Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Perseverance Of The Saints (7) (Ketekunan Orang-Orang Kudus)


Pdt.Budi Asali, M.Div. 

i)  Wahyu 2:10-11 - “(10) Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan. (11) Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang kedua.’”.

Adam Clarke (tentang Wah 2:10): “‘Be thou faithful unto death.’ Be firm, hold fast the faith, confess Christ to the last, and at all hazards, and thou shalt have a crown of life - thou shalt be crowned with life, have an eternal happy existence, though thou suffer a temporal death.[= ‘Hendaklah engkau setia sampai mati’. Teguhlah, peganglah erat-erat iman, akuilah Kristus sampai akhir, dan dengan resiko apapun, dan engkau akan mendapatkan mahkota kehidupan - engkau akan dimahkotai dengan kehidupan, mempunyai keberadaan bahagia yang kekal, sekalipun engkau menderita kematian sementara.].

Adam Clarke (tentang Wah 2:11): “‘He that overcometh.’ The conqueror who has stood firm in every trial, and vanquished all his adversaries. ‘Shall not be hurt of the second death.’ That is, an eternal separation from God and the glory of his power; as what we commonly mean by final perdition. This is another rabbinical mode of speech in very frequent use, and by it they understand the punishment of hell in a future life.[= ‘Ia yang menang’. Sang pemenang yang telah berdiri teguh dalam setiap ujian, dan mengalahkan semua musuh-musuhnya. ‘Tidak akan dilukai oleh kematian yang kedua’. Artinya, suatu perpisahan kekal dari Allah dan kemuliaan kekuatanNya; seperti apa yang biasanya kita maksudkan dengan neraka / kehancuran akhir. Ini merupakan cara rabi-rabi yang lain dalam berbicara dan sangat sering digunakan, dan dengannya mereka memaksudkan hukuman neraka dalam suatu kehidupan yang akan datang.].

Lenski (tentang Wah 2:10): “‘The crown of the life’ has the epexegetical or appositional genitive: the life = the crown. This is the life of glory in heaven which is symbolized by a glorious crown.” [= ‘Mahkota kehidupan’ mempunyai genitif yang bersifat menerangkan: kehidupan = mahkota. Ini adalah kehidupan kemuliaan di surga yang disimbolkan oleh suatu mahkota yang mulia.].

Lenski (tentang Wah 2:11): “‘The one conquering (see v. 7) shall in no way receive damage from the second death.’ The passive is to be taken in the sense of ‘to be hurt,’ and ἐκ states from what source the hurt cannot come. The second death (20:6, 14; 21:8) is defined in 21:8; it is eternal damnation in the lake that burns with fire and brimstone. The crown of the life and the hurt caused by the second death are opposites. To shrink from physical death under persecution is to plunge into the second death. To save the physical life under persecution is to forfeit the eternal crown of the life.” [= ‘Orang yang menang (lihat ay 7) tidak akan dengan cara apapun menerima kerugian dari kematian yang kedua.’ Bentuk pasif diartikan dalam arti ‘dilukai / disakiti / dirugikan’, dan kata Yunani EK menyatakan dari sumber apa hal itu tidak bisa datang. Kematian yang kedua (20:6,14; 21:8) didefinisikan dalam 21:8; itu adalah hukuman / kutukan kekal dalam danau / lautan yang menyala dengan api dan belerang. Mahkota kehidupan adalah lawan kata dari kerugian yang disebabkan oleh kematian yang kedua. Mengkerut / mundur dari kematian jasmani di bawah penganiayaan berarti masuk ke dalam kematian yang kedua. Menyelamatkan kehidupan jasmani di bawah penganiayaan berarti kehilangan mahkota kehidupan yang kekal.].

Matthew Henry (tentang Wah 2:10): By proposing and promising a glorious reward to their fidelity: ‘Be thou faithful to death, and I will give thee a crown of life.’ Observe, First, The sureness of the reward: ‘I will give thee.’ He has said it that is able to do it; and he has undertaken that he will do it. They shall have the reward from his own hand, and none of their enemies shall be able to wrest it out of his hand, or to pull it from their heads. Secondly, The suitableness of it. 1. ‘A crown,’ to reward their poverty, their fidelity, and their conflict. 2. ‘A crown of life,’ to reward those who are faithful even unto death, who are faithful till they die, and who part with life itself in fidelity to Christ. The life so worn out in his service, or laid down in his cause, shall be rewarded with another and a much better life that shall be eternal. [= Dengan menawarkan dan menjanjikan suatu upah yang mulia bagi kesetiaan mereka. ‘Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan memberimu mahkota kehidupan’. Perhatikan, Pertama, Kepastian dari upah itu. ‘Aku akan memberimu’. Ia telah mengatakannya bahwa Ia bisa melakukannya; dan Ia telah menjamin bahwa Ia akan melakukannya. Mereka akan mendapatkan upah / pahala dari tanganNya sendiri, dan tak seorangpun dari musuh-musuh mereka akan bisa merebutnya dari tanganNya, atau menariknya dari kepala mereka. Kedua, Kesesuaian darinya. 1. ‘Suatu mahkota’, untuk mengupahi kemiskinan mereka, kesetiaan mereka, dan konflik mereka. 2. ‘Suatu mahkota kehidupan’, untuk mengupahi mereka yang setia bahkan sampai mati, yang setia sampai mereka mati, dan yang berpisah dengan kehidupan sendiri dalam kesetiaan kepada Kristus. Kehidupan yang digunakan sampai begitu capai dalam pelayananNya, atau diletakkan dalam perkaraNya, akan diupahi dengan kehidupan lain dan jauh lebih baik yang akan bersifat kekal.].

Sama seperti tafsiran Arminian, Matthew Henry juga mengatakan orang Kristen harus setia sampai mati untuk memperoleh mahkota itu, tetapi berbeda dengan tafsiran Arminian, Matthew Henry memberikan jaminan bahwa orang Kristen pasti akan mendapatkan mahkota itu.

William Hendriksen (tentang Wah 2:10-11): “To those who are faithful is promised the wreath of victory, namely, the life of glory in heaven. Even though believers may be put to death, namely, the first death, they are not going to be hurt by the second death, that is, they will not be cast, body and soul, into the lake of fire at Christ’s second coming (Rev. 20:14).” [= Kepada mereka yang setia dijanjikan rangkaian bunga berbentuk lingkaran dari kemenangan, yaitu, kehidupan kemuliaan di surga. Sekalipun orang percaya bisa dibunuh, yaitu kematian pertama, mereka tidak akan dirugikan oleh kematian yang kedua, yaitu, mereka tidak akan dibuang, tubuh dan jiwa, ke dalam lautan api pada kedatangan Kristus yang kedua kalinya (Wah 20:14).] - ‘More Than Conquerors’, hal 66.

John Stott: “Here was an appeal to be faithful and not to be afraid. ... True, here the call is to faithfulness rather than to faith, but we need to remember that faith and faithfulness are the same word in Greek. This is understandable because it is from faith that faithfulness springs. Trust in Christ, and we shall ourselves be trustworthy. Rely on Christ, and we shall be reliable. Depend on Christ, and we shall be dependable. Have faith in Christ, and we shall be faithful - faithful if necessary even unto death.” [= Di sini ada seruan untuk setia dan tidak takut. ... Memang benar bahwa di sini seruan itu adalah untuk setia dan bukannya untuk beriman, tetapi kita perlu mengingat bahwa ‘iman’ dan ‘kesetiaan’ adalah kata yang sama dalam bahasa Yunani. Ini bisa dimengerti karena kesetiaan muncul dari iman. Percayakanlah dirimu kepada Kristus, dan kita sendiri akan bisa dipercaya. Bersandarlah kepada Kristus, dan kita akan bisa diandalkan. Bergantunglah kepada Kristus, dan kita akan bisa dipercayai. Berimanlah kepada Kristus, dan kita akan setia - setia kalau perlu bahkan sampai mati.] - ‘What Christ Thinks of the Church’, hal 45-46.

John Stott: “He is generous. He promises a rich reward to the Christian who is steadfast through suffering. ‘Be faithful unto death, and I will give you the crown of life.’ ... ‘I will give’, He says. It is not a merit award; it is a gift.” [= Ia murah hati. Ia menjanjikan suatu pahala yang kaya kepada orang Kristen yang setia melalui penderitaan. ‘Setialah sampai mati, dan Aku akan memberimu mahkota kehidupan’. ... ‘Aku akan memberi / mengaruniakan’, kataNya. Itu bukan hadiah / pemberian karena kita berjasa / layak; itu adalah suatu pemberian.] - ‘What Christ Thinks of the Church’, hal 49.

John Stott: “If we endure, He says, and by our endurance prove the genuineness of our Christian profession, we shall escape the hell which is the second death (v. 11) and enter heaven which is ‘the crown of life’ (v. 10).” [= Jika kita bertahan / bertekun, Ia berkata, dan oleh ketahanan / ketekunan kita membuktikan keaslian dari pengakuan Kristen kita, kita akan lolos dari neraka yang adalah kematian yang kedua (ay 11) dan masuk surga yang adalah ‘mahkota kehidupan’ (ay 10).] - ‘What Christ Thinks of the Church’, hal 50.
1Yoh 2:19 - “Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita.”.

James B. Ramsey: “The tender love of our Lord is not shown here so much by removing external evils, as by sustaining His people under them, and by making them occasions of larger spiritual attainments, and means of working out a brighter reward.” [= Kasih yang lembut dari Tuhan kita tidak ditunjukkan di sini dengan menyingkirkan hal-hal jelek itu, tetapi dengan menopang umatNya di bawah hal-hal itu, dan dengan membuat bagi mereka kesempatan untuk pencapaian rohani yang lebih besar, dan cara / jalan untuk mengerjakan upah yang lebih cemerlang.] - hal 137.

James B. Ramsey: the ground of our hope and source of our victory in this conflict, are entirely in the conflict and victory of our divine Head. ‘Even as I also overcame’. ‘In the world ye shall have tribulation; but be of good cheer, I have overcome the world.’ ‘This is the victory that overcometh the world, even our faith. Who is he that overcometh the world, but he that believeth that Jesus is the Son of God.’ It is only because Christ has overcome, that such a conflict is possible; and His victory renders that of the believers sure. It was achieved for His people. By that victory He quenched the curse; He wrought out an everlasting righteousness; He destroyed death and him that hath the power of it: he has ascended His meditorial throne, and is thence dispensing the infinite resources of the Almighty Spirit to all believers. Though a personal and individual conflict, it can never be carried on by personal and individual strength. Nothing but the mighty, the omnipotent resources of the meditorial kingdom can ever enable a feeble saint to win the victory over sin, the world, and the devil.” [= dasar dari pengharapan kita dan sumber dari kemenangan kita dalam konflik ini, sepenuhnya ada di dalam konflik dan kemenangan dari Kepala Ilahi kita. ‘Sama seperti Aku juga menang’. ‘Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia’. ‘Inilah kemenangan yang mengalahkan dunia, yaitu iman kita. Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah.’. Hanya karena Kristus sudah menang, maka konflik seperti itu dimungkinkan; dan kemenanganNya menyebabkan kemenangan dari orang-orang percaya pasti. Itu dicapai untuk umatNya. Oleh kemenangan itu Ia memadamkan kutuk; Ia mengerjakan suatu kebenaran kekal; Ia menghancurkan kematian dan dia yang mempunyai kuasa atasnya: Ia telah naik ke tahta pengantaraanNya, dan dari sana menyebarkan sumber-sumber yang tak terbatas dari Roh yang maha kuasa kepada semua orang-orang percaya. Sekalipun itu adalah suatu konflik yang bersifat pribadi dan individuil, itu tidak pernah bisa dilakukan dengan kekuatan pribadi dan individuil. Tak ada apapun kecuali sumber-sumber yang kuat dan maha kuasa dari kerajaan pengantara bisa memampukan seorang kudus yang lemah untuk memenangkan kemenangan atas dosa, dunia dan setan.] - hal 199-200.
Wah 3:21 - “Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhtaKu, sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan BapaKu di atas takhtaNya.”.
Yoh 16:33 - “Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera dalam Aku. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.’”.
1Yoh 5:4-5 - “(4) sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita. (5) Siapakah yang mengalahkan dunia, selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?”.

Pulpit Commentary: As there is a life beyond the present life, so there is a death beyond the present death. He who is born twice can die only once, but he who is born only once will die twice. But if the first death were extinction, a second would be impossible; and if the first death had no notion of extinction in it, so neither may the second.[= Sebagaimana disana ada suatu kehidupan setelah kehidupan sekarang ini, begitu juga disana ada suatu kematian setelah kematian sekarang ini. Ia yang dilahirkan dua kali bisa mati hanya satu kali, tetapi ia yang dilahirkan hanya satu kali akan mati dua kali. Tetapi jika kematian pertama adalah pemusnahan, kematian kedua akan merupakan kemustahilan; dan jika kematian pertama tak mempunyai arti pemusnahan di dalamnya, begitu juga kematian yang kedua.].

Semua orang percaya pasti sudah pernah mengalami kelahiran kembali, tanpa mana mereka tidak mungkin bisa percaya. Dan penafsir ini mengatakan orang yang dilahirkan 2 x hanya mati 1 x!!

Pulpit Commentary: And, by the help of God, we may be ‘faithful;’ and this is all that is required of us. We are but imperfect servants at the best, but we need not be unfaithful. Our position may not be one of ease, but we can be faithful.[= Dan, oleh pertolongan Allah, kita bisa ‘setia’; dan ini adalah semua yang dituntut dari kita. Sebaik-baiknya, kita hanya adalah pelayan-pelayan yang tidak sempurna, tetapi kita tidak perlu tidak setia. Posisi kita mungkin / bisa bukan posisi yang mudah, tetapi kita bisa setia.].

Jadi, Wah 2:10-11 tidak terlalu berbeda dengan Mat 10:22 dan Mat 24:13. Ini tidak berarti keselamatan bisa hilang, atau bahwa orang kristen yang sejati sejati bisa tidak setia sampai mati. Ayat ini hanya menekankan tanggung jawab. Sekalipun keselamatan kita dijamin, kita tetap bertanggung jawab untuk setia kepada Tuhan sampai mati / sekalipun harus mati karena hal itu.

Bdk. Wah 2:11 dengan ayat-ayat di bawah ini:
Ro 8:37 - “Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.”.
1Kor 15:57 - “Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.”.
2Kor 2:14a - “Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenanganNya.”.

Jadi, sekalipun ‘menang’ merupakan syarat, tetapi bagi orang percaya syarat itu pasti terpenuhi. Tuhan yang akan membuat kita menang.

l)  2Tim 2:12-13 - “(12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.

Ada 2 serangan menggunakan text ini:

1. Ay 12b: jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita;”.
Jelas bahwa ayat ini, bersama-sama dengan text-text seperti Mat 10:32-33, bisa digunakan untuk mengatakan bahwa kalau orang Kristen menyangkal Yesus, ia akan kehilangan keselamatannya.

Matthew Henry: “It is at our peril if we prove unfaithful to him: If we deny him, he also will deny us. If we deny him before man, he will deny us before his Father, Matt 10:33. And that man must needs be for ever miserable whom Christ disowns at last.” [= Merupakan resiko kita jika kita terbukti tidak setia kepadaNya: Jika kita menyangkalNya, Ia juga akan menyangkal kita. Jika kita menyangkalNya di depan manusia, Ia akan menyangkal kita di depan BapaNya, Mat 10:33. Dan orang yang tidak diakui oleh Kristus pada akhirnya itu pasti akan menyedihkan / sengsara selama-lamanya.].

Mat 10:32-33 - “(32) Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan BapaKu yang di sorga. (33) Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di sorga.’”.

Adam Clarke tak memberi komentar apapun tentang ayat ini.

Lenski (tentang 2Tim 2:12): “Paul has no more restriction in the verb than Jesus has in Matt. 10:33: denial is fatal whatever its form. The two ἐκεῖνος are very emphatic: ‘also he on his part will deny us’ before his Father in heaven. In Mark 8:38; Luke 9:26 Jesus used also the word ‘to be ashamed of’ (see it in 1:8, 12, 16). No retribution could be more just. Only one who has confessed can turn about and deny. He who by denial now cuts himself off from Christ and so faces him on the last day must not expect that Christ will be equally false and will then confess where he ought to deny.” [= Paulus tidak mempunyai lebih banyak pembatasan dalam kata kerja ini dari pada yang Yesus punyai dalam Mat 10:33: penyangkalan adalah fatal bagaimanapun bentuknya. Kedua EKEINOS sangat menekankan: ‘Ia juga dari pihakNya akan menyangkal kita’ di hadapan BapaNya di surga. Dalam Mark 8:38; Luk 9:26 Yesus juga menggunakan kata ‘malu karena / tentang’ (lihat itu dalam 1:8,12,16). Tak ada pembalasan bisa lebih adil. Hanya orang yang telah mengaku bisa berbalik dan menyangkal. Ia yang oleh penyangkalan sekarang memotong dirinya sendiri dari Kristus dan menghadapiNya seperti itu pada hari terakhir tidak boleh mengharapkan bahwa Kristus akan tidak benar / setia secara sama dan pada saat itu akan mengakui dimana Ia seharusnya menyangkal.].

Tetapi pada bagian awalnya, Lenski berkata sebagai berikut:

Lenski (tentang 2Tim 2:12): “Permanent denial is referred to; Peter repented of his denial.” [= Penyangkalan yang permanen yang ditunjuk; Petrus bertobat dari penyangkalannya.].

Wycliffe Bible Commentary (tentang Mat 10:33): “Whosoever shall deny me (cf. 2 Tim 2:12). The Greek tense (aorist, constative) refers not to one moment of denial (e. g., Peter’s), but to the life in its entirety,” [= Barangsiapa menyangkal Aku (bdk. 2Tim 2:12). Tensa bahasa Yunani (aorist, constative) tidak menunjuk pada penyangkalan sesaat (misalnya, penyangkalan Petrus), tetapi kepada seluruh kehidupan,].

Catatan: saya tidak yakin bahwa penafsiran Wycliffe yang menggunakan gramatika bahasa Yunani ini bisa dibenarkan. Kata ARNESETAI, yang diterjemahkan ‘menyangkal’, adalah suatu aorist subjunctive. Ada 2 tense / tensa untuk subjunctive, yaitu present dan aorist. Dan tentang penggunaannya, lihat kutipan di bawah ini.

Gresham Machen: “The aorist subjunctive refers to the action without saying anything about its continuance or repetition, while the present subjunctive refers to it as continuing or as being repeated.” [= Aorist subjunctive menunjuk kepada suatu tindakan tanpa mengatakan apapun tentang keberlanjutan atau pengulangan tindakan tersebut, sedangkan present subjunctive menunjuk kepadanya sebagai berlanjut atau diulangi.] - ‘New Testament Greek For Beginners’, hal 131.
Catatan: ada 3 macam mood dalam bahasa Yunani:
a. Subjunctive digunakan untuk menyatakan kemungkinan, anggapan, keinginan, dugaan.
b. Indicative digunakan untuk menyatakan suatu fakta.
c. Imperative digunakan untuk menyatakan perintah.

Tetapi memang tidak mungkin kita menafsirkan bahwa sekali seseorang menyangkal Yesus, maka nanti ia pasti akan disangkal oleh Yesus di depan Bapa di surga, karena kalau demikian maka Petrus pasti masuk neraka.

Ada penafsiran lain tentang hal ini, yang menafsirkan penyangkalan ini sebagai suatu kemurtadan.

Word Biblical Commentary (tentang Mat 10:33): “The verb ἀρνεῖσθαι, ‘deny,’ means strongly to repudiate or disown and thus connotes apostasy (BAGD, 107).” [= Kata kerja ἀρνεῖσθαι / ARNEISTHAI, ‘menyangkal’ berarti menyangkal atau tidak mengakui secara kuat, dan dengan demikian mengandung arti kemurtadan (BAGD, 107).].

Bible Knowledge Commentary (tentang 2Tim 2:12): ‎If ‘we disown’ Him, He will ‘also disown us’ speaks of the possibility of apostasy (cf. 1 Tim 4:1; Heb 10:38-39; 2 John 9) and the Lord’s ultimate rejection of those who professed Christ only temporarily (cf. Matt 10:33). Instead of identifying with Christ, the apostate finally dissociates himself with Christ. [= Jika ‘kita menyangkal’ Dia, Ia akan ‘juga menyangkal kita’ berbicara tentang kemungkinan kemurtadan (bdk. 1Tim 4:1; Ibr 10:38-39; 2Yoh 9) dan penolakan akhir Tuhan tentang mereka yang mengakui Kristus hanya secara sementara (bdk. Mat 10:33). Bukannya meneguhkan kesatuan dengan Kristus, orang murtad itu akhirnya memisahkan dirinya sendiri dengan Kristus.].

Saya berpendapat, penyangkalan secara permanen / kemurtadan ini yang harus ditekankan. Orang kristen yang sejati bisa saja menyangkal Yesus, tetapi tidak mungkin ia menyangkal Yesus secara permanen / terus menerus, atau dengan kata lain, ia murtad. Penyangkalan sementara, seperti yang dilakukan Petrus, tentu bisa diampuni. Penyangkalan terus menerus / murtad hanya bisa dilakukan oleh orang kristen KTP (tentang hal ini akan kita pelajari dengan lebih mendetail belakangan)! Karena itu, ini tidak menunjukkan bahwa keselamatan orang itu hilang, tetapi menunjukkan bahwa orang itu tidak pernah diselamatkan.

2. Ay 13b: jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.

a. Pertama-tama saya akan membahas terjemahan dari bagian awal dari ayat / bagian ini.

“jika kita tidak setia, Dia tetap setia,” (ay 13a).
KJV: ‘If we believe not, yet he abideth faithful’ [= Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia:].
RSV: ‘if we are faithless, he remains faithful’ [= Jika kita tidak beriman / tidak setia, Ia tetap setia]. NIV/NASB RSV.

Kata Yunani yang digunakan adalah APISTOUMEN, yang berasal dari kata dasar APISTEO, yang menurut Bible Works 7 bisa diartikan ‘tidak percaya’ atau ‘tidak setia’. Mungkin itu sebabnya RSV/NIV/NASB sengaja menterjemahkan ‘faithless’, yang bisa diartikan sebagai ‘tidak beriman / tidak mempunyai iman’ ataupun ‘tidak setia’ (kontras dengan ‘faithful’ / setia).

Saya berpendapat bahwa kata-kata ‘Ia tetap setia’ menyebabkan tidak mungkin kita menterjemahkan ‘Jika kita tidak percaya’ seperti dalam terjemahan KJV. Jadi bagian awalnya harus diterjemahkan ‘Jika kita tidak setia’ seperti dalam terjemahan Kitab Suci Indonesia.

William Hendriksen (tentang 2Tim 2:13): The parallelism and also the conclusion - ‘he … remains faithful’ - show that here the meaning of the verb used in the original cannot be: to be unbelieving. [= Paralelisme dan juga kesimpulannya - ‘Ia ... tetap setia’ - menunjukkan bahwa di sini arti dari kata kerja yang digunakan dalam bahasa aslinya tidak bisa adalah: ‘tidak percaya’.].

UBS New Testament Handbook Series: “‘Faithless’ is better translated in English as ‘unfaithful’ (compare TEV and CEV), with Christ as the implicit object of the unfaithfulness. This would make clear that ‘unfaithful’ is parallel to ‘deny’ in the previous verse, since to disown Christ is equivalent to being unfaithful to him. So one may translate ‘If we are unfaithful to him’ or ‘If we turn our backs on him.’” [= Kata ‘faithless’ lebih baik diterjemahkan dalam bahasa Inggris sebagai ‘tidak setia’ (bandingkan dengan TEV dan CEV), dengan Kristus sebagai obyek implicit / tidak langsung dari ketidak-setiaan. Ini akan membuat jelas bahwa ‘tidak setia’ paralel dengan ‘menyangkal’ dalam ayat sebelumnya, karena menyangkal / tidak mengakui Kristus adalah sama dengan tidak setia kepadaNya. Jadi seseorang bisa menterjemahkan ‘Jika kita tidak setia kepadaNya’ atau ‘Jika kita membelakangi Dia’.].

Wuest’s Word Studies From the Greek New Testament: “‎‎The words, ‘believe not,’ are ‎apisteuo‎, and refer here, not to the act of believing, but to unfaithfulness. ‘If we are untrue to the Lord Jesus in our Christian lives,’ is the idea. He abides faithful.” [= Kata-kata ‘tidak percaya’ (KJV) adalah APISTEUO, dan di sini menunjuk, bukan pada tindakan percaya, tetapi pada ketidak-setiaan. ‘Jika kita tidak setia kepada Tuhan Yesus dalam kehidupan Kristen kita’, adalah gagasannya. Ia tetap setia.].

Gordon D. Fee: If we are faithless’ (and the context demands this meaning of the verb apistoumen, not ‘unbelieving,’ as KJV, et al.), [= ‘Jika kita tidak setia’ (dan kontext menuntut arti ini dari kata kerja APISTOUMEN, bukanlah ‘tidak percaya’, seperti KJV, dll.),] - ‘The New International Biblical Commentary’ (Libronix).

b. Sekarang kita melihat tafsiran tentang seluruh bagian ini, tetapi konsentrasi perhatian kita adalah pada bagian ‘Dia tetap setia’.

Ay 13: jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.

Problem dari bagian ini adalah, pada waktu dikatakan ‘Dia tetap setia’, maksudnya ‘Dia tetap setia pada apa / kepada siapa?’ Ada 2 penafsiran tentang bagian ini:

(1)Ia tetap setia kepada diriNya, pada janji-janjiNya maupun ancaman-ancamanNya.

Adam Clarke (tentang 2Tim 2:13): “‘If we believe not.’ Should we deny the faith and apostatize, he is the same, as true to his threatenings as to his promises; he cannot deny - act contrary to, himself.” [= ‘Jika kita tidak percaya’. Kalau kita menyangkal iman dan murtad, Ia tetap sama, benar berkenaan dengan ancamanNya seperti pada janjiNya; Ia tidak bisa menyangkal - bertindak bertentangan dengan, diriNya sendiri.].

Lenski (tentang 2Tim 2:13): “‘if we are faithless’ (R. V.), which is better than: ‘if we believe not’ (A. V.) because of the context: ‘he on his part remains faithful.’ Yet to be faithless is to give up believing, to be ‘faithless’ in this fatal way. ... Though we are false, no matter when or where or how, ‘he on his part’ remains ever absolutely faithful and true. This means more than that he keeps his word in promise and in threat; this speaks of his very character and nature.” [= ‘jika kita faithless’ (RV), yang lebih baik dari pada: ‘jika kita tidak percaya’ (AV) karena kontextnya: ‘Ia pada pihakNya tetap setia’. Tetapi menjadi faithless berarti berhenti percaya, menjadi faithless dengan cara yang fatal ini. ... Sekalipun kita palsu, tak peduli kapan atau dimana atau bagaimana, ‘Ia pada pihakNya’ tetap selalu setia dan benar secara mutlak. Ini berarti lebih dari pada bahwa Ia memegang firmanNya dalam janji dan dalam ancaman; ini berbicara tentang karakter dan sifat dasar / hakekatNya.].

Bukan hanya orang Arminian, tetapi bahkan orang Reformedpun banyak yang menafsirkan seperti ini.

Matthew Henry: “If we believe not, yet he abideth faithful; he cannot deny himself. He is faithful to his threatenings, faithful to his promises; neither one nor the other shall fall to the ground, no, not the least, jot nor tittle of them. If we be faithful to Christ, he will certainly be faithful to us. If we be false to him, he will be faithful to his threatenings: he cannot deny himself, cannot recede from any word that he hath spoken, for he is yea, and amen, the faithful witness. ... If we deny him, out of fear, or shame, or for the sake of some temporal advantage, he will deny and disown us, and will not deny himself, but will continue faithful to his word when he threatens as well as when he promises” [= Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia; Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri. Ia setia pada ancaman-ancamanNya, setia pada janji-janjiNya; tidak ada yang satu maupun yang lain yang jatuh ke tanah, tidak, tidak yang terkecil, iota atau titik / coretan dari mereka. Jika kita setia kepada Kristus, Ia pasti akan setia kepada kita. Jika kita tidak setia kepada Dia, Ia akan setia pada ancaman-ancamanNya: Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri, tidak bisa mundur dari firman manapun yang telah Ia katakan, karena Ia adalah ya dan amin, saksi yang setia. ... Jika kita menyangkalNya, karena takut, atau malu, atau demi suatu keuntungan sementara, Ia akan menyangkal kita dan tidak mengakui kita, dan tidak akan menyangkal diriNya sendiri, tetapi akan terus setia pada firmanNya pada waktu Ia mengancam maupun pada waktu Ia berjanji].
2Kor 1:20 - “Sebab Kristus adalah ‘ya’ bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan ‘Amin’ untuk memuliakan Allah.”.
Wah 1:5 - “dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini. Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darahNya-”.
Wah 3:14 - “‘Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah:”.

Barnes’ Notes: “‘If we believe not, yet he abideth faithful.’ This cannot mean that, if we live in sin, he will certainly save us, as if he had made any promise to the elect, or formed any purpose that he would save them, whatever might be their conduct; because: (1) he had just said that if we deny him he will deny us; and (2) there is no such promise in the Bible, and no such purpose has been formed. The promise is, that he that is a believer shall be saved, and there is no purpose to save any but such as lead holy lives. The meaning must be, that if we are unbelieving and unfaithful, Christ will remain true to his word, and we cannot hope to be saved. The object of the apostle evidently is, to excite Timothy to fidelity in the performance of duty, and to encourage him to bear trials, by the assurance that we cannot hope to escape if we are not faithful to the cause of the Saviour. This interpretation accords with the design which he had in view.” [= ‘Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia’. Ini tidak bisa berarti bahwa jika kita hidup dalam dosa, Ia akan tetap menyelamatkan kita, seakan-akan Ia telah membuat janji apapun kepada orang-orang pilihan, atau membentuk tujuan / rencana apapun bahwa Ia akan menyelamatkan mereka, bagaimanapun tingkah laku mereka; karena: (1) Ia baru saja mengatakan bahwa jika kita menyangkalNya Ia akan menyangkal kita; dan (2) Tidak ada janji seperti itu dalam Alkitab, dan tidak ada tujuan / rencana seperti itu telah dibentuk. Janjinya adalah, bahwa ia yang adalah seorang percaya akan diselamatkan, dan tidak ada rencana / tujuan untuk menyelamatkan siapapun kecuali orang-orang seperti itu yang menjalani kehidupan yang kudus. Artinya haruslah, bahwa jika kita tidak percaya dan tidak setia, Kristus akan tetap benar pada firmanNya, dan kita tidak dapat berharap untuk diselamatkan. Tujuan dari sang rasul jelas adalah, untuk menggairahkan Timotius pada kesetiaan dalam pelaksanaan kewajiban, dan untuk mendorongnya untuk memikul / menahan pencobaan-pencobaan, dengan suatu keyakinan bahwa kita tidak bisa berharap untuk lolos jika kita tidak setia pada perkara dari sang Juruselamat. Penafsiran ini sesuai dengan rancangan yang ada dalam pandangannya.].

Calvin: “‘If we are unbelieving, he remaineth faithful.’ The meaning is, that our base desertion takes nothing from the Son of God or from his glory; because, having everything in himself, he stands in no need of our confession. As if he had said, ‘Let them desert Christ who will, yet they take nothing from him; for when they perish, he remaineth unchanged.’ [= ‘Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia’. Artinya adalah, bahwa pembelotan kita yang hina tidak mengambil apapun dari Anak Allah atau dari kemuliaanNya; karena, mempunyai segala sesuatu dalam diriNya sendiri, Ia berdiri tanpa kebutuhan apapun tentang pengakuan kita. Seakan-akan ia berkata, ‘Biarlah mereka yang mau, meninggalkan Kristus, tetapi mereka tidak mengambil apapun dari Dia; karena pada waktu mereka binasa, Ia tetap tidak berubah’.].

IVP Bible Background Commentary: “Although God’s character is immutable, his dealings with people depend on their response to him (2 Chron 15:2; Ps 18:25-27). The faithfulness of God to his covenant is not suspended by the breach of that covenant by the unfaithful; but those individuals who break his covenant are not saved (see comment on Rom 3:3).” [= Sekalipun karakter Allah tidak berubah, tetapi penangananNya terhadap umatNya tergantung pada tanggapan mereka kepada Dia (2Taw 15:2; Maz 18:26-28). Kesetiaan Allah pada perjanjianNya tidak ditangguhkan / dihentikan oleh pelanggaran terhadap perjanjian itu oleh orang-orang yang tidak setia; tetapi pribadi-pribadi yang melanggar perjanjianNya itu tidak diselamatkan (lihat komentar tentang Ro 3:3).].
2Taw 15:2 - “Ia pergi menemui Asa dan berkata kepadanya: ‘Dengarlah kepadaku, Asa dan seluruh Yehuda dan Benyamin! TUHAN beserta dengan kamu bilamana kamu beserta dengan Dia. Bilamana kamu mencariNya, Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi bilamana kamu meninggalkanNya, kamu akan ditinggalkanNya.
Maz 18:26-28 - “(26) Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, (27) terhadap orang yang suci Engkau berlaku suci, tetapi terhadap orang yang bengkok Engkau berlaku belat-belit. (28) Karena Engkaulah yang menyelamatkan bangsa yang tertindas, tetapi orang yang memandang dengan congkak Kaurendahkan”.
Ro 3:3-4 - “(3) Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Allah? (4) Sekali-kali tidak! Sebaliknya: Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis: ‘Supaya Engkau ternyata benar dalam segala firmanMu, dan menang, jika Engkau dihakimi.’”.
IVP Bible Background Commentary (tentang Ro 3:3): “God’s faithfulness to his covenant was good long-term news for Israel as a whole; as in the Old Testament (e.g., in Moses’ generation, contrary to some Jewish tradition), however, it did not save individual Israelites who broke covenant with him.” [= Kesetiaan Allah pada perjanjianNya merupakan kabar baik jangka panjang bagi Israel sebagai suatu keseluruhan; seperti dalam Perjanjian Lama (misalnya, dalam generasi Musa, bertentangan dengan beberapa tradisi Yahudi), tetapi itu tidak menyelamatkan individu-individu Israel yang melanggar perjanjian dengan Dia.].

Catatan: perhatikan bahwa semua penafsir-penafsir di atas menafsirkan bagian awal ayat ini bukan sebagai ‘tidak setia’ tetapi ‘tidak percaya’, seperti dalam terjemahan KJV.
Lenski, sekalipun mengatakan bahwa yang benar adalah ‘faithless’, tetapi ia mengartikan itu sebagai ‘berhenti beriman’, sehingga akhirnya menjadi tak terlalu berbeda dengan terjemahan KJV.
Karena itu tidak heran mereka terpaksa menafsirkan ‘Dia / Allah tetap setia’ sebagai ‘tetap setia pada ancaman / janjiNya’! Tetapi saya sudah menjelaskan di atas bahwa terjemahan ‘tidak percaya’ ini tidak memungkinkan, karena sambungannya adalah ‘Dia tetap setia’. Maka terjemahan yang benar adalah ‘Jika kita tidak setia’! Dan ini tidak diartikan sebagai murtad, tetapi sebagai jatuh dalam berbagai macam dosa.


-bersambung-