ALLAH TRITUNGGAL(12)-Ulangan 6:4
Oleh:Pdt.Budi Asali, M.Div.
4. Komentar
para penafsir tentang Ulangan 6:4.
a. Matthew Henry.
Matthew Henry (tentang Ulangan 6:4-5): “Here
is, I. A brief summary of religion, containing
the first principles of faith and obedience, v. 4,5.
... 1. What we are here taught to believe concerning God: ... That he is the
one only living and true God; he only is God, and he is but one. The
firm belief of this self-evident truth would effectually arm them against all idolatry, which was introduced by that
fundamental error, that there are gods many.
It is past dispute that there is one God, and there
is no other but he, Mark 12:32.” [= Di sini ada,
I. Suatu ringkasan singkat tentang agama, mencakup / berisikan prinsip-prinsip
pertama dari iman dan ketaatan, ay 4,5. ... 1. Apa yang di sini kita diajar
untuk percaya berkenaan dengan Allah: ... Bahwa
Ia adalah satu-satunya Allah yang
hidup dan benar; hanya Dia adalah Allah, dan Ia hanya satu. Kepercayaan yang teguh tentang kebenaran yang jelas ini akan
mempersenjatai mereka terhadap semua penyembahan berhala, yang diperkenalkan
oleh kesalahan dasar itu, bahwa di sana
ada banyak allah. Merupakan sesuatu yang
sudah tak diperdebatkan bahwa di sana ada satu Allah, dan di sana tidak ada
yang lain kecuali Dia, Mark 12:32.].
Mark 12:29-32 - “(29) Jawab
Yesus: ‘Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai
orang Israel ,
Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa. (30) Kasihilah Tuhan, Allahmu,
dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu
dan dengan segenap kekuatanmu. (31) Dan hukum yang kedua ialah: Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Tidak ada hukum lain yang lebih utama
dari pada kedua hukum ini.’ (32) Lalu kata ahli Taurat itu kepada Yesus: ‘Tepat
sekali, Guru, benar kataMu itu, bahwa Dia esa, dan
bahwa tidak ada yang lain kecuali Dia.”.
Memang dimanapun dalam Alkitab ditekankan bahwa hanya ada satu Allah,
maka ini tujuannya adalah menentang polytheisme / kepercayaan kepada banyak
allah / dewa, bukan menentang doktrin Allah Tritunggal.
Matthew Henry (tentang Ulangan 6:4-5): “Some
have thought there is here a plain intimation of the trinity of persons in the
unity of the Godhead; for here is the name of God three times, and yet all
declared to be one.” [= Sebagian / beberapa orang telah
berpikir bahwa di sini ada suatu isyarat yang jelas tentang Tritunggal dari
pribadi-pribadi dalam kesatuan dari Allah; karena di
sini ada nama Allah tiga kali, tetapi semua dinyatakan sebagai satu.].
Ulangan 6:4-5 - “(4) Dengarlah, hai orang Israel :
TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!
(5) Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.”.
b. Adam Clarke.
Adam Clarke mengatakan bahwa orang-orang Yahudi ini
dalam melakukan pengakuan iman ini, mengulang kata EKHAD ini dengan sangat keras
sampai beberapa menit. Ia lalu melanjutkan dengan berkata sebagai berikut:
Adam Clarke (tentang Ul 6:4): “this I suppose
they do to vent a little of their spleen against the Christians, for they
suppose the latter hold three Gods, because of their doctrine of the Trinity;
but all
their skill and cunning can never prove that there is not a plurality expressed
in the word אֱלֹהֵ֖ינוּ / 'Eloheeynuw, which is
translated ‘our God’; and were the Christians, when reading
this verse, to vociferate אֱלֹהֵ֖ינוּ / 'Eloheeynuw for several
minutes as the Jews do achad, it
would apply more forcibly in the way of conviction to the Jews of the plurality
of persons in the Godhead, than the word 'achad,
of one, against any pretended false tenet of Christianity, as every Christian
receives the doctrine of the unity of God in the most conscientious manner. Some Christians
have joined the Jews against this doctrine, and some have even outdone them,
and have put themselves to extraordinary pains to prove that 'Elohiym is a noun of the singular
number! This has not yet been proved. It would be as easy to prove that there
is no plural in language.” [= ini saya duga
mereka lakukan untuk menyatakan sedikit dari khayalan mereka terhadap /
menentang kekristenan, karena mereka menganggap bahwa yang belakangan ini
mempercayai tiga Allah, karena doktrin mereka tentang Tritunggal; tetapi semua keahlian dan
kecerdikan mereka tidak pernah dapat membuktikan bahwa tidak ada kejamakan yang
dinyatakan dalam kata ELOHEYNU, yang diterjemahkan
‘Allah kita’; dan
seandainya orang-orang Kristen, pada waktu membaca ayat ini, meneriakkan אֱלֹהֵ֖ינוּ / 'Eloheeynuw
selama beberapa menit seperti yang orang-orang Yahudi lakukan dengan kata
EKHAD, itu akan memberikan pembuktian dengan lebih kuat kepada orang-orang
Yahudi tentang kejamakan pribadi dalam diri Allah, dari pada kata EKHAD,
‘satu’, terhadap ajaran palsu apapun yang diclaim tentang kekristenan, karena setiap
orang Kristen menerima doktrin tentang kesatuan Allah dalam cara yang paling
ketat. Sebagian
orang-orang Kristen telah bergabung dengan orang-orang Yahudi menentang doktrin
ini (doktrin
Allah Tritunggal), dan bahkan
sebagian mengalahkan orang-orang Yahudi itu, dan berusaha mati-matian untuk
membuktikan bahwa ELOHIM adalah sebuah kata benda tunggal! Ini tidak pernah
terbukti. Adalah lebih mudah membuktikan bahwa tidak ada bentuk jamak dalam
bahasa.].
c. Jamieson,
Fausset & Brown.
Jamieson, Fausset &
Brown (tentang Ul 6:4): “‘Hear, O Israel :
The Lord our God is one Lord’ - or, as the words may
perhaps be better translated, ‘Hear, O Israel : Yahweh is our God (Elohim,
plural), Yahweh alone.’ {The Septuagint has: kurios
ho Theos heemoon kurios heis estin (cf. Zech 14:9).} The basis of their
religion was an acknowledgment of the unity of God with the understanding, and
the love of God in the heart (Deut 6:4-5).” [= ‘Dengarlah, hai Israel : Tuhan Allah kita adalah satu Tuhan’ -
atau, sebagaimana kata-kata itu mungkin bisa diterjemahkan dengan lebih baik,
‘Dengarlah hai Israel :
Yahweh adalah Allah (ELOHIM,
bentuk jamak) kita, satu-satunya Yahweh’. {Septuaginta menuliskan: kurios ho Theos heemoon kurios
heis estin (bdk. Zakh 14:9).} Dasar dari agama
mereka adalah suatu pengakuan tentang kesatuan Allah dengan pengertian, dan
kasih kepada Allah dalam hati (Ul 6:4-5).].
Catatan:
dalam buku fisiknya bukan ditulis ‘Yahweh’ tetapi ‘Jehovah’.
d. Albert Bar nes.
Barnes’ Notes (tentang Ul
6:4): “These
words form the beginning of what is termed the ‘Shema’ (‘Hear’) in the Jewish
Services, and belong to the daily morning and evening office. They may be
called ‘the creed of the Jews.’ This weighty text contains far more than a mere
declaration of the unity of God as against polytheism; or of the sole authority
of the revelation that He had made to Israel as against other pretended
manifestations of His will and attributes. It asserts that the Lord God of Israel
is absolutely God, and none other. He, and He alone, is Jehovah (Yahweh) the
absolute, uncaused God; the One who had, by His election of them, made Himself
known to Israel.” [=
Kata-kata ini membentuk permulaan dari apa yang disebut ‘SHEMA’ (‘Dengarlah’)
dalam kebaktian-kebaktian Yahudi, dan termasuk dalam upacara harian pagi dan
sore. Kata-kata itu bisa disebut ‘pengakuan iman dari orang-orang Yahudi’. Tex t yang sangat berpengaruh ini mengandung jauh lebih
banyak dari pada semata-mata suatu pernyataan tentang kesatuan Allah yang
menentang politheisme; atau tentang otoritas satu-satunya dari wahyu yang telah
Ia buat kepada Israel
bertentangan dengan manifestasi-manifestasi palsu yang lain tentang kehendak
dan atribut-atributNya. Itu menegaskan bahwa
Tuhan Allah dari Israel
adalah Allah secara mutlak, dan tidak ada yang lain. Ia, dan hanya Ia sendiri,
adalah Yehovah (Yahweh) Allah yang mutlak, dan tidak mempunyai penyebab;
seseorang yang oleh pemilihanNya tentang mereka, telah menyatakan diriNya sendiri
kepada Israel . ].
e. Keil &
Delitzsch.
Keil & Delitzsch (tentang Ul 6:4): “‘Jehovah our God is one Jehovah.’ This does not mean ‘Jehovah is one God, Jehovah alone’
(Abenezra), for in that case יְהֹוָה
לְבַדֹּו (YEHOVAH LEBADO) would be used instead of יְהֹוָה אֶחָד (YEHOVAH
EKHAD); still less ‘Jehovah our God, namely, Jehovah is one’ (J. H.
Michaelis). יְהֹוָה אֶחָד together form the predicate of the
sentence. The idea is not, Jehovah our God is ‘one (the only) God,’ but ‘one (or the only) Jehovah:’ ... Hence what is predicated here of Jehovah (Jehovah one)
does not relate to the unity of God, but simply states that it is to Him alone
that the name Jehovah rightfully belongs, that He is the one absolute God, to
whom no other Elohim can be compared. This is also the meaning of the same
expression in Zech. 14:9, where the words added, ‘and His name one,’ can only
signify that in the future Jehovah would be acknowledged as the one absolute
God, as King over all the earth.” [= ‘Yehovah Allah kita adalah satu Yehovah’. Ini tidak
berarti ‘Yehovah adalah satu Allah, Yehovah saja’ (Abenezra), karena dalam
kasus itu יְהֹוָה לְבַדֹּו (YEHOVAH LEBADO) akan digunakan dan
bukannya יְהֹוָה אֶחָד (YEHOVAH EKHAD); dan lebih-lebih bukan ‘Yehovah Allah
kita, artinya, Yehovah adalah satu’ (J. H. Michaelis). יְהֹוָה אֶחָד (Yehovah EKHAD) bersama-sama membentuk predikat dari kalimat itu. Gagasannya bukanlah,
Yehovah Allah kita adalah ‘satu (satu-satunya) Allah’, tetapi ‘satu (atau
satu-satunya) Yehovah’: ... Jadi apa yang dinyatakan di sini tentang Yehovah
(Yehovah satu) tidak berhubungan dengan ketritunggalan Allah, tetapi hanya /
sekedar menyatakan bahwa adalah bagi Dia saja nama Yehovah itu dimiliki secara
benar, bahwa Ia adalah satu Allah yang mutlak, dengan siapa tak ada ELOHIM lain
bisa dibandingkan. Ini juga
merupakan arti dari ungkapan yang sama dalam Zakh 14:9, dimana ditambahkan
kata-kata, ‘dan namaNya satu’, hanya bisa berarti bahwa pada masa yang akan
datang Yehovah akan diakui sebagai satu Allah yang mutlak, sebagai Raja atas
seluruh bumi.].
Zakh 14:9 - “Maka TUHAN akan menjadi Raja atas seluruh bumi; pada waktu itu TUHAN adalah satu-satunya dan namaNya satu-satunya.”.
Keil & Delitzsch (tentang Ul 6:4): “This clause not merely precludes polytheism,
but also syncretism, which
reduces the one absolute God to a national deity, a Baal (Hos. 2:18), and in fact every form of theism and deism, which
creates for itself a supreme God according to philosophical abstractions and
ideas.” [=
Anak kalimat ini tidak semata-mata membuang /
mencegah politheisme, tetapi juga sinkretisme, yang merendahkan satu
Allah yang mutlak menjadi seorang allah nasional, seorang Baal (Hos 2:18), dan sebetulnya setiap bentuk dari theisme dan deisme,
yang menciptakan untuk dirinya sendiri seorang Allah yang terbesar / tertinggi
sesuai dengan hal-hal yang abstrak dan gagasan-gagasan yang bersifat filsafat.].
Hos 2:15-19 - “(15) Maka pada waktu itu,
demikianlah firman TUHAN, engkau akan memanggil Aku: Suamiku, dan tidak lagi
memanggil Aku: Baalku! (16) Lalu Aku menjauhkan nama para Baal dari mulutmu,
maka nama mereka tidak lagi disebut. (17) Aku akan mengikat perjanjian bagimu
pada waktu itu dengan binatang-binatang di padang dan dengan burung-burung di udara, dan
binatang-binatang melata di muka bumi; Aku akan meniadakan busur panah, pedang
dan alat perang dari negeri, dan akan membuat engkau berbaring dengan tenteram.
(18) Aku akan menjadikan engkau isteriKu untuk selama-lamanya dan Aku akan
menjadikan engkau isteriKu dalam keadilan dan kebenaran, dalam kasih setia dan
kasih sayang. (19) Aku akan menjadikan engkau isteriKu dalam kesetiaan,
sehingga engkau akan mengenal TUHAN.”.
Catatan: saya tak mengerti mengapa ayat ini dijadikan
referensi olehnya.
f. John
Walvoord.
Bible Knowledge Commentary (tentang Ul 6:4): “This verse has been called the Shema, from the Hebrew word translated
‘Hear.’ The statement in this verse is the basic confession of faith in
Judaism. The verse means that ‘the LORD’ (Yahweh) is totally unique. He alone
is ‘God.’ The Israelites could therefore have a sense of security that was
totally impossible for their polytheistic neighbors. The ‘gods’ of the ancient
Near East rarely were thought of as acting in harmony. Each god was unpredictable
and morally capricious. So a pagan worshiper could never be sure that his
loyalty to one god would serve to protect him from the capricious wrath of
another. The monotheistic doctrine of the Israelites lifted them out of this
insecurity since they had to deal with only one God, who dealt with them by a
revealed consistent righteous standard. This confession of monotheism does not
preclude the biblical doctrine of the Trinity. ‘God’
is plural (ELOHIM), possibly implying the Trinity, and ‘one’ (EKHAD) may
suggest a unity of the Persons in the Godhead (cf. Gen 2:24, where the same
word for ‘one’ is used of Adam and Eve).” [= Ayat ini
telah disebut SHEMA, dari kata Ibrani yang diterjemahkan ‘Dengarlah’.
Pernyataan dalam ayat ini adalah pengakuan iman dasar dalam Yudaisme. Ayat itu
berarti bahwa ‘TUHAN’ (Yahweh) adalah unik secara total. Hanya Dia adalah
‘Allah’. Karena itu orang-orang Israel
bisa mempunyai suatu perasaan aman yang adalah mustahil secara total untuk
tetangga-tetangga mereka yang percaya banyak allah. ‘allah-allah / dewa-dewa’
dari Timur Dekat kuno jarang dipikirkan sebagai bertindak secara harmonis.
Setiap allah / dewa tak bisa diramalkan dan plin plan / berubah-ubah secara
moral. Maka seorang penyembah kafir tidak pernah bisa yakin bahwa kesetiaannya
kepada satu allah / dewa akan berfungsi untuk melindungi dia dari murka yang
plin plan dari allah / dewa yang lain. Doktrin monotheistik dari orang-orang Israel
mengangkat mereka keluar dari ketidak-amanan ini karena mereka harus berurusan
dengan hanya satu Allah, yang menangani mereka dengan suatu standard kebenaran
konsisten yang dinyatakan. Pengakuan monotheistik ini tidak membuang doktrin
Alkitabiah tentang Tritunggal. ‘Allah’ adalah jamak
(ELOHIM), mungkin menunjuk secara implicit pada Tritunggal, dan ‘satu’ / ‘esa’
(EKHAD) bisa mengusulkan suatu kesatuan dari Pribadi-pribadi dalam Allah (bdk.
Kej 2:24, dimana kata yang sama untuk ‘satu’ digunakan tentang Adam dan Hawa).].
Catatan: dari semua buku
tafsiran yang saya gunakan dalam mempelajari Ul 6:4 ini, hanya penafsir
ini yang menggunakan kata EKHAD sebagai dasar dari doktrin Allah Tritunggal.
g. Calvin (tentang Ul 6:4): “‘Hear, O Israel .’
When Moses proclaims that God is One, the statement is not
confined to His sole essence, which is incomprehensible, but must be also
understood of His power and glory, which had been manifested to the people; as
though he had said, that they would be guilty of rebellion unless they abode in
the One God, who had laid them under such obligations to Himself. Therefore he
not only calls him Jehovah, but at the same time infers that He is the God of
that people whom he addresses, ‘Thy God.’ Thus all other deities are brought to
nought, and the people are commanded to fly and detest whatever withdraws their
minds from the pure knowledge of Him; for although His name may be left to Him,
still He is stripped of His majesty, as soon as He is mixed up with a multitude
of others. Thus He says by Ezekiel, (Ezekiel 20:39,) ‘Go ye, serve ye every one
his idols;’ in which words He not only repudiates all mixed worship, but
testifies that He would rather be accounted nothing than not be worshipped
undividedly. The orthodox Fathers aptly used this passage against the Arians;
because, since Christ is everywhere called God, He is undoubtedly the same
Jehovah who declares Himself to be the One God; and this is asserted with the
same force respecting the Holy Spirit.” [= ‘Dengarlah, hai Israel ’. Pada waktu Musa
memproklamirkan bahwa Allah adalah Satu, pernyataan ini tidak dibatasi pada
satu-satunya hakekatNya, yang tidak bisa dimengerti, tetapi harus juga
dimengerti tentang kuasa dan kemuliaanNya, yang telah dinyatakan kepada bangsa
itu; seakan-akan ia telah mengatakan, bahwa mereka akan bersalah tentang
pemberontakan kecuali mereka tinggal dalam Allah yang Satu itu, yang telah
meletakkan mereka di bawah kewajiban-kewajiban seperti itu kepada DiriNya
sendiri. Karena itu ia bukan hanya menyebutNya Yehovah, tetapi pada saat yang
sama menyatakan secara implicit bahwa Ia adalah Allah dari bangsa itu yang ia
sebut, ‘Allahmu’. Jadi semua allah-allah / dewa-dewa lain dibawa pada
kenihilan, dan bangsa itu diperintahkan untuk lari dan membenci apapun yang
menarik pikiran mereka dari pengenalan yang murni tentang Dia; karena sekalipun
namaNya bisa dibiarkan / ditinggalkan kepadaNya, tetap Ia dilucuti dari
keagunganNya, begitu Ia dicampur dengan banyak allah / dewa yang lain. Maka Ia
berkata oleh Yehezkiel, (Yeh 20:39), ‘Pergilah kamu, beribadahlah kamu
masing-masing kepada berhalanya’; dalam kata-kata mana Ia bukan hanya menolak
semua penyembahan campuran, tetapi juga menyaksikan bahwa Ia lebih memilih
untuk dianggap tidak ada dari pada tidak disembah secara tidak terpecah. Bapa-bapa
ortodox sering menggunakan tex t
ini terhadap pengikut-pengikut Arianisme; karena, karena Kristus dimana-mana
disebut Allah, tak diragukan Ia adalah Yehovah yang sama yang menyatakan
DiriNya sendiri sebagai Satu Allah; dan ini ditegaskan dengan kekuatan yang
sama berkenaan dengan Roh Kudus.].
Yeh 20:39a - “Hai kamu, kaum Israel , beginilah firman Tuhan
ALLAH, biarlah masing-masing pergi beribadah kepada berhala-berhalanya.”.
h. Matthew Poole (tentang Ul
6:4): “One in essence, and the only object of our worship.” [= Satu dalam hakekat, dan satu-satunya
obyek penyembahan kita.].
i. Theological
Wordbook of the Old Testament (tentang kata ECHAD): “Some
scholars have felt that, though ‘one’ is singular, the usage of the word allows
for the doctrine of the Trinity. While it is true that this
doctrine is foreshadowed in the ot,
the verse concentrates on the fact that there is one God and that Israel
owes its exclusive loyalty to him (Deut 5:9; 6:5).” [= Beberapa / sebagian sarjana telah merasa bahwa, sekalipun
‘satu’ ada dalam bentuk tunggal, penggunaan kata itu mengijinkan untuk doktrin
tentang Tritunggal. Sekalipun adalah
benar bahwa doktrin ini diberi bayangan lebih dulu dalam PL, ayat itu
berkonsentrasi pada fakta bahwa di sana ada satu
Allah dan bahwa Israel
berhutang kesetiaan yang exklusif kepadaNya (Ul 5:9; 6:5).] - hal 30 (no 61).
Ul 5:8-9 - “(8) Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun
yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di
dalam air di bawah bumi. (9) Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah
kepadanya, sebab Aku, TUHAN Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang
membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya dan kepada keturunan yang ketiga
dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku,”.
Ul 6:4-5 - “(4) Dengarlah, hai orang Israel : TUHAN itu Allah kita, TUHAN
itu esa! (5) Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.”.
j. P.
C. Craigie.
Peter. C. Craigie (tentang Ul 6:4): “‘Hear, O Israel’ - see also
5:1, where the same phrase opens the chapter containing the Decalog, just as
here the words introduce a major and important part of Moses’ address. ‘The Lord our God is
one Lord.’ The Hebrew at this point can be rendered in a number of
different ways, and it is possible that ‘one’ is intended as a name or title of
God: C. H. Gordon has suggested the rendering, ‘Yahweh is our God,
Yahweh is One.’ These words, which have been called the fundamental
monotheistic dogma of the OT, have both practical and theological implications.
The Israelites had already discovered the practical implications when they
celebrated the Exodus in song: ‘Who is like you, O Lord, among the gods?’
(Exod. 15:11), a rhetorical question inviting a negative response - there were
no gods like the Lord! In the Exodus, the Israelites had discovered the
uniqueness of their God and that the Egyptian ‘gods’ could do nothing to stop
the Lord’s people leaving Egypt .
It was because they had experienced the living presence of their God in history
that the Israelites could call the Lord our God. Thus the
oneness and reality of the Lord were practical knowledge to the people. But
there were also theological implications and the context of this verse
indicates its source as a direct revelation from God (v. 1). The word expresses not only the ‘uniqueness’ but also the ‘unity’ of God. As one God (or the ‘Unique’), when he
spoke there was no other to contradict; when he promised, there was no other to
revoke that promise; when he warned, there was no other to provide refuge from
that warning. He was not merely first among the gods, as Baal in the Canaanite
pantheon, Amon-Re in Egypt, or Marduk in Babylon; he was the one and only God
and as such he was omnipotent. It was
this all-powerful Unique God who imposed on Israel the charge to love him,
thereby revealing another aspect of his character.” [= Bahasa Ibraninya di titik ini bisa diterjemahkan
dalam sejumlah cara yang berbeda, dan adalah mungkin bahwa ‘satu’ dimaksudkan
sebagai suatu nama atau gelar dari Allah: ... Kata itu menyatakan bukan hanya ‘keunikan’ tetapi juga
‘kesatuan’ dari Allah. Sebagai satu Allah (atau Yang ‘Unik’), pada waktu Ia
berbicara tidak boleh ada yang lain yang menentang; pada waktu Ia berjanji,
tidak ada yang lain yang membatalkan janji itu; pada waktu Ia memperingatkan,
tidak ada yang lain yang menyediakan perlindungan dari peringatan itu. Ia
bukannya semata-mata yang pertama di antara allah-allah / dewa-dewa, seperti
Baal dalam kumpulan dewa-dewa Kanaan, Amon-Re di Mesir, atau Marduk di
Babilonia; Ia adalah satu-satunya Allah dan sebagai Allah seperti itu Ia adalah
maha kuasa.] - ‘The
New International Commentary On The New Testament’.
Catatan:
saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi.
k. J.
A. Thompson.
J. A. Thompson (tentang Ul 6:4): “‘Hear, O Israel .’ Israel
is invited to respond to Yahweh with the same fullness of love that Yahweh
displayed towards his people. In the New Testament verse 5 is described by
Jesus as the first and great commandment (Matt. 22:36–38. Cf. Mark 12:29–34;
Luke 10:27, 28). This small section (4–9) has been known to the Jews for many
centuries as the ‘Shema’ (Heb., ‘Hear’) and has been recited along with 11:13–21 and Numbers
15:37–41 as a daily prayer. The reference to the binding of God’s laws on one’s
forehead is discussed under 6:8. The prescription of verse 4 has sometimes been
regarded as the positive way of expressing the negative commands of the first
two commandments of the decalogue (5:7–10). This central confession of faith
consists of only four words, ‘Yahweh, our God, Yahweh, One.’ The expression has been variously understood. Possible
translations are ‘Yahweh our God, Yahweh is one’, ‘Yahweh is our God, Yahweh is
one’. ‘Yahweh is our God, Yahweh alone’. Whatever
translation is chosen the essential meaning is clear. Yahweh was to be the sole
object of Israel’s worship, allegiance and affection. The word ‘one’ or ‘alone’
implies monotheism, even if it does not state it with all the subtleties of
theological formulation. Biblical monotheism was given a practical
and existential expression which would lead to the abandonment of such views as
monolatry. Even if some in Israel
acknowledged the existence of other gods, the affirmation that Yahweh alone was
Sovereign and the sole object of Israel ’s obedience sounded the
death-knell to all views lesser than monotheism.” [= Terjemahan manapun yang dipilih, arti hakikinya
adalah jelas. Yahweh harus menjadi obyek satu-satunya dari penyembahan,
kesetiaan, dan kasih Israel .
Kata ‘satu’ atau ‘saja’ secara implicit menunjuk pada monotheisme, sekalipun
itu tidak menyatakannya dengan semua kehalusan / ketajaman dari formula
theologia.]
- ‘Tyndale Old Testament Commentaries’.
Catatan:
saya hanya menterjemahkan bagian yang saya garis-bawahi.
5. Para ahli theologia.
Calvin, Louis Berkhof, R. L. Dabney, Charles Hodge, W.
G. T. Shedd, John Murray, Herman Bavinck, Herman Hoeksema, B. B. Warfield, A.
H. Strong, tidak menggunakan perbedaan kata EKHAD dan YAKHID sebagai dasar dari
doktrin Allah Tritunggal. Ini saya cari dalam buku-buku mereka dimana mereka
membahas tentang Tritunggal, atau tentang Ul 6:4, dan saya tidak menemukan
bahwa mereka menggunakan hal ini sebagai argumentasi untuk mendukung doktrin
Allah Tritunggal. Ul 6:4 hanya digunakan untuk menunjukkan keesaan Allah, dan
tidak lebih dari itu.
Yang menggunakan argumentasi EKHAD dan YAKHID itu
untuk mendukung doktrin Allah Tritunggal adalah Lorain e Boettner, dalam bukunya ‘Studies in
Theology’.
Loraine Boettner: “Jewish Misunderstanding of the
Doctrine. The Christian
doctrine of the Trinity has been generally misunderstood among the Jewish
people, with the result that they believe we worship three Gods. To set forth
this idea and the reason for its strong hold on the Jewish people to-day we
propose to quote rather extensively from the writings of one who is in a
position to understand the problem, - from the writings of Ex-Rabbi Leopold
Cohn. Says he: "The reason that the Jews have become estranged from the
doctrine of the Triune God is found in the teachings of Moses Maimonides. He
compiled thirteen articles of faith which the Jews accepted and incorporated
into their liturgy. One of them is ‘I believe with a perfect faith that the
Creator, blessed be His name, is an absolute one’ (Hebrew, ‘Yachid’). This has been repeated daily by Jews in their prayers,
ever since the twelfth century, when Moses Maimonides lived. This expression of
an ‘absolute one’ is diametrically
opposed to the word of God which teaches with great emphasis that God is not a
‘Yachid,’ which means an only one, or an ‘absolute one,’ but ‘achid,’ which
means a united one. In
Deuteronomy 6:4 God laid down for His people a principle of faith, which is
certainly superior to that of Moses Maimonides, inasmuch as it comes from God
Himself. We read, ‘Hear O Israel, the Lord our God, the Lord is ONE,’ stressing
the sense of the phrase ‘one’ by using not ‘yachid,’ which
Moses Maimonides does, but ‘achid,’ which means a united one. "We want now to trace where these two words, ‘yachid’ and ‘achid,’ occur in
the Old Testament and in what connection and sense they are used, and thus
ascertain their true meaning. "In Genesis I we read, ‘And there was
evening and there was morning, one day.’ Here the
word ‘achid’ is used, which
implies that the evening and the morning - two separate objects - are called one, thus showing plainly that the word ‘achid’ does not mean an ‘absolute one,’ but a
united one. Then in
Genesis 2:24 we read, ‘Therefore shall a man leave his father and his mother
and shall cleave unto his wife, and they shall be one flesh.’ Here too the word ‘achid’ is used, furnishing another proof that it means a united one, referring, as it does in this case, to two separate
persons. "Now let us see in the Word of God where that expression ‘yachid,’ an ‘absolute one,’ is
found. In Genesis 22:2 God says to Abraham, ‘Take now thy son, thine only son.’ Here we read the word ‘yachid.’ The same identical word, ‘yachid,’ is repeated in the 12th verse of the same chapter. In
Psalm 25:16 it is again applied to a single person as also in Jeremiah 6:26, where
we read, ‘Make thee mourning as for an only son.’ The same
word, conveying the sense of one only, occurs in Zechariah 12:10, ‘And they
shall look upon me whom they have pierced, and they shall mourn for Him as one
mourneth for his only son.’ "Thus
we see that Moses Maimonides, with all his great wisdom and much learning, made
a serious mistake in prescribing for the Jews that confession of faith in which
it is stated that God is a ‘yachid,’ a statement
which is absolutely opposed to the Word of God. And the Jews, in blindly
following the so-called ‘second Moses’ have once more given evidence of their
old proclivities of perverting the Word of the living God. The Holy Spirit made
that serious complaint against them through Jeremiah the prophet, saying, ‘For
ye have perverted the words of the living God, of the Lord of hosts our God’
(Jer. 23:36).” [= Kesalah-pahaman Yahudi tentang
doktrin itu. Doktrin Kristen tentang Tritunggal pada umumnya telah
disalah-pahami di antara bangsa Yahudi, dengan akibat bahwa mereka percaya kita
menyembah tiga Allah. Untuk menyatakan dengan kata-kata gagasan dan alasan
untuk pegangannya yang kuat ini pada bangsa Yahudi jaman sekarang kami
mengajukan / mengusulkan untuk mengutip dengan cukup banyak dari
tulisan-tulisan dari seseorang yang ada dalam posisi untuk mengerti problem
itu, - dari tulisan-tulisan dari seorang ex Rabi Leopold Cohn. Katanya,
"Alasan bahwa orang-orang Yahudi telah menjadi bersikap memusuhi /
terpisah dari doktrin Allah Tritunggal ditemukan dalam ajaran-ajaran dari Moses
Maimonides. Ia mengumpulkan 13 artikel iman yang diterima dan dipersatukan oleh
orang-orang Yahudi ke dalam liturgi mereka. Salah satu dari mereka adalah ‘Aku
percaya dengan suatu iman yang sempurna bahwa sang Pencipta, terpujilah
namaNya, adalah suatu satu yang mutlak’ (Ibrani, ‘YAKHID’). Ini telah diulang
setiap hari oleh orang-orang Yahudi dalam doa-doa mereka, sejak abad ke 12,
pada waktu Moses Maimonides hidup. Ungkapan tentang suatu ‘satu yang mutlak’
bertentangan secara frontal dengan firman Allah yang mengajarkan dengan
penekanan yang besar bahwa Allah bukanlah suatu ‘YAKHID’, yang berarti
‘satu-satunya’, atau suatu ‘satu yang mutlak’, tetapi ‘AKHID’, yang berarti
suatu ‘satu gabungan’. Dalam Ul 6:4 Allah meletakkan untuk umatNya suatu
prinsip dari iman, yang pasti lebih tinggi dari milik Moses Maimonides, karena
itu datang dari Allah sendiri. Kami / kita membaca, ‘Dengarlah hai Israel,
Tuhan Allah kita, Tuhan adalah SATU’, menekankan arti dari ungkapan ‘satu’
dengan tidak menggunakan ‘YAKHID’, yang Moses Maimonides lakukan, tetapi
‘AKHID’, yang berarti suatu ‘satu gabungan’. "Sekarang kami ingin
menelusuri dimana dua kata ini, ‘YAKHID’ dan ‘AKHID’, muncul dalam Perjanjian
Lama dan dalam hubungan dan arti apa mereka digunakan, dan dengan demikian
menemukan / memastikan arti mereka yang benar. "Dalam Kej 1 kita / kami
membaca, ‘Dan jadilah petang dan jadilah pagi, satu hari’. Di sini kata ‘AKHID’ digunakan, yang menunjukkan
secara implicit bahwa petang dan pagi - dua obyek yang terpisah - disebut SATU,
dengan demikian menunjukkan dengan jelas bahwa kata ‘AKHID’ tidak berarti suatu
‘satu yang mutlak’, tetapi suatu ‘satu gabungan’. Lalu dalam Kej 2:24 kami /
kita membaca, ‘Karena itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya
dan akan bersatu dengan istrinya, dan mereka akan menjadi SATU daging’. Di sini
juga kata ‘AKHID’ digunakan, menyediakan / memberikan bukti yang lain bahwa itu
berarti suatu ‘satu gabungan’, menunjuk, seperti yang dilakukan dalam kasus
ini, pada dua pribadi yang terpisah. "Sekarang mari kita melihat dalam
Firman Allah dimana ungkapan ‘YAKHID’, suatu ‘satu yang mutlak’, ditemukan. Dalam
Kej 22:2 Allah berkata kepada Abraham, ‘Ambillah anakmu, satu-satunya anakmu’. Di sini kami /
kita membaca kata ‘YAKHID’. Kata yang identik yang sama, ‘YAKHID’, diulang
dalam ayat ke 12 dari pasal yang sama. Dalam Maz 25:16 itu diterapkan lagi pada
seorang pribadi tunggal seperti juga dalam Yer 6:26, dimana kami / kita
membaca, ‘Berkabunglah seperti untuk seorang anak satu-satunya’. Kata yang sama, memberikan arti dari ‘hanya
satu’, muncul dalam Zakh 12:10, ‘Dan mereka akan memandang kepada dia yang
telah mereka tikam, dan mereka akan berkabung untuk Dia sebagai seseorang
berkabung untuk satu-satunya
anaknya’. "Jadi kita melihat bahwa Moses Maimonides, dengan semua
hikmatnya yang besar dan pengetahuannya yang banyak, membuat suatu kesalahan
yang serius dalam merumuskan untuk orang-orang Yahudi pengakuan iman itu dalam
mana dinyatakan bahwa Allah adalah suatu ‘YAKHID’, suatu pernyataan yang secara
mutlak bertentangan dengan Firman Allah. Dan orang-orang Yahudi, dalam
mengikuti secara membuta orang yang disebut ‘Musa kedua’ telah sekali lagi
memberikan bukti dari kecenderungan alamiah kuno mereka tentang penyimpangan
Firman dari Allah yang hidup. Roh Kudus membuat keluhan / pengaduan serius itu
terhadap mereka melalui Yeremia sang nabi, dengan berkata, ‘Karena kamu telah
menyimpangkan firman dari Allah yang hidup, dari Tuhan semesta alam Allah kita’
(Yer 23:36).] - ‘Studies in
Theology’, hal 104-105.
Catatan: semua kata AKHID dalam kutipan di atas ini seharusnya adalah
EKHAD!!!
Saya tidak mengerti bagaimana Lorain e Boettner bisa membuat kesalahan
seperti itu. Pada waktu ia mengutip kata-kata dari orang yang katanya adalah
seorang ex rabi, apakah ia tak mengecek kata-kata itu? Dan lebih-lebih lagi,
bagaimana mungkin seorang rabi Yahudi bisa membuat kesalahan seperti itu?
Rasanya sama sekali tidak masuk akal. Atau mungkin sang ex rabi menuliskan kata
EKHAD itu dalam bahasa Ibrani dan Lorain e
Boettner tak bisa bahasa Ibrani sehingga membacanya secara salah?
Dosen theologia saya di RTS (Dr. Douglas Kelly) juga
menggunakan argumentasi EKHAD dan YAKHID sebagai dasar dari doktrin Allah
Tritunggal. Tetapi mengingat ia juga menggunakan buku-buku Lorain e
Boettner, mungkin sekali ia mendapatkannya dari sana .
Kesimpulan akhir tentang argumentasi berdasarkan kata EKHAD dalam Ul
6:4 ini: argumentasi ini mungkin tetap bisa digunakan, tetapi mengingat
rumitnya arti kata-kata itu, lebih-lebih kalau sudah masuk ke dalam Perjanjian
Baru, maka saya cenderung untuk tidak menggunakannya sebagai argumentasi untuk
mendukung doktrin Allah Tritunggal.
Ini tentu tidak berarti bahwa saya tidak mempercayai doktrin
Allah Tritunggal. Kepercayaan saya terhadap doktrin Allah Tritunggal tetap tak
tergoyahkan karena ada sangat banyak argumentasi-argumentasi yang lain.
Ini juga tidak berarti saya menerima argumentasi dari
Saksi-Saksi Yehuwa yang saya berikan pada awal dari point ini (session 8).
Argumentasi itu mutlak salah, dan bersifat mendustai.
Jadi apa yang saya tegaskan di sini sebagai kesimpulan
adalah: hanya satu argumentasi ini saja, yang dulunya sangat sering saya
gunakan untuk mendukung doktrin Allah Tritunggal, tetapi sekarang setelah
mendalaminya, saya cenderung untuk tidak menggunakannya lagi.