Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PROVIDENCE OF GOD (8):Kedalautan Allah Mutlak.

 Oleh:Pdt.Budi Asali, M.Div. 
PROVIDENCE OF GOD (8)

C) Semua ini berhubungan dengan kedaulatan yang mutlak dari Allah.


Bahwa Rencana Allah dan Providence of God berhubungan dengan segala sesuatu menunjukkan bahwa Allah adalah Allah yang berdau­lat secara mutlak!
Kata ‘berdaulat’ dalam bahasa Inggris adalah ‘sovereign’, yang berasal dari bahasa Latin superanus (super = above, over / di atas). Dan dalam Kamus Webster diberikan definisi sebagai berikut tentang kata ‘sovereign’:
a) Above or superior to all others; chief; greatest; supreme [= Di atas atau lebih tinggi dari semua yang lain; pemimpin / kepala; terbesar; tertinggi].
b) supreme in power, rank, or authority [= tertinggi dalam kuasa, tingkat, atau otoritas].
c) of or holding the position of a ruler; royal; reigning [= mempunyai atau memegang posisi sebagai pemerintah; raja; bertahta].
d) independent of all others [= tidak tergantung pada semua yang lain].

Karena itu kalau kita percaya bahwa Allah itu berdaulat, maka kita juga harus percaya bahwa Ia menetapkan segala sesuatu, dan bahwa Ia melaksanakan ketetapanNya itu tanpa tergantung pada siapapun dan apapun di luar diriNya! Jelas adalah omong kosong kalau seseorang berbicara tentang kedaulatan Allah / mengakui kedaulatan Allah, tetapi tidak mempercayai bahwa Rencana Allah dan Providence of God itu mencakup segala sesuatu dalam arti kata yang mutlak!

Louis Berkhof: “Reformed Theology stresses the sovereignty of God in virtue of which He has sovereignly determined from all eternity whatsoever will come to pass, and works His sovereign will in His entire creation, both natural and spiritual, according to His predetermined plan. It is in full agreement with Paul when he says that God ‘worketh all things after the counsel of His will,’ Eph 1:11.” [= Theologia Reformed menekankan kedaulatan Allah atas dasar mana Ia secara berdaulat telah menentukan dari sejak kekekalan apapun yang akan terjadi, dan mengerjakan kehendakNya yang berdaulat dalam seluruh ciptaanNya, baik yang bersifat jasmani maupun rohani, menurut rencanaNya yang sudah ditentukan sebelumnya. Ini sesuai dengan Paulus pada waktu ia berkata bahwa Allah ‘mengerjakan segala sesuatu menurut keputusan kehendakNya’, Ef 1:11.] - ‘Systematic Theology’, hal 100.

Ef 1:11 - Aku katakan ‘di dalam Kristus’, karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan - kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendakNya - .

Charles Hodge: “And as God is absolutely sovereign and independent, all his purposes must be determined from within or according to the counsel of his own will. They cannot be supposed to be contingent or suspended on the action of his creatures, or upon anything out of Himself.” [= Dan karena Allah itu berdaulat dan tak tergantung secara mutlak, semua rencanaNya harus ditentukan dari dalam atau menurut keputusan kehendakNya sendiri. Mereka tidak bisa dianggap sebagai kebetulan atau tergantung pada tindakan-tindakan dari makhluk-makhluk ciptaanNya, atau pada apapun di luar diriNya sendiri.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 320.

William G. T. Shedd: “Whatever undecreed must be by hap-hazard and accident. If sin does not occur by the Divine purpose and permission, it occurs by chance. And if sin occurs by chance, the deity, as in the ancient pagan theologies, is limited and hampered by it. He is not ‘God over all’. Dualism is introduced into the theory of the universe. Evil is an independent and uncontrollable principle. God governs only in part. Sin with all its effects is beyond his sway. This dualism God condemns as error, in his words to Cyrus by Isaiah, ‘I make peace and create evil’; and in the words of Proverbs 16:4, ‘The Lord hath made all things for himself; yea, even the wicked for the day of evil’.” [= Apapun yang tidak ditetapkan pasti ada karena kebetulan. Jika dosa tidak terjadi karena rencana dan ijin ilahi, maka itu terjadi karena kebetulan. Dan jika dosa terjadi karena kebetulan, keilahian, seperti dalam teologi kafir kuno, dibatasi dan dirintangi olehnya. Ia bukanlah ‘Allah atas segala sesuatu’. Dualisme dimasukkan ke dalam teori alam semesta. Kejahatan merupakan suatu elemen hakiki yang tak tergantung dan tak terkontrol. Allah memerintah hanya sebagian. Dosa dengan semua akibatnya ada di luar kekuasaanNya. Dualisme seperti ini dikecam Allah sebagai salah, dalam kata-kata Yesaya kepada Koresy, ‘Aku membuat damai dan menciptakan malapetaka’; dan dalam kata-kata dari Amsal 16:4, ‘Tuhan telah membuat segala sesuatu untuk diriNya sendiri; ya, bahkan orang jahat untuk hari malapetaka’.] - ‘Calvinism: Pure & Mixed’, hal 36.
Catatan: William G. T. Shedd mengutip Yes 45:7 dan Amsal 16:4 dari KJV.

Yes 45:7 - yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat semuanya ini..
KJV: I form the light, and create darkness: I make peace, and create evil: I the LORD do all these things. [= Aku membentuk terang, dan menciptakan kegelapan: Aku membuat damai, dan menciptakan bencana: Aku, TUHAN, melakukan semua hal-hal ini.].

Amsal 16:4 - TUHAN membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik dibuatNya untuk hari malapetaka..
KJV: The LORD hath made all things for himself: yea, even the wicked for the day of evil. [= TUHAN telah membuat segala sesuatu untuk diriNya sendiri: ya, bahkan orang jahat untuk hari malapetaka.].

R. C. Sproul: “That God in some sense foreordains whatever comes to pass is a necessary result of his sovereignty. ... everything that happens must at least happen by his permission. If he permits something, then he must decide to allow it. If He decides to allow something, then is a sense he is foreordaining it. ... To say that God foreordains all that comes to pass is simply to say that God is sovereign over his entire creation. If something could come to pass apart from his sovereign permission, then that which came to pass would frustrate his sovereignty. If God refused to permit something to happen and it happened anyway, then whatever caused it to happen would have more authority and power than God himself. If there is any part of creation outside of God’s sovereignty, then God is simply not sovereign. If God is not sovereign, then God is not God. ... Without sovereignty God cannot be God. If we reject divine sovereignty then we must embrace atheism.” [= Bahwa Allah dalam arti tertentu menentukan apapun yang akan terjadi merupakan akibat yang harus ada dari kedaulatanNya. ... segala sesuatu yang terjadi setidaknya harus terjadi karena ijinNya. Jika Ia mengijinkan sesuatu, maka Ia pasti memutuskan untuk mengijinkannya. Jika Ia memutuskan untuk mengijinkan sesuatu, maka dalam arti tertentu Ia menentukannya. ... Mengatakan bahwa Allah menentukan segala sesuatu yang akan terjadi adalah sama dengan mengatakan bahwa Allah itu berdaulat atas segala ciptaanNya. Jika ada sesuatu yang bisa terjadi di luar ijinNya yang berdaulat, maka apa yang terjadi itu menghalangi kedaulatanNya. Jika Allah menolak untuk mengijinkan sesuatu dan hal itu tetap terjadi, maka apapun yang menyebabkan hal itu terjadi mempunyai otoritas dan kuasa yang lebih besar dari Allah sendiri. Jika ada bagian dari ciptaan berada di luar kedaulatan Allah, maka Allah itu tidak berdaulat. Jika Allah tidak berdaulat, maka Allah itu bukanlah Allah. ... Tanpa kedaulatan Allah tidak bisa menjadi / adalah Allah. Jika kita menolak kedaulatan ilahi, maka kita harus mempercayai atheisme.] - Chosen By God’, hal 26-27.

Bagian terakhir kata-kata R. C. Sproul ini memang patut diperhatikan / dicamkan. Allah haruslah berdaulat, dan Allah yang tidak berdaulat, bukanlah Allah.

John Murray: “to say that God is sovereign is but to affirm that God is one and that God is God.” [= mengatakan bahwa Allah itu berdaulat adalah sama dengan menegaskan bahwa Allah itu satu / esa dan bahwa Allah adalah Allah.] - ‘Collected Writings of John Murray’, vol 4, hal 191.

Calvin (tentang Maz 10:4): Whoever, therefore, refuse to admit that the world is subject to the providence of God, or do not believe that his hand is stretched forth from on high to govern it, do as much as in them lies to put an end to the existence of God. [= Karena itu, siapapun menolak untuk mengakui bahwa dunia / alam semesta tunduk kepada Providensia Allah, atau tidak percaya bahwa tanganNya diulurkan dari tempat tinggi untuk memerintahnya, melakukan sebanyak yang tergantung kepada mereka untuk mengakhiri keberadaan dari Allah.].

Karena itulah maka menolak penetapan dan pengaturan ilahi atas segala sesuatu, adalah sama dengan menjadi atheis!

D) Rencana Allah dan pelaksanaannya (Providence of God) tidak terlepas dari sifat-sifat Allah, seperti kasih, bijaksana, dan suci.


Loraine Boettner: “Although the sovereignty of God is universal and absolute, it is not the sovereignty of blind power. It is coupled with infinite wisdom, holiness and love. And this doctrine, when properly understood, is a most comforting and reassuring one. Who would not prefer to have his affairs in the hands of a God of infinite power, wisdom, holiness and love, rather than to have them left to fate, or chance, or irrevocable natural law, or to short-sighted and perverted self? Those who reject God’s sovereignty should consider what alternatives they have left.” [= Sekalipun kedaulatan Allah itu bersifat universal dan mutlak, tetapi itu bukanlah kedaulatan dari kuasa yang buta. Itu digabungkan dengan kebijaksanaan, kekudusan dan kasih yang tidak terbatas. Dan doktrin ini, jika dimengerti dengan tepat, adalah doktrin yang paling menghibur dan menenteramkan. Siapa yang tidak lebih menghendaki perkaranya ada dalam tangan Allah yang mempunyai kuasa, kebijaksanaan, kekudusan dan kasih yang tidak terbatas, dari pada menyerahkannya pada nasib / takdir, atau kebetulan, atau hukum alam yang tidak bisa dibatalkan, atau pada diri sendiri yang cupet dan sesat? Mereka yang menolak kedaulatan Allah harus mempertimbangkan alternatif-alternatif apa yang mereka sisakan.] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 32.



IV. Providence dan dosa

Sebelum saudara membaca pelajaran ke IV ini, saya ingin memberikan peringatan, yaitu: jangan membaca pelajaran IV ini tanpa melanjutkan dengan membaca pelajaran ke V, yaitu tentang ‘Providence dan kebebasan / tanggung jawab manusia’, karena hanya mengerti dan menerima pelajaran IV tanpa mengerti dan menerima pelajaran V, akan menjadikan saudara tersesat ke dalam pandangan Hyper-Calvinisme!

A) Rencana Allah dan dosa.


Bahwa dalam Rencana Allah juga tercakup dosa bisa terlihat dari:

1) Dalam pelajaran III, point A di atas sudah ditunjukkan bahwa Rencana Allah berhubungan dengan segala sesuatu (dalam arti kata yang mutlak), dan itu jelas berarti terma­suk dosa.

2) Rencana Allah tentang penebusan dosa oleh Kristus (1Pet 1:19-20) menunjukkan adanya Rencana / penentuan terjadinya dosa, karena bahwa penebusan dosa sudah ditentukan, itu jelas menunjukkan bahwa:

a) Dosa manusia yang akan ditebus oleh Kristus itupun harus juga sudah ditentukan! Karena kalau tidak, dan tahu-tahu dosa yang akan ditebus itu tidak terjadi, lalu apa yang akan ditebus oleh Kristus?

b) Pembunuhan / penyaliban yang dilakukan terhadap Kristus, yang jelas merupakan suatu dosa yang sangat hebat, jelas juga sudah ada dalam Rencana Allah.

Kis 2:23 - Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.”.
KJV: Him, being delivered by the determinate counsel and foreknowledge of God, ye have taken, and by wicked hands have crucified and slain: [= Ia, yang diserahkan oleh rencana yang tetap / tertentu dan pra-pengetahuan Allah, telah kamu ambil, dan telah salibkan dan bunuh oleh tangan-tangan jahat:].

Calvin (tentang Kis 2:23): “Peter declareth that he suffered nothing by chance, or because he wanted power to deliver himself, but because it was so determined (and appointed) by God. For this knowledge alone, that the death of Christ was ordained by the eternal counsel of God, did cut off all occasion of foolish and wicked cogitation’s, and did prevent all offenses which might otherwise be conceived.” [= Petrus menyatakan bahwa Ia tak menderita apapun oleh kebetulan, atau karena Ia kekurangan kuasa untuk membebaskan diriNya sendiri, tetapi karena itu ditentukan begitu (dan ditetapkan) oleh Allah. Karena pengetahuan ini saja, bahwa kematian Kristus ditentukan oleh rencana kekal Allah, menghentikan semua penyebab dari pemikiran bodoh dan jahat, dan menghalangi semua batu sandungan yang, jika ini tak ada, bisa dimengerti.].

Calvin (tentang Kis 2:23): “For we must know this, that God doth decree nothing in vain or rashly; whereupon it followeth that there was just cause for which he would have Christ to suffer. The same knowledge of God’s providence is a step to consider the end and fruit of Christ’s death. For this meeteth us by and by in the counsel of God, that the just was delivered for our sins, and that his blood was the price of our death.” [= Karena kita harus mengetahui hal ini, bahwa Allah tidak menentukan apapun dengan sia-sia atau dengan gegabah / sembrono; dan karena itu di sana ada alasan yang benar untuk mana Ia mau Kristus menderita. Pengetahuan yang sama tentang Providensia Allah adalah suatu langkah untuk mempertimbangkan tujuan dan buah dari kematian Kristus. Karena ini segera datang kepada kita dalam rencana Allah, bahwa Orang Benar diserahkan untuk dosa-dosa kita, dan bahwa darahNya adalah harga dari kematian kita.].

Calvin (tentang Kis 2:23): “Peter doth teach that God did not only foresee that which befell Christ, but it was decreed by him. ... Therefore, it belongeth to God not only to know before things to come, but of his own will to determine what he will have done.” [= Petrus mengajar bahwa Allah bukan hanya melihat lebih dulu apa terjadi pada Kristus, tetapi itu ditetapkan olehNya. ... Karena itu, Allah bukan hanya tahu sebelumnya tentang hal-hal yang akan datang, tetapi dari kehendakNya sendiri menentukan apa yang akan Ia lakukan.].

Kis 4:27-28 - “(27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu.”.
Kis 4:28 (KJV): For to do whatsoever thy hand and thy counsel determined before to be done. [= Untuk melakukan apapun yang tanganMu dan RencanaMu tentukan sebelumnya untuk terjadi / dilakukan.].

Calvin (tentang Kis 4:28): “Those men which do acknowledge the foreknowledge of God alone, and yet confess not that all things are done as it pleaseth him, are easily convict by these words, That God hath appointed before that thing to be done which was done. Yea, Luke being not contented with the word ‘counsel,’ addeth also ‘hand,’ improperly, yet to the end he might the more plainly declare that the events of things are not only governed by the counsel of God, but that they are also ordered by his power and hand.” [= Orang-orang itu yang mengakui hanya pra pengetahuan Allah saja, tetapi tidak mengakui bahwa segala sesuatu dilakukan / terjadi karena itu menyenangkan Dia, dengan mudah dinyatakan bersalah oleh kata-kata ini, Bahwa Allah sebelumnya telah menetapkan hal yang terjadi itu untuk terjadi. Ya, karena Lukas tidak puas dengan kata ‘rencana’, ia menambahkan juga ‘tangan’, secara tidak tepat, tetapi dengan tujuan supaya ia bisa dengan lebih jelas menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa dari hal-hal tidak hanya diperintah oleh rencana Allah, tetapi bahwa mereka juga diatur oleh kuasa dan tanganNya.].
Catatan: Calvin mengatakan ‘improperly’ [= secara tidak benar] mungkin karena tangan / kuasa Allah bukan menetapkan tetapi melaksanakan ketetapan itu.

Charles Hodge: “The crucifixion of Christ was beyond doubt foreordained of God. It was, however, the greatest crime ever committed. It is therefore beyond all doubt the doctrine of the Bible that sin is foreordained.” [= Penyaliban Kristus tidak diragukan lagi ditentukan lebih dulu oleh Allah. Tetapi itu adalah tindakan kriminal terbesar yang pernah dilakukan. Karena itu tidak perlu diragukan lagi bahwa dosa ditentukan lebih dulu merupakan doktrin / ajaran dari Alkitab.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 544.

Charles Hodge: “it is utterly irrational to contend that God cannot foreordain sin, if He foreordained (as no Christian doubts) the crucifixion of Christ.” [= adalah sama sekali tidak rasionil untuk berpendapat bahwa Allah tidak bisa menentukan dosa, jika Ia menentukan (seperti yang tidak ada orang kristen yang meragukan) penyaliban Kristus.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 547.

3) Dosa / kejatuhan Adam mempunyai 3 kemungkinan:

a)     Adam ditentukan untuk tidak jatuh.
Kemungkinan ini harus dibuang, karena kalau Adam direncanakan untuk tidak jatuh, maka ia pasti tidak jatuh (ingat bahwa Rencana Allah tidak bisa gagal - lihat pelajaran II, point B,C di atas).
Kalau Adam ditentukan tidak jatuh, dan dalam faktanya ia jatuh, maka itu berarti rencana Allah gagal, dan itu bertentangan frontal dengan Ayub 42:2.
Ayub 42:2 - ‘Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal..

b)     Allah tidak merencanakan apa-apa tentang hal itu.
Ini juga tidak mungkin karena kalau Allah mempunyai Rencana / kehendak tentang hal-hal yang remeh / tidak berarti seperti jatuhnya burung pipit ke bumi atau rontoknya rambut kita (bdk. Mat 10:29-30), bagaimana mungkin tentang hal yang begitu besar dan penting, yang menyangkut kejatuhan dari ciptaanNya yang tertinggi, Ia tidak mempunyai Rencana?

c) Allah memang merencanakan / menetapkan kejatuhan Adam ke dalam dosa.
Inilah satu-satunya kemungkinan yang tertinggal, dan inilah satu-satunya kemungkinan yang benar, dan ini menunjukkan bahwa dosa sudah ada dalam Rencana Allah.

Jerome Zanchius: “That he fell in consequence of the Divine decree we prove thus: God was either willing that Adam should fall, or unwilling, or indifferent about it. If God was unwilling that Adam should transgress, how came it to pass that he did? ... Surely, If God had not willed the fall, He could, and no doubt would, have prevented it; but He did not prevent it: ergo, He willed it. And if he willed it, He certainly decreed it, for the decree of God is nothing else but the seal and ratification of His will. He does nothing but what He decreed, and He decreed nothing which He did not will, and both will and decree are absolutely eter­nal, though the execution of both be in time. The only way to evade the force of this reasoning is to say that ‘God was indifferent and unconcerned whether man stood or fell’. But in what a shameful, unwor­thy light does this represent the Deity! Is it possible for us to imagine that God could be an idle, careless spectator of one of the most important events that ever came to pass? Are not ‘the very hairs of our head are numbered’? Or does ‘a sparrow fall to the ground without our heavenly Father’? If, then, things the most trivial and worthless are subject to the appointment of His decree and the control of His providence, how much more is man, the masterpiece of this lower creation?” [= Bahwa ia (Adam) jatuh sebagai akibat dari ketetapan ilahi kami buktikan demikian: Allah itu atau menghendaki Adam jatuh, atau tidak menghendaki, atau acuh tak acuh / tak peduli tentang hal itu. Jika Allah tidak menghendaki Adam melanggar, bagaimana mungkin ia melanggar? ... Tentu saja, jika Allah tidak menghendaki kejatuhan itu, Ia bisa, dan tidak diragukan Ia akan mencegahnya; tetapi Ia tidak mencegahnya: jadi, Ia menghendakinya. Dan jika Ia menghendakinya, Ia pasti menetapkannya, karena ketetapan Allah tidak lain adalah meterai dan pengesahan kehendakNya. Ia tidak melakukan apapun kecuali apa yang telah Ia tetapkan, dan Ia tidak menetapkan apapun yang tidak Ia kehendaki, dan baik kehendak maupun ketetapan adalah kekal secara mutlak, sekalipun pelaksanaan keduanya ada dalam waktu. Satu-satunya cara untuk menghindarkan kekuatan dari pemikiran ini adalah dengan mengatakan bahwa ‘Allah bersikap acuh tak acuh dan tidak peduli apakah manusia itu jatuh atau tetap berdiri’. Tetapi alangkah memalukan dan tak berharganya terang seperti ini dalam menggambarkan Allah! Mungkinkah bagi kita untuk membayangkan bahwa Allah bisa menjadi penonton yang malas dan tak peduli terhadap salah satu peristiwa yang terpenting yang akan terjadi? Bukankah ‘rambut kepala kita dihitung’? Atau apakah ‘seekor burung pipit jatuh ke tanah tanpa Bapa surgawi kita’? Jika hal-hal yang paling remeh dan tak berharga tunduk pada penentuan ketetapanNya dan pada kontrol dari providensiaNya, betapa lebih lagi manusia, karya terbesar dari ciptaan yang lebih rendah ini?] - ‘The Doctrine of Absolute Predestination’, hal 88-89.

4) Mengingat bahwa boleh dikatakan semua tindakan manusia bersifat dosa / mengandung dosa, maka kalau dosa tidak tercakup dalam Rencana Allah, hanya sangat sedikit hal-hal yang tercakup dalam Rencana Allah.

Edwin H. Palmer: “It is even Biblical to say that God has foreordained sin. If sin was outside the plan of God, then not a single important affair of life would be ruled by God. For what action of man is perfectly good? All of history would then be outside of God’s foreordination: the fall of Adam, the crucifixion of Christ, the conquest of the Roman Empire, the battle of Hastings, the Reformation, the French Revolution, Waterloo, the American Revolution, the Civil War, two World Wars, presidential assassinations, racial violence, and the rise and fall of nations.” [= Bahkan adalah sesuatu yang Alkitabiah untuk mengatakan bahwa Allah telah menentukan dosa lebih dulu. Jika dosa ada di luar rencana Allah, maka tidak ada satupun peristiwa kehidupan yang penting yang diperintah / dikuasai / diatur oleh Allah. Karena tindakan apa dari manusia yang baik secara sempurna? Seluruh sejarah juga akan ada di luar penentuan lebih dulu dari Allah: kejatuhan Adam, penyaliban Kristus, penaklukan kekaisaran Romawi, pertempuran Hastings, Reformasi, Revolusi Perancis, Waterloo, Revolusi Amerika, Perang saudara Amerika, kedua perang dunia, pembunuhan presiden, kejahatan / kekejaman rasial, dan bangkitnya dan jatuhnya bangsa-bangsa.] - ‘The Five Points of Calvinism’, hal 82.

Edwin H. Palmer: “If sin were outside of God’s decree, then very little would be included in this decree. All the great empires would have been outside of God’s eternal, determinative decrees, for they were built on greed, hate, and selfishness, not for the glory of the Triune God. Certainly the following rulers, who influenced world history and countless numbers of lives, did not carry out the expansion of their empires for the glory of God: Pharaoh, Nebuchadnezzar, Cyrus, Alexander the Great, Ghenghis Khan, Caesar, Nero, Charles V, Henry VIII, Napoleon, Bismarck, Hitler, Stalin, Hirohito. If sin were beyond the foreordination of God, then not only were these vast empires and their events outside God’s plan, but also all the little daily events of every non Christians are outside of God’s power. For whatever is not done to the glory of the Christian God and out of faith in Jesus Christ is sin. ... The acts of the Christian are not perfect - even after he is born again and Christ is living in him. Sin still clings to him; he is not perfect until he is in heaven. For example, he does not love God with all of his heart, mind, and soul, nor does he truly love his neighbor as himself. Even his most admirable deeds are colored by sin. ... if sin is outside the decree of God, then the vast percentage of human actions - both the trivial and the significant - are removed from God’s plan. God’s power is reduced to the forces of nature, such as spinning of the galaxies and the laws of gravity and entropy. Most of history is outside His control.” [= Seandainya dosa ada di luar ketetapan Allah, maka sangat sedikit yang termasuk dalam ketetapan ini. Semua kekaisaran yang besar akan ada di luar ketetapan Allah yang kekal dan bersifat menentukan, karena mereka dibangun pada keserakahan, kebencian, dan keegoisan, bukan untuk kemuliaan Allah Tritunggal. Pasti pemerintah-pemerintah di bawah ini, yang mempengaruhi sejarah dunia dan tak terhitung banyaknya jiwa, tidak melakukan perluasan kekaisaran mereka untuk kemuliaan Allah: Firaun, Nebukadnezar, Koresy, Alexander yang Agung, Jengggis Khan, (Yulius) Caesar, Nero, Charles V, Henry VIII, Napoleon, Bismarck, Hitler, Stalin, Hirohito. Seandainya dosa ada di luar penentuan lebih dulu dari Allah, maka bukan saja kekaisaran-kekaisaran yang luas ini dan semua peristiwa yang berhubungan dengan mereka ada di luar rencana Allah, tetapi juga semua peristiwa sehari-hari yang remeh dari setiap orang non Kristen ada di luar kuasa Allah. Karena apapun yang tidak dilakukan bagi kemuliaan Allah Kristen dan di luar iman dalam Yesus Kristus adalah dosa. ... Tindakan-tindakan dari orang Kristenpun tidak sempurna - bahkan setelah ia dilahirkan kembali dan Kristus hidup dalam dia. Dosa tetap melekat padanya; ia tidak sempurna sampai ia ada di surga. Misalnya, ia tidak mengasihi Allah dengan segenap hati, pikiran, dan jiwanya, juga ia tidak sungguh-sungguh mengasihi sesamanya seperti dirinya sendiri. Bahkan tindakan-tindakannya yang paling mengagumkan / terpuji diwarnai oleh dosa. ... jika dosa ada di luar ketetapan Allah, maka sebagian besar dari tindakan-tindakan manusia - baik yang remeh maupun yang penting - dikeluarkan dari rencana Allah. Kuasa Allah direndahkan sampai pada kekuatan-kekuatan alam, seperti menggerakkan galaxy dan hukum-hukum gravitasi dan entropi. Bagian terbesar dari sejarah ada di luar kontrolNya.] - ‘The Five Points of Calvinism’, hal 97,98.
Catatan: entropy / entropi = ukuran / takaran dari perubahan dalam alam semesta yang bergerak dari keteraturan menjadi kekacauan.

-bersambung