PERSEVERANCE OF THE SAINTS (11) (KETEKUNAN ORANG-ORANG KUDUS)
Pdt.Budi Asali, M.Div.
Matthew Henry (tentang Ibr 3:6): “‘If we hold fast the confidence, and the rejoicing of the hope, firmly to the end;’ ... there must not only be a setting out well in the ways of Christ, but a stedfastness and perseverance therein unto the end.” [= ‘Jika kita memegang teguh keyakinan, dan sukacita dari pengharapan, dengan teguh sampai akhir’; ... di sana tidak boleh hanya ada suatu keberangkatan yang baik dalam jalan-jalan dari Kristus, tetapi (juga) suatu kesetiaan dan ketekunan di dalamnya sampai akhir.].
Matthew Henry (tentang Ibr 3:12): “‘Take heed, brethren, lest there be in any of you an evil heart of unbelief in departing from the living God.’ ... An evil heart of unbelief is at the bottom of all our sinful departures from God; it is a leading step to apostasy; if once we allow ourselves to distrust God, we may soon desert him.” [= ‘Waspadalah, saudara-saudara, supaya jangan ada dalam yang manapun dari kamu suatu hati yang jahat dari ketidak-percayaan dengan meninggalkan / murtad dari Allah yang hidup’. ... Suatu hati yang jahat dari ketidak-percayaan ada pada dasar dari semua kepergian kita yang berdosa dari Allah; itu adalah suatu langkah utama pada kemurtadan; jika sekali kita mengijinkan diri kita sendiri untuk tidak mempercayai Allah, kita bisa segera meninggalkan Dia.].
Matthew Henry (tentang Ibr 3:14): “The condition on which they hold that privilege, namely, their perseverance in the bold and open profession and practice of Christ and Christianity unto the end. Not but they shall persevere, being kept by the mighty power of God through faith to salvation, but to be pressed thus to it is one means by which Christ helps his people to persevere. This tends to make them watchful and diligent, and so keeps them from apostasy. ... There are a great many who in the beginning of their profession show a great deal of courage and confidence, but do not hold them fast to the end. ... Perseverance in faith is the best evidence of the sincerity of our faith.” [= Syarat pada mana mereka memegang hak itu, yaitu, ketekunan mereka dalam pengakuan dari Kristus dan kekristenan yang berani dan terbuka sampai pada akhirnya. Hanya mereka yang akan bertekun, karena dijaga oleh kuasa yang hebat dari Allah melalui iman pada keselamatan, tetapi ditekan / didorong seperti itu padanya merupakan suatu jalan / cara dengan mana Kristus menolong umatNya untuk bertekun. Ini cenderung untuk membuat mereka berjaga-jaga dan rajin, dan dengan demikian menjaga mereka dari kemurtadan. ... Disana ada banyak orang yang pada awal dari pengakuan mereka menunjukkan keberanian dan keyakinan yang besar / banyak, tetapi tidak memegang teguh hal-hal itu sampai akhir. ... Ketekunan dalam iman adalah bukti yang terbaik dari ketulusan iman kita.].
Calvin (tentang Ibr 3:6): “He had said before that God’s house was subject to the authority of Christ. Suitably to this declaration is added the admonition that they would then have a place in God’s family when they obeyed Christ. But as they had already embraced the gospel, he mentions their condition if they persevered in the faith. For the word ‘hope’ I take for faith; and indeed hope is nothing else but the constancy of faith. He mentions ‘confidence’ and ‘rejoicing,’ or glorying, in order to express more fully the power of faith. And we hence conclude that those who assent to the Gospel doubtfully and like those who vacillate, do not truly and really believe; for faith cannot be without a settled peace of mind, from which proceeds the bold confidence of rejoicing. And so these two things, confidence and rejoicing, are ever the effects of faith, as we stated in explaining Romans the 5th chapter, and Ephesians the 3rd chapter.” [= Ia telah mengatakan sebelumnya bahwa rumah Allah tunduk pada otoritas dari Kristus. Sesuai dengan pernyataan ini ditambahkan nasehat bahwa mereka akan mempunyai suatu tempat dalam keluarga Allah pada waktu mereka mentaati Kristus. Tetapi karena mereka telah mempercayai injil, ia menyebutkan keadaan mereka jika mereka bertekun dalam iman. Untuk kata ‘pengharapan’ saya mengartikan sebagai ‘iman’; dan memang pengharapan bukan lain dari kekonstanan dari iman. Ia menyebutkan ‘keyakinan’ dan ‘bersukacita’, atau ‘bermegah’, supaya menyatakan dengan lebih penuh kuasa dari iman. Maka kami menyimpulkan bahwa mereka yang menyetujui Injil dengan ragu-ragu dan seperti mereka yang bimbang / terombang-ambing, TIDAK BENAR-BENAR DAN SUNGGUH-SUNGGUH PERCAYA; karena iman tidak bisa ada tanpa suatu damai yang menetap / teguh dari pikiran, dari mana keluar keyakinan yang berani dari sukacita. Maka kedua hal ini, keyakinan dan sukacita, selalu adalah hasil dari iman, seperti kami nyatakan dalam menjelaskan Roma pasal 5, dan Efesus pasal 3.].
Calvin (tentang Ibr 3:12): “‘Take heed, (or See,) brethren, lest there be at any time in any of you a wicked heart of unbelief,’ etc. I have preferred to retain literally what the Apostle states, rather than to give a paraphrase as to the wicked or depraved heart of unbelief, by which he intimates that unbelief would be connected with depravity or wickedness, if after having received the knowledge of Christ they departed from his faith. For he addressed them who had been imbued with the elements of Christianity; hence he immediately added, By departing; for the sin of defection is accompanied with perfidy.” [= ‘Waspadalah, (atau Jagalah,) saudara-saudara, supaya di sana jangan ada pada saat manapun di dalam siapapun dari kamu suatu hati yang jahat dari ketidak-percayaan’, dst. Saya lebih memilih untuk mempertahankan secara hurufiah apa yang sang Rasul nyatakan dari pada memberikan suatu parafrase berkenaan dengan suatu hati yang jahat atau bejat dari ketidak-percayaan, dengan mana ia mengisyaratkan bahwa ketidak-percayaan berhubungan dengan kebejatan atau kejahatan, jika setelah menerima pengetahuan tentang Kristus mereka meninggalkan imannya. Karena ia menujukan kepada mereka yang telah dikaruniai dengan elemen-elemen dari kekristenan; maka ia langsung menambahkan, ‘Dengan meninggalkan (karena ia murtad)’; karena dosa meninggalkan disertai dengan ketidak-setiaan / pengkhianatan.].
Calvin (tentang Ibr 3:14): “‘For we are made partakers,’ etc. He commends them for having begun well; but lest, under the pretext of the grace which they had obtained, they should indulge themselves in carnal security, he says that there was need of perseverance; for many having only tasted the Gospel, do not think of any progress as though they had reached the summit. Thus it is that they not only stop in the middle of their race, yea, nigh the starting-posts, but turn another way. Plausible indeed is this objection, ‘What can we wish more after having found Christ?’ But if he is possessed by faith, we must persevere in it, so that he may be our perpetual possession. Christ then has given himself to be enjoyed by us on this condition, that by the same faith by which we have been admitted into a participation of him, we are to preserve so great a blessing even to death. Hence he says ‘beginning,’ intimating that their faith was only begun. As ‘hypostasis’ sometimes means ‘confidence,’ it may be so taken here; yet the term ‘substance,’ as some have rendered it, I do not dislike, though I explain it in a way somewhat different. They think that faith is thus called, because the whole of what man may have without it is nothing but vanity; but I so regard it, because we recumb on it alone, as there is no other support on which we can rely. And suitable to this view is the word ‘steadfast’ or firm; for we shall be firmly fixed and beyond the danger of vacillating, provided faith be our foundation. The sum of the whole then is, that faith whose beginnings only appear in us, is to make constant and steady progress to the end.” [= ‘Karena kami dibuat menjadi pengambil-pengambil bagian’, dst. Ia memuji mereka karena telah memulai dengan baik; tetapi supaya jangan, di bawah dalih dari kasih karunia yang telah mereka dapatkan, mereka memuaskan diri mereka sendiri dalam keamanan yang bersifat daging, ia berkata bahwa di sana ada kebutuhan akan ketekunan; karena banyak orang yang setelah hanya MENGECAP Injil, tidak memikirkan kemajuan apapun seakan-akan mereka telah mencapai puncak. Demikianlah bahwa mereka bukan hanya berhenti di tengah-tengah perlombaan mereka, ya, dekat dengan tempat start, tetapi berbelok ke jalan / arah yang lain. Kelihatannya memang masuk akal keberatan ini, ‘Apa lagi yang yang bisa kita inginkan setelah menemukan Kristus?’ Tetapi jika Ia (Yesus) dimiliki oleh iman, kita harus bertekun di dalamnya, sehingga Ia bisa menjadi milik kita secara terus menerus / kekal. Maka Kristus telah memberikan diriNya sendiri untuk dinikmati oleh kita dengan syarat ini, bahwa oleh iman yang sama dengan mana kita telah diijinkan untuk masuk ke dalam suatu partisipasi dari Dia, kita harus menjaga berkat yang begitu besar bahkan sampai mati. Karena itu ia berkata ‘permulaan’, menunjukkan bahwa iman mereka hanya dimulai. Karena ‘HUPOSTASIS’ kadang-kadang berarti ‘keyakinan’, itu bisa diartikan demikian di sini; tetapi istilah ‘zat’, seperti beberapa orang telah menterjemahkannya, saya bukannya tidak menyukainya, sekalipun saya menjelaskannya dengan suatu cara yang agak berbeda. Mereka berpikir bahwa iman disebut demikian, karena seluruh dari apa yang manusia punyai tanpa itu adalah semata-mata kesia-siaan; tetapi saya menganggapnya demikian, karena kita bersandar padanya saja, karena di sana tidak ada penopang yang lain pada mana kita bisa bersandar. Dan cocok dengan pandangan ini adalah kata ‘setia’ atau ‘teguh’; karena kita akan dipancangkan dengan teguh dan di luar bahaya dari kebimbangan, asal iman adalah fondasi kita. Jadi, ringkasan dari semua ini adalah, bahwa iman yang permulaannya hanya kelihatannya di dalam kita, harus membuat kemajuan yang konstan dan tetap sampai akhir.].
-bersambung-
Matthew Henry (tentang Ibr 3:6): “‘If we hold fast the confidence, and the rejoicing of the hope, firmly to the end;’ ... there must not only be a setting out well in the ways of Christ, but a stedfastness and perseverance therein unto the end.” [= ‘Jika kita memegang teguh keyakinan, dan sukacita dari pengharapan, dengan teguh sampai akhir’; ... di sana tidak boleh hanya ada suatu keberangkatan yang baik dalam jalan-jalan dari Kristus, tetapi (juga) suatu kesetiaan dan ketekunan di dalamnya sampai akhir.].
Matthew Henry (tentang Ibr 3:12): “‘Take heed, brethren, lest there be in any of you an evil heart of unbelief in departing from the living God.’ ... An evil heart of unbelief is at the bottom of all our sinful departures from God; it is a leading step to apostasy; if once we allow ourselves to distrust God, we may soon desert him.” [= ‘Waspadalah, saudara-saudara, supaya jangan ada dalam yang manapun dari kamu suatu hati yang jahat dari ketidak-percayaan dengan meninggalkan / murtad dari Allah yang hidup’. ... Suatu hati yang jahat dari ketidak-percayaan ada pada dasar dari semua kepergian kita yang berdosa dari Allah; itu adalah suatu langkah utama pada kemurtadan; jika sekali kita mengijinkan diri kita sendiri untuk tidak mempercayai Allah, kita bisa segera meninggalkan Dia.].
Matthew Henry (tentang Ibr 3:14): “The condition on which they hold that privilege, namely, their perseverance in the bold and open profession and practice of Christ and Christianity unto the end. Not but they shall persevere, being kept by the mighty power of God through faith to salvation, but to be pressed thus to it is one means by which Christ helps his people to persevere. This tends to make them watchful and diligent, and so keeps them from apostasy. ... There are a great many who in the beginning of their profession show a great deal of courage and confidence, but do not hold them fast to the end. ... Perseverance in faith is the best evidence of the sincerity of our faith.” [= Syarat pada mana mereka memegang hak itu, yaitu, ketekunan mereka dalam pengakuan dari Kristus dan kekristenan yang berani dan terbuka sampai pada akhirnya. Hanya mereka yang akan bertekun, karena dijaga oleh kuasa yang hebat dari Allah melalui iman pada keselamatan, tetapi ditekan / didorong seperti itu padanya merupakan suatu jalan / cara dengan mana Kristus menolong umatNya untuk bertekun. Ini cenderung untuk membuat mereka berjaga-jaga dan rajin, dan dengan demikian menjaga mereka dari kemurtadan. ... Disana ada banyak orang yang pada awal dari pengakuan mereka menunjukkan keberanian dan keyakinan yang besar / banyak, tetapi tidak memegang teguh hal-hal itu sampai akhir. ... Ketekunan dalam iman adalah bukti yang terbaik dari ketulusan iman kita.].
Calvin (tentang Ibr 3:6): “He had said before that God’s house was subject to the authority of Christ. Suitably to this declaration is added the admonition that they would then have a place in God’s family when they obeyed Christ. But as they had already embraced the gospel, he mentions their condition if they persevered in the faith. For the word ‘hope’ I take for faith; and indeed hope is nothing else but the constancy of faith. He mentions ‘confidence’ and ‘rejoicing,’ or glorying, in order to express more fully the power of faith. And we hence conclude that those who assent to the Gospel doubtfully and like those who vacillate, do not truly and really believe; for faith cannot be without a settled peace of mind, from which proceeds the bold confidence of rejoicing. And so these two things, confidence and rejoicing, are ever the effects of faith, as we stated in explaining Romans the 5th chapter, and Ephesians the 3rd chapter.” [= Ia telah mengatakan sebelumnya bahwa rumah Allah tunduk pada otoritas dari Kristus. Sesuai dengan pernyataan ini ditambahkan nasehat bahwa mereka akan mempunyai suatu tempat dalam keluarga Allah pada waktu mereka mentaati Kristus. Tetapi karena mereka telah mempercayai injil, ia menyebutkan keadaan mereka jika mereka bertekun dalam iman. Untuk kata ‘pengharapan’ saya mengartikan sebagai ‘iman’; dan memang pengharapan bukan lain dari kekonstanan dari iman. Ia menyebutkan ‘keyakinan’ dan ‘bersukacita’, atau ‘bermegah’, supaya menyatakan dengan lebih penuh kuasa dari iman. Maka kami menyimpulkan bahwa mereka yang menyetujui Injil dengan ragu-ragu dan seperti mereka yang bimbang / terombang-ambing, TIDAK BENAR-BENAR DAN SUNGGUH-SUNGGUH PERCAYA; karena iman tidak bisa ada tanpa suatu damai yang menetap / teguh dari pikiran, dari mana keluar keyakinan yang berani dari sukacita. Maka kedua hal ini, keyakinan dan sukacita, selalu adalah hasil dari iman, seperti kami nyatakan dalam menjelaskan Roma pasal 5, dan Efesus pasal 3.].
Calvin (tentang Ibr 3:12): “‘Take heed, (or See,) brethren, lest there be at any time in any of you a wicked heart of unbelief,’ etc. I have preferred to retain literally what the Apostle states, rather than to give a paraphrase as to the wicked or depraved heart of unbelief, by which he intimates that unbelief would be connected with depravity or wickedness, if after having received the knowledge of Christ they departed from his faith. For he addressed them who had been imbued with the elements of Christianity; hence he immediately added, By departing; for the sin of defection is accompanied with perfidy.” [= ‘Waspadalah, (atau Jagalah,) saudara-saudara, supaya di sana jangan ada pada saat manapun di dalam siapapun dari kamu suatu hati yang jahat dari ketidak-percayaan’, dst. Saya lebih memilih untuk mempertahankan secara hurufiah apa yang sang Rasul nyatakan dari pada memberikan suatu parafrase berkenaan dengan suatu hati yang jahat atau bejat dari ketidak-percayaan, dengan mana ia mengisyaratkan bahwa ketidak-percayaan berhubungan dengan kebejatan atau kejahatan, jika setelah menerima pengetahuan tentang Kristus mereka meninggalkan imannya. Karena ia menujukan kepada mereka yang telah dikaruniai dengan elemen-elemen dari kekristenan; maka ia langsung menambahkan, ‘Dengan meninggalkan (karena ia murtad)’; karena dosa meninggalkan disertai dengan ketidak-setiaan / pengkhianatan.].
Calvin (tentang Ibr 3:14): “‘For we are made partakers,’ etc. He commends them for having begun well; but lest, under the pretext of the grace which they had obtained, they should indulge themselves in carnal security, he says that there was need of perseverance; for many having only tasted the Gospel, do not think of any progress as though they had reached the summit. Thus it is that they not only stop in the middle of their race, yea, nigh the starting-posts, but turn another way. Plausible indeed is this objection, ‘What can we wish more after having found Christ?’ But if he is possessed by faith, we must persevere in it, so that he may be our perpetual possession. Christ then has given himself to be enjoyed by us on this condition, that by the same faith by which we have been admitted into a participation of him, we are to preserve so great a blessing even to death. Hence he says ‘beginning,’ intimating that their faith was only begun. As ‘hypostasis’ sometimes means ‘confidence,’ it may be so taken here; yet the term ‘substance,’ as some have rendered it, I do not dislike, though I explain it in a way somewhat different. They think that faith is thus called, because the whole of what man may have without it is nothing but vanity; but I so regard it, because we recumb on it alone, as there is no other support on which we can rely. And suitable to this view is the word ‘steadfast’ or firm; for we shall be firmly fixed and beyond the danger of vacillating, provided faith be our foundation. The sum of the whole then is, that faith whose beginnings only appear in us, is to make constant and steady progress to the end.” [= ‘Karena kami dibuat menjadi pengambil-pengambil bagian’, dst. Ia memuji mereka karena telah memulai dengan baik; tetapi supaya jangan, di bawah dalih dari kasih karunia yang telah mereka dapatkan, mereka memuaskan diri mereka sendiri dalam keamanan yang bersifat daging, ia berkata bahwa di sana ada kebutuhan akan ketekunan; karena banyak orang yang setelah hanya MENGECAP Injil, tidak memikirkan kemajuan apapun seakan-akan mereka telah mencapai puncak. Demikianlah bahwa mereka bukan hanya berhenti di tengah-tengah perlombaan mereka, ya, dekat dengan tempat start, tetapi berbelok ke jalan / arah yang lain. Kelihatannya memang masuk akal keberatan ini, ‘Apa lagi yang yang bisa kita inginkan setelah menemukan Kristus?’ Tetapi jika Ia (Yesus) dimiliki oleh iman, kita harus bertekun di dalamnya, sehingga Ia bisa menjadi milik kita secara terus menerus / kekal. Maka Kristus telah memberikan diriNya sendiri untuk dinikmati oleh kita dengan syarat ini, bahwa oleh iman yang sama dengan mana kita telah diijinkan untuk masuk ke dalam suatu partisipasi dari Dia, kita harus menjaga berkat yang begitu besar bahkan sampai mati. Karena itu ia berkata ‘permulaan’, menunjukkan bahwa iman mereka hanya dimulai. Karena ‘HUPOSTASIS’ kadang-kadang berarti ‘keyakinan’, itu bisa diartikan demikian di sini; tetapi istilah ‘zat’, seperti beberapa orang telah menterjemahkannya, saya bukannya tidak menyukainya, sekalipun saya menjelaskannya dengan suatu cara yang agak berbeda. Mereka berpikir bahwa iman disebut demikian, karena seluruh dari apa yang manusia punyai tanpa itu adalah semata-mata kesia-siaan; tetapi saya menganggapnya demikian, karena kita bersandar padanya saja, karena di sana tidak ada penopang yang lain pada mana kita bisa bersandar. Dan cocok dengan pandangan ini adalah kata ‘setia’ atau ‘teguh’; karena kita akan dipancangkan dengan teguh dan di luar bahaya dari kebimbangan, asal iman adalah fondasi kita. Jadi, ringkasan dari semua ini adalah, bahwa iman yang permulaannya hanya kelihatannya di dalam kita, harus membuat kemajuan yang konstan dan tetap sampai akhir.].
-bersambung-