Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perseverance of the saints (25) (ketekunan orang-orang kudus)


Pdt. Budi Asali, M. Div.

(4)Tentang kitab Pengkhotbah.

Dimulai oleh Martin Luther, dan banyak orang yang lalu mengikutinya, ada banyak penafsir yang menentang pandangan bahwa kitab Pengkhotbah ditulis oleh Salomo.
Penulis dari Pulpit Commentary tentang kitab Pengkhotbah, sekalipun menganggap bahwa penulis kitab ini bukan Salomo (‘Introduction’, hal xii), tetapi menambahkan sebagai berikut:

Pulpit Commentary (tentang Pengkhotbah): In deciding thus we are not precluded from considering that many of the proverbs and sayings contained herein come from an earlier age, and may have been popularly attributed to Solomon himself.[= Dalam memutuskan seperti itu kami tidak membuang / mengeluarkan dari pemikiran bahwa banyak dari amsal-amsal dan pepatah-pepatah yang ada di dalamnya datang dari jaman yang lebih awal, dan bisa / mungkin secara populer dianggap berasal dari Salomo sendiri.] - ‘Introduction’, hal xiv.
Catatan: ini memang tidak bisa salah, karena perhatikan Pkh 1:1 - “Inilah perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem.”.
Anak Daud yang menjadi raja di Yerusalem tidak ada lain kecuali Salomo. Jadi, kalaupun bukan Salomo yang menulis Kitab Pengkhotbah, maka tetap pasti bahwa kata-kata Salomo banyak dikutip / dimasukkan ke dalam Kitab ini oleh penulisnya.

Pulpit Commentary (tentang 1Raja 11): “We need not attempt to solve the purely speculative question as to whether he ever recovered from his fall; his later writings suggest at least the hope that it was so.” [= Kita tidak perlu mencoba untuk menyelesaikan pertanyaan yang sepenuhnya bersifat spekulasi berkenaan dengan apakah ia pernah pulih dari kejatuhannya; tulisan-tulisannya pada masa belakangan sedikitnya menunjukkan harapan bahwa ia memang pulih / bertobat.] - hal 231.

Keil & Delitzsch (tentang 1Raja 11:41-43): “Whether Solomon turned to the Lord again with all his heart, a question widely discussed by the older commentators ... cannot be ascertained from the Scriptures. If the Preacher (Koheleth) is traceable to Solomon so far as the leading thoughts are concerned, we should find in this fact an evidence of his conversion, or at least a proof that at the close of his life Solomon discovered the vanity of all earthly possessions and aims, and declared the fear of God to be the only abiding good, with which a man stand before the judgment of God.” [= Apakah Salomo berbalik kepada Tuhan lagi dengan segenap hatinya, suatu pertanyaan yang didiskusikan secara meluas oleh penafsir-penafsir kuno ... tidak bisa dipastikan dari Kitab Suci. Jika kitab Pengkhotbah bisa ditelusuri jejaknya sampai kepada Salomo sejauh pokok-pokok utamanya yang dipersoalkan, kita harus mendapatkan dalam fakta ini suatu bukti dari pertobatannya, atau sedikitnya suatu bukti bahwa pada akhir hidupnya Salomo menemukan kesia-siaan dari semua milik dan tujuan duniawi, dan menyatakan rasa takut kepada Allah sebagai satu-satunya hal baik yang menetap, dengan mana seseorang berdiri di hadapan penghakiman Allah.] - hal 182,183.

The Bible Exposition Commentary (tentang 1Raja 11:1-8): When you read the Book of Ecclesiastes, you discover that when Solomon’s heart began to turn from the Lord, he went through a period of cynicism and despair. He even questioned whether his life was worth living. Without a close walk with the Lord, his heart was empty, so he pursued pleasure, became involved in commercial ventures with many foreign nations, and engaged in vast building programs. However, he still found no enjoyment in life. At least thirty-eight times in Ecclesiastes, Solomon wrote, ‘Vanity of vanities.’ [= Pada waktu engkau membaca Kitab Pengkhotbah, engkau menemukan bahwa pada waktu hati Salomo mulai berbalik dari Tuhan, ia melalui suatu masa dari sikap sinis dan putus asa. Ia bahkan mempertanyakan apakah hidupnya layak untuk dijalani. Tanpa suatu hidup yang dekat dengan Tuhan, hatinya kosong, sehingga ia mengejar kesenangan, menjadi terlibat dalam usaha-usaha komersial dengan banyak bangsa-bangsa asing, dan sibuk dengan program-program pembangunan yang luas / banyak. Tetapi ia tetap tidak menemukan penikmatan dalam kehidupan. Sedikitnya 38 kali dalam Pengkhotbah, Salomo menulis, ‘kesia-siaan dari kesia-siaan’.].

Matthew Henry (tentang 1Raja 11:9-11): Upon this message which God graciously sent to Solomon, to awaken his conscience and bring him to repentance, we have reason to hope that he humbled himself before God, confessed his sin, begged pardon, and returned to his duty, that he then published his repentance in the book of Ecclesiastes, where he bitterly laments his own folly and madness (ch. 7:25,26), and warns others to take heed of the like evil courses, and to fear God and keep his commandments, in consideration of the judgment to come, which, it is likely, had made him tremble, as it did Felix. That penitential sermon was as true an indication of a heart broken for sin and turned from it as David’s penitential psalms were, though of another nature. God’s grace in his people works variously. [= Terhadap pernyataan / pesan ini yang Allah secara penuh kasih karunia kirimkan kepada Salomo, untuk membangunkan hati nuraninya dan membawanya pada pertobatan, kami mempunyai alasan untuk berharap bahwa ia merendahkan dirinya sendiri di hadapan Allah, mengakui dosanya, meminta ampun, dan kembali pada kewajibannya, bahwa ia lalu mempublikasikan pertobatannya dalam kitab Pengkhotbah, dimana ia dengan pahit meratapi kebodohan dan kegilaannya sendiri (psl 7:25,26), dan memperingati orang-orang lain untuk memperhatikan jalan-jalan jahat yang serupa, dan untuk takut kepada Allah dan mentaati hukum-hukum / perintah-perintahNya, dengan mempertimbangkan penghakiman yang akan datang, yang, adalah mungkin, telah membuatnya gemetar, seperti hal itu membuat Felix gemetar. Khotbah pertobatan / penyesalan itu adalah suatu petunjuk yang sama benarnya tentang suatu hati yang remuk untuk dosa dan berbalik darinya, seperti mazmur-mazmur pertobatan / penyesalan Daud, sekalipun sifat dasarnya berbeda. Kasih karunia Allah dalam umatNya bekerja secara berbeda-beda.].

Pkh 7:25-26 - “(25) Aku tujukan perhatianku untuk memahami, menyelidiki, dan mencari hikmat dan kesimpulan, serta untuk mengetahui bahwa kefasikan itu kebodohan dan kebebalan itu kegilaan. (26) Dan aku menemukan sesuatu yang lebih pahit dari pada maut: perempuan yang adalah jala, yang hatinya adalah jerat dan tangannya adalah belenggu. Orang yang dikenan Allah terhindar dari padanya, tetapi orang yang berdosa ditangkapnya..

The Bible Exposition Commentary (tentang 1Raja 11:33): “Solomon reigned from 971 to 931. Did he return to the Lord before he died? Bible students don’t agree in their interpretations and answers. Certainly his admonition in Eccl 12:13-14 points in the direction of repentance and restoration, and we trust this was so.” [= Salomo bertakhta dari 971 sampai 931 (SM). Apakah ia kembali kepada Tuhan sebelum ia mati? Pelajar-pelajar Alkitab tidak sependapat dalam penafsiran dan jawaban mereka. Pastilah peringatan / nasehatnya dalam Pkh 12:13-14 menunjuk ke arah pertobatan dan pemulihan, dan demikianlah kami percaya.].

Pkh 12:13-14 - “(13) Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintahNya, karena ini adalah kewajiban setiap orang. (14) Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat.”.

Matthew Poole (tentang 1Raja 11:43): “But it seems to be put out of dispute by the Book of Ecclesiastes, which (by the general consent both of Jewish and Christian interpreters) was written by Solomon, and that after his fall, as is evident, not only from the unanimous testimony of the Hebrew writers, who thence conclude that he did repent, and was saved; but also from the whole strain of that book, which was written long after he had finished all his works, and after he had liberally drunk of all sorts of sensual pleasures, and sadly experienced the bitter effects of his love of women, Ec 7:27, &c; which makes it more than probable, that as David wrote Ps 51, so Solomon wrote this book, as a public testimony and profession of his repentance. And this argument is so cogent, that those interpreters who are of the other opinion confess it, if Solomon did write this book after his fall, which they pretend he wrote before it; but they offer not any argument to prove it. And therefore we have reason to conclude that Solomon did repent, and was saved.” [= Tetapi itu (pertobatan Salomo) kelihatannya disingkirkan dari perdebatan oleh Kitab Pengkhotbah, yang (oleh persetujuan umum baik dari penafsir-penafsir Yahudi maupun Kristen) ditulis oleh Salomo, dan bahwa setelah kejatuhannya, seperti adalah jelas, bukan hanya dari kesaksian dengan suara bulat dari penulis-penulis Ibrani, yang dari situ menyimpulkan bahwa ia memang bertobat, dan diselamatkan; tetapi juga dari seluruh nada dari kitab itu, yang ditulis lama setelah ia telah menyelesaikan semua pekerjaannya, dan setelah ia telah meminum secara bebas semua jenis kesenangan-kesenangan daging / duniawi, dan mengalami secara pahit hasil-hasil / efek-efek yang pahit dari cintanya kepada perempuan-perempuan, Pkh 7:27, dst.; yang membuatnya lebih dari mungkin, bahwa seperti Daud menulis Maz 51, demikian juga Salomo menulis Kitab ini, sebagai suatu kesaksian dan pengakuan umum tentang pertobatannya. Dan argumentasi ini adalah begitu kuat / meyakinkan, sehingga penafsir-penafsir yang mempunyai pandangan lain mengakui argumentasi ini, jika Salomo memang menulis kitab ini setelah kejatuhannya, yang mereka claim ia tuliskan sebelumnya; tetapi mereka tidak memberikan argumentasi apapun untuk membuktikannya. Dan karena itu kita mempunyai alasan untuk menyimpulkan bahwa Salomo memang bertobat, dan diselamatkan.] - hal 682.

Catatan: terhadap argumentasi Clarke di atas yang mengatakan bahwa dalam kitab Pengkhotbah tidak disebutkan tentang kesia-siaan dari penyembahan berhala, dan juga tidak ada pengakuan dosa / permintaan ampun, saya menjawab sebagai berikut:

(a)Penjahat yang bertobat di kayu salib juga tidak diceritakan bahwa ia mengaku dosa, minta ampun dan sebagainya. Tetapi tetap ia dianggap betul-betul bertobat!

(b)Pertobatan dari pemungut cukai (Luk 18:13), yang juga tidak membicarakan korupsi / penindasan yang ia lakukan, tetapi ia toh diampuni / dibenarkan.

(c)Maz 51 itu sendiri, yang merupakan doa pengakuan dosa raja Daud, sama sekali tidak menyinggung tentang perzinahan (dengan Batsyeba) dan pembunuhan (terhadap Uria) yang ia lakukan.
Catatan: perlu diketahui bahwa Maz 51:1-2 dalam Kitab Suci Indonesia, yang memang membicarakan perzinahannya dengan Batsyeba, sebetulnya tidak termasuk dalam Kitab Suci. Itu hanya merupakan catatan tambahan dari ahli Taurat yang menyalin manuscript / naskah. Dalam Kitab Suci bahasa Inggris bagian-bagian seperti itu selalu diletakkan di headnote (catatan kepala). Dan Maz 51:3 dalam Kitab Suci Indonesia = Psalm 51:1 dalam Alkitab bahasa Inggris.

(d)Kalau seseorang harus bertobat / mengaku dosa dari setiap dosanya sebelum kematiannya dan baru ia diselamatkan, maka:
·       Hanya sangat sedikit orang percaya yang selamat. Pikirkan, ada berapa orang bisa / sempat bertobat dan mengaku setiap dosanya sebelum kematiannya? Dan kalau ada yang menjawab bahwa itu hanya berlaku untuk dosa-dosa yang besar / berat saja, seperti penyembahan berhala yang dilakukan oleh Salomo, maka saya menjawab: dimana letak batasannya antara dosa besar dan dosa kecil? Kalau dusta termasuk dosa kecil, bagaimana dengan mencuri, merampok, menculik, membunuh, berzinah, dan sebagainya. Yang mana yang masuk dosa kecil, dan yang mana dosa besar? Pertanyaan ini tidak mungkin bisa dijawab.
·       Ini berbau ajaran sesat ‘salvation by works’ [= keselamatan oleh perbuatan baik].

(d)Kitab Pengkhotbah memang bukan merupakan suatu doa pengakuan dosa seperti Maz 51. Tetapi dari isinya kita bisa melihat sikap hati Salomo.

Ada satu bagian dari kitab Pengkhotbah yang menunjukkan pandangan negatif Salomo tentang perempuan, dan ini bisa saja berhubungan dengan dosanya yang disebabkan karena perempuan-perempuan.

Pkh 7:26-29 - “(26) Dan aku menemukan sesuatu yang lebih pahit dari pada maut: perempuan yang adalah jala, yang hatinya adalah jerat dan tangannya adalah belenggu. Orang yang dikenan Allah terhindar dari padanya, tetapi orang yang berdosa ditangkapnya. (27) Lihatlah, ini yang kudapati, kata Pengkhotbah: Sementara menyatukan yang satu dengan yang lain untuk mendapat kesimpulan, (28) yang masih kucari tetapi tidak kudapati, kudapati seorang laki-laki di antara seribu, tetapi tidak kudapati seorang perempuan di antara mereka. (29) Lihatlah, hanya ini yang kudapati: bahwa Allah telah menjadikan manusia yang jujur, tetapi mereka mencari banyak dalih.”.

Matthew Henry (tentang Pkh 7:23-29): Solomon had hitherto been proving the vanity of the world and its utter insufficiency to make men happy; now here he comes to show the vileness of sin, and its certain tendency to make men miserable; and this, as the former, he proves from his own experience, and it was a dear-bought experience. He is here, more than any where in all this book, putting on the habit of a penitent. ... He now discovered more than ever of the evil of that great sin which he himself had been guilty of, the ‘loving of many strange women,’ 1 Kings 11:1. This is that which he here most feelingly laments, and in very pathetic expressions. [= Sampai disini Salomo telah membuktikan kesia-siaan dari dunia dan ketidak-cukupannya yang mutlak untuk membuat manusia bahagia; sekarang disini ia menunjukkan kejahatan / kebejatan dari dosa, dan kecondongannya yang pasti untuk membuat manusia tidak bahagia; dan hal ini, seperti hal yang lalu, ia buktikan dari pengalamannya sendiri, dan itu adalah pengalaman yang dibayar dengan mahal. Ia di sini, lebih dari pada dimanapun dalam seluruh kitab ini, mengenakan kebiasaan dari seorang petobat / orang yang menyesal. ... Sekarang ia mendapati lebih dari kapanpun tentang kejahatan dari dosa yang besar itu tentang mana ia sendiri bersalah, ‘cinta terhadap banyak perempuan asing’, 1Raja 11:1. Ini adalah hal yang di sini ia ratapi dengan paling penuh perasaan, dan dalam pernyataan-pernyataan yang paling menyedihkan.].

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Pkh 7:26): “I find that of all my sinful follies, none has been so ruinous a snare in seducing me from God as idolatrous women (1 Kings 11:3-4; Prov 5:3-4). Since ‘God’s favour is better than life,’ she who seduces from God is ‘more bitter than death.’” [= Aku mendapati bahwa dari semua kebodohan-kebodohan berdosaku, tak ada yang begitu telah lebih menghancurkan dalam menggoda / membujuk aku seperti perempuan-perempuan penyembah berhala (1Raja 11:3-4; Amsal 5:3-4). Karena ‘kebaikan / kasih setia Allah lebih baik dari pada hidup’, ia yang menggoda / membujuk dari Allah adalah ‘lebih pahit dari pada maut’.].
Maz 63:4 - “Sebab kasih setiaMu lebih baik dari pada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau.”.

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Pkh 7:28): Solomon, in the word ‘thousand,’ alludes to his 300 wives and 700 concubines (1 Kings 11:3). Among these it was not likely that he should find the fidelity which one true wife pays to one husband. [= Salomo, dalam kata ‘seribu’ menunjuk secara tak langsung kepada 300 istri dan 700 gundiknya (1Raja 11:3). Di antara ini tidak ada kemungkinan bahwa ia mendapati kesetiaan yang diberikan satu istri yang benar kepada suaminya.].
Catatan: seharusnya istri yang 700 dan gundiknya 300 (1Raja 11:3).

(5)Tentang kata-kata Daud kepada Salomo dalam 1Taw 28:9.
1Taw 28:9 (kata-kata Daud) - “Dan engkau, anakku Salomo, kenallah Allahnya ayahmu dan beribadahlah kepadaNya dengan tulus ikhlas dan dengan rela hati, sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita. Jika engkau mencari Dia, maka Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi jika engkau meninggalkan Dia maka Ia akan membuang engkau untuk selamanya.”.

(a)Kata-kata ‘jika engkau meninggalkan Dia’ oleh Matthew Poole ditafsirkan sebagai suatu kemurtadan total. Dan menurut saya memang harus diartikan demikian, karena kalau tidak, maka ayat ini akan bertentangan dengan 2Sam 7:14-15.

2Sam 7:12-15 - “(12) Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. (13) Dialah yang akan mendirikan rumah bagi namaKu dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya untuk selama-lamanya. (14) Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anakKu. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang diberikan anak-anak manusia. (15) Tetapi kasih setiaKu tidak akan hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah Kujauhkan dari hadapanmu.”.

Menurut 2Sam 7:14 ini, kalau Salomo melakukan kesalahan, yang Tuhan akan lakukan adalah menghajar dia, bukan membuang dia untuk selamanya.

Matthew Henry (tentang 1Raja 11:9-11): Thus, though Solomon fell, he was not utterly cast down; what God had said to David concerning him was fulfilled: I will chasten him with the rod of men, but my mercy shall not depart from him, 2 Sam 7:14,15. [= Jadi, sekalipun Salomo jatuh, ia tidak sepenuhnya dikecewakan; apa yang Allah katakan kepada Daud tentang dia digenapi: Aku akan menghajar dia dengan tongkat dari manusia, tetapi belas kasihanKu tidak akan meninggalkannya, 2Sam 7:14-15.].

(b)Saya menganggap 1Taw 28:9 ini bukan sebagai problem, karena memang sekalipun Kitab Suci di satu sisi memberikan jaminan keselamatan bagi orang kristen yang sejati, tetapi di sisi lain Kitab Suci juga memberikan ayat-ayat yang menuntut orang kristen yang sejati itu hidup secara bertanggung jawab.

(6)Argumentasi yang meragukan berdasarkan 2Taw 9.
Dalam kitab 2Tawarikh, cerita tentang Salomo diceritakan dalam pasal 1-9. Tetapi yang aneh adalah cerita tentang kejatuhan / kemurtadan Salomo sama sekali tidak diceritakan dalam 2Taw. Mengapa? Ini jawaban Matthew Henry.

Matthew Henry (tentang 2Taw 9:13-31): It is very observable that no mention is here made of Solomon’s departure from God in his latter days, not the least hint given of it, 1. Because the Holy Ghost would teach us not to take delight in repeating the faults and follies of others. If those that have been in reputation for wisdom and honour misbehave, though it may be of use to take notice of their misconduct for warning to ourselves and others, yet we must not be forward to mention it, once the speaking of it is enough; why should that unpleasing string be again struck upon? Why can we not do as the sacred historian here does, speak largely of that in others which is praise-worthy, without saying any thing of their blemishes, yea, though they have been gross and obvious? This is but doing as we would be done by. 2. Because, though he fell, yet he was not utterly cast down. His sin is not again recorded, because it was repented of, and pardoned, and became as if it had never been. Scripture-silence sometimes speaks. I am willing to believe that its silence here concerning the sin of Solomon is an intimation that none of the sins he committed were mentioned against him, Ezek 33:16. When God pardons sin he casts it behind his back and remembers it no more. [= Merupakan sesuatu yang jelas bahwa tak ada penyebutan dibuat di sini tentang tindakan Salomo meninggalkan Allah pada hari-hari belakangannya, tidak ada petunjuk yang terkecil sekalipun diberikan tentangnya, 1. Karena Roh Kudus mau mengajar kita tidak bersenang-senang dengan mengulangi kesalahan-kesalahan dan kebodohan-kebodohan orang-orang lain. Jika mereka yang telah mempunyai reputasi untuk hikmat dan hormat bertindak secara buruk, sekalipun bisa berguna untuk memperhatikan kesalahan mereka sebagai peringatan bagi diri kita sendiri dan orang-orang lain, tetapi kita tidak boleh bersemangat / mempunyai kecenderungan untuk menyebutkannya, setelah sekali membicarakan tentangnya itu sudah cukup; mengapa senar yang tidak menyenangkan itu harus dipetik lagi? Mengapa kita tidak bisa melakukan seperti ahli sejarah yang keramat / kudus di sini lakukan, berbicara terutama tentang hal-hal yang layak dipuji dalam orang-orang lain, tanpa mengatakan apapun dari cacat-cacat mereka, ya, sekalipun mereka adalah memalukan dan jelas? Ini hanyalah tindakan dimana kita mau mencari keuntungan (?). 2. Karena, sekalipun ia jatuh, tetapi ia tidak sepenuhnya ditolak. Dosanya tidak dicatat lagi, karena ia sudah bertobat darinya, dan diampuni, dan menjadi seakan-akan itu tidak pernah terjadi. Diamnya Kitab Suci kadang-kadang berbicara. Saya mau percaya bahwa diamnya Kitab Suci di sini berkenaan dengan dosa Salomo merupakan suatu petunjuk bahwa tak ada dari dosa-dosa yang ia lakukan disebutkan menentang / terhadap dia, Yeh 33:16. Pada waktu Allah mengampuni dosa Ia membuangnya di belakang punggungNya dan tidak mengingatnya lagi.].

Yeh 33:14-16 - “(14) Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti mati! - tetapi ia bertobat dari dosanya serta melakukan keadilan dan kebenaran, (15) orang jahat itu mengembalikan gadaian orang, ia membayar ganti rampasannya, menuruti peraturan-peraturan yang memberi hidup, sehingga tidak berbuat curang lagi, ia pasti hidup, ia tidak akan mati. (16) Semua dosa yang diperbuatnya tidak akan diingat-ingat lagi; ia sudah melakukan keadilan dan kebenaran, maka ia pasti hidup..

Bandingkan juga dengan ayat-ayat ini:
Maz 130:3 - Jika Engkau, ya TUHAN, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan?.
Yes 43:25 - Aku, Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu..

Saya tidak tahu argumentasi Matthew Henry ini bisa dipakai secara sah atau tidak, karena kalau kita melihat Daud, sekalipun ia sudah bertobat dalam urusannya dengan Batsyeba / Uria (2Sam 11-12), tetapi dosanya dibicarakan lagi dalam 1Raja 15:5.

1Raja 15:5 - karena Daud telah melakukan apa yang benar di mata TUHAN dan tidak menyimpang dari segala yang diperintahkanNya kepadanya seumur hidupnya, kecuali dalam perkara Uria, orang Het itu..

Catatan: ini cerita tentang Yerobeam, jadi pada jaman sesudah Salomo mati. Sebetulnya secara keseluruhan ini merupakan pujian terhadap Daud, tetapi toh cacat besarnya dibicarakan pada bagian akhir ayat ini.

Juga dosa Daud dalam melakukan sensus (2Sam 24), terhadap mana ia sudah bertobat (2Sam 24:10), tetap dibicarakan lagi dalam 1Taw 21.

Bahkan, untuk Salomo sendiri, dosa-dosanya dalam mengumpulkan emas, perak, kuda dan kereta tetap dibicarakan lagi dalam 2Taw 9 ini.
2Taw 9:1,9-10,13-28 - “(1) Ketika ratu negeri Syeba mendengar kabar tentang Salomo, maka dengan pasukan pengiring yang sangat besar dan dengan unta-unta yang membawa rempah-rempah, banyak emas dan batu permata yang mahal-mahal datanglah ia ke Yerusalem hendak menguji Salomo dengan teka-teki. Setelah ia sampai kepada Salomo, dipercakapkannyalah segala yang ada dalam hatinya dengan dia. ... (9) Lalu diberikan kepada raja seratus dua puluh talenta emas, dan sangat banyak rempah-rempah dan batu permata yang mahal-mahal; tidak pernah lagi ada rempah-rempah seperti yang diberikan ratu negeri Syeba kepada raja Salomo itu. (10) Lagipula hamba-hamba Huram dan hamba-hamba Salomo, yang membawa emas dari Ofir, membawa juga kayu cendana dan batu permata yang mahal-mahal. ... (13) Adapun berat emas, yang dibawa kepada Salomo dalam satu tahun ialah seberat enam ratus enam puluh enam talenta, (14) belum terhitung yang dibawa oleh saudagar-saudagar dan pedagang-pedagang; juga semua raja Arab dan bupati-bupati di negeri itu membawa emas dan perak kepada Salomo. (15) Raja Salomo membuat dua ratus perisai besar dari emas tempaan, enam ratus syikal emas tempaan dipakainya untuk setiap perisai besar; (16) ia membuat juga tiga ratus perisai kecil dari emas tempaan, tiga ratus syikal emas dipakainya untuk setiap perisai kecil; lalu raja menaruh semuanya itu di dalam gedung ‘Hutan Libanon’. (17) Juga raja membuat takhta besar dari gading, yang disalutnya dengan emas murni. (18) Takhta itu enam tingkatnya, dan tumpuan kakinya dari emas, yang dipautkan pada takhta itu, dan pada kedua sisi tempat duduk ada kelek-kelek. Di samping kelek-kelek itu berdiri dua singa, (19) sedang dua belas singa berdiri di atas keenam tingkat itu sebelah-menyebelah; belum pernah diperbuat yang demikian bagi sesuatu kerajaan. (20) Segala perkakas minuman raja Salomo dari emas dan segala barang di gedung ‘Hutan Libanon’ itu dari emas murni; perak tidak dianggap berharga pada zaman Salomo. (21) Sebab raja mempunyai kapal-kapal yang berlayar ke Tarsis bersama-sama dengan orang-orang Huram; dan sekali tiga tahun kapal-kapal Tarsis itu datang membawa emas dan perak serta gading; juga kera dan burung merak. (22) Raja Salomo melebihi semua raja di bumi dalam hal kekayaan dan hikmat. (23) Semua raja di bumi berikhtiar menghadap Salomo untuk menyaksikan hikmat yang telah ditaruh Allah di dalam hatinya. (24) Mereka datang masing-masing membawa persembahannya, yakni barang-barang perak dan barang-barang emas, pakaian, senjata, rempah-rempah, kuda dan bagal, dan begitulah tahun demi tahun. (25) Salomo mempunyai juga empat ribu kandang untuk kuda-kudanya dan kereta-keretanya dan dua belas ribu orang berkuda, yang ditempatkan dalam kota-kota kereta dan dekat raja di Yerusalem. (26) Dan ia memerintah atas semua raja mulai dari sungai Efrat sampai negeri orang Filistin dan sampai ke tapal batas Mesir. (27) Raja membuat banyaknya perak di Yerusalem sama seperti batu, dan banyaknya pohon kayu aras sama seperti pohon ara yang tumbuh di Daerah Bukit. (28) Kuda untuk Salomo didatangkan dari Misraim dan dari segala negeri..

Pulpit Commentary (tentang 2Taw 9): Gold must be hoarded, and Christ and heaven must be lost;[= Emas harus ditimbun / dikumpulkan, dan Kristus dan surga harus terhilang;] - hal 112.

Pulpit Commentary (tentang 2Taw 9): Vers. 13–20, 27. - Gold and silver. ... But what was (or is) the value of it? We may consider the extent to which the plentifulness of silver and gold is - I. A source of present gratification. Undoubtedly Solomon, his courtiers, and his subjects did find a pleasure in the fact that all these objects were ‘of beaten gold,’ that gold and silver met their eye everywhere. At first that pleasure may have been keen enough. But it was one of those joys that pall and pass with time; familiarity with it made it to lose its charm; it must have become less delightful as it became more common, until it became literally true that ‘it was not anything accounted of’ (ver. 20). Splendid surroundings are pleasurable enough at first, but their virtue fades with the passing years and even with the fleeting months; and it is not long before that which seemed so brilliant and promised so much enjoyment is ‘not accounted of’ at all. ... Great wealth does not go far to enrich a nation when it does nothing more for it than provide targets and shields, drinking-vessels and ivory thrones overlaid with gold with golden footstools - nothing more than multiply splendours about the royal palace. ... Wealth that only ministers to luxury does very little good to its owner. ... Wealth tends to luxury; luxury to indulgence; indulgence to deterioration; deterioration to ruin. Much gold and silver may be attractive enough; but they need to be well fortified with sacred principles who would stand the test of them, and be quite unscathed by them.[= Ay 13-20,27. - Emas dan perak. ... Tetapi apa nilai darinya, dulu atau sekarang? Kita bisa mempertimbangkan nilai dari kelimpahan dari perak dan emas, yang adalah - I. Suatu sumber dari kesenangan / kepuasan pada saat ini. Tak diragukan, Salomo, pegawai-pegawai istananya, dan bawahan-bawahannya memang mendapatkan suatu kesenangan dalam fakta bahwa semua benda-benda ini adalah ‘dari emas tempaan’, bahwa emas dan perak bisa mereka lihat dimana-mana. Pertama-tama / mula-mula kesenangan itu bisa cukup kuat. Tetapi itu adalah salah satu dari sukacita-sukacita itu yang jadi membosankan dan berlalu / berakhir dengan berjalannya waktu; keakraban dengannya membuatnya kehilangan daya tariknya; itu pasti telah menjadi kurang menyenangkan pada waktu itu menjadi lebih umum, sampai itu menjadi benar secara hurufiah bahwa ‘itu bukanlah sesuatu yang dianggap’ (ay 20). Lingkungan yang sangat bagus cukup menyenangkan pada mulanya, tetapi keindahan mereka memudar dengan berlalunya tahun-tahun dan bahkan bulan-bulan; dan tak butuh waktu lama sebelum apa yang tadinya kelihatan begitu indah / megah dan menjanjikan begitu banyak penikmatan, menjadi ‘tidak dianggap’ sama sekali. ... Kekayaan yang besar tidak berhasil untuk memperkaya suatu bangsa pada waktu itu tidak melakukan apapun yang lebih untuk bangsa itu dari pada menyediakan perisai-perisai kecil dan besar, perkakas-perkakas minuman dan takhta dari gading berlapis emas dengan tumpuan kaki dari emas - tidak lebih dari menambah keindahan / kemegahan tentang istana raja. ... Kekayaan yang hanya melayani kemewahan tidak berguna untuk pemiliknya. ... Kekayaan cenderung pada kemewahan; kemewahan condong pada pemuasan nafsu / keinginan; pemuasan nafsu / keinginan condong pada keburukan / kemerosotan; keburukan / kemerosotan condong pada kehancuran. Banyak emas dan perak bisa cukup menarik; tetapi mereka perlu dibentengi dengan baik dengan prinsip-prinsip kudus yang akan menahan ujian mereka, dan tidak dirugikan / dilukai oleh mereka.] - hal 113-114.

Pulpit Commentary (tentang 2Taw 9): Grandeur without godliness. The historian is drawing his records of the reign of Solomon to a close; and, in taking his view (or his review) of it, he has much to say of the splendours of his throne and of his surroundings; of the multitude of his horses and chariots, with their stalls and stables; of his store of gold and silver; of his apes and peacocks; of his ships and his cedars; but he says nothing of his service of Jehovah; nothing of the gratitude he showed to God for the very bountiful blessings he had bestowed upon him, and the high estate to which he had raised him, and the special gifts of mind with which he had endowed him. Here there is a painful absence, a silence that speaks only too forcibly. ... It must have been in painful, not to say guilty, contrast with much poverty in many hundreds of Hebrew homes. ... It entailed a heavy penalty on the people in the shape of burdensome taxes. Grandeur without godliness is a serious sin and a profound mistake. It is as guilty as it is foolish. And so we find the man who ‘passed all the kings of the earth’ in wealth and in a certain order of wisdom (ver. 22), going down into fault and failure because he lost that ‘fear of God’ which he ought to have understood was ‘the beginning of wisdom.’[= Kemegahan tanpa kesalehan. Sang ahli sejarah sedang menggambarkan catatannya tentang pemerintahan Salomo sampai pada akhirnya; dan, dalam mengambil pandangannya (atau memeriksa kembali) tentangnya, ia mempunyai banyak hal untuk dibicarakan tentang kemegahan dari takhtanya dan dari sekelilingnya; tentang banyaknya kuda dan keretanya, dengan kandang-kandangnya; tentang jumlah yang besar dari emas dan peraknya; tentang kera-kera dan burung-burung meraknya; tentang kapal-kapal dan kayu arasnya; tetapi ia tidak berkata apapun tentang pelayanannya bagi Yehovah; tidak ada apapun tentang rasa terima kasih ia tunjukkan kepada Allah untuk berkat-berkat yang berlimpah-limpah yang telah Ia berikan kepadanya, dan posisi / keadaan yang tinggi pada mana Ia telah meninggikan dia, dan karunia-karunia khusus tentang pikiran dengan mana Ia telah memperlengkapinya. Di sini ada suatu absen / ketiadaan yang menyakitkan, suatu ke-diam-an yang berbicara terlalu kuat. ... Itu pasti merupakan kontras yang menyakitkan, bahkan bersalah, dengan banyak kemelaratan dalam ratusan rumah-rumah orang Ibrani. ... Itu membutuhkan suatu konsekwensi yang berat pada bangsa itu dalam bentuk pajak-pajak yang sangat membebani. Kemegahan tanpa kesalehan adalah suatu dosa yang serius dan suatu kesalahan yang mendalam. Itu merupakan suatu kesalahan maupun suatu kebodohan. Dan demikianlah kita mendapati orang yang ‘melebihi semua raja-raja di bumi’ dalam kekayaan dan tingkat tertentu dari hikmat (ay 22), berjalan turun ke dalam kesalahan dan kegagalan karena ia kehilangan ‘rasa takut kepada Allah’ itu yang seharusnya telah ia mengerti sebagai ‘permulaan dari hikmat’.] - hal 114-115.

Bdk. Amsal 1:7 - Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan..

Pulpit Commentary (tentang 2Taw 9): Simplicity and sacred service. Rather than have grandeur without godliness, who would not live in obscurity with a name that does not travel beyond his ‘native hills,’ in a home unfamiliar with ivory and gold, living on homeliest fare and dressed in plainest raiment, with the love of the heavenly Father in the heart, the sense of his abiding favour in the soul, Christ’s happy and holy service for the heritage of the life, and his nearer presence the promise of the future? Before honour is humility, before grandeur is godliness, before gold and silver is a noble and a useful life.[= Kesederhanaan dan pelayanan kudus. Dari pada mempunyai kemegahan tanpa kesalehan, siapa yang tak mau hidup dalam keadaan tak dikenal dengan suatu nama yang tidak melampaui ‘bukit kelahiran’nya, dalam sebuah rumah yang tidak akrab dengan gading dan emas, hidup dengan makanan / minuman yang paling biasa dan berpakaian dalam pakaian yang paling sederhana / biasa, dengan kasih dari Bapa surgawi dalam hati, perasaan tentang kebaikanNya yang tetap ada dalam jiwa, pelayanan yang menyenangkan dan kudus dari Kristus sebagai warisan kehidupan, dan kehadiranNya yang lebih dekat sebagai jaminan dari masa yang akan datang? Kerendahan hati harus lebih dipilih dari kehormatan, kesalehan harus lebih dipilih dari kemegahan, suatu kehidupan yang mulia dan berguna harus lebih dipilih dari emas dan perak.] - hal 115.
Catatan:
·       Bagian yang saya beri garis bawah ganda itu membingungkan, dan saya tidak tahu persis bagaimana menterjemahkannya. Tetapi arti kutipan ini jelas, yaitu membandingkan kehidupan Salomo yang kaya, mewah dan megah tanpa kesalehan itu, dengan kehidupan Kristus yang sederhana tetapi saleh.
·       Seandainya saja orang-orang Indonesia, khususnya orang-orang yang berkedudukan tinggi, dan para konglomerat, mempunyai prinsip seperti pada bagian yang saya garis bawah tunggal itu, alangkah indahnya Indonesia!

Pulpit Commentary (tentang 2Taw 9): Learn: 1. The vanity of earthly glory - the magnificence of Solomon unequal to the raiment of a lily (Matt. 6:29). 2. The worthlessness of all earthly things without religion: Solomon had everything that could satisfy ambition, and yet he declined from the worship of Jehovah (Matt. 19:20). 3. The certainty of death: if a Solomon could not evade the king of terrors, how shall common men? (Eccles. 8:8).[= Pelajarilah: 1. Kesia-siaan dari kemuliaan duniawi - kemegahan Salomo tidak setara dengan pekaian dari sebuah bunga bakung (Mat 6:29). 2. Ketidak-berhargaan dari semua hal-hal duniawi tanpa agama: Salomo mempunyai segala sesuatu yang bisa memuaskan ambisi, tetapi ia menurun dari penyembahan terhadap Yehovah (Mat 19:20). 3. Kepastian dari kematian: jika seorang Salomo tidak bisa menghindari raja dari rasa takut, bagaimana dengan manusia biasa? (Pkh 8:8).] - hal 119.
Mat 6:29 - namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu..
Mat 19:20 - Kata orang muda itu kepadaNya: ‘Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?’. Ayat ini rasanya tak cocok.
Pkh 8:8 - Tiada seorangpun berkuasa menahan angin dan tiada seorangpun berkuasa atas hari kematian. Tak ada istirahat dalam peperangan, dan kefasikan tidak melepaskan orang yang melakukannya..

Juga istri kafir sebetulnya dibicarakan dalam 2Taw, yaitu 2Taw 8:11.

2Taw 8:11 - Dan Salomo memindahkan anak Firaun dari kota Daud ke rumah yang didirikannya baginya, karena katanya: ‘Tidak boleh seorang isteriku tinggal dalam istana Daud, raja Israel, karena tempat-tempat yang telah dimasuki tabut TUHAN adalah kudus.’.

Bdk. 1Raja 3:1 - Lalu Salomo menjadi menantu Firaun, raja Mesir; ia mengambil anak Firaun, dan membawanya ke kota Daud, sampai ia selesai mendirikan istananya dan rumah TUHAN dan tembok sekeliling Yerusalem..
1Raja 9:24 - Segera sesudah anak Firaun pindah dari kota Daud ke rumah yang telah didirikan Salomo baginya, Salomopun mendirikan Milo..

Ini sebetulnya jelas sudah berdosa, tetapi setidaknya di sini ia masih mempunyai sikap yang benar dalam memperlakukan istri kafirnya ini.




-bersambung-