PROVIDENCE OF GOD (8):Kedalautan Allah Mutlak.
Oleh:Pdt.Budi Asali, M.Div.
C) Semua ini
berhubungan dengan kedaulatan yang mutlak dari Allah.
Bahwa Rencana Allah dan Providence of God berhubungan dengan
segala sesuatu menunjukkan bahwa Allah adalah Allah yang berdaulat secara
mutlak!
Kata ‘berdaulat’ dalam bahasa Inggris
adalah ‘sovereign’, yang berasal dari
bahasa Latin superanus (super = above, over / di atas). Dan dalam Kamus
Webster diberikan definisi sebagai berikut tentang kata ‘sovereign’:
a) Above
or superior to all others; chief; greatest; supreme [= Di atas atau lebih tinggi
dari semua yang lain; pemimpin / kepala; terbesar; tertinggi].
b) supreme
in power, rank, or authority
[= tertinggi dalam kuasa, tingkat, atau otoritas].
c) of
or holding the position of a ruler; royal; reigning [= mempunyai atau memegang
posisi sebagai pemerintah; raja; bertahta].
d) independent
of all others
[= tidak tergantung pada semua yang lain].
Karena itu kalau kita percaya bahwa Allah itu
berdaulat, maka kita juga harus percaya bahwa Ia menetapkan segala sesuatu, dan bahwa Ia
melaksanakan ketetapanNya itu tanpa tergantung pada siapapun dan apapun di luar
diriNya! Jelas adalah omong kosong kalau seseorang berbicara tentang
kedaulatan Allah / mengakui kedaulatan Allah, tetapi tidak mempercayai bahwa
Rencana Allah dan Providence of God
itu mencakup segala sesuatu
dalam arti kata yang mutlak!
Louis Berkhof: “Reformed
Theology stresses the sovereignty of God in virtue of which He has sovereignly
determined from all eternity whatsoever will come to pass, and works His
sovereign will in His entire creation, both natural and spiritual, according to
His predetermined plan. It is in full agreement with Paul when he says that God
‘worketh all things after the counsel of His will,’ Eph 1:11.” [= Theologia Reformed menekankan
kedaulatan Allah atas dasar mana Ia secara berdaulat telah menentukan dari
sejak kekekalan apapun yang akan terjadi, dan mengerjakan kehendakNya yang
berdaulat dalam seluruh ciptaanNya, baik yang bersifat jasmani maupun rohani,
menurut rencanaNya yang sudah ditentukan sebelumnya. Ini sesuai dengan Paulus
pada waktu ia berkata bahwa Allah ‘mengerjakan segala sesuatu menurut keputusan
kehendakNya’, Ef 1:11.]
- ‘Systematic Theology’, hal 100.
Ef 1:11 - “Aku katakan ‘di
dalam Kristus’, karena di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan -
kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Allah, yang di dalam segala sesuatu
bekerja menurut keputusan kehendakNya - ”.
Charles Hodge: “And as God is
absolutely sovereign and independent, all his purposes must be determined from
within or according to the counsel of his own will. They cannot be supposed to
be contingent or suspended on the action of his creatures, or upon anything out
of Himself.”
[= Dan karena Allah itu berdaulat dan tak tergantung secara mutlak, semua
rencanaNya harus ditentukan dari dalam atau menurut keputusan kehendakNya
sendiri. Mereka tidak bisa dianggap sebagai kebetulan atau tergantung pada
tindakan-tindakan dari makhluk-makhluk ciptaanNya, atau pada apapun di luar
diriNya sendiri.] -
‘Systematic Theology’, vol II, hal
320.
William G. T. Shedd: “Whatever
undecreed must be by hap-hazard and accident. If sin does not occur by the
Divine purpose and permission, it occurs by chance. And if sin occurs by
chance, the deity, as in the ancient pagan theologies, is limited and hampered
by it. He is not ‘God over all’. Dualism is introduced into the theory of the
universe. Evil is an independent and uncontrollable principle. God governs only
in part. Sin with all its effects is beyond his sway. This dualism God condemns
as error, in his words to Cyrus by Isaiah, ‘I make peace and create evil’; and
in the words of Proverbs 16:4, ‘The Lord hath made all things for himself; yea,
even the wicked for the day of evil’.” [= Apapun yang tidak ditetapkan pasti ada karena
kebetulan. Jika dosa tidak terjadi karena rencana dan ijin ilahi, maka itu
terjadi karena kebetulan. Dan jika dosa terjadi karena kebetulan, keilahian,
seperti dalam teologi kafir kuno, dibatasi dan dirintangi olehnya. Ia bukanlah
‘Allah atas segala sesuatu’. Dualisme dimasukkan ke dalam teori alam semesta.
Kejahatan merupakan suatu elemen hakiki yang tak tergantung dan tak terkontrol.
Allah memerintah hanya sebagian. Dosa dengan semua akibatnya ada di luar
kekuasaanNya. Dualisme seperti ini dikecam Allah sebagai salah, dalam kata-kata
Yesaya kepada Koresy, ‘Aku membuat damai dan menciptakan malapetaka’; dan dalam
kata-kata dari Amsal 16:4, ‘Tuhan telah membuat segala sesuatu untuk
diriNya sendiri; ya, bahkan orang jahat untuk hari malapetaka’.] - ‘Calvinism:
Pure & Mixed’,
hal 36.
Catatan: William G. T. Shedd mengutip Yes 45:7
dan Amsal 16:4 dari KJV.
Yes 45:7 - “yang menjadikan
terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib
malang ; Akulah
TUHAN yang membuat semuanya ini.”.
KJV:
‘I form the light, and create darkness: I make peace, and create
evil: I the LORD do all these things.’ [= Aku membentuk terang, dan
menciptakan kegelapan: Aku membuat damai, dan menciptakan bencana: Aku, TUHAN,
melakukan semua hal-hal ini.].
Amsal 16:4 - “TUHAN
membuat segala sesuatu untuk tujuannya masing-masing, bahkan orang fasik dibuatNya
untuk hari malapetaka.”.
KJV: ‘The LORD
hath made all things for
himself: yea, even the wicked for the day of evil.’ [= TUHAN telah membuat segala sesuatu
untuk diriNya sendiri: ya, bahkan orang jahat untuk hari malapetaka.].
R. C. Sproul: “That God in
some sense foreordains whatever comes to pass is a necessary result of his
sovereignty. ... everything that happens must at least happen by his
permission. If he permits something, then he must decide to allow it. If He
decides to allow something, then is a sense he is foreordaining it. ... To say
that God foreordains all that comes to pass is simply to say that God is
sovereign over his entire creation. If something could come to pass apart from
his sovereign permission, then that which came to pass would frustrate his
sovereignty. If God refused to permit something to happen and it happened
anyway, then whatever caused it to happen would have more authority and power
than God himself. If there is any part of creation outside of God’s
sovereignty, then God is simply not sovereign. If God is not sovereign, then
God is not God. ... Without sovereignty God cannot be God. If we reject divine
sovereignty then we must embrace atheism.” [= Bahwa Allah dalam arti tertentu menentukan
apapun yang akan terjadi merupakan akibat yang harus
ada dari kedaulatanNya. ... segala sesuatu yang terjadi setidaknya
harus terjadi karena ijinNya. Jika Ia mengijinkan sesuatu, maka Ia pasti
memutuskan untuk mengijinkannya. Jika Ia memutuskan untuk mengijinkan sesuatu,
maka dalam arti tertentu Ia menentukannya. ... Mengatakan bahwa Allah
menentukan segala sesuatu yang akan terjadi adalah
sama dengan mengatakan bahwa Allah itu berdaulat atas segala ciptaanNya.
Jika ada sesuatu yang bisa terjadi di luar ijinNya
yang berdaulat, maka apa yang terjadi itu menghalangi kedaulatanNya.
Jika Allah menolak untuk mengijinkan sesuatu dan
hal itu tetap terjadi, maka apapun yang menyebabkan hal itu terjadi mempunyai
otoritas dan kuasa yang lebih besar dari Allah sendiri. Jika ada bagian dari ciptaan berada di luar kedaulatan
Allah, maka Allah itu tidak berdaulat. Jika
Allah tidak berdaulat, maka Allah itu bukanlah Allah. ... Tanpa kedaulatan Allah
tidak bisa menjadi / adalah Allah. Jika kita menolak kedaulatan ilahi, maka
kita harus mempercayai atheisme.] - ‘Chosen
By God’, hal 26-27.
Bagian terakhir kata-kata R. C. Sproul
ini memang patut diperhatikan / dicamkan. Allah haruslah berdaulat, dan Allah
yang tidak berdaulat, bukanlah Allah.
John Murray: “to say that
God is sovereign is but to affirm that God is one and that God is God.” [= mengatakan bahwa Allah itu
berdaulat adalah sama dengan menegaskan bahwa Allah itu satu / esa dan bahwa
Allah adalah Allah.]
- ‘Collected Writings of John Murray’,
vol 4, hal 191.
Calvin
(tentang Maz 10:4):
“Whoever,
therefore, refuse to admit that the world is subject to the providence of God,
or do not believe that his hand is stretched forth from on high to govern it,
do as much as in them lies to put an end to the existence of God.”
[= Karena itu, siapapun menolak untuk mengakui bahwa dunia / alam semesta
tunduk kepada Providensia Allah, atau tidak percaya bahwa tanganNya diulurkan
dari tempat tinggi untuk memerintahnya, melakukan sebanyak yang tergantung
kepada mereka untuk mengakhiri keberadaan dari Allah.].
Karena itulah maka menolak penetapan
dan pengaturan ilahi atas segala sesuatu, adalah sama dengan menjadi atheis!
D) Rencana Allah dan
pelaksanaannya (Providence of God)
tidak terlepas dari sifat-sifat Allah, seperti kasih, bijaksana, dan suci.
Loraine Boettner: “Although the
sovereignty of God is universal and absolute, it is not the sovereignty of
blind power. It is coupled with infinite wisdom, holiness and love. And this
doctrine, when properly understood, is a most comforting and reassuring one.
Who would not prefer to have his affairs in the hands of a God of infinite
power, wisdom, holiness and love, rather than to have them left to fate, or chance,
or irrevocable natural law, or to short-sighted and perverted self? Those who
reject God’s sovereignty should consider what alternatives they have left.” [= Sekalipun kedaulatan Allah
itu bersifat universal dan mutlak, tetapi itu bukanlah kedaulatan dari kuasa
yang buta. Itu digabungkan dengan kebijaksanaan, kekudusan dan kasih yang tidak
terbatas. Dan doktrin ini, jika dimengerti dengan tepat, adalah doktrin yang
paling menghibur dan menenteramkan. Siapa yang tidak lebih menghendaki
perkaranya ada dalam tangan Allah yang mempunyai kuasa, kebijaksanaan,
kekudusan dan kasih yang tidak terbatas, dari pada menyerahkannya pada nasib /
takdir, atau kebetulan, atau hukum alam yang tidak bisa dibatalkan, atau pada
diri sendiri yang cupet dan sesat? Mereka yang menolak kedaulatan Allah harus
mempertimbangkan alternatif-alternatif apa yang mereka sisakan.] - ‘The
Reformed Doctrine of Predestination’, hal 32.
IV. Providence
dan dosa
Sebelum saudara membaca pelajaran ke IV ini, saya
ingin memberikan peringatan, yaitu: jangan membaca pelajaran IV ini tanpa
melanjutkan dengan membaca pelajaran ke V, yaitu tentang ‘Providence dan kebebasan / tanggung jawab manusia’, karena hanya
mengerti dan menerima pelajaran IV tanpa mengerti dan menerima pelajaran V,
akan menjadikan saudara tersesat ke dalam pandangan Hyper-Calvinisme!
A) Rencana Allah dan dosa.
Bahwa dalam Rencana Allah juga tercakup
dosa bisa terlihat dari:
1) Dalam
pelajaran III, point A di atas sudah ditunjukkan bahwa Rencana Allah
berhubungan dengan segala sesuatu
(dalam arti kata yang mutlak), dan itu jelas berarti termasuk dosa.
2) Rencana
Allah tentang penebusan dosa oleh Kristus (1Pet 1:19-20)
menunjukkan adanya Rencana / penentuan terjadinya dosa, karena bahwa penebusan
dosa sudah ditentukan, itu jelas menunjukkan bahwa:
a) Dosa manusia yang akan ditebus oleh Kristus
itupun harus juga sudah ditentukan! Karena kalau tidak, dan tahu-tahu dosa yang
akan ditebus itu tidak terjadi, lalu apa yang akan ditebus oleh Kristus?
b) Pembunuhan / penyaliban yang dilakukan terhadap
Kristus, yang jelas merupakan suatu dosa yang sangat hebat, jelas juga sudah
ada dalam Rencana Allah.
Kis 2:23 - “Dia yang
diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh
oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.”.
KJV: “Him, being delivered by the
determinate counsel and foreknowledge of
God, ye have taken, and by wicked hands have crucified and slain:” [= Ia, yang diserahkan oleh rencana
yang tetap / tertentu dan pra-pengetahuan
Allah, telah kamu ambil, dan telah salibkan dan bunuh oleh tangan-tangan jahat:].
Calvin
(tentang Kis 2:23):
“Peter
declareth that he suffered nothing by chance, or because he wanted power to
deliver himself, but because it was so determined (and appointed) by God. For
this knowledge alone, that the death of Christ was ordained by the eternal
counsel of God, did cut off all occasion of foolish and wicked cogitation’s,
and did prevent all offenses which might otherwise be conceived.” [= Petrus menyatakan bahwa Ia tak menderita apapun
oleh kebetulan, atau karena Ia kekurangan kuasa untuk membebaskan diriNya
sendiri, tetapi karena itu ditentukan begitu (dan
ditetapkan) oleh Allah. Karena pengetahuan ini saja, bahwa kematian
Kristus ditentukan oleh rencana kekal Allah, menghentikan
semua penyebab dari pemikiran bodoh dan jahat, dan menghalangi semua batu
sandungan yang, jika ini tak ada, bisa dimengerti.].
Calvin
(tentang Kis 2:23):
“For we must know this, that God doth decree nothing in vain
or rashly; whereupon it followeth that there was just cause for which he would
have Christ to suffer. The same knowledge of God’s providence is a step to
consider the end and fruit of Christ’s death. For this meeteth us by and by in
the counsel of God, that the just was delivered for our sins, and that his
blood was the price of our death.”
[= Karena kita harus mengetahui hal ini, bahwa Allah tidak menentukan apapun
dengan sia-sia atau dengan gegabah / sembrono; dan karena itu di sana ada alasan yang
benar untuk mana Ia mau Kristus menderita. Pengetahuan yang sama tentang
Providensia Allah adalah suatu langkah untuk mempertimbangkan tujuan dan buah dari kematian Kristus. Karena ini
segera datang kepada kita dalam rencana Allah, bahwa Orang Benar diserahkan untuk dosa-dosa kita, dan bahwa darahNya adalah
harga dari kematian kita.].
Calvin
(tentang Kis 2:23):
“Peter doth teach that God did not only foresee that which
befell Christ, but it was decreed by him. ... Therefore, it belongeth to God
not only to know before things to come, but of his own will to determine what
he will have done.” [= Petrus
mengajar bahwa Allah bukan hanya melihat lebih dulu
apa terjadi pada Kristus, tetapi itu ditetapkan olehNya. ... Karena
itu, Allah bukan hanya tahu sebelumnya tentang
hal-hal yang akan datang, tetapi dari kehendakNya sendiri menentukan apa yang
akan Ia lakukan.].
Kis 4:27-28 - “(27) Sebab
sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini
Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel
melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan
dari semula oleh kuasa dan kehendakMu.”.
Kis 4:28
(KJV): ‘For to do whatsoever thy hand and thy counsel determined
before to be done.’ [= Untuk melakukan
apapun yang tanganMu dan RencanaMu tentukan sebelumnya untuk terjadi /
dilakukan.].
Calvin
(tentang Kis 4:28):
“Those men which do acknowledge the foreknowledge of God
alone, and yet confess not that all things are done as it pleaseth him, are
easily convict by these words, That God hath appointed before that thing to be
done which was done. Yea, Luke being not contented with the word ‘counsel,’ addeth also ‘hand,’ improperly, yet to the end he might the
more plainly declare that the events of things are not only governed by the counsel
of God, but that they are also ordered by his power and hand.” [= Orang-orang itu yang mengakui hanya pra
pengetahuan Allah saja, tetapi tidak mengakui bahwa segala sesuatu dilakukan /
terjadi karena itu menyenangkan Dia, dengan mudah dinyatakan bersalah oleh
kata-kata ini, Bahwa Allah sebelumnya telah menetapkan hal yang terjadi itu
untuk terjadi. Ya, karena Lukas tidak puas dengan kata ‘rencana’, ia
menambahkan juga ‘tangan’, secara tidak tepat,
tetapi dengan tujuan supaya ia bisa dengan lebih jelas menyatakan bahwa
peristiwa-peristiwa dari hal-hal tidak hanya diperintah oleh rencana Allah,
tetapi bahwa mereka juga diatur oleh kuasa dan tanganNya.].
Catatan: Calvin mengatakan ‘improperly’ [= secara tidak benar] mungkin karena tangan / kuasa
Allah bukan menetapkan tetapi melaksanakan ketetapan itu.
Charles Hodge: “The
crucifixion of Christ was beyond doubt foreordained of God. It was, however,
the greatest crime ever committed. It is therefore beyond all doubt the
doctrine of the Bible that sin is foreordained.” [= Penyaliban Kristus tidak
diragukan lagi ditentukan lebih dulu oleh Allah. Tetapi itu adalah tindakan
kriminal terbesar yang pernah dilakukan. Karena itu tidak perlu diragukan lagi
bahwa dosa ditentukan lebih dulu merupakan doktrin / ajaran dari Alkitab.] - ‘Systematic
Theology’, vol I, hal 544.
Charles Hodge: “it is utterly
irrational to contend that God cannot foreordain sin, if He foreordained (as no
Christian doubts) the crucifixion of Christ.” [= adalah sama sekali tidak
rasionil untuk berpendapat bahwa Allah tidak bisa menentukan dosa, jika Ia
menentukan (seperti yang tidak ada orang kristen yang meragukan) penyaliban
Kristus.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 547.
3) Dosa
/ kejatuhan Adam mempunyai 3 kemungkinan:
a) Adam
ditentukan untuk tidak jatuh.
Kemungkinan ini harus dibuang, karena
kalau Adam direncanakan untuk tidak jatuh, maka ia pasti tidak jatuh (ingat
bahwa Rencana Allah tidak bisa gagal - lihat pelajaran II, point B,C di atas).
Kalau Adam ditentukan tidak jatuh, dan
dalam faktanya ia jatuh, maka itu berarti rencana Allah gagal, dan itu
bertentangan frontal dengan Ayub 42:2.
Ayub 42:2
- “‘Aku tahu, bahwa Engkau sanggup
melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencanaMu yang gagal.”.
b) Allah
tidak merencanakan apa-apa tentang hal itu.
Ini juga tidak mungkin karena kalau
Allah mempunyai Rencana / kehendak tentang hal-hal yang remeh / tidak berarti
seperti jatuhnya burung pipit ke bumi atau rontoknya rambut kita (bdk. Mat
10:29-30), bagaimana mungkin tentang hal yang begitu besar dan penting, yang
menyangkut kejatuhan dari ciptaanNya yang tertinggi, Ia tidak mempunyai
Rencana?
c) Allah memang merencanakan / menetapkan
kejatuhan Adam ke dalam dosa.
Inilah satu-satunya kemungkinan yang
tertinggal, dan inilah satu-satunya kemungkinan yang benar, dan ini menunjukkan
bahwa dosa sudah ada dalam Rencana Allah.
Jerome Zanchius: “That he fell
in consequence of the Divine decree we prove thus: God was either willing that
Adam should fall, or unwilling, or indifferent about it. If God was unwilling
that Adam should transgress, how came it to pass that he did? ... Surely, If
God had not willed the fall, He could, and no doubt would, have prevented it;
but He did not prevent it: ergo, He willed it. And if he willed it, He
certainly decreed it, for the decree of God is nothing else but the seal and
ratification of His will. He does nothing but what He decreed, and He decreed
nothing which He did not will, and both will and decree are absolutely eternal,
though the execution of both be in time. The only way to evade the force of
this reasoning is to say that ‘God was indifferent and unconcerned whether man
stood or fell’. But in what a shameful, unworthy light does this represent the
Deity! Is it possible for us to imagine that God could be an idle, careless
spectator of one of the most important events that ever came to pass? Are not
‘the very hairs of our head are numbered’? Or does ‘a sparrow fall to the
ground without our heavenly Father’? If, then, things the most trivial and
worthless are subject to the appointment of His decree and the control of His
providence, how much more is man, the masterpiece of this lower creation?” [= Bahwa ia (Adam) jatuh sebagai akibat dari ketetapan ilahi
kami buktikan demikian: Allah itu atau menghendaki Adam
jatuh, atau tidak menghendaki, atau acuh tak acuh / tak peduli tentang hal itu. Jika Allah tidak menghendaki Adam melanggar, bagaimana
mungkin ia melanggar? ... Tentu saja, jika Allah tidak menghendaki kejatuhan
itu, Ia bisa, dan tidak diragukan Ia akan mencegahnya; tetapi Ia tidak
mencegahnya: jadi, Ia menghendakinya. Dan jika
Ia menghendakinya, Ia pasti menetapkannya, karena ketetapan Allah tidak lain
adalah meterai dan pengesahan kehendakNya. Ia tidak melakukan apapun kecuali
apa yang telah Ia tetapkan, dan Ia tidak menetapkan apapun yang tidak Ia
kehendaki, dan baik kehendak maupun ketetapan adalah kekal secara mutlak,
sekalipun pelaksanaan keduanya ada dalam waktu. Satu-satunya
cara untuk menghindarkan kekuatan dari pemikiran ini adalah dengan mengatakan
bahwa ‘Allah bersikap acuh tak acuh dan tidak peduli apakah manusia itu jatuh
atau tetap berdiri’. Tetapi alangkah memalukan dan tak berharganya terang
seperti ini dalam menggambarkan Allah! Mungkinkah bagi kita untuk membayangkan
bahwa Allah bisa menjadi penonton yang malas dan tak peduli terhadap salah satu
peristiwa yang terpenting yang akan terjadi? Bukankah ‘rambut kepala kita
dihitung’? Atau apakah ‘seekor burung pipit jatuh ke tanah tanpa Bapa surgawi
kita’? Jika hal-hal yang paling remeh dan tak
berharga tunduk pada penentuan ketetapanNya dan pada kontrol dari
providensiaNya, betapa lebih lagi manusia, karya terbesar dari ciptaan yang
lebih rendah ini?]
- ‘The Doctrine of Absolute
Predestination’, hal 88-89.
4) Mengingat
bahwa boleh dikatakan semua tindakan manusia bersifat dosa / mengandung dosa,
maka kalau dosa tidak tercakup dalam Rencana Allah, hanya sangat sedikit
hal-hal yang tercakup dalam Rencana Allah.
Edwin H. Palmer: “It is even
Biblical to say that God has foreordained sin. If sin was outside the plan of
God, then not a single important affair of life would be ruled by God. For what
action of man is perfectly good? All of history would then be outside of God’s
foreordination: the fall of Adam, the crucifixion of Christ, the conquest of
the Roman Empire, the battle of Hastings, the Reformation, the French
Revolution, Waterloo, the American Revolution, the Civil War, two World Wars,
presidential assassinations, racial violence, and the rise and fall of nations.” [= Bahkan adalah sesuatu yang
Alkitabiah untuk mengatakan bahwa Allah telah menentukan dosa lebih dulu. Jika dosa ada di luar rencana Allah, maka tidak ada satupun
peristiwa kehidupan yang penting yang diperintah / dikuasai / diatur oleh
Allah. Karena tindakan apa dari manusia yang baik secara sempurna?
Seluruh sejarah juga akan ada di luar penentuan lebih dulu dari Allah:
kejatuhan Adam, penyaliban Kristus, penaklukan kekaisaran Romawi, pertempuran
Hastings, Reformasi, Revolusi Perancis, Waterloo, Revolusi Amerika, Perang
saudara Amerika, kedua perang dunia, pembunuhan presiden, kejahatan / kekejaman
rasial, dan bangkitnya dan jatuhnya bangsa-bangsa.] - ‘The
Five Points of Calvinism’, hal 82.
Edwin H. Palmer: “If sin were
outside of God’s decree, then very little would be included in this decree. All
the great empires would have been outside of God’s eternal, determinative
decrees, for they were built on greed, hate, and selfishness, not for the glory
of the Triune God. Certainly the following rulers, who influenced world history
and countless numbers of lives, did not carry out the expansion of their
empires for the glory of God: Pharaoh, Nebuchadnezzar, Cyrus, Alexander the
Great, Ghenghis Khan, Caesar, Nero, Charles V, Henry VIII, Napoleon, Bismarck,
Hitler, Stalin, Hirohito. If sin were beyond the foreordination of God, then
not only were these vast empires and their events outside God’s plan, but also
all the little daily events of every non Christians are outside of God’s power.
For whatever is not done to the glory of the Christian God and out of faith in
Jesus Christ is sin. ... The acts of the Christian are not perfect - even after
he is born again and Christ is living in him. Sin still clings to him; he is
not perfect until he is in heaven. For example, he does not love God with all
of his heart, mind, and soul, nor does he truly love his neighbor as himself.
Even his most admirable deeds are colored by sin. ... if sin is outside the
decree of God, then the vast percentage of human actions - both the trivial and
the significant - are removed from God’s plan. God’s power is reduced to the
forces of nature, such as spinning of the galaxies and the laws of gravity and
entropy. Most of history is outside His control.” [= Seandainya
dosa ada di luar ketetapan Allah, maka sangat sedikit yang termasuk dalam
ketetapan ini. Semua kekaisaran yang besar akan ada di luar
ketetapan Allah yang kekal dan bersifat menentukan, karena mereka dibangun pada
keserakahan, kebencian, dan keegoisan, bukan untuk kemuliaan Allah Tritunggal.
Pasti pemerintah-pemerintah di bawah ini, yang mempengaruhi sejarah dunia dan
tak terhitung banyaknya jiwa, tidak melakukan perluasan kekaisaran mereka untuk
kemuliaan Allah: Firaun, Nebukadnezar, Koresy, Alexander yang Agung, Jengggis
Khan, (Yulius) Caesar, Nero, Charles V, Henry VIII, Napoleon, Bismarck, Hitler,
Stalin, Hirohito. Seandainya dosa ada di luar penentuan lebih dulu dari Allah,
maka bukan saja kekaisaran-kekaisaran yang luas ini dan semua peristiwa yang
berhubungan dengan mereka ada di luar rencana Allah, tetapi juga semua
peristiwa sehari-hari yang remeh dari setiap orang non Kristen ada di luar
kuasa Allah. Karena apapun yang tidak dilakukan bagi kemuliaan Allah Kristen
dan di luar iman dalam Yesus Kristus adalah dosa. ... Tindakan-tindakan dari
orang Kristenpun tidak sempurna - bahkan setelah ia dilahirkan kembali dan
Kristus hidup dalam dia. Dosa tetap melekat padanya; ia tidak sempurna sampai
ia ada di surga. Misalnya, ia tidak mengasihi Allah dengan segenap hati,
pikiran, dan jiwanya, juga ia tidak sungguh-sungguh mengasihi sesamanya seperti
dirinya sendiri. Bahkan tindakan-tindakannya yang paling mengagumkan / terpuji
diwarnai oleh dosa. ... jika dosa ada di luar
ketetapan Allah, maka sebagian besar dari tindakan-tindakan manusia - baik yang
remeh maupun yang penting - dikeluarkan dari rencana Allah. Kuasa Allah direndahkan sampai pada kekuatan-kekuatan alam,
seperti menggerakkan galaxy dan hukum-hukum gravitasi dan entropi. Bagian terbesar dari sejarah ada di luar kontrolNya.] - ‘The
Five Points of Calvinism’, hal 97,98.
Catatan: entropy / entropi = uk uran / takaran dari peru bahan dalam alam semesta yang
bergerak dari keteraturan menjadi kekacauan.