PROVIDENCE OF GOD (5):Penetapan Allah.
Oleh:Pdt.Budi Asali, M.Div.
5. Agustinus dan pra-pengetahuan / foreknowledge.
John
Calvin:
“But
Ambrose, Origen, and Jerome held that God distributed his grace among men
according as he foresaw that each would use it well. Besides, Augustine was of
this opinion for a time, but after he had gained a better knowledge of
Scripture, he not only retracted it as patently false, but stoutly refuted it.” [= Tetapi
Ambrose, Origen, dan Jerome menegaskan bahwa Allah membagikan kasih karuniaNya
di antara manusia menurut apa yang Ia lihat lebih dulu bahwa masing-masing akan
menggunakannya dengan baik. Juga, Agustinus tadinya
mempunyai pandangan ini untuk suatu waktu, tetapi setelah ia mendapatkan pengetahuan yang lebih baik
dari Kitab Suci, ia bukan hanya menariknya kembali sebagai salah secara terbuka
/ jelas, tetapi menyangkalnya dengan kuat.] - ‘Institutes of The Christian Religion’,
Book III, Chapter 22, No 3.
Catatan: lihat Augustine, Retractations I.
23.2-4 (MPL 32. 62, f.); Exposition of Romans lv, lx (MPL 35. 2076, 2078).
Betul-betul salut
bahwa orang sebesar Agustinus tidak malu untuk menarik kembali ajarannya yang
salah, dan memperbaikinya!
c) Hubungan yang benar tentang kemahatahuan Allah
dan penetapan Allah.
Penafsiran Arminian mengatakan bahwa
Allah menetapkan karena Ia telah lebih dulu mengetahui bahwa hal itu akan
terjadi, dan saya telah menunjukkan kesalahan pandangan ini. Sekarang saya
ingin menunjukkan bahwa pandangan Reformed adalah sebaliknya, yaitu: Allah
menetapkan, dan karena itu Ia mengetahui.
Sesuatu yang belum
ditetapkan, tidak bisa diketahui, bahkan oleh Allah!
Kata-kata yang saya beri warna biru
dari komentar Barnes tentang Kis 2:23 di atas, sebetulnya sudah menunjukkan hal
itu. Untuk jelasnya, saya ulang kata-kata Barnes itu di bawah ini.
Barnes’
Notes (tentang Kis 2:23): “To
foresee a contingent event, that is, to foresee that an event will take place
when it may or may not take place, is an absurdity.”
[= Melihat lebih dulu suatu peristiwa yang bisa terjadi bisa tidak,
berarti melihat lebih dulu bahwa suatu peristiwa akan terjadi, pada saat itu bisa terjadi atau bisa tidak terjadi, merupakan sesuatu yang menggelikan.].
Atau bisa diganti dengan kalimat
seperti ini:
Mengetahui lebih dulu dengan pasti, apa yang bisa
terjadi dan bisa tidak terjadi, atau, mengetahui lebih dulu secara pasti apa
yang tidak pasti, merupakan sesuatu yang menggelikan!
Saya memberi contoh tentang kejatuhan Ada m. Kalau itu tidak /
belum ditentukan, maka Ada m
bisa jatuh, atau, tidak jatuh. Ini tidak / belum pasti, bahkan dari sudut pandang Allah.
Sekarang pertanyaannya, bisakah Allah mengetahui lebih dulu, dengan pasti, apa yang tidak pasti ini?
Kalau saudara mengatakan Allah tahu
dengan pasti, maka itu berarti hal itu sudah tertentu, dan kalau tertentu,
pasti ditentukan. Dan kalau ditentukan, pasti Allah yang menentukan. Maka ini
akan bertentangan dengan premise / anggapan di atas tadi (yang mengatakan bahwa
hal itu belum / tidak ditentukan).
Jadi, pertanyaan tadi harus dijawab: TIDAK, Allahpun tak bisa tahu Adam akan jatuh atau tidak,
kalau hal itu belum ditentukan, dan masih
merupakan sesuatu yang tidak pasti.
Sekarang saya akan menambahkan
komentar-komentar para ahli theologia Reformed berkenaan dengan hal itu.
Louis Berkhof: “A distinction is made between the ‘necessary’ and
‘free’ knowledge of God. The former is the knowledge which God has of Himself
and of all things possible, a knowledge resting on the consciousness of
His omnipotence. It is called ‘necessary knowledge’, because it is not
determined by an action of the divine will. ... ‘The free knowledge of God’ is
the knowledge which He has of all things actual, that is, of things that existed in the
past, that exists in the present, or that will exist in the future. It is founded on God’s infinite knowledge of His
own all-comprehensive and unchangeable eternal purpose, and is called ‘free
knowledge’, because it is determined by a concurrent act of the will.”
[= Suatu pembedaan dibuat antara pengetahuan yang ‘perlu
/ harus’ dan ‘bebas’
dari Allah. Yang pertama adalah pengetahuan yang dimiliki
Allah tentang DiriNya sendiri dan tentang segala sesuatu yang mungkin
akan terjadi, suatu pengetahuan yang didasarkan pada kesadaran akan
kemaha-kuasaanNya. Itu disebut ‘pengetahuan yang perlu /
harus’, karena itu tidak ditentukan oleh suatu tindakan dari kehendak ilahi.
... ‘Pengetahuan yang bebas dari Allah’ adalah
pengetahuan yang Ia miliki tentang segala sesuatu yang sungguh-sungguh / nyata, yaitu tentang hal-hal yang ada
pada masa lalu, yang ada pada masa ini, dan yang akan ada pada masa yang akan
datang. Ini didasarkan pada pengetahuan yang tak terbatas dari
Allah tentang rencana kekalNya yang tak berubah dan mencakup segala sesuatu,
dan disebut ‘pengetahuan bebas’, karena itu ditentukan oleh suatu tindakan yang
sesuai dari kehendak.] - ‘Systematic
Theology’, hal 66-67.
Contoh tentang pengetahuan yang
pertama: Allah menyadari kemahakuasaanNya, sehingga Ia tahu bahwa Ia mampu
menciptakan 10 alam semesta, membuat 10 Ada m
dan 10 Hawa, menciptakan manusia yang tidak bisa jatuh ke dalam dosa, dsb, kalau
Ia mau.
Tetapi, sekarang ini yang kita
bicarakan adalah pengetahuan yang kedua.
Louis Berkhof: “Actions that are in no way determined by God, directly
or indirectly, but are wholly dependent on the arbitrary will of man, can hardly be the object of divine foreknowledge.”
[= Tindakan-tindakan yang tidak ditentukan oleh Allah dengan cara apapun,
secara langsung atau tidak langsung, tetapi sepenuhnya tergantung pada kehendak
manusia yang mutlak, tidak mungkin
bisa merupakan obyek dari pra-pengetahuan ilahi.] - ‘Systematic
Theology’, hal 68.
Catatan: kata ‘hardly’
di sini tidak boleh diterjemahkan ‘hampir tidak’
seperti biasanya, tetapi harus diterjemahkan ‘improbable’
[= ‘tidak mungkin’] atau ‘not
at all’ [= ‘sama sekali tidak’].
Arti seperti ini memang diberikan dalam Webster’s New World Dictionary (College
Edition).
Loraine Boettner: “Foreordination
in general cannot rest on foreknowledge; for only that which is certain can be
foreknown, and only that which is predetermined can be certain.” [= Secara umum, penentuan lebih
dulu tidak bisa didasarkan pada pengetahuan lebih dulu; karena hanya apa yang
tertentu yang bisa diketahui lebih dulu, dan hanya apa yang ditentukan lebih
dulu yang bisa tertentu.]
- ‘The Reformed Doctrine of Predestination’,
hal 99.
William G. T. Shedd: “The Divine
decree is the necessary condition of the Divine foreknowledge. If God does not
first decide what shall come to pass, he cannot know what will come to pass. An
event must be made certain, before it can be known as a certain event. ... So
long as anything remains undecreed, it is contingent
and fortuitous. It may or may not happen. In this state of things,
there cannot be knowledge of any kind.” [= Ketetapan Ilahi adalah syarat yang perlu dari
pengetahuan lebih dulu dari Allah. Jika Allah tidak lebih dulu menentukan apa
yang akan terjadi, Ia tidak bisa mengetahui apa yang akan terjadi. Suatu
peristiwa / kejadian harus dipastikan, sebelum peristiwa itu bisa diketahui
sebagai peristiwa yang tertentu. ... Selama sesuatu tidak ditetapkan, maka
sesuatu itu bersifat tidak pasti / memungkinkan (contingent) dan bersifat kebetulan (fortuitous). Itu bisa terjadi
atau tidak terjadi. Dalam keadaan demikian, tidak bisa ada pengetahuan apapun
tentang hal itu.]
- ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I,
hal 396-397.
B. B. Warfield: “... God
foreknows only because He has pre-determined, and it is therefore also that He
brings it to pass; His foreknowledge, in other words, is at bottom a knowledge
of His own will,”
[= ... Allah mengetahui lebih dulu hanya karena Ia
telah menentukan lebih dulu, dan karena itu Ia juga menyebabkannya
terjadi; dengan kata lain, pengetahuan lebih dulu
ini pada hakekatnya adalah pengetahuan tentang kehendakNya sendiri,] - ‘Biblical
and Theological Studies’, hal 281.
John Owen: “Out of this
large and boundless territory of things possible, God by his decree freely
determineth what shall come to pass, and makes them future which before were
but possible. After this decree, as they commonly speak, followeth, or together
with it, as others more exactly, taketh place, that prescience of God which
they call ‘visionis,’ ‘of vision,’ whereby he infallibly seeth all things in
their proper causes, and how and when they shall some to pass.” [= Dari daerah yang besar dan
tak terbatas dari hal-hal yang mungkin terjadi ini, Allah
dengan ketetapanNya secara bebas menentukan apa yang akan terjadi, dan membuat
mereka yang tadinya ‘mungkin terjadi’ menjadi ‘akan datang’. Setelah ketetapan ini, seperti yang pada umumnya
mereka katakan, berikutnya, atau bersama-sama
dengan ketetapan itu, seperti orang lain katakan dengan lebih tepat,
terjadilah ‘pengetahuan lebih dulu’ dari Allah yang
mereka sebut VISIONIS, ‘dari penglihatan’, dengan mana Ia, secara
tidak mungkin salah, melihat segala sesuatu dalam penyebabnya yang tepat, dan
bagaimana dan kapan mereka akan terjadi.] - ‘The Works of John
Owen’, vol 10, hal 23.
Louis
Berkhof: “It is perfectly evident that Scripture
teaches the divine foreknowledge of contingent events, 1Sam 23:10-13; 2Kings
13:19; Ps. 81:14,15; Isa. 42:9; 48:18; Jer. 2:2,3; 38:17-20; Ezek. 3:6; Matt.
11:21.” [= Adalah sangat jelas bahwa Kitab Suci
mengajarkan pra-pengetahuan ilahi tentang peristiwa-peristiwa yang tidak pasti
/ memungkinkan (contingent), 1Sam 23:10-13;
2Raja 13:19; Maz 81:15,16; Yes 42:9; 48:18; Yer 2:2,3; 38:17-20; Yeh 3:6; Mat
11:21.] - ‘Systematic Theology’, hal 67.
1Sam
23:10-13 - “(10) Berkatalah Daud: ‘TUHAN, Allah Israel , hambaMu ini telah mendengar kabar pasti,
bahwa Saul berikhtiar untuk datang ke Kehila dan memusnahkan kota ini oleh karena aku. (11) Akan
diserahkan oleh warga-warga kota
Kehila itukah aku ke dalam tangannya? Akan datangkah Saul seperti yang telah
didengar oleh hambaMu ini? TUHAN, Allah Israel, beritahukanlah kiranya kepada
hambaMu ini.’ Jawab TUHAN: ‘Ia akan datang.’ (12) Kemudian
bertanyalah Daud: ‘Akan diserahkan oleh warga-warga kota Kehila itukah aku dengan orang-orangku
ke dalam tangan Saul?’ Firman TUHAN: ‘Akan mereka serahkan.’ (13) Lalu
bersiaplah Daud dan orang-orangnya, kira-kira enam ratus orang banyaknya,
mereka keluar dari Kehila dan pergi ke mana saja mereka dapat pergi. Apabila
kepada Saul diberitahukan, bahwa Daud telah meluputkan diri dari Kehila, maka
tidak jadilah ia maju berperang.”.
2Raja
13:19 - “Tetapi gusarlah abdi Allah itu kepadanya serta berkata:
‘Seharusnya engkau memukul lima atau enam kali! Dengan berbuat demikian
engkau akan memukul Aram
sampai habis lenyap. Tetapi sekarang, hanya tiga kali saja
engkau akan memukul Aram . ’”.
Maz
81:12-16 - “(12) Tetapi umatKu tidak mendengarkan suaraKu, dan Israel
tidak suka kepadaKu. (13) Sebab itu Aku membiarkan dia dalam kedegilan hatinya;
biarlah mereka berjalan mengikuti rencananya sendiri! (14) Sekiranya umatKu
mendengarkan Aku! Sekiranya Israel
hidup menurut jalan yang Kutunjukkan! (15) Seketika itu juga musuh mereka Aku
tundukkan, dan terhadap para lawan mereka Aku balikkan tanganKu. (16)
Orang-orang yang membenci TUHAN akan tunduk menjilat kepadaNya, dan itulah
nasib mereka untuk selama-lamanya.”.
Yes 42:9
- “Nubuat-nubuat yang dahulu sekarang sudah menjadi kenyataan, hal-hal yang
baru hendak Kuberitahukan. Sebelum hal-hal itu muncul, Aku mengabarkannya
kepadamu.’”.
Yes 48:18
- “Sekiranya engkau memperhatikan
perintah-perintahKu, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak
pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti
gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti.”.
Yer
2:2-3 - “(2) ‘Pergilah memberitahukan kepada penduduk Yerusalem
dengan mengatakan: Beginilah firman TUHAN: Aku teringat kepada kasihmu pada
masa mudamu, kepada cintamu pada waktu engkau menjadi pengantin, bagaimana
engkau mengikuti Aku di padang
gurun, di negeri yang tiada tetaburannya. (3) Ketika itu Israel kudus bagi TUHAN, sebagai
buah bungaran dari hasil tanahNya. Semua orang yang memakannya menjadi
bersalah, malapetaka menimpa mereka, demikianlah firman TUHAN.”.
Catatan: saya tak mengerti mengapa ayat ini
digunakan di sini karena kelihatannya tidak ada hubungannya dengan hal yang
sedang dibahas. Apakah ay 3b itu hanya pengandaian / ancaman, tetapi tak pernah
betul-betul terjadi?
Yer
38:17-20 - “(17) Sesudah itu berkatalah Yeremia kepada Zedekia:
‘Beginilah firman TUHAN, Allah semesta alam, Allah Israel :
Jika engkau keluar menyerahkan diri kepada para perwira
raja Babel , maka nyawamu akan terpelihara, dan kota ini tidak akan
dihanguskan dengan api; engkau dengan keluargamu akan hidup. (18) Tetapi
jika engkau tidak menyerahkan diri kepada para perwira raja Babel ,
maka kota ini
akan diserahkan ke dalam tangan orang-orang Kasdim yang akan menghanguskannya
dengan api; dan engkau sendiri tidak akan luput dari tangan mereka.’ (19) Kemudian
berkatalah raja Zedekia kepada Yeremia: ‘Aku takut kepada orang-orang Yehuda
yang menyeberang kepada orang Kasdim itu; nanti aku diserahkan ke dalam tangan
mereka, sehingga mereka mempermainkan aku.’ (20) Yeremia menjawab: ‘Hal itu
tidak akan terjadi! Dengarkanlah suara TUHAN dalam hal apa yang kukatakan
kepadamu, maka keadaanmu akan baik dan nyawamu akan terpelihara.”.
Yeh
3:6 - “bukan kepada banyak bangsa-bangsa yang berbahasa asing
dan yang berat lidah, yang engkau tidak mengerti bahasanya. Sekiranya aku
mengutus engkau kepada bangsa yang demikian, mereka akan mendengarkan engkau.”.
Mat
11:21 - “‘Celakalah engkau Khorazim! Celakalah engkau Betsaida!
Karena jika di Tirus dan di Sidon terjadi mujizat-mujizat yang telah
terjadi di tengah-tengah kamu, sudah lama mereka bertobat dan berkabung.”.
Kata-kata
Louis Berkhof ini membingungkan bagi saya, karena bertentangan dengan kata-kata
para ahli theologia Reformed yang lain, yang mengatakan bahwa Allahpun tidak
mungkin bisa tahu tentang peristiwa-peristiwa yang tidak pasti. Bahkan
kata-kata Louis Berkhof di sini bertentangan dengan kata-kata Louis Berkhof
sendiri selanjutnya, dimana ia berkata sebagai berikut:
Louis
Berkhof: “His foreknowledge of future things and also
of contingent events rests on His decree.” [= Pengetahuan
lebih duluNya tentang hal-hal yang akan datang dan juga tentang
peristiwa-peristiwa yang tidak pasti / memungkinkan (contingent) bersandar pada ketetapan-ketetapanNya.] - ‘Systematic
Theology’, hal 67,68.
Louis Berkhof: “Actions that are in no way determined by God, directly
or indirectly, but are wholly dependent on the arbitrary will of man, can hardly
be the object of divine foreknowledge.” [=
Tindakan-tindakan yang tidak ditentukan oleh Allah dengan cara apapun, secara
langsung atau tidak langsung, tetapi sepenuhnya tergantung pada kehendak
manusia yang berubah-ubah, tidak mungkin bisa merupakan obyek dari
pra-pengetahuan ilahi.] - ‘Systematic Theology’, hal
68.
Saya
kira ada 3 kemungkinan untuk menafsirkan kata-kata Louis Berkhof yang
membingungkan di atas.
a) Di sana ia menggunakan kata ‘contingent’ dengan arti yang berbeda. Kata
ini memang sukar diterjemahkan. Dalam Webster’s
New World Dictionary (College Edition) arti yang diberikan untuk kata ini
bermacam-macam:
1. “that may or may not happen”
[= yang bisa terjadi atau bisa tidak terjadi].
2. “possible” [= memungkinkan].
3. “happening by chance; accidental; fortuitous” [= kebetulan
/ terjadi secara kebetulan].
4. “dependent (on or upon something uncertain)”
[= tergantung (pada sesuatu yang tidak pasti)].
5. “conditional” [= bersyarat].
6. dsb.
Kalau dalam arti ke 2 maka saya kira Allah tahu. Tetapi
kalau dalam arti no 1 atau no 4, saya tidak percaya Allah bisa tahu lebih dulu.
b) Louis
Berkhof mungkin memaksudkan bahwa kalau dilihat sepintas lalu Kitab Suci secara
jelas mengajar demikian. Tetapi kalau diteliti lebih jauh / mendalam, faktanya
tidak demikian.
c) Louis
Berkhof berbicara tentang 2 macam ‘contingency’.
1. Yang
pertama adalah contingency dari
sudut pandang Allah. Ini menunjuk pada hal-hal yang akan datang, yang betul-betul
sama sekali tidak ditentukan terjadi atau tidak terjadinya dengan cara apapun.
Yang ini Allah tak mungkin bisa mempunyai foreknowledge (pra pengetahuan).
2. Yang
kedua adalah contingency dari
sudut pandang manusia. Apa yang contingent
(tidak pasti) dari sudut pandang manusia tidak contingent (tidak pasti) dari
sudut pandang Tuhan!
Misalnya sebelum undi dilemparkan, bagi manusia hasilnya
bersifat contingent (tidak pasti), tetapi bagi Tuhan tidak. Bdk Amsal 16:33.
Jadi, yang dikatakan oleh Louis Berkhof sebagai
diketahui lebih dulu oleh Allah, jelas bukan hal-hal yang contingent dalam arti
pertama tetapi dalam arti kedua!
Dari 3 kemungkinan di atas ini, saya yakin yang benar
adalah kemungkinan yang terakhir.
3) Allah
tidak terbatas oleh waktu, atau Allah ada di atas waktu.
Satu hal lagi yang menunjukkan bahwa
Rencana / ketetapan Allah itu mencakup segala sesuatu, adalah bahwa Allah tidak
terbatas oleh waktu, atau ada di atas waktu.
Calvin: “When we
attribute foreknowledge to God, we mean that all things always were, and
perpetually remain, under his eyes, so that to his knowledge there is
nothing future or past, but all things are present. And they are present in
such a way that he not only conceives them through ideas, as we have before us
those things which our minds remember, but he truly looks upon them and
discerns them as things placed before him. And this foreknowledge is extended
throughout the universe to every creature.” [= Pada waktu kami menganggap
Allah mempunyai pra-pengetahuan, kami memaksudkan bahwa segala sesuatu selalu ada (were), dan selalu tetap, di bawah mataNya, sehingga bagi pengetahuanNya
di sana tidak ada ‘akan datang’ atau ‘lampau’, tetapi segala sesuatu adalah
‘present’. Dan mereka adalah present dengan cara sedemikian rupa
sehingga Ia bukan hanya mengerti mereka melalui gagasan, seperti kita mempunyai
di hadapan kita hal-hal itu yang diingat oleh pikiran kita, tetapi Ia betul-betul memandang mereka dan mengenali mereka
sebagai hal-hal yang ditempatkan di hadapanNya. Dan pra-pengetahuan ini diperluas melalui alam semesta pada
setiap makhluk ciptaan.] - ‘Institutes of the
Christian Religion’, Book III, Chapter XXI, no 5.
Bandingkan dengan ayat-ayat ini:
2Pet 3:8 - “Akan tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh kamu lupakan, yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu hari.”.
Yoh 8:58 - “Kata Yesus
kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum
Abraham jadi, Aku (telah) ada.’”.
KJV: ‘Before Abraham was, I am.’ [= Sebelum
Abraham ada, Aku ada.].
William G. T. Shedd: “For the
Divine mind, there is, in reality, no future event, because all events are
simultaneous, owing to that peculiarity in the cognition of an eternal being whereby there is no succession in it. All
events thus being present to him are of course all of them certain events.” [= Untuk pikiran Ilahi, dalam
kenyataannya tidak ada kejadian / peristiwa yang akan datang, karena semua
peristiwa / kejadian adalah serempak, berdasarkan kekhasan dalam pemikiran /
pengertian dari ‘makhluk’ kekal untuk mana
tidak ada urut-urutan di dalamnya. Semua peristiwa ‘bersifat present / sekarang’ bagiNya dan karenanya tentu saja semuanya merupakan peristiwa yang
pasti.]
- ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol I,
hal 402.
Catatan: kata ‘being’ dengan terpaksa saya
terjemahkan ‘makhluk’. Sebetulnya tak cocok, tetapi saya tak
tahu harus diterjemahkan bagaimana. Yang jelas ini menunjuk kepada Allah.
Loraine Boettner: “Much of the
difficulty in regard to the doctrine of Predestination is due to the finite
character of our mind, which can grasp only a few details at a time, and which
understands only a part of the relations between these. We are creatures of time, and often fail to take into
consideration the fact that God is not limited as we are. That which appears to us as ‘past,’ ‘present,’ and ‘future,’ is
all ‘present’ to His mind. It is an eternal ‘now.’ He is ‘the high
and lofty One that inhabits eternity.’ Is. 57:15. ‘A thousand years in thy
sight are but as yesterday when it is past, And as a watch in the night,’ Ps.
90:4. Hence the events which we see coming to pass in time are only the events
which He appointed and set before Him from eternity. Time is a property of the finite creation and is objective to God.
He is above it and sees it, but is not conditioned
by it. He is also independent of space, which is another property of
the finite creation. Just as He sees at one glance a
road leading from New York to San Francisco, while we see only a small portion
of it as we pass over it, so He sees all events in history, past, present, and
future at one glance. When we realize that the complete process of
history is before Him as an eternal ‘now,’ and that He is the Creator of all
finite existence, the doctrine of Predestination at least becomes an easier
doctrine.”
[= Banyak kesukaran berkenaan dengan doktrin Predestinasi disebabkan oleh sifat
terbatas dari pikiran kita, yang hanya bisa menjangkau beberapa detail pada
satu saat, dan yang mengerti hanya sebagian dari hubungan antara detail-detail
itu. Kita adalah makhluk dari waktu, dan seringkali
melupakan fakta bahwa Allah tidak terbatas seperti kita. Apa yang kelihatan bagi kita sebagai ‘lampau’, ‘sekarang’,
dan ‘akan datang’, semuanya adalah ‘sekarang’ bagi pikiranNya. Itu
adalah ‘sekarang’ yang kekal. Ia adalah ‘Yang tinggi dan mulia yang mendiami
kekekalan’ Yes 57:15. ‘Seribu hari dalam pandanganMu adalah seperti
kemarin, pada waktu itu berlalu, dan seperti suatu giliran jaga pada malam
hari’ Maz 90:4. Karena itu peristiwa-peristiwa yang kita lihat terjadi
dalam waktu hanyalah merupakan peristiwa-peristiwa yang telah Ia tetapkan dan
tentukan di hadapanNya dari kekekalan. Waktu adalah
milik / sifat dari ciptaan yang terbatas dan terpisah dari Allah. Ia ada diatasnya dan melihatnya, tetapi tidak dikuasai /
diatur olehnya. Ia juga tidak tergantung pada tempat, yang merupakan
milik / sifat yang lain dari ciptaan yang terbatas. Sama
seperti Ia melihat dalam sekali pandang jalanan dari New York ke San Francisco,
sementara kita melihat hanya sebagian kecil darinya pada waktu kita
melewatinya, demikian pula Ia melihat semua peristiwa-peristiwa dalam sejarah,
lampau, sekarang, dan yang akan datang dalam satu kali pandang. Pada
waktu kita menyadari bahwa proses lengkap dari sejarah ada di depanNya sebagai
‘sekarang’ yang kekal, dan bahwa Ia adalah Pencipta dari semua keberadaan yang
terbatas, doktrin Predestinasi sedikitnya menjadi doktrin yang lebih mudah.] - ‘The
Reformed Doctrine of Predestination’, hal 44-45.
Catatan: Yes 57:15 dan Maz 90:4 di
atas dikutip dan diterjemahkan dari KJV.
Yes 57:15 - “Sebab beginilah firman Yang Mahatinggi dan Yang
Mahamulia, yang bersemayam untuk selamanya dan Yang Mahakudus namaNya: ‘Aku bersemayam di tempat
tinggi dan di tempat kudus tetapi juga bersama-sama orang yang remuk dan rendah
hati, untuk menghidupkan semangat orang-orang yang rendah hati dan untuk
menghidupkan hati orang-orang yang remuk.”.
KJV: ‘For thus saith the high and lofty One that inhabiteth
eternity,’
[= Karena demikianlah kata Yang tinggi dan mulia yang
mendiami kekekalan,].
Maz 90:4 - “Sebab di mataMu
seribu tahun sama seperti hari kemarin, apabila berlalu, atau seperti suatu
giliran jaga di waktu malam.”.