Perseverance of the saints (25) (ketekunan orang-orang kudus)
Pdt. Budi Asali, M. Div.
(4)Tentang
kitab Pengkhotbah.
Dimulai oleh Martin Luther,
dan banyak orang yang lalu mengikutinya, ada banyak penafsir yang menentang
pandangan bahwa kitab Pengkhotbah ditulis oleh Salomo.
Penulis dari Pulpit
Commentary tentang kitab Pengkhotbah, sekalipun menganggap bahwa penulis kitab
ini bukan Salomo (‘Introduction’, hal
xii), tetapi menambahkan sebagai berikut:
Pulpit Commentary (tentang Pengkhotbah): “In deciding thus
we are not precluded from considering that many of the proverbs and sayings
contained herein come from an earlier age, and may have been popularly attributed
to Solomon himself.” [= Dalam
memutuskan seperti itu kami tidak membuang / mengeluarkan dari pemikiran bahwa
banyak dari amsal-amsal dan pepatah-pepatah yang ada di dalamnya datang dari
jaman yang lebih awal, dan bisa / mungkin secara populer dianggap berasal dari
Salomo sendiri.] - ‘Introduction’, hal xiv.
Catatan: ini
memang tidak bisa salah, karena perhatikan Pkh 1:1 - “Inilah perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di
Yerusalem.”.
Anak Daud yang menjadi raja di Yerusalem tidak ada
lain kecuali Salomo. Jadi, kalaupun bukan Salomo yang menulis Kitab
Pengkhotbah, maka tetap pasti bahwa kata-kata Salomo banyak dikutip /
dimasukkan ke dalam Kitab ini oleh penulisnya.
Pulpit Commentary (tentang 1Raja 11): “We need not attempt to solve the purely
speculative question as to whether he ever recovered from his fall; his later
writings suggest at least the hope that it was so.” [= Kita tidak
perlu mencoba untuk menyelesaikan pertanyaan yang sepenuhnya bersifat spekulasi
berkenaan dengan apakah ia pernah pulih dari kejatuhannya; tulisan-tulisannya pada masa belakangan sedikitnya
menunjukkan harapan bahwa ia memang pulih / bertobat.] - hal 231.
Keil & Delitzsch (tentang 1Raja 11:41-43): “Whether Solomon turned to the Lord again
with all his heart, a question widely discussed by the older commentators ...
cannot be ascertained from the Scriptures. If the Preacher (Koheleth) is
traceable to Solomon so far as the leading thoughts are concerned, we should
find in this fact an evidence of his conversion, or at least a proof that at
the close of his life Solomon discovered the vanity of all earthly possessions
and aims, and declared the fear of God to be the only abiding good, with which
a man stand before the judgment of God.” [= Apakah Salomo
berbalik kepada Tuhan lagi dengan segenap hatinya, suatu pertanyaan yang
didiskusikan secara meluas oleh penafsir-penafsir kuno ... tidak bisa
dipastikan dari Kitab Suci. Jika kitab Pengkhotbah
bisa ditelusuri jejaknya sampai kepada Salomo sejauh pokok-pokok utamanya yang
dipersoalkan, kita harus mendapatkan dalam fakta ini suatu bukti dari
pertobatannya, atau sedikitnya suatu bukti bahwa pada akhir hidupnya
Salomo menemukan kesia-siaan dari semua milik dan tujuan duniawi, dan
menyatakan rasa takut kepada Allah sebagai satu-satunya hal baik yang menetap,
dengan mana seseorang berdiri di hadapan penghakiman Allah.] - hal 182,183.
The Bible Exposition Commentary (tentang 1Raja 11:1-8): “When you read the Book of Ecclesiastes, you discover
that when Solomon’s heart began to turn from the Lord, he went through a period
of cynicism and despair. He even questioned whether his life was worth living.
Without a close walk with the Lord, his heart was empty, so he pursued
pleasure, became involved in commercial ventures with many foreign nations, and
engaged in vast building programs. However, he still found no enjoyment in
life. At least thirty-eight times in Ecclesiastes, Solomon wrote, ‘Vanity of
vanities.’” [= Pada waktu engkau membaca Kitab Pengkhotbah, engkau menemukan
bahwa pada waktu hati Salomo mulai berbalik dari Tuhan, ia melalui suatu masa
dari sikap sinis dan putus asa. Ia bahkan mempertanyakan apakah
hidupnya layak untuk dijalani. Tanpa suatu hidup yang dekat dengan Tuhan,
hatinya kosong, sehingga ia mengejar kesenangan, menjadi terlibat dalam
usaha-usaha komersial dengan banyak bangsa-bangsa asing, dan sibuk dengan
program-program pembangunan yang luas / banyak. Tetapi ia tetap tidak menemukan
penikmatan dalam kehidupan. Sedikitnya 38 kali dalam Pengkhotbah, Salomo
menulis, ‘kesia-siaan dari kesia-siaan’.].
Matthew Henry (tentang
1Raja 11:9-11): “Upon this message which God
graciously sent to Solomon, to awaken his conscience and bring him to
repentance, we have reason to hope that he humbled himself before God,
confessed his sin, begged pardon, and returned to his duty, that he then
published his repentance in the book of Ecclesiastes, where he bitterly laments
his own folly and madness (ch. 7:25,26), and warns others to take heed of the
like evil courses, and to fear God and keep his commandments, in consideration
of the judgment to come, which, it is likely, had made him tremble, as it did
Felix. That penitential sermon was as true an indication of a heart broken for sin
and turned from it as David’s penitential psalms were, though of another
nature. God’s grace in his people works variously.” [= Terhadap
pernyataan / pesan ini yang Allah secara penuh kasih karunia kirimkan kepada
Salomo, untuk membangunkan hati nuraninya dan membawanya pada pertobatan, kami
mempunyai alasan untuk berharap bahwa ia merendahkan dirinya sendiri di hadapan
Allah, mengakui dosanya, meminta ampun, dan kembali pada kewajibannya, bahwa ia lalu mempublikasikan
pertobatannya dalam kitab Pengkhotbah, dimana ia dengan pahit meratapi kebodohan dan kegilaannya
sendiri (psl 7:25,26), dan memperingati orang-orang lain untuk memperhatikan
jalan-jalan jahat yang serupa, dan untuk takut kepada Allah dan mentaati
hukum-hukum / perintah-perintahNya, dengan mempertimbangkan penghakiman yang
akan datang, yang, adalah mungkin, telah membuatnya gemetar, seperti hal itu
membuat Felix gemetar. Khotbah pertobatan / penyesalan itu adalah suatu petunjuk
yang sama benarnya tentang suatu hati yang remuk untuk dosa dan berbalik
darinya, seperti mazmur-mazmur pertobatan / penyesalan Daud, sekalipun sifat
dasarnya berbeda. Kasih karunia Allah dalam umatNya bekerja secara berbeda-beda.].
Pkh 7:25-26 - “(25) Aku tujukan
perhatianku untuk memahami, menyelidiki, dan mencari hikmat dan kesimpulan,
serta untuk mengetahui bahwa kefasikan itu kebodohan dan kebebalan itu
kegilaan. (26) Dan aku menemukan sesuatu yang lebih pahit dari pada maut:
perempuan yang adalah jala, yang hatinya adalah jerat dan tangannya adalah
belenggu. Orang yang dikenan Allah terhindar dari padanya, tetapi orang yang
berdosa ditangkapnya.”.
The Bible Exposition Commentary (tentang 1Raja 11:33): “Solomon reigned from 971 to 931. Did he return to the
Lord before he died? Bible students don’t agree in their interpretations and
answers. Certainly his admonition in Eccl 12:13-14 points in the direction of
repentance and restoration, and we trust this was so.” [= Salomo bertakhta dari 971 sampai 931 (SM). Apakah ia kembali kepada Tuhan sebelum ia
mati? Pelajar-pelajar Alkitab tidak sependapat dalam penafsiran dan jawaban
mereka. Pastilah peringatan / nasehatnya dalam Pkh
12:13-14 menunjuk ke arah pertobatan dan pemulihan, dan demikianlah kami
percaya.].
Pkh 12:13-14 - “(13) Akhir kata dari segala yang
didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintahNya,
karena ini adalah kewajiban setiap orang. (14) Karena Allah akan membawa setiap
perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi,
entah itu baik, entah itu jahat.”.
Matthew Poole (tentang 1Raja 11:43): “But it seems to be put out of dispute by
the Book of Ecclesiastes, which (by the general consent both of Jewish and
Christian interpreters) was written by Solomon, and that after his fall, as is
evident, not only from the unanimous testimony of the Hebrew writers, who thence
conclude that he did repent, and was saved; but also from the whole strain of
that book, which was written long after he had finished all his works, and
after he had liberally drunk of all sorts of sensual pleasures, and sadly
experienced the bitter effects of his love of women, Ec 7:27, &c; which
makes it more than probable, that as David wrote Ps 51, so Solomon wrote this
book, as a public testimony and profession of his repentance. And this argument
is so cogent, that those interpreters who are of the other opinion confess it,
if Solomon did write this book after his fall, which they pretend he wrote
before it; but they offer not any argument to prove it. And therefore we have
reason to conclude that Solomon did repent, and was saved.” [= Tetapi itu (pertobatan Salomo) kelihatannya
disingkirkan dari perdebatan oleh Kitab Pengkhotbah, yang (oleh persetujuan
umum baik dari penafsir-penafsir Yahudi maupun Kristen) ditulis oleh Salomo,
dan bahwa setelah kejatuhannya, seperti adalah jelas, bukan hanya dari kesaksian
dengan suara bulat dari penulis-penulis Ibrani, yang dari situ menyimpulkan
bahwa ia memang bertobat, dan diselamatkan; tetapi juga dari seluruh nada dari
kitab itu, yang ditulis lama setelah ia telah menyelesaikan semua pekerjaannya,
dan setelah ia telah meminum secara bebas semua jenis kesenangan-kesenangan
daging / duniawi, dan mengalami secara pahit hasil-hasil / efek-efek yang pahit
dari cintanya kepada perempuan-perempuan, Pkh 7:27, dst.; yang membuatnya lebih
dari mungkin, bahwa seperti Daud menulis Maz 51, demikian juga Salomo menulis
Kitab ini, sebagai suatu kesaksian dan pengakuan umum tentang pertobatannya. Dan
argumentasi ini adalah begitu kuat / meyakinkan, sehingga penafsir-penafsir
yang mempunyai pandangan lain mengakui argumentasi ini, jika Salomo memang
menulis kitab ini setelah kejatuhannya, yang mereka claim ia tuliskan
sebelumnya; tetapi mereka tidak memberikan argumentasi apapun untuk
membuktikannya. Dan karena itu kita mempunyai alasan untuk menyimpulkan bahwa
Salomo memang bertobat, dan diselamatkan.] - hal 682.
Catatan:
terhadap argumentasi Clarke di atas yang mengatakan
bahwa dalam kitab Pengkhotbah tidak disebutkan tentang kesia-siaan dari
penyembahan berhala, dan juga tidak ada pengakuan dosa / permintaan ampun,
saya menjawab sebagai berikut:
(a)Penjahat yang bertobat di kayu salib
juga tidak diceritakan bahwa ia mengaku dosa, minta ampun dan sebagainya.
Tetapi tetap ia dianggap betul-betul bertobat!
(b)Pertobatan dari pemungut cukai
(Luk 18:13), yang juga tidak membicarakan korupsi / penindasan yang ia
lakukan, tetapi ia toh diampuni / dibenarkan.
(c)Maz 51 itu sendiri, yang
merupakan doa pengakuan dosa raja Daud, sama sekali tidak menyinggung tentang
perzinahan (dengan Batsyeba) dan pembunuhan (terhadap Uria) yang ia lakukan.
Catatan:
perlu diketahui bahwa Maz 51:1-2 dalam Kitab Suci Indonesia, yang memang
membicarakan perzinahannya dengan Batsyeba, sebetulnya tidak termasuk dalam
Kitab Suci. Itu hanya merupakan catatan tambahan dari ahli Taurat yang menyalin
manuscript / naskah. Dalam Kitab Suci bahasa Inggris bagian-bagian seperti itu
selalu diletakkan di headnote (catatan kepala). Dan Maz 51:3 dalam Kitab Suci
Indonesia = Psalm 51:1 dalam Alkitab bahasa Inggris.
(d)Kalau seseorang harus bertobat /
mengaku dosa dari setiap dosanya sebelum kematiannya dan baru ia diselamatkan,
maka:
· Hanya sangat sedikit orang percaya yang selamat.
Pikirkan, ada berapa orang bisa / sempat bertobat dan mengaku setiap dosanya
sebelum kematiannya? Dan kalau ada yang menjawab bahwa itu hanya berlaku untuk
dosa-dosa yang besar / berat saja, seperti penyembahan berhala yang dilakukan
oleh Salomo, maka saya menjawab: dimana letak batasannya antara dosa besar dan
dosa kecil? Kalau dusta termasuk dosa kecil, bagaimana dengan mencuri,
merampok, menculik, membunuh, berzinah, dan sebagainya. Yang mana yang masuk
dosa kecil, dan yang mana dosa besar? Pertanyaan ini tidak mungkin bisa
dijawab.
· Ini berbau ajaran sesat ‘salvation by works’ [= keselamatan oleh perbuatan baik].
(d)Kitab Pengkhotbah memang bukan
merupakan suatu doa pengakuan dosa seperti Maz 51. Tetapi dari isinya kita bisa
melihat sikap hati Salomo.
Ada satu bagian dari kitab Pengkhotbah yang
menunjukkan pandangan negatif Salomo tentang perempuan, dan ini bisa saja
berhubungan dengan dosanya yang disebabkan karena perempuan-perempuan.
Pkh 7:26-29 - “(26)
Dan aku menemukan sesuatu yang lebih pahit dari pada maut: perempuan yang adalah jala, yang hatinya adalah jerat dan
tangannya adalah belenggu. Orang yang dikenan Allah terhindar dari
padanya, tetapi orang yang berdosa ditangkapnya.
(27) Lihatlah, ini yang kudapati, kata Pengkhotbah: Sementara menyatukan yang
satu dengan yang lain untuk mendapat kesimpulan, (28) yang masih kucari tetapi
tidak kudapati, kudapati seorang laki-laki di antara
seribu, tetapi tidak kudapati seorang perempuan di antara mereka.
(29) Lihatlah, hanya ini yang kudapati: bahwa Allah telah menjadikan manusia
yang jujur, tetapi mereka mencari banyak dalih.”.
Matthew Henry (tentang
Pkh 7:23-29): “Solomon had hitherto been proving the
vanity of the world and its utter insufficiency to make men happy; now here he
comes to show the vileness of sin, and its certain tendency to make men
miserable; and this, as the former, he proves from his own experience, and it
was a dear-bought experience. He is here, more than any where in all this book,
putting on the habit of a penitent. ... He now
discovered more than ever of the evil of that great sin which he himself had
been guilty of, the ‘loving of many strange women,’ 1 Kings 11:1. This is that
which he here most feelingly laments, and in very pathetic expressions.” [= Sampai disini
Salomo telah membuktikan kesia-siaan dari dunia dan ketidak-cukupannya yang
mutlak untuk membuat manusia bahagia; sekarang disini ia menunjukkan kejahatan /
kebejatan dari dosa, dan kecondongannya yang pasti untuk membuat manusia tidak
bahagia; dan hal ini, seperti hal yang lalu, ia buktikan dari pengalamannya
sendiri, dan itu adalah pengalaman yang dibayar dengan mahal. Ia di sini, lebih
dari pada dimanapun dalam seluruh kitab ini, mengenakan kebiasaan dari seorang
petobat / orang yang menyesal. ... Sekarang ia mendapati lebih dari kapanpun
tentang kejahatan dari dosa yang besar itu tentang mana ia sendiri bersalah,
‘cinta terhadap banyak perempuan asing’, 1Raja 11:1. Ini adalah hal yang di
sini ia ratapi dengan paling penuh perasaan, dan dalam pernyataan-pernyataan
yang paling menyedihkan.].
Jamieson, Fausset &
Brown (tentang Pkh 7:26): “I
find that of all my sinful follies, none has been so ruinous a snare in
seducing me from God as idolatrous women (1 Kings
11:3-4; Prov 5:3-4). Since ‘God’s favour is better than life,’ she who seduces
from God is ‘more bitter than death.’” [= Aku mendapati bahwa dari semua kebodohan-kebodohan berdosaku,
tak ada yang begitu telah lebih menghancurkan dalam menggoda / membujuk aku seperti
perempuan-perempuan penyembah berhala (1Raja 11:3-4; Amsal 5:3-4).
Karena ‘kebaikan / kasih setia Allah lebih baik dari
pada hidup’, ia yang menggoda / membujuk dari
Allah adalah ‘lebih pahit dari pada maut’.].
Maz 63:4 - “Sebab
kasih setiaMu lebih baik dari pada hidup;
bibirku akan memegahkan Engkau.”.
Jamieson, Fausset &
Brown (tentang Pkh 7:28): “Solomon, in the word ‘thousand,’ alludes to his 300 wives
and 700 concubines (1 Kings 11:3). Among these it was not likely that he should
find the fidelity which one true wife pays to one husband.” [= Salomo, dalam kata ‘seribu’ menunjuk secara tak
langsung kepada 300 istri dan 700 gundiknya (1Raja 11:3). Di antara ini tidak
ada kemungkinan bahwa ia mendapati kesetiaan yang diberikan satu istri yang
benar kepada suaminya.].
Catatan: seharusnya istri yang 700
dan gundiknya 300 (1Raja 11:3).
(5)Tentang
kata-kata Daud kepada Salomo dalam 1Taw 28:9.
1Taw 28:9 (kata-kata Daud) - “Dan engkau,
anakku Salomo, kenallah Allahnya ayahmu dan beribadahlah kepadaNya dengan tulus
ikhlas dan dengan rela hati, sebab TUHAN menyelidiki segala hati dan mengerti
segala niat dan cita-cita. Jika engkau mencari Dia, maka Ia berkenan ditemui
olehmu, tetapi jika engkau meninggalkan Dia maka Ia
akan membuang engkau untuk selamanya.”.
(a)Kata-kata ‘jika
engkau meninggalkan Dia’ oleh Matthew
Poole ditafsirkan sebagai suatu kemurtadan total. Dan menurut saya memang harus
diartikan demikian, karena kalau tidak, maka ayat ini akan bertentangan dengan
2Sam 7:14-15.
2Sam 7:12-15 - “(12) Apabila umurmu sudah genap dan engkau telah
mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu, maka Aku akan
membangkitkan keturunanmu yang kemudian, anak
kandungmu, dan Aku akan mengokohkan kerajaannya. (13) Dialah yang
akan mendirikan rumah bagi namaKu dan Aku akan mengokohkan takhta kerajaannya
untuk selama-lamanya. (14) Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi
anakKu. Apabila ia melakukan kesalahan, maka Aku
akan menghukum dia dengan rotan yang dipakai orang dan dengan pukulan yang
diberikan anak-anak manusia. (15) Tetapi kasih setiaKu tidak akan
hilang dari padanya, seperti yang Kuhilangkan dari pada Saul, yang telah
Kujauhkan dari hadapanmu.”.
Menurut 2Sam 7:14 ini, kalau Salomo melakukan
kesalahan, yang Tuhan akan lakukan adalah menghajar dia, bukan membuang dia
untuk selamanya.
Matthew Henry (tentang
1Raja 11:9-11): “Thus, though Solomon fell, he
was not utterly cast down; what God had said to David concerning him was
fulfilled: I will chasten him with the rod of men, but my mercy shall not
depart from him, 2 Sam 7:14,15.” [= Jadi, sekalipun Salomo
jatuh, ia tidak sepenuhnya dikecewakan; apa yang Allah katakan kepada Daud
tentang dia digenapi: Aku akan menghajar dia dengan tongkat dari manusia,
tetapi belas kasihanKu tidak akan meninggalkannya, 2Sam 7:14-15.].
(b)Saya menganggap 1Taw 28:9 ini bukan
sebagai problem, karena memang sekalipun Kitab Suci di satu sisi memberikan
jaminan keselamatan bagi orang kristen yang sejati, tetapi di sisi lain Kitab
Suci juga memberikan ayat-ayat yang menuntut orang kristen yang sejati itu
hidup secara bertanggung jawab.
(6)Argumentasi yang meragukan
berdasarkan 2Taw 9.
Dalam kitab 2Tawarikh, cerita tentang Salomo
diceritakan dalam pasal 1-9. Tetapi yang aneh
adalah cerita tentang kejatuhan / kemurtadan Salomo sama sekali tidak
diceritakan dalam 2Taw. Mengapa? Ini jawaban Matthew Henry.
Matthew Henry (tentang
2Taw 9:13-31): “It is very observable that no
mention is here made of Solomon’s departure from God in his latter days, not
the least hint given of it, 1. Because the Holy Ghost would teach us not to
take delight in repeating the faults and follies of others. If those that have
been in reputation for wisdom and honour misbehave, though it may be of use to
take notice of their misconduct for warning to ourselves and others, yet we
must not be forward to mention it, once the speaking of it is enough; why
should that unpleasing string be again struck upon? Why can we not do as the
sacred historian here does, speak largely of that in others which is
praise-worthy, without saying any thing of their blemishes, yea, though they
have been gross and obvious? This is but doing as we would be done by. 2.
Because, though he fell, yet he was not utterly cast down. His sin is not again
recorded, because it was repented of, and pardoned, and became as if it had
never been. Scripture-silence sometimes speaks. I am willing to believe that
its silence here concerning the sin of Solomon is an intimation that none of the
sins he committed were mentioned against him, Ezek 33:16. When God pardons sin
he casts it behind his back and remembers it no more.” [= Merupakan
sesuatu yang jelas bahwa tak ada
penyebutan dibuat di sini tentang tindakan Salomo meninggalkan Allah pada hari-hari
belakangannya, tidak ada petunjuk yang terkecil sekalipun diberikan tentangnya, 1. Karena Roh Kudus mau mengajar kita
tidak bersenang-senang dengan mengulangi kesalahan-kesalahan dan
kebodohan-kebodohan orang-orang lain. Jika mereka yang telah mempunyai reputasi
untuk hikmat dan hormat bertindak secara buruk, sekalipun bisa berguna untuk
memperhatikan kesalahan mereka sebagai peringatan bagi diri kita sendiri dan
orang-orang lain, tetapi kita tidak boleh bersemangat / mempunyai kecenderungan
untuk menyebutkannya, setelah sekali membicarakan tentangnya itu sudah cukup;
mengapa senar yang tidak menyenangkan itu harus dipetik lagi? Mengapa kita
tidak bisa melakukan seperti ahli sejarah yang keramat / kudus di sini lakukan,
berbicara terutama tentang hal-hal yang layak dipuji dalam orang-orang lain,
tanpa mengatakan apapun dari cacat-cacat mereka, ya, sekalipun mereka adalah
memalukan dan jelas? Ini hanyalah tindakan dimana kita mau mencari keuntungan
(?). 2. Karena, sekalipun ia jatuh, tetapi ia tidak sepenuhnya
ditolak. Dosanya tidak dicatat lagi, karena ia sudah bertobat darinya, dan
diampuni, dan menjadi seakan-akan itu tidak pernah terjadi. Diamnya
Kitab Suci kadang-kadang berbicara. Saya mau percaya bahwa diamnya Kitab Suci di sini berkenaan dengan dosa Salomo
merupakan suatu petunjuk bahwa tak ada dari dosa-dosa yang ia lakukan
disebutkan menentang / terhadap dia, Yeh 33:16. Pada waktu Allah
mengampuni dosa Ia membuangnya di belakang punggungNya dan tidak mengingatnya
lagi.].
Yeh 33:14-16 - “(14) Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti
mati! - tetapi ia bertobat dari dosanya serta melakukan keadilan dan kebenaran,
(15) orang jahat itu mengembalikan gadaian orang, ia membayar ganti
rampasannya, menuruti peraturan-peraturan yang memberi hidup, sehingga tidak
berbuat curang lagi, ia pasti hidup, ia tidak akan mati. (16) Semua dosa yang diperbuatnya tidak akan diingat-ingat lagi;
ia sudah melakukan keadilan dan kebenaran, maka ia pasti hidup.”.
Bandingkan juga dengan
ayat-ayat ini:
Maz 130:3 - “Jika
Engkau, ya TUHAN, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan?”.
Yes 43:25 - “Aku, Akulah Dia
yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu.”.
Saya tidak tahu argumentasi
Matthew Henry ini bisa dipakai secara sah atau tidak, karena kalau kita melihat
Daud, sekalipun ia sudah bertobat dalam urusannya dengan Batsyeba / Uria (2Sam 11-12),
tetapi dosanya dibicarakan lagi dalam 1Raja 15:5.
1Raja 15:5 - “karena Daud telah melakukan apa
yang benar di mata TUHAN dan tidak menyimpang dari segala yang diperintahkanNya
kepadanya seumur hidupnya, kecuali dalam perkara
Uria, orang Het itu.”.
Catatan: ini cerita tentang
Yerobeam, jadi pada jaman sesudah Salomo mati. Sebetulnya secara keseluruhan
ini merupakan pujian terhadap Daud, tetapi toh cacat besarnya dibicarakan pada
bagian akhir ayat ini.
Juga dosa Daud dalam
melakukan sensus (2Sam 24), terhadap mana ia sudah bertobat (2Sam 24:10), tetap
dibicarakan lagi dalam 1Taw 21.
Bahkan, untuk Salomo
sendiri, dosa-dosanya dalam mengumpulkan emas, perak, kuda dan kereta tetap
dibicarakan lagi dalam 2Taw 9 ini.
2Taw 9:1,9-10,13-28 - “(1) Ketika ratu negeri Syeba mendengar kabar tentang
Salomo, maka dengan pasukan pengiring yang sangat besar dan dengan unta-unta
yang membawa rempah-rempah, banyak emas dan batu
permata yang mahal-mahal datanglah ia ke Yerusalem hendak menguji
Salomo dengan teka-teki. Setelah ia sampai kepada Salomo, dipercakapkannyalah
segala yang ada dalam hatinya dengan dia. ... (9) Lalu
diberikan kepada raja seratus dua puluh talenta emas, dan sangat banyak
rempah-rempah dan batu permata yang mahal-mahal; tidak pernah lagi
ada rempah-rempah seperti yang diberikan ratu negeri Syeba kepada raja Salomo
itu. (10) Lagipula hamba-hamba Huram dan hamba-hamba
Salomo, yang membawa emas dari Ofir, membawa juga kayu cendana dan batu permata
yang mahal-mahal. ... (13) Adapun berat
emas, yang dibawa kepada Salomo dalam satu tahun ialah seberat enam ratus enam
puluh enam talenta, (14) belum terhitung yang dibawa oleh
saudagar-saudagar dan pedagang-pedagang; juga semua raja Arab dan bupati-bupati
di negeri itu membawa emas dan perak kepada
Salomo. (15) Raja Salomo membuat dua ratus perisai
besar dari emas tempaan, enam ratus syikal emas tempaan dipakainya untuk setiap
perisai besar; (16) ia membuat juga tiga ratus perisai kecil dari emas tempaan,
tiga ratus syikal emas dipakainya untuk setiap perisai kecil; lalu
raja menaruh semuanya itu di dalam gedung ‘Hutan Libanon’. (17) Juga raja membuat
takhta besar dari gading, yang disalutnya dengan
emas murni. (18) Takhta itu enam tingkatnya, dan tumpuan kakinya dari emas, yang dipautkan pada
takhta itu, dan pada kedua sisi tempat duduk ada kelek-kelek. Di samping
kelek-kelek itu berdiri dua singa, (19) sedang dua belas singa berdiri di atas
keenam tingkat itu sebelah-menyebelah; belum pernah diperbuat yang demikian
bagi sesuatu kerajaan. (20) Segala perkakas minuman
raja Salomo dari emas dan segala barang di gedung ‘Hutan Libanon’ itu dari emas
murni; perak tidak dianggap berharga pada zaman Salomo. (21) Sebab
raja mempunyai kapal-kapal yang berlayar ke Tarsis bersama-sama dengan
orang-orang Huram; dan sekali tiga tahun kapal-kapal Tarsis itu datang membawa emas dan perak serta gading; juga kera dan burung
merak. (22) Raja Salomo melebihi semua raja di bumi
dalam hal kekayaan dan hikmat. (23) Semua raja di bumi berikhtiar
menghadap Salomo untuk menyaksikan hikmat yang telah ditaruh Allah di dalam
hatinya. (24) Mereka datang masing-masing membawa persembahannya, yakni barang-barang perak dan barang-barang emas, pakaian,
senjata, rempah-rempah, kuda dan bagal, dan
begitulah tahun demi tahun. (25) Salomo mempunyai juga empat ribu kandang untuk
kuda-kudanya dan kereta-keretanya dan dua belas
ribu orang berkuda, yang ditempatkan dalam kota-kota kereta dan dekat raja di
Yerusalem. (26) Dan ia memerintah atas semua raja mulai dari sungai Efrat
sampai negeri orang Filistin dan sampai ke tapal batas Mesir. (27) Raja membuat
banyaknya perak di Yerusalem sama seperti batu,
dan banyaknya pohon kayu aras sama seperti pohon ara yang tumbuh di Daerah
Bukit. (28) Kuda untuk Salomo didatangkan dari
Misraim dan dari segala negeri.”.
Pulpit Commentary (tentang 2Taw 9): “Gold must be
hoarded, and Christ and heaven must be lost;” [= Emas harus
ditimbun / dikumpulkan, dan Kristus dan surga harus terhilang;] - hal 112.
Pulpit Commentary (tentang 2Taw 9): “Vers. 13–20, 27. -
Gold and silver. ... But what
was (or is) the value of it? We may consider the extent to which the plentifulness
of silver and gold is - I. A source of
present gratification. Undoubtedly Solomon, his courtiers, and his
subjects did find a pleasure in the fact that all these objects were ‘of beaten
gold,’ that gold and silver met their eye everywhere. At first that pleasure
may have been keen enough. But it was one of those joys that pall and pass with
time; familiarity with it made it to lose its charm; it must have become less
delightful as it became more common, until it became literally true that ‘it was not anything accounted of’ (ver.
20). Splendid surroundings are pleasurable enough at first, but their virtue
fades with the passing years and even with the fleeting months; and it is not
long before that which seemed so brilliant and promised so much enjoyment is
‘not accounted of’ at all. ... Great wealth does not go far to enrich a nation
when it does nothing more for it than provide targets and shields,
drinking-vessels and ivory thrones overlaid with gold with golden footstools - nothing
more than multiply splendours about the royal palace. ... Wealth that only
ministers to luxury does very little good to its owner. ... Wealth tends to
luxury; luxury to indulgence; indulgence to deterioration; deterioration to
ruin. Much gold and silver may be attractive enough; but they need to be well fortified with
sacred principles who would stand the test of them, and be quite unscathed by
them.” [= Ay
13-20,27. - Emas dan perak. ... Tetapi apa nilai darinya, dulu atau sekarang?
Kita bisa mempertimbangkan nilai dari kelimpahan dari perak dan emas, yang
adalah - I. Suatu sumber dari kesenangan
/ kepuasan pada saat ini. Tak
diragukan, Salomo, pegawai-pegawai istananya, dan bawahan-bawahannya memang
mendapatkan suatu kesenangan dalam fakta bahwa semua benda-benda ini adalah
‘dari emas tempaan’, bahwa emas dan perak bisa mereka lihat dimana-mana. Pertama-tama / mula-mula kesenangan itu bisa cukup kuat.
Tetapi itu adalah salah satu dari sukacita-sukacita itu yang jadi membosankan
dan berlalu / berakhir dengan berjalannya waktu; keakraban dengannya membuatnya
kehilangan daya tariknya; itu pasti telah menjadi kurang
menyenangkan pada waktu itu menjadi lebih umum, sampai itu menjadi benar secara
hurufiah bahwa ‘itu bukanlah sesuatu yang dianggap’ (ay 20). Lingkungan yang
sangat bagus cukup menyenangkan pada mulanya, tetapi keindahan mereka memudar
dengan berlalunya tahun-tahun dan bahkan bulan-bulan; dan tak butuh waktu lama
sebelum apa yang tadinya kelihatan begitu indah / megah dan menjanjikan begitu
banyak penikmatan, menjadi ‘tidak dianggap’ sama sekali. ... Kekayaan yang besar tidak berhasil untuk memperkaya suatu
bangsa pada waktu itu tidak melakukan apapun yang lebih untuk bangsa itu dari
pada menyediakan perisai-perisai kecil dan besar, perkakas-perkakas minuman dan
takhta dari gading berlapis emas dengan tumpuan kaki dari emas - tidak lebih
dari menambah keindahan / kemegahan tentang istana raja. ... Kekayaan yang hanya melayani
kemewahan tidak berguna untuk pemiliknya. ... Kekayaan cenderung pada kemewahan;
kemewahan condong pada pemuasan nafsu / keinginan; pemuasan nafsu / keinginan
condong pada keburukan / kemerosotan; keburukan / kemerosotan condong pada
kehancuran. Banyak emas dan perak bisa
cukup menarik; tetapi mereka perlu dibentengi dengan baik dengan prinsip-prinsip
kudus yang akan menahan ujian mereka, dan tidak dirugikan / dilukai oleh mereka.] - hal 113-114.
Pulpit Commentary (tentang 2Taw 9): “Grandeur
without godliness. The historian is drawing his records of the reign of
Solomon to a close; and, in taking his view (or his review) of it, he has much
to say of the splendours of his throne and of his surroundings; of the
multitude of his horses and chariots, with their stalls and stables; of his
store of gold and silver; of his apes and peacocks; of his ships and his
cedars; but he says nothing of his
service of Jehovah; nothing of the gratitude he showed to God for the
very bountiful blessings he had bestowed upon him, and the high estate to which
he had raised him, and the special gifts of mind with which he had endowed him.
Here there is a painful absence, a silence that speaks only too forcibly. ...
It must have been in painful, not to say guilty, contrast with much poverty in
many hundreds of Hebrew homes. ... It entailed a heavy penalty on the people in
the shape of burdensome taxes. Grandeur without godliness is a serious sin and
a profound mistake. It is as guilty as it is foolish. And so we find the man
who ‘passed all the kings of the earth’ in wealth and in a certain order of
wisdom (ver. 22), going down into fault and failure because he lost that ‘fear
of God’ which he ought to have
understood was ‘the beginning of wisdom.’” [= Kemegahan tanpa kesalehan. Sang ahli sejarah sedang menggambarkan catatannya
tentang pemerintahan Salomo sampai pada akhirnya; dan, dalam mengambil
pandangannya (atau memeriksa kembali) tentangnya, ia mempunyai banyak hal untuk
dibicarakan tentang kemegahan dari takhtanya dan dari sekelilingnya; tentang
banyaknya kuda dan keretanya, dengan kandang-kandangnya; tentang jumlah yang besar
dari emas dan peraknya; tentang kera-kera dan burung-burung meraknya; tentang
kapal-kapal dan kayu arasnya; tetapi ia tidak
berkata apapun tentang pelayanannya bagi Yehovah; tidak ada apapun
tentang rasa terima kasih ia tunjukkan kepada Allah untuk berkat-berkat yang
berlimpah-limpah yang telah Ia berikan kepadanya, dan posisi / keadaan yang
tinggi pada mana Ia telah meninggikan dia, dan karunia-karunia khusus tentang
pikiran dengan mana Ia telah memperlengkapinya. Di
sini ada suatu absen / ketiadaan yang menyakitkan, suatu ke-diam-an yang
berbicara terlalu kuat. ... Itu pasti merupakan kontras yang
menyakitkan, bahkan bersalah, dengan banyak kemelaratan dalam ratusan
rumah-rumah orang Ibrani. ... Itu membutuhkan suatu konsekwensi yang berat pada
bangsa itu dalam bentuk pajak-pajak yang sangat membebani. Kemegahan
tanpa kesalehan adalah suatu dosa yang serius dan suatu kesalahan yang mendalam. Itu merupakan suatu kesalahan maupun suatu kebodohan. Dan
demikianlah kita mendapati orang yang ‘melebihi semua raja-raja di bumi’ dalam
kekayaan dan tingkat tertentu dari hikmat (ay 22), berjalan turun ke dalam kesalahan
dan kegagalan karena ia kehilangan ‘rasa takut kepada Allah’ itu yang
seharusnya telah ia mengerti sebagai ‘permulaan dari hikmat’.] - hal 114-115.
Bdk. Amsal 1:7 - “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan.”.
Pulpit Commentary (tentang 2Taw 9): “Simplicity
and sacred service. Rather than have grandeur without godliness, who would not live in obscurity with a name
that does not travel beyond his ‘native hills,’ in a home unfamiliar with ivory
and gold, living on homeliest fare and dressed in plainest raiment, with the love of the heavenly Father
in the heart, the sense of his abiding favour in the soul, Christ’s happy and holy service for the
heritage of the life, and his nearer presence the promise of the future?
Before honour is humility, before grandeur is
godliness, before gold and silver is a noble and a useful life.” [=
Kesederhanaan dan
pelayanan kudus. Dari pada
mempunyai kemegahan tanpa kesalehan, siapa yang tak mau hidup dalam keadaan tak
dikenal dengan suatu nama yang tidak melampaui ‘bukit kelahiran’nya, dalam
sebuah rumah yang tidak akrab dengan gading dan emas, hidup dengan makanan / minuman yang paling biasa dan berpakaian dalam
pakaian yang paling sederhana / biasa, dengan kasih dari Bapa surgawi dalam
hati, perasaan tentang kebaikanNya yang tetap ada dalam jiwa, pelayanan yang
menyenangkan dan kudus dari Kristus sebagai warisan kehidupan, dan kehadiranNya
yang lebih dekat sebagai jaminan dari masa yang akan datang? Kerendahan hati harus
lebih dipilih dari kehormatan, kesalehan harus lebih dipilih dari kemegahan,
suatu kehidupan yang mulia dan berguna harus lebih dipilih dari emas dan perak.] - hal 115.
Catatan:
· Bagian yang saya beri garis bawah ganda itu
membingungkan, dan saya tidak tahu persis bagaimana menterjemahkannya. Tetapi arti
kutipan ini jelas, yaitu membandingkan kehidupan Salomo yang kaya, mewah dan
megah tanpa kesalehan itu, dengan kehidupan Kristus yang sederhana tetapi saleh.
· Seandainya saja orang-orang Indonesia, khususnya
orang-orang yang berkedudukan tinggi, dan para konglomerat, mempunyai prinsip
seperti pada bagian yang saya garis bawah tunggal itu, alangkah indahnya
Indonesia!
Pulpit Commentary (tentang 2Taw 9): “Learn: 1. The
vanity of earthly glory - the magnificence of Solomon unequal to the raiment of
a lily (Matt. 6:29). 2. The worthlessness of all earthly things without
religion: Solomon had everything that could satisfy ambition, and yet he
declined from the worship of Jehovah (Matt. 19:20). 3. The certainty of death:
if a Solomon could not evade the king of terrors, how shall common men?
(Eccles. 8:8).” [= Pelajarilah: 1.
Kesia-siaan dari kemuliaan duniawi - kemegahan Salomo tidak setara dengan
pekaian dari sebuah bunga bakung (Mat 6:29). 2. Ketidak-berhargaan dari semua
hal-hal duniawi tanpa agama: Salomo mempunyai segala sesuatu yang bisa
memuaskan ambisi, tetapi ia menurun dari penyembahan terhadap Yehovah (Mat
19:20). 3. Kepastian dari kematian: jika seorang Salomo tidak bisa menghindari
raja dari rasa takut, bagaimana dengan manusia biasa? (Pkh 8:8).] - hal 119.
Mat 6:29 - “namun Aku berkata kepadamu: Salomo
dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga
itu.”.
Mat 19:20 - “Kata orang muda itu kepadaNya:
‘Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih kurang?’”. Ayat ini
rasanya tak cocok.
Pkh 8:8 - “Tiada seorangpun berkuasa menahan
angin dan tiada seorangpun berkuasa atas hari
kematian. Tak ada istirahat dalam peperangan, dan kefasikan tidak
melepaskan orang yang melakukannya.”.
Juga istri kafir sebetulnya dibicarakan dalam 2Taw,
yaitu 2Taw 8:11.
2Taw 8:11 - “Dan
Salomo memindahkan anak Firaun dari kota Daud ke rumah yang didirikannya
baginya, karena katanya: ‘Tidak boleh seorang isteriku tinggal dalam istana
Daud, raja Israel, karena tempat-tempat yang telah dimasuki tabut TUHAN adalah
kudus.’”.
Bdk. 1Raja 3:1 - “Lalu Salomo menjadi menantu Firaun,
raja Mesir; ia mengambil anak Firaun, dan membawanya ke kota Daud, sampai ia
selesai mendirikan istananya dan rumah TUHAN dan tembok sekeliling Yerusalem.”.
1Raja 9:24 - “Segera sesudah anak Firaun pindah
dari kota Daud ke rumah yang telah didirikan Salomo baginya, Salomopun mendirikan
Milo.”.
Ini sebetulnya jelas sudah berdosa, tetapi setidaknya
di sini ia masih mempunyai sikap yang benar dalam memperlakukan istri kafirnya
ini.
-bersambung-