mengandung kata-kata foreknowledge, foreknew, dsb:
(1)Kis 2:23a
- “Dia
yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya,”.
NASB: ‘this
Man, delivered up by the predetermined plan and foreknowledge
of God,’
[= Orang ini, diserahkan oleh rencana yang ditentukan lebih dulu dan pengetahuan lebih dulu dari Allah,].
Jelas
bahwa ‘foreknowledge’ [= pengetahuan
lebih dulu] di sini tidak sekedar berarti pengetahuan intelektual, karena Allah
menyerahkan Anak Manusia untuk mewujudkan ‘foreknowledge’
itu. Karena itu tidak heran Kitab Suci Indonesia menterjemahkan seperti
itu.
(2)Ro 11:2a
- “Allah
tidak menolak umatNya yang dipilihNya.”.
NASB: ‘God
has not rejected His people whom He foreknew.’ [= Allah
tidak menolak umatNya yang diketahuiNya lebih dulu.].
Ini
lagi-lagi menunjukkan secara jelas bahwa ‘foreknew’
tidak bisa diartikan ‘mengetahui lebih dulu secara intelektual’.
Loraine
Boettner menghubungkan Ro 8:29 dengan Ro 11:2a ini dengan berkata: “Those
in Romans 8:29 are foreknown in the sense that they are fore-appointed to be
the special objects of His favor. This is shown more plainly in Rom.
11:2-5, where we read, ‘God did not cast off His people whom He foreknew.’” [= Mereka
dalam Ro 8:29 diketahui lebih dulu dalam arti bahwa mereka ditetapkan
lebih dulu untuk menjadi obyek khusus kemurahan hatiNya. Ini ditunjukkan lebih
jelas dalam Ro 11:2-5, dimana kita membaca: ‘Allah tidak menolak /
membuang umatNya yang dipilihNya / diketahuiNya lebih dulu’.] - ‘The
Reformed Doctrine of Predestination’, hal 100.
(3)1Pet 1:2a
- “yaitu
orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana
Allah, Bapa kita,”.
NASB: ‘who are
chosen according to the foreknowledge of
God the Father,’
[= yang dipilih sesuai dengan pengetahuan lebih dulu
dari Allah Bapa,].
(4)1Pet 1:20
- “Ia telah dipilih sebelum dunia dijadikan, tetapi karena
kamu baru menyatakan diriNya pada zaman akhir.”.
NASB: ‘For He was foreknown before the foundation of the world,
but has appeared in these last times for the sake of you’ [= Karena Ia diketahui lebih dulu sebelum penciptaan dunia,
tetapi menampakkan diri pada jaman akhir karena kamu].
Melihat ayat-ayat di atas ini, saya
berpendapat bahwa bukan tanpa alasan Kitab Suci Indonesia tidak pernah mau
menterjemahkan ‘tahu lebih dulu’ atau ‘pengetahuan lebih dulu’, tetapi
menterjemahkan dengan kata ‘pilih’ atau ‘rencana’. Karena itu, sekalipun
Ro 8:29 versi Kitab Suci Indonesia
itu memang bukan terjemahan yang hurufiah, tetapi saya berpendapat bahwa dalam
hal ini Kitab Suci Indonesia
memberikan arti yang benar!
Barnes’
Notes (tentang Kis 2:23): “‘Foreknowledge.’ This
word denotes ‘the
seeing beforehand of an event yet to take place.’ It implies: 1. Omniscience; and, 2. That
the event is fixed and certain. To foresee a contingent event, that is, to
foresee that an event will take place when it may or may not take place, is an
absurdity. Foreknowledge, therefore, implies that for some reason the event
will certainly take place. What that reason is, the
word itself does not determine. As, however, God is represented in the
Scriptures as purposing or determining future events; as they could not be
foreseen by him unless he had so determined, so the word sometimes is used in
the sense of determining beforehand, or as synonymous with decreeing, Rom.
8:29; 11:2. In this place the word is used to denote that the delivering up of
Jesus was something more than a bare or naked decree. It implies that God did
it according to his foresight of what would be the best time, place, and manner
of its being done. It was not the result merely of will; it was will directed
by a wise foreknowledge of what would be best. And this is the case with all
the decrees of God.” [= ‘Pengetahuan lebih dulu’.
Kata ini menunjukkan ‘melihat suatu peristiwa sebelum peristiwa itu terjadi’.
Ini secara implicit menunjukkan: 1. Kemahatahuan; dan, 2. Bahwa peristiwa itu tertentu dan pasti. Melihat lebih dulu suatu peristiwa yang bisa terjadi bisa
tidak, berarti melihat lebih dulu bahwa suatu peristiwa akan terjadi, pada saat
itu bisa terjadi atau bisa tidak terjadi, merupakan sesuatu yang menggelikan.
Karena itu, pengetahuan lebih dulu, menunjukkan
secara implicit untuk alasan tertentu peristiwa itu pasti akan terjadi.
Tetapi karena Allah digambarkan dalam Kitab Suci sebagai merencanakan atau
menentukan peristiwa-peristiwa yang akan datang; karena hal-hal itu tidak bisa
dilihat lebih dulu olehNya kecuali Ia lebih dulu menentukannya demikian, maka
kata itu kadang-kadang digunakan dalam arti ‘menentukan lebih dulu’, atau
sinonim dengan ‘menetapkan’, Ro 8:29; 11:2. Di tempat ini kata itu digunakan
untuk menunjukkan bahwa penyerahan Yesus merupakan sesuatu yang lebih dari pada
sekedar suatu ketetapan semata-mata atau biasa. Ini secara implicit menunjukkan
bahwa Allah melakukannya sesuai dengan penglihatan lebih duluNya tentang apa
yang akan merupakan saat, tempat dan cara yang terbaik, tentang pelaksanaan hal
itu. Itu bukan semata-mata akibat / hasil dari kehendak; itu merupakan kehendak
yang diarahkan oleh suatu pengetahuan lebih dulu yang bijaksana tentang apa
yang terbaik. Dan ini adalah kasus dari semua ketetapan-ketetapan Allah.].
