Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PROVIDENCE OF GOD(11):Istilah Allah Mengijinkan.

Pdt. Budi Asali, M. Div.
PROVIDENCE OF GOD(11)
3) Istilah Allah mengijinkan.

a) Kesia-siaan penggunaan istilah ini untuk melindungi kesucian Allah.
Banyak orang senang menggunakan istilah ini untuk melindungi kesucian Allah. Mereka berpikir bahwa kalau Allah menentukan dosa maka Allah sendiri berdosa / tidak suci. Tetapi kalau Allah hanya mengijinkan terjadinya dosa, maka Allah tidak bersalah dan tetap suci. Tetapi ini salah karena kalau penentuan Allah tentang terjadinya dosa dianggap sebagai dosa, maka pemberian ijin dari Allah sehingga dosa terjadi juga harus dianggap sebagai dosa, yaitu dosa pasif. Sama halnya kalau saya membunuh orang, maka itu adalah dosa (dosa aktif). Tetapi kalau saya membiarkan / mengijinkan seseorang bunuh diri atau dibunuh, padahal saya bisa mencegahnya, maka saya juga berdosa (dosa pasif)!

Bdk. Yak 4:17 - “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.”.

Herman Hoeksema: Nor must we, in regard to the sinful deeds of men and devils, speak only of Gods permission in distinction from His determination. Holy Scripture speaks a far more positive language. We realize, of course, that the motive for speaking Gods permission rather than of His predetermined will in regard to sin and the evil deeds of men is that God may never be presented as the author of sin. But this purpose is not reached by speaking of Gods permission or His permissive will: for if the Almighty permits what He could just as well have prevented, it is from an ethical viewpoint the same as if He had committed it Himself. But in this way we lose God and His sovereignty: for permission presupposes the idea that there is a power without God that can produce and do something apart from Him, but which is simply permitted by God to act and operate. This is dualism, and it annihilates the complete and absolute sovereignty of God. And therefore we must maintain that also sin and all the wicked deeds of men and angels have a place in the counsel of God, in the counsel of His will. Thus it is taught by the Word of God.” [= Juga kita tidak boleh, berkenaan dengan tindakan-tindakan berdosa dari manusia dan setan, berbicara hanya tentang ijin Allah dan membedakannya dengan penentuan / penetapanNya. Kitab Suci berbicara dengan suatu bahasa yang jauh lebih positif. Tentu saja kita menyadari bahwa motivasi untuk menggunakan istilah ijin Allah dari pada kehendakNya yang sudah ditetapkan lebih dulu berkenaan dengan dosa dan tindakan-tindakan jahat dari manusia adalah supaya Allah tidak pernah dinyatakan sebagai pencipta dosa. Tetapi tujuan ini tidak tercapai dengan menggunakan ijin Allah atau kehendak yang mengijinkan dari Allah: karena jika Yang Maha Kuasa mengijinkan apa yang bisa Ia cegah, dari sudut pandang etika itu adalah sama seperti jika Ia melakukan hal itu sendiri. Tetapi dengan cara ini kita kehilangan Allah dan kedaulatanNya: karena ijin mensyaratkan suatu gagasan bahwa ada suatu kekuatan di luar Allah yang bisa menghasilkan dan melakukan sesuatu terpisah dari Dia, tetapi yang diijinkan oleh Allah untuk bertindak dan beroperasi. Ini merupakan dualisme, dan ini menghapuskan kedaulatan Allah yang lengkap dan mutlak. Dan karena itu kita harus mempertahankan bahwa juga dosa dan semua tindakan-tindakan jahat dari manusia dan malaikat mempunyai tempat dalam rencana Allah, dalam keputusan kehendakNya. Demikianlah itu diajarkan oleh Firman Allah.] - Reformed Dogmatics, hal 158.

b) Istilah Allah mengijinkan boleh digunakan, tetapi artinya harus benar. Ini tidak berarti bahwa sebetulnya Allah merencanakan seseorang berbuat baik / tidak berbuat dosa, tetapi karena orangnya memaksa berbuat dosa, maka Allah mengijinkan. Kalau diartikan seperti ini, maka itu berarti bahwa Rencana Allah sudah gagal, dan ini bertentangan dengan pelajaran II, point B dan C di atas. Allah mengijinkan berarti bahwa Allah bekerja secara pasif dan Ia menggunakan second causes, tetapi dosa yang diijinkan itu pasti terjadi, persis sesuai dengan Rencana Allah! Jadi digunakannya istilah Allah mengijinkan hanyalah karena dalam pelaksanaannya Allah bekerja secara pasif dan Allah menggunakan second causes.

Louis Berkhof: It is customary to speak of the decree of God respecting moral evil as permissive. By His decree God rendered the sinful actions of man infallibly certain without deciding to effectuate them by acting immediately upon and in the finite will. This means that God does not positively work in man both to will and to do, when man goes contrary to His revealed will. It should be carefully noted, however, that this permissive decree does not imply a passive permission of something which is not under the control of the divine will. It is a decree which renders the future sinful acts absolutely certain, but in which God determines (a) not to hinder the sinful self-determination of the finite will; and (b) to regulate and control the result of this sinful self-determination.” [= Merupakan kebiasaan untuk berbicara tentang ketetapan Allah berkenaan dengan kejahatan moral sebagai bersifat mengijinkan. Oleh ketetapanNya Allah membuat tindakan-tindakan berdosa dari manusia menjadi pasti tanpa menetapkan untuk menyebabkan mereka terjadi dengan bertindak langsung dan bertindak dalam kehendak terbatas itu (kehendak manusia itu). Ini berarti bahwa Allah tidak secara positif bekerja dalam manusia baik untuk menghendaki dan untuk melakukan (Fil 2:13), pada waktu manusia berjalan bertentangan dengan kehendakNya yang dinyatakan. Tetapi harus diperhatikan baik-baik bahwa ketetapan yang bersifat mengijinkan tidak berarti suatu ijin pasif dari sesuatu yang tidak ada di bawah kontrol dari kehendak ilahi. Itu merupakan suatu ketetapan yang membuat tindakan berdosa yang akan datang itu pasti secara mutlak, tetapi dalam mana Allah menentukan (a) untuk tidak menghalangi keputusan yang berdosa yang dilakukan sendiri oleh kehendak terbatas / kehendak manusia; dan (b) untuk mengatur dan mengontrol akibat / hasil dari keputusan berdosa ini.] - Systematic Theology, hal 105.

William G. T. Shedd: When God executes his decree that Saul of Tarsus shall be a vessel of mercy, he works efficiently within him by his Holy Spirit to will and to do. When God executes his decree that Judas Iscariot shall be a vessel of wrath fitted for destruction, he does not work efficiently within him to will and to do, but permissively in the way of allowing him to have his own wicked will. He decides not to restrain him or to regenerate him, but to leave him to his own obstinate and rebellious inclination and purpose; and accordingly the Son of man goeth, as it was determined, but woe unto that man by whom he is betrayed (Luke 22:22; Acts 2:23). The two Divine methods in the two cases are plainly different, but the perdition of Judas was as much foreordained and free from chance, as the conversion of Saul.” [= Pada waktu Allah melaksanakan ketetapanNya bahwa Saulus dari Tarsus akan menjadi bejana / benda belas kasihan (Ro 9:23), Ia bekerja secara efisien di dalamnya dengan Roh KudusNya untuk mau / menghendaki dan untuk melakukan (Fil 2:13). Pada waktu Allah melaksanakan ketetapanNya bahwa Yudas Iskariot akan menjadi bejana kemurkaan yang cocok untuk kehancuran / benda kemurkaan yang telah dipersiapkan untuk kebinasaan (Ro 9:22), Ia tidak bekerja secara efisien dalam dirinya untuk mau / menghendaki dan untuk melakukan, tetapi dengan cara mengijinkan dia mempunyai kehendak jahatnya sendiri. Ia memutuskan untuk tidak mengekang dia atau melahirbarukan dia, tetapi membiarkan dia pada kecondongan dan rencananya sendiri yang keras kepala dan bersifat memberontak; dan karena itu Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan (Luk 22:22; Kis 2:23). Kedua metode ilahi dalam kedua kasus ini jelas berbeda, tetapi kebinasaan Yudas ditentukan lebih dulu dan bebas dari kebetulan, sama seperti pertobatan Saulus.] - Calvinism: Pure & Mixed, hal 31.

Luk 22:22 - “Sebab Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang yang olehnya Ia diserahkan!”.

Kis 2:23 - “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.”.

John Calvin: “How the term ‘permission,’ so frequently mentioned by him (Augustine), ought to be understood will best appear from one passage, where he proves that Gods will is the highest and first cause of all things because nothing happens except from his command or permission. Surely he does not conjure up a God who reposes idly in a watchtower, willing the while to permit something or other, when an actual will not his own, so to speak, intervenes, which otherwise could not be deemed a cause. [= Bagaimana istilah ijin yang begitu sering disebut oleh dia (Agustinus), harus dimengerti akan terlihat secara paling baik dari satu bagian, dimana ia membuktikan bahwa kehendak Allah adalah penyebab tertinggi dan pertama dari segala sesuatu karena tak ada apapun yang terjadi kecuali dari perintah atau ijinNya. Pasti ia tidak membayangkan suatu Allah yang berbaring / beristirahat secara malas di suatu menara penjagaan, dan selama waktu itu mau untuk mengijinkan sesuatu atau hal yang lain, pada waktu suatu kehendak yang sungguh-sungguh yang bukan milikNya, bisa dikatakan demikian, campur tangan / ikut campur, yang kalau tidak, tidak bisa dianggap sebagai suatu penyebab.] - Institutes of The Christian Religion, Book I, Chapter 16, No 8.

c) Komentar-komentar Calvin yang menyerang istilah Allah mengijinkan.

John Calvin: “1. NO MERE PERMISSION! From other passages, where God is said to bend or draw Satan himself and all the wicked to his will, there emerges a more difficult question. For carnal sense can hardly comprehend how in acting through them he does not contract some defilement from their transgression, and even in a common undertaking can be free of all blame, and indeed can justly condemn his ministers. Hence the distinction was devised between doing and permitting because to many this difficulty seemed inexplicable, that Satan and all the impious are so under Gods hand and power that he directs their malice to whatever end seems good to him, and uses their wicked deeds to carry out his judgments. And perhaps the moderation of those whom the appearance of absurdity alarms would be excusable, except that they wrongly try to clear Gods justice of every sinister mark by upholding a falsehood. It seems absurd to them for man, who will soon be punished for his blindness, to be blinded by Gods will and command. Therefore they escape by the shift that this is done only with Gods permission, not also by his will; but he, openly declaring that he is the doer, repudiates that evasion. However, that men can accomplish nothing except by Gods secret command, that they cannot by deliberating accomplish anything except what he has already decreed with himself and determines by his secret direction, is proved by innumerable and clear testimonies. What we have cited before from the psalm, that God does whatever he wills [Psalm 115:3], certainly pertains to all the actions of men. If, as is here said, God is the true Arbiter of wars and of peace, and this without any exception, who, then, will dare say that men are borne headlong by blind motion unbeknown to God or with his acquiescence? [= 1. Bukan semata-mata ijin! Dari text-text lain, dimana Allah dikatakan membengkokkan atau menarik Iblis sendiri dan semua orang-orang jahat pada kehendakNya, di sana muncul suatu pertanyaan yang lebih sukar. Karena pikiran daging tidak bisa memahami bagaimana dalam bertindak melalui mereka Ia tidak mendapatkan suatu pengotoran / polusi / pencemaran dari pelanggaran mereka, dan bahkan dalam suatu usaha bersama / gabungan bisa bebas dari semua tanggung jawab / kesalahan, dan bisa dengan adil / benar mengecam pelayan-pelayanNya. Karena itu dirancang pembedaan antara melakukan dan mengijinkan karena bagi banyak orang kesukaran ini kelihatannya tidak bisa dijelaskan, bahwa Iblis dan semua orang-orang jahat begitu berada di bawah tangan dan kuasa Allah sehingga Ia mengarahkan kejahatan mereka pada tujuan apapun yang kelihatan baik bagiNya, dan menggunakan tindakan-tindakan jahat mereka untuk melaksanakan penghakiman-penghakimanNya. Dan mungkin sikap menentang pandangan yang radikal dari mereka yang merasa takut karena melihat munculnya kekonyolan bisa dimaafkan, kecuali bahwa mereka secara salah mencoba untuk membereskan keadilan Allah dari setiap obyek yang mengancam dengan memegang / menegaskan suatu kepalsuan / kesalahan. Kelihatannya menggelikan / konyol bagi mereka untuk manusia, yang akan segera dihukum untuk kebutaannya, dibutakan oleh kehendak dan perintah Allah. Karena itu mereka menghindar dengan pergeseran / perubahan bahwa ini dilakukan hanya dengan ijin Allah, bukan juga oleh kehendakNya; tetapi Ia, yang dengan secara terbuka / terang-terangan menyatakan bahwa Ia adalah si pelaku, menolak penghindaran ini. Tetapi, bahwa manusia tidak bisa mencapai apapun kecuali oleh perintah rahasia dari Allah, bahwa mereka tidak bisa dengan sengaja mencapai apapun kecuali apa yang telah Ia tetapkan dengan diriNya sendiri dan tentukan oleh pengarahan rahasiaNya, dibuktikan oleh kesaksian-kesaksian yang tak terhitung dan jelas. Apa yang telah kami kutip sebelumnya dari Mazmur, bahwa Allah melakukan apapun yang dikehendakiNya (Maz 115:3), pasti berhubungan dengan semua tindakan dari manusia. Jika, seperti dikatakan di sini, Allah adalah Hakim dari peperangan dan dari perdamaian, dan ini tanpa perkecualian apapun, lalu siapa, berani mengatakan bahwa manusia dibawa dengan tergesa-gesa oleh gerakan buta tanpa diketahui oleh Allah atau dengan persetujuannya?] - Institutes of The Christian Religion, Book I, Chapter XVIII, No 1.

John Calvin: “But particular examples will shed more light. From the first chapter of Job we know that Satan, no less than the angels who willingly obey, presents himself before God [Job 1:6; 2:1] to receive his commands. He does so, indeed, in a different way and with a different end; but he still cannot undertake anything unless God so wills. However, even though a bare permission to afflict the holy man seems then to be added, yet we gather that God was the author of that trial of which Satan and his wicked thieves were the ministers, because this statement is true: ‘The Lord gave, the Lord has taken away; as it has pleased God, so is it done’ [Job 1:21, Vg. (p.)]. Satan desperately tries to drive the holy man insane; the Sabaeans cruelly and impiously pillage and make off with anothers possessions. Job recognizes that he was divinely stripped of all his property, and made a poor man, because it so pleased God. Therefore, whatever men or Satan himself may instigate, God nevertheless holds the key, so that he turns their efforts to carry out his judgments. [= Tetapi contoh-contoh khusus akan memberi terang lebih banyak. Dari Ayub pasal satu kita tahu bahwa Iblis, tak kurang dari malaikat-malaikat yang mau taat, menghadirkan dirinya sendiri di hadapan Allah (Ayub 1:6; 2:1) untuk menerima perintah-perintahNya. Ia melakukan demikian, memang dengan suatu cara yang berbeda dan dengan suatu tujuan yang berbeda; tetapi ia tetap tidak bisa mengusahakan / mulai melakukan apapun kecuali Allah menghendaki demikian. Tetapi, sekalipun kelihatannya lalu ditambahkan suatu ijin semata-mata untuk menyebabkan orang kudus itu menderita, kita menyimpulkan bahwa Allah adalah pencipta dari ujian / pencobaan tentang mana Iblis dan pencuri-pencuri jahatnya adalah pelayan-pelayanNya, karena pernyataan ini adalah benar: Tuhan memberi, Tuhan mengambil; karena itu telah menyenangkan Allah, demikianlah itu dilakukan / terjadi (Ayub 1:21, Vulgate). Iblis berusaha dengan sangat hebat untuk membuat orang kudus ini gila; Orang-orang Syeba secara kejam dan jahat merampok dan membawa pergi milik orang lain. Ayub mengetahui bahwa ia ditelanjangi dari semua miliknya secara ilahi (oleh Allah), dan dibuat menjadi orang miskin, karena itu memperkenan Allah. Karena itu, apapun yang manusia atau Iblis sendiri bisa mulai, bagaimanapun Allah yang memegang kuncinya, sehingga Ia membelokkan usaha-usaha mereka untuk melaksanakan penghakiman-penghakimanNya.] - Institutes of The Christian Religion, Book I, Chapter XVIII, No 1.

John Calvin: “2. GOD, SATAN, AND MAN ACTIVE IN THE SAME EVENT. Far different is the manner of Gods action in such matters. To make this clearer to us, we may take as an example the calamity inflicted by the Chaldeans upon the holy man Job, when they killed his shepherds and in enmity ravaged his flock [Job 1:17]. Now their wicked act is perfectly obvious; nor does Satan do nothing in that work, for the history states that the whole thing stems from him [Job 1:12]. But Job himself recognizes the Lords work in it, saying that He has taken away what had been seized through the Chaldeans [Job 1:21]. How may we attribute this same work to God, to Satan, and to man as author, without either excusing Satan as associated with God, or making God the author of evil? Easily, if we consider first the end, and then the manner, of acting. The Lords purpose is to exercise the patience of His servant by calamity; Satan endeavors to drive him to desperation; the Chaldeans strive to acquire gain from anothers property contrary to law and right. So great is the diversity of purpose that already strongly marks the deed. There is no less difference in the manner. The Lord permits Satan to afflict His servant; He hands the Chaldeans over to be impelled by Satan, having chosen them as His ministers for his task. Satan with his poison darts arouses the wicked minds of the Chaldeans to execute that evil deed. They dash madly into injustice, and they render all their members guilty and befoul them by the crime. Satan is properly said, therefore, to act in the reprobate over whom he exercises his reign, that is, the reign of wickedness. God is also said to act in His own manner, in that Satan himself, since he is the instrument of Gods wrath, bends himself hither and thither at His beck and command to execute His just judgments. ... Therefore we see no inconsistency in assigning the same deed to God, Satan, and man; but the distinction in purpose and manner causes Gods righteousness to shine forth blameless there, while the wickedness of Satan and of man betrays itself by its own disgrace. [= 2. Allah, Iblis, dan manusia aktif dalam peristiwa / kejadian yang sama. Cara dari tindakan Allah jauh berbeda dalam persoalan-persoalan seperti itu. Untuk membuat ini lebih jelas bagi kita, kita bisa mengambil sebagai suatu contoh bencana yang disebabkan oleh orang-orang Kasdim terhadap orang kudus Ayub, pada waktu mereka membunuh gembala-gembalanya dan dalam permusuhan / kebencian merampok kawanan untanya (Ayub 1:17). Tindakan jahat mereka sudah sangat jelas; dan Iblis bukannya tidak berbuat apa-apa dalam pekerjaan itu, karena sejarahnya menyatakan bahwa seluruh hal itu berasal usul dari dia (Ayub 1:12). Tetapi Ayub sendiri mengenali pekerjaan Tuhan di dalamnya, dengan mengatakan bahwa Ia telah mengambil apa yang telah dirampas melalui orang-orang Kasdim (Ayub 1:21). Bagaimana kita bisa menganggap pekerjaan yang sama ini berasal dari Allah, Iblis, dan manusia sebagai pencipta, tanpa memaafkan / memberi dalih bagi Iblis sebagai bersekutu dengan Allah, atau membuat Allah sebagai pencipta kejahatan? Mudah saja, jika kita pertama-tama mempertimbangkan akhir / tujuan, dan lalu cara, dari tindakan. Tujuan Tuhan adalah untuk melatih kesabaran dari pelayanNya dengan bencana; Iblis berusaha mendorongnya pada keputus-asaan; orang-orang Kasdim berusaha untuk mendapatkan keuntungan dari milik orang lain bertentangan dengan hukum dan hak. Begitu besar perbedaan tujuan yang secara kuat sudah menandai tindakan. Ada perbedaan yang tidak kurang dalam caranya. Tuhan mengijinkan Iblis untuk menyiksa pelayanNya; Ia menyerahkan orang-orang Kasdim untuk didorong oleh Iblis, setelah memilih mereka sebagai pelayan-pelayanNya untuk tugasnya. Iblis dengan anak panah beracunnya membangkitkan pikiran jahat dari orang-orang Kasdim untuk melaksanakan tindakan jahat itu. Mereka lari cepat-cepat ke dalam ketidak-adilan, dan mereka membuat semua anggota-anggota mereka bersalah dan mengotori diri mereka dengan kejahatan itu. Karena itu, Iblis secara benar dikatakan, bertindak dalam diri orang-orang yang ditentukan untuk binasa, atas diri siapa ia melaksanakan pemerintahannya, yaitu, pemerintahan kejahatan. Allah juga dikatakan bertindak dengan caraNya sendiri, dalam diri Iblis itu sendiri, karena ia adalah alat dari murka Allah, dengan membengkokkan dia kesana kemari dalam ketundukan kepadaNya untuk melaksanakan penghakiman-penghakimanNya yang adil. ... Karena itu, kita tidak melihat ketidak-konsistenan dalam menganggap tindakan yang sama berasal dari Allah, Iblis dan manusia; tetapi perbedaan dalam tujuan dan cara, menyebabkan kebenaran Allah menyinarkan ketidak-bersalahan di sana, sedangkan kejahatan Iblis dan manusia menunjukkan dirinya sendiri oleh kehinaannya sendiri.] - Institutes of The Christian Religion, Book II, Chapter IV, No 2.

John Calvin: God wills that the false king Ahab be deceived; the devil offers his services to this end; he is sent, with a definite command, to be a lying spirit in the mouth of all the prophets (1Kings 22:20,22). If the blinding and insanity of Ahab be Gods judgment, the figment of bare permission vanishes: because it would be ridiculous for the Judge only to permit what he wills to be done, and not also to decree it and to command its execution by his ministers. [= Allah menghendaki bahwa raja Ahab yang tidak benar ditipu; setan menawarkan pelayanannya untuk tujuan ini; ia dikirim, dengan perintah yang pasti, untuk menjadi roh dusta dalam mulut semua nabi-nabi itu (1Raja 22:20,22). Jika pembutaan dan kegilaan Ahab adalah penghakiman Allah, isapan jempol tentang sekedar ijin hilang: karena adalah menggelikan bagi sang Hakim untuk hanya mengijinkan apa yang Ia kehendaki untuk dilakukan, dan tidak juga menetapkannya dan memerintahkan pelaksanaannya oleh pelayan-pelayanNya.] - Institutes of the Christian Religion, Book I, Chapter XVIII, no 1.

John Calvin: “The Jews intended to destroy Christ; Pilate and his soldiers complied with their mad desire; yet in solemn prayer the disciples confess that all the impious ones had done nothing except what the hand and plan of God had decreed [Acts 4:28, cf. Vg.]. So Peter had already preached that by the definite plan and foreknowledge of God, Christ had been given over to be killed [Acts 2:23, cf. Vg.]. It is as if he were to say that God, to whom from the beginning nothing was hidden, wittingly and willingly determined what the Jews carried out. As he elsewhere states: God, who has foretold through all his prophets that Christ is going to suffer, has thus fulfilled it [Acts 3:18, cf. Vg.]. [= Orang-orang Yahudi bermaksud untuk menghancurkan Kristus; Pilatus dan tentara-tentaranya mentaati / bertindak sesuai dengan  keinginan gila mereka; tetapi dalam doa yang khidmat para murid mengakui bahwa semua orang-orang jahat itu tidak melakukan apapun kecuali yang tangan dan rencana dari Allah telah tetapkan (Kis 4:28, bdk. Vulgate). Demikian juga Petrus telah berkhotbah bahwa oleh rencana tertentu dan pra-pengetahuan Allah, Kristus telah diserahkan untuk dibunuh (Kis 2:23, bdk. Vulgate). Itu adalah seakan-akan ia mengatakan bahwa Allah, bagi siapa dari semula tak ada yang tersembunyi, secara sengaja dan sukarela menentukan apa yang orang-orang Yahudi laksanakan. Seperti yang ia nyatakan di tempat lain: Allah, yang telah memberitahu lebih dulu melalui semua nabi-nabiNya bahwa Kristus akan menderita, dengan cara ini telah menggenapinya (Kis 3:18, bdk. Vulgate).] - Institutes of The Christian Religion, Book I, Chapter XVIII, No 1.
Kis 4:27-28 - (27) Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, HambaMu yang kudus, yang Engkau urapi, (28) untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendakMu.”.
Kis 2:23 - Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya, telah kamu salibkan dan kamu bunuh oleh tangan bangsa-bangsa durhaka.”.
Kis 3:18 - Tetapi dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankanNya dahulu dengan perantaraan nabi-nabiNya, yaitu bahwa Mesias yang diutusNya harus menderita.”.

John Calvin: “Absalom, polluting his fathers bed by an incestuous union, commits a detestable crime [2 Samuel 16:22]; yet God declares this work to be his own; for the words are: You did it secretly; but I will do this thing openly, and in broad daylight [2 Samuel 12:12 p.]. Jeremiah declared that every cruelty the Chaldeans exercised against Judah was Gods work [Jeremiah 1:15; 7:14; 50:25, and passim]. For this reason Nebuchadnezzar is called Gods servant [Jeremiah 25:9; cf. ch. 27:6]. ... The Assyrian he calls the rod of his anger [Isaiah 10:5 p.], ... The destruction of the Holy City and the ruin of the Temple he calls his own work [Isaiah 28:21]. David, not murmuring against God, but recognizing him as the just judge, yet confesses that the curses of Shimei proceeded from His command [2 Samuel 16:10]. ‘The Lord,’ he says, ‘commanded him to curse.’ [2 Samuel 16:11.] We very often find in the Sacred History that whatever happens proceeds from the Lord, as for instance the defection of the ten tribes [1 Kings 11:31], the death of Elis sons [1 Samuel 2:34], and very many examples of this sort. [= Absalom, mengotori ranjang ayahnya oleh suatu persatuan yang bersifat incest, melakukan suatu kejahatan yang menjijikkan (2Sam 16:22); tetapi Allah menyatakan pekerjaan ini sebagai pekerjaanNya; karena kata-katanya adalah: Engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan / terbuka, dan di terang siang hari (2Sam 12:12). Yeremia menyatakan bahwa setiap kekejaman orang Kasdim yang dilakukan terhadap orang-orang Yehuda adalah pekerjaan Allah (Yer 1:15; 7:14; 50:25). Karena itu Nebukadnezar disebut pelayan / hamba Allah (Yer 25:9; bdk. 27:6). ... Orang-orang Asyur Ia sebut tongkat amarahNya (Yes 10:5), ... Penghancuran dari Kota Kudus dan puing-puing dari Bait Suci Ia sebut pekerjaanNya sendiri (Yes 28:21). Daud, bukannya bersungut-sungut terhadap Allah, tetapi mengenali Dia sebagai Hakim yang adil, dan mengakui bahwa kutuk-kutuk dari Simei keluar dari perintahNya (2Sam 16:10). Tuhan, katanya, memerintah dia untuk mengutuk. (2Sam 16:11). Kita sangat sering menjumpai dalam Sejarah Kudus bahwa apapun yang terjadi keluar / muncul dari Tuhan, seperti sebagai contohnya pemberontakan dari 10 suku (1Raja 11:31), kematian anak-anak Eli (1Sam 2:34), dan sangat banyak contoh dari jenis ini.] - Institutes of The Christian Religion, Book I, Chapter XVIII, No 1.

2Sam 12:11-12 - “(11) Beginilah firman TUHAN: Bahwasanya malapetaka akan Kutimpakan ke atasmu yang datang dari kaum keluargamu sendiri. Aku akan mengambil isteri-isterimu di depan matamu dan memberikannya kepada orang lain; orang itu akan tidur dengan isteri-isterimu di siang hari. (12) Sebab engkau telah melakukannya secara tersembunyi, tetapi Aku akan melakukan hal itu di depan seluruh Israel secara terang-terangan.”.

Yer 1:15 - “Sebab sesungguhnya, Aku memanggil segala kaum kerajaan sebelah utara, demikianlah firman TUHAN, dan mereka akan datang dan mendirikan takhtanya masing-masing di mulut pintu-pintu gerbang Yerusalem, dekat segala tembok di sekelilingnya dan dekat segala kota Yehuda.”.

Yer 7:14 - “karena itulah kepada rumah, yang atasnya namaKu diserukan dan yang kamu andalkan itu, dan kepada tempat, yang telah Kuberikan kepadamu dan kepada nenek moyangmu itu, akan Kulakukan seperti yang telah Kulakukan kepada Silo;”.

Yer 50:25 - “TUHAN telah membuka tempat perlengkapanNya dan mengeluarkan senjata-senjata geramNya, sebab ada pekerjaan bagi Tuhan ALLAH semesta alam di negeri orang-orang Kasdim:”.

Yer 25:9 - “sesungguhnya, Aku akan mengerahkan semua kaum dari utara - demikianlah firman TUHAN - menyuruh memanggil Nebukadnezar, raja Babel, hambaKu itu; Aku akan mendatangkan mereka melawan negeri ini, melawan penduduknya dan melawan bangsa-bangsa sekeliling ini, yang akan Kutumpas dan Kubuat menjadi kengerian, menjadi sasaran suitan dan menjadi ketandusan untuk selama-lamanya.”.

Yer 27:6 - “Dan sekarang, Aku menyerahkan segala negeri ini ke dalam tangan hambaKu, yakni Nebukadnezar, raja Babel; juga binatang di padang telah Kuserahkan supaya tunduk kepadanya.”.

Yes 10:5-7,12 - “(5) Celakalah Asyur, yang menjadi cambuk murkaKu dan yang menjadi tongkat amarahKu! (6) Aku akan menyuruhnya terhadap bangsa yang murtad, dan Aku akan memerintahkannya melawan umat sasaran murkaKu, untuk melakukan perampasan dan penjarahan, dan untuk menginjak-injak mereka seperti lumpur di jalan. (7) Tetapi dia sendiri tidak demikian maksudnya dan tidak demikian rancangan hatinya, melainkan niat hatinya ialah hendak memunahkan dan hendak melenyapkan tidak sedikit bangsa-bangsa. ... (12) Tetapi apabila Tuhan telah menyelesaikan segala pekerjaanNya di gunung Sion dan di Yerusalem, maka Ia akan menghukum perbuatan ketinggian hati raja Asyur dan sikapnya yang angkuh sombong.”.

Yes 28:21 - “Sebab TUHAN akan bangkit seperti di gunung Perasim, Ia akan mengamuk seperti di lembah dekat Gibeon, untuk melakukan perbuatanNya - ganjil perbuatanNya itu; dan untuk mengerjakan pekerjaanNya - ajaib pekerjaanNya itu!”.

2Sam 16:5-12 - “(5) Ketika raja Daud telah sampai ke Bahurim, keluarlah dari sana seorang dari kaum keluarga Saul; ia bernama Simei bin Gera. Sambil mendekati raja, ia terus-menerus mengutuk. (6) Daud dan semua pegawai raja Daud dilemparinya dengan batu, walaupun segenap tentara dan semua pahlawan berjalan di kiri kanannya. (7) Beginilah perkataan Simei pada waktu ia mengutuk: Enyahlah, enyahlah, engkau penumpah darah, orang dursila! (8) TUHAN telah membalas kepadamu segala darah keluarga Saul, yang engkau gantikan menjadi raja, TUHAN telah menyerahkan kedudukan raja kepada anakmu Absalom. Sesungguhnya, engkau sekarang dirundung malang, karena engkau seorang penumpah darah. (9) Lalu berkatalah Abisai, anak Zeruya, kepada raja: Mengapa anjing mati ini mengutuki tuanku raja? Izinkanlah aku menyeberang dan memenggal kepalanya. (10) Tetapi kata raja: Apakah urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk! Sebab apabila TUHAN berfirman kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan bertanya: mengapa engkau berbuat demikian? (11) Pula kata Daud kepada Abisai dan kepada semua pegawainya: Sedangkan anak kandungku ingin mencabut nyawaku, terlebih lagi sekarang orang Benyamin ini! Biarkanlah dia dan biarlah ia mengutuk, sebab TUHAN yang telah berfirman kepadanya demikian. (12) Mungkin TUHAN akan memperhatikan kesengsaraanku ini dan TUHAN membalas yang baik kepadaku sebagai ganti kutuk orang itu pada hari ini.”.

1Raja 11:30-31 - “(30) Ahia memegang kain baru yang di badannya, lalu dikoyakkannya menjadi dua belas koyakan; (31) dan ia berkata kepada Yerobeam: Ambillah bagimu sepuluh koyakan, sebab beginilah firman TUHAN, Allah Israel: Sesungguhnya Aku akan mengoyakkan kerajaan itu dari tangan Salomo dan akan memberikan kepadamu sepuluh suku.”.
Bdk. 1Raja 12:15 - “Jadi raja tidak mendengarkan permintaan rakyat, sebab hal itu merupakan perubahan yang disebabkan TUHAN, supaya TUHAN menepati firman yang diucapkanNya dengan perantaraan Ahia, orang Silo, kepada Yerobeam bin Nebat.”.

1Sam 2:34 - “Inilah yang akan menjadi tanda bagimu, yakni apa yang akan terjadi kepada kedua anakmu itu, Hofni dan Pinehas: pada hari yang sama keduanya akan mati.”.
Bdk. 1Sam 2:25 - “Jika seseorang berdosa terhadap seorang yang lain, maka Allah yang akan mengadili; tetapi jika seseorang berdosa terhadap TUHAN, siapakah yang menjadi perantara baginya? Tetapi tidaklah didengarkan mereka perkataan ayahnya itu, sebab TUHAN hendak mematikan mereka.”.

John Calvin: “Those who are moderately versed in the Scriptures see that for the sake of brevity I have put forward only a few of many testimonies. Yet from these it is more than evident that they babble and talk absurdly who, in place of Gods providence, substitute bare permission - as if God sat in a watchtower awaiting chance events, and his judgments thus depended upon human will. [= Mereka yang mengetahui ayat-ayat Kitab Suci secara cukup, melihat bahwa untuk singkatnya saya hanya memberikan sedikit dari banyak kesaksian. Tetapi dari kesaksian-kesaksian ini adalah lebih dari jelas bahwa mereka mengoceh dan berbicara secara menggelikan yang, menggantikan providensia Allah dengan sekedar ijin - seakan-akan Allah duduk di menara pengawal menunggu kejadian-kejadian yang terjadi secara kebetulan, dan dengan demikian penghakimanNya tergantung pada kehendak manusia.] - Institutes of The Christian Religion, Book I, Chapter XVIII, No 1.

John Calvin: “It is said that he hardened Pharaohs heart (Exodus 9:12), also that he made it heavy (ch. 10:1) and stiffened it (chs. 10:20,27; 11:10; 14:8). By this foolish cavil certain ones get around these expressions, for while it is said elsewhere that Pharaoh himself made heavy his own heart (Exodus 8:15, 32; 9:34), Gods will is posited as the cause of hardening. As if these two statements did not perfectly agree, although in divers ways, that man, while he is acted upon by God, yet at the same time himself acts! Moreover, I throw their objection back upon them: for if to harden denotes bare permission, the very prompting to obstinacy will not properly exist in Pharaoh. Indeed, how weak and foolish would it be to interpret this as if Pharaoh only suffered himself to be hardened! Besides, Scripture cuts off any occasion for such cavils. I will restrain, says God, his heart. (Exodus 4:21.) Thus, also, concerning the dwellers in the Land of Canaan, Moses said they had come forth to battle because God stiffened their hearts (Joshua 11:20; Cf. Deuteronomy 2:30). The same thing is repeated by another prophet, He turns their hearts to hate his people (Psalm 105:25). Likewise in Isaiah, He declares that he will send the Assyrians against the deceitful nation and will command them to take spoil and seize plunder (Isaiah 10:6) - not because he would teach impious and obstinate men to obey him willingly, but because he will bend them to execute his judgments, as if they bore his commandments graven upon their hearts; from this it appears that they had been impelled by Gods sure determination. I confess, indeed, that it is often by means of Satans intervention that God acts in the wicked, but in such a way that Satan performs his part by Gods impulsion and advances as far as he is allowed. An evil spirit troubles Saul; but it is said to have come from God (1 Samuel 16:14), that we may know that Sauls madness proceeds from Gods just vengeance. Also, it is said that the same Satan blinds the minds of unbelievers (2 Corinthians 4:4); but whence does this come, unless the working of error flows from God himself (2 Thessalonians 2:11), to make those believe lies who refuse to obey the truth? According to the former reason it is said, If any prophet should speak in lies, I, God, have deceived him (Ezekiel 14:9). According to the second reason, he himself is indeed said to give men up to an evil mind (Romans 1:28, cf. Vg.) and cast them into base desires (Romans 1:29); because he is the chief author of his own just vengeance, while Satan is but the minister of it. ... To sum up, since Gods will is said to be the cause of all things, I have made his providence the determinative principle for all human plans and works, not only in order to display its force in the elect, who are ruled by the Holy Spirit, but also to compel the reprobate to obedience. [= Dikatakan bahwa Ia mengeraskan hati Firaun (Kel 9:12), juga bahwa Ia membuatnya berat (10:1) dan membuatnya kaku (10:20,27; 11:10; 14:8). Oleh perdebatan tentang hal-hal kecil yang bodoh ini orang-orang tertentu menghindari ungkapan-ungkapan ini, karena sementara dikatakan di tempat lain bahwa Firaun sendiri membuat berat hatinya sendiri (Kel 8:15,32; 9:34), kehendak Allah dianggap / diberikan sebagai penyebab pengerasan itu. Seakan-akan kedua pernyataan ini tidak setuju secara sempurna, sekalipun dalam cara-cara yang bermacam-macam, bahwa manusia, dipengaruhi / dikendalikan oleh Allah, tetapi pada saat yang sama ia sendiri bertindak! Selanjutnya, saya melemparkan keberatan mereka kembali kepada mereka: karena jika mengeraskan menunjukkan ijin semata-mata, dorongan (dari Allah) pada sikap keras kepala ini tidak secara benar berada dalam Firaun. Memang, betapa lemah dan bodoh untuk mengartikan ini seakan-akan Firaun hanya membiarkan dirinya sendiri dikeraskan! Disamping, Kitab Suci memotong kesempatan apapun untuk perdebatan-perdebatan remeh seperti itu. Aku akan mengekang, kata Allah, hatinya. (Kel 4:21). Secara sama, juga, berkenaan dengan orang-orang yang tinggal di tanah Kanaan, Musa berkata mereka telah keluar untuk bertempur karena Allah membuat kaku / mengeraskan hati mereka (Yos 11:20; bdk. Ul 2:30). Hal yang sama diulangi oleh nabi yang lain, Ia mengubahkan hati mereka untuk membenci umatNya (Maz 105:25). Secara sama dalam Yesaya, Ia menyatakan bahwa Ia akan mengirim orang-orang Asyur terhadap bangsa penipu ini dan akan memerintah mereka untuk mengambil rampasan dan merampas jarahan (Yes 10:6) - bukan karena Ia akan mengajar orang-orang jahat dan keras kepala untuk mentaati Dia dengan sukarela, tetapi karena Ia akan membengkokkan mereka untuk melaksanakan penghakimanNya, seakan-akan mereka membawa perintah-perintahNya diukirkan pada hati mereka; dari hal ini terlihat bahwa mereka telah didorong oleh penentuan yang pasti dari Allah. Saya memang mengakui bahwa sering melalui campur tangan Iblislah Allah bertindak dalam diri orang-orang jahat, tetapi dengan cara sedemikian rupa sehingga Iblis melaksanakan bagiannya oleh dorongan Allah dan maju sejauh ia diijinkan. Suatu roh jahat mengganggu Saul; tetapi dikatakan bahwa itu telah datang dari Allah (1Sam 16:14), sehingga kita bisa tahu bahwa kegilaan Saul keluar / berasal usul dari pembalasan yang adil dari Allah. Juga, dikatakan bahwa Iblis yang sama membutakan pikiran dari orang-orang yang tidak percaya (2Kor 4:4); tetapi dari mana ini datang, kecuali pekerjaan dari kesalahan mengalir dari Allah sendiri (2Tes 2:11), untuk membuat mereka, yang menolak untuk mentaati kebenaran, mempercayai dusta-dusta? Menurut alasan yang terdahulu dikatakan, Jika nabi manapun berbicara dalam dusta, Aku, Allah, telah menipu dia (Yeh 14:9). Menurut alasan yang kedua, memang Ia sendiri dikatakan menyerahkan manusia pada pikiran yang jahat (Ro 1:28, bdk. Vulgate) dan melemparkan mereka ke dalam keinginan-keinginan yang rendah / menjijikkan (Ro 1:29); karena Ia adalah Pencipta kepala / tertinggi dari pembalasanNya yang adil, sedangkan Iblis hanyalah pelayan darinya. ... Untuk menyimpulkan, karena kehendak Allah dikatakan sebagai penyebab dari segala sesuatu, saya telah membuat ProvidensiaNya sebagai prinsip penentu untuk semua rencana dan pekerjaan manusia, bukan hanya untuk menunjukkan kekuatannya dalam diri orang-orang pilihan, yang diperintah oleh Roh Kudus, tetapi juga untuk memaksa orang-orang yang ditentukan untuk binasa pada ketaatan.] - Institutes of The Christian Religion, Book I, Chapter XVIII, No 2.

Kel 9:12 - “Tetapi TUHAN mengeraskan (Ibrani:  KHAZAQ) hati Firaun, sehingga ia tidak mendengarkan mereka - seperti yang telah difirmankan TUHAN kepada Musa.”.

Kel 10:1,20,27 - “(1) Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: Pergilah menghadap Firaun, sebab Aku telah membuat hatinya dan hati para pegawainya berkeras, supaya Aku mengadakan tanda-tanda mujizat yang Kubuat ini di antara mereka, ... (20) Tetapi TUHAN mengeraskan (Ibrani:  KHAZAQ) hati Firaun, sehingga tidak mau membiarkan orang Israel pergi. ... (27) Tetapi TUHAN mengeraskan (Ibrani:  KHAZAQ) hati Firaun, sehingga dia tidak mau membiarkan mereka pergi.”.
Catatan: kata mengeraskan dalam 10:1 menggunakan kata Ibrani yang berbeda dengan dalam ay 20,27. Yang digunakan dalam 10:1 adalah kata Ibrani KAVAD, yang arti sebenarnya adalah seperti yang Calvin katakan, yaitu membuat berat. Tetapi istilah ketiga yang Calvin gunakan, yaitu membuatnya kaku saya tak tahu ia dapatkan dari mana, karena kata Ibraninya sama dengan yang diterjemahkan mengeraskan dalam Kel 9:12.

Kel 11:10 - “Musa dan Harun telah melakukan segala mujizat ini di depan Firaun. Tetapi TUHAN mengeraskan (Ibrani:  KHAZAQ) hati Firaun, sehingga tidak membiarkan orang Israel pergi dari negerinya.”.

Kel 14:8 - “Demikianlah TUHAN mengeraskan (Ibrani:  KHAZAQ) hati Firaun, raja Mesir itu, sehingga ia mengejar orang Israel. Tetapi orang Israel berjalan terus dipimpin oleh tangan yang dinaikkan.”.

Kel 8:15,32 - “(15) Tetapi ketika Firaun melihat, bahwa telah terasa kelegaan, ia tetap berkeras (Ibrani: KAVAD) hati, dan tidak mau mendengarkan mereka keduanya - seperti yang telah difirmankan TUHAN. ... (32) Tetapi sekali inipun Firaun tetap berkeras (Ibrani: KAVAD) hati; ia tidak membiarkan bangsa itu pergi.”.

Kel 9:34-35 - “(34) Tetapi ketika Firaun melihat, bahwa hujan, hujan es dan guruh telah berhenti, maka teruslah ia berbuat dosa; ia tetap berkeras (Ibrani: KAVAD) hati, baik ia maupun para pegawainya. (35) Berkeraslah (Ibrani:  KHAZAQ) hati Firaun, sehingga ia tidak membiarkan orang Israel pergi - seperti yang telah difirmankan TUHAN dengan perantaraan Musa.”.

Kel 4:21 - “Firman TUHAN kepada Musa: Pada waktu engkau hendak kembali ini ke Mesir, ingatlah, supaya segala mujizat yang telah Kuserahkan ke dalam tanganmu, kauperbuat di depan Firaun. Tetapi Aku akan mengeraskan (Ibrani:  KHAZAQ) hatinya, sehingga ia tidak membiarkan bangsa itu pergi.”.

Yos 11:20 - “Karena TUHAN yang menyebabkan hati orang-orang itu menjadi keras (Ibrani:  KHAZAQ), sehingga mereka berperang melawan orang Israel, supaya mereka ditumpas, dan jangan dikasihani, tetapi dipunahkan, seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa.”.

Ul 2:30 - “Tetapi Sihon, raja Hesybon, tidak mau memberi kita berjalan melalui daerahnya, sebab TUHAN, Allahmu, membuat dia keras kepala dan tegar hati (Ibrani: QASHAH), dengan maksud menyerahkan dia ke dalam tanganmu, seperti yang terjadi sekarang ini.”.

Maz 105:25 - “diubahNya hati mereka untuk membenci umatNya, untuk memperdayakan hamba-hambaNya.”.

1Sam 16:14 - “Tetapi Roh TUHAN telah mundur dari pada Saul, dan sekarang ia diganggu oleh roh jahat yang dari pada TUHAN.”.

2Kor 4:4 - “yaitu orang-orang yang tidak percaya, yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus, yang adalah gambaran Allah.”.
Catatan: Istilah ilah zaman ini [KJV/RSV/NASB: the god of this world {= allah dari dunia ini}] oleh Calvin secara benar diartikan sebagai setan / Iblis.

2Tes 2:11 - “Dan itulah sebabnya Allah mendatangkan kesesatan atas mereka, yang menyebabkan mereka percaya akan dusta,”.

Yeh 14:7,9 - “(7) Karena setiap orang, baik dari kaum Israel maupun dari orang-orang asing yang tinggal di tengah-tengah Israel, yang menyimpang dari padaKu dan menjunjung berhala-berhalanya dalam hatinya dan menempatkan di hadapannya batu sandungan, yang menjatuhkannya ke dalam kesalahan, lalu datang menemui nabi untuk meminta petunjuk dari padaKu baginya - Aku, TUHAN sendiri akan menjawab dia. ... (9) Jikalau nabi itu membiarkan dirinya tergoda dengan mengatakan suatu ucapan - Aku, TUHAN yang menggoda nabi itu - maka Aku akan mengacungkan tanganKu melawan dia dan memunahkannya dari tengah-tengah umatKu Israel.”.

Ro 1:28-29 - “(28) Dan karena mereka tidak merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas: (29) penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan kefasikan.”.

Jadi, bagi orang-orang yang menganggap bahwa terjadinya dosa hanya semata-mata merupakan ijin dari Allah, silahkan menjawab argumentasi Calvin, yang mengatakan bahwa kalau itu hanya semata-mata ijin, maka itu tak bisa disebut sebagai tindakan dari Allah, padahal Alkitab menyatakan seperti itu!

4) Istilah Allah memerintah / menyuruh / berfirman’.

Yes 10:6 - “Aku akan menyuruhnya terhadap bangsa yang murtad, dan Aku akan memerintahkannya melawan umat sasaran murkaKu, untuk melakukan perampasan dan penjarahan, dan untuk menginjak-injak mereka seperti lumpur di jalan.”.

Calvin (tentang Yes 10:6): “‘I will command him to take the spoil and to take the prey. He says that he has given a loose rein to the fierceness of enemies, that they may indulge without control in every kind of violence and injustice. Now, this must not be understood as if the Assyrians had a command from God by which they could excuse themselves. There are two ways in which God commands; by his secret decree, of which men are not conscious; and by his law, in which he demands from us voluntary obedience. This must be carefully observed, that we may reply to fanatics, who argue in an irreligious manner about the decree of God, when they wish to excuse their own wickedness and that of others. It is of importance, I say, to make a judicious distinction between these two ways of commanding. When the Lord reveals his will in the law, I must not ascend to his secret decree, which he intended should not be known to me, but must yield implicit obedience.” [= Aku akan memerintahkan dia untuk mengambil rampasan dan untuk mengambil jarahan. Ia berkata bahwa Ia telah memberikan suatu kekang yang longgar pada kebengisan dari musuh-musuh, supaya mereka bisa memuaskan nafsu mereka tanpa kendali dalam setiap jenis kekerasan / kekejaman dan ketidak-adilan. Ini tidak boleh dimengerti seakan-akan orang-orang Asyur mendapatkan suatu perintah dari Allah dengan mana mereka bisa memaafkan diri mereka sendiri. Ada dua cara dalam mana Allah memerintah; oleh / dengan  ketetapan rahasiaNya, tentang mana manusia tidak menyadarinya; dan oleh / dengan hukumNya, dalam mana Ia menuntut dari kita ketaatan secara sukarela. Ini harus diperhatikan dengan teliti, supaya kita bisa menjawab orang-orang fanatik, yang berargumentasi dengan suatu cara yang jahat / tidak religius tentang ketetapan Allah, pada waktu mereka ingin memaafkan / mencari dalih bagi kejahatan mereka sendiri dan kejahatan orang-orang lain. Merupakan sesuatu yang penting, saya katakan, untuk membuat suatu perbedaan yang bijaksana antara kedua cara memerintah ini. Pada waktu Tuhan menyatakan kehendakNya dalam hukum (Taurat), saya tidak boleh naik pada ketetapan rahasiaNya, yang Ia maksudkan untuk tidak saya ketahui, tetapi harus memberikan ketaatan tanpa mempertanyakan.].

Catatan: kata-kata Calvin tentang adanya 2 macam perintah Allah ini sangat penting untuk dicamkan. Jangan mengacau-balaukan kedua macam perintah ini! Bahwa ini memang sesuai dengan Alkitab, akan saya tunjukkan dengan ayat-ayat di bawah ini.

a) Untuk memerintahkan oleh / dengan hukumNya:
Ul 5:15 - “Sebab haruslah kauingat, bahwa engkaupun dahulu budak di tanah Mesir dan engkau dibawa keluar dari sana oleh TUHAN, Allahmu dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung; itulah sebabnya TUHAN, Allahmu, memerintahkan engkau merayakan hari Sabat.”.

Ini betul-betul perintah, yang harus kita taati. Dan tentu saja ayat-ayat yang seperti ini ada banyak sekali dalam Alkitab.

b) Untuk memerintah oleh / dengan ketetapan rahasiaNya:

1. 1Raja 17:4,9 - “(4) Engkau dapat minum dari sungai itu, dan burung-burung gagak telah Kuperintahkan untuk memberi makan engkau di sana. ... (9) Bersiaplah, pergi ke Sarfat yang termasuk wilayah Sidon, dan diamlah di sana. Ketahuilah, Aku telah memerintahkan seorang janda untuk memberi engkau makan.”.

Ini bisa diartikan Allah mengatur burung gagak / janda di Sarfat untuk memberi makan Elia.

2. 2Sam 16:10-11 - “(10) Tetapi kata raja: ‘Apakah urusanku dengan kamu, hai anak-anak Zeruya? Biarlah ia mengutuk! Sebab apabila TUHAN berfirman kepadanya: Kutukilah Daud, siapakah yang akan bertanya: mengapa engkau berbuat demikian?’ (11) Pula kata Daud kepada Abisai dan kepada semua pegawainya: ‘Sedangkan anak kandungku ingin mencabut nyawaku, terlebih lagi sekarang orang Benyamin ini! Biarkanlah dia dan biarlah ia mengutuk, sebab TUHAN yang telah berfirman kepadanya demikian.”.

Jelas bahwa ini tidak berarti Tuhan betul-betul berfirman / menyuruh Simei untuk mengutuki Daud. Tetapi ini menunjukkan bahwa Allah mengatur terjadinya hal itu.

Orang yang mentaati perintah Tuhan dalam arti kedua ini, bisa dihukum Tuhan.

Yes 10:5-12 - “(5) Celakalah Asyur, yang menjadi cambuk murkaKu dan yang menjadi tongkat amarahKu! (6) Aku akan menyuruhnya terhadap bangsa yang murtad, dan Aku akan memerintahkannya melawan umat sasaran murkaKu, untuk melakukan perampasan dan penjarahan, dan untuk menginjak-injak mereka seperti lumpur di jalan. (7) Tetapi dia sendiri tidak demikian maksudnya dan tidak demikian rancangan hatinya, melainkan niat hatinya ialah hendak memunahkan dan hendak melenyapkan tidak sedikit bangsa-bangsa. (8) Sebab ia berkata: ‘Bukankah panglima-panglimaku itu raja-raja semua? (9) Bukankah Kalno sama halnya seperti Karkemis, atau bukankah Hamat seperti Arpad, atau Samaria seperti Damsyik? (10) Seperti tanganku telah menyergap kerajaan-kerajaan para berhala, padahal patung-patung mereka melebihi yang di Yerusalem dan yang di Samaria, (11) masakan tidak akan kulakukan kepada Yerusalem dan patung-patung berhalanya, seperti yang telah kulakukan kepada Samaria dan berhala-berhalanya? (12) Tetapi apabila Tuhan telah menyelesaikan segala pekerjaanNya di gunung Sion dan di Yerusalem, maka Ia akan menghukum perbuatan ketinggian hati raja Asyur dan sikapnya yang angkuh sombong.”.


-bersambung-