PROVIDENCE OF GOD (24)
PDT. BUDI ASALI, M. DIV.
VI. KEBERATAN TERHADAP DOKTRIN INI
Kebanyakan dari serangan / keberatan di bawah ini sudah saya bahas dan jelaskan di depan, kecuali keberatan / serangan no 6 dan 7. Saya memberikan semua ini hanya untuk memudahkan saudara mencari jawaban terhadap keberatan / serangan yang ditujukan terhadap doktrin ini.
1) Doktrin ini menjadikan manusia seperti robot / wayang.
Jawab: Lihat pelajaran V, point B, 2 di atas.
2) Kalau Allah sudah menetapkan segala sesuatu, bagaimana mungkin manusia masih bisa mempunyai kebebasan, dan bahkan harus bertanggung jawab atas dosanya?
Jawab: Lihat pelajaran V di atas.
Bandingkan juga dengan Ro 9:19-21 - “(19) Sekarang kamu akan berkata kepadaku: ‘Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkanNya? Sebab siapa yang menentang kehendakNya?’ (20) Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku demikian?’ (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.
3) Bagaimana Allah yang maha suci bisa menciptakan dosa?
Jawab:
a) Allah memang menetapkan terjadinya dosa dan mengatur sehingga dosa terjadi, tetapi Allah bukan pencipta dosa. Lihat pelajaran IV, point B, 1,2 di atas.
b) Dalam menetapkan dan mengatur terjadinya dosa Allah mempunyai tujuan yang baik. Lihat pelajaran IV, point D di atas.
a) Allah memang menetapkan terjadinya dosa dan mengatur sehingga dosa terjadi, tetapi Allah bukan pencipta dosa. Lihat pelajaran IV, point B, 1,2 di atas.
b) Dalam menetapkan dan mengatur terjadinya dosa Allah mempunyai tujuan yang baik. Lihat pelajaran IV, point D di atas.
4) Allah menentukan karena Ia tahu bahwa hal itu akan terjadi.
Jawab: lihat pelajaran III, point A, 2 di atas.
5) Allah bukan menentukan dosa, tetapi mengijinkan dosa.
Jawab: lihat pelajaran IV, point B, 3 di atas.
6) Kalau Allah menetapkan terjadinya dosa, padahal Ia melarang kita untuk berbuat dosa, bukankah ini menunjukkan adanya suatu kontradiksi dalam diri Allah?
Jawab: Harus diakui bahwa di sini keterbatasan otak / pengertian kita membuat kita tidak bisa mengerti Allah. Tetapi jelas bahwa Allah tidak bertentangan dengan diriNya sendiri.
John Calvin: “Yet God’s will is not therefore at war with itself, nor does it change, nor does it pretend not to will what he wills. But even though his will is one and simple in him, it appears manifold to us because, on account of our mental incapacity, we do not grasp how in divers ways it wills and does not will something to take place. ... when we do not grasp how God wills to take place what he forbids to be done, let us recall our mental incapacity, and at the same time consider that the light in which God dwells is not without reason called unapproachable (1Tim 6:16), because it is overspread with darkness.” [= Tetapi itu tidak menyebabkan kehendak Allah berperang /
7) Ada banyak orang yang keberatan dengan diajarkannya doktrin ini karena bisa menimbulkan tanggapan yang negatif, misalnya malah berbuat dosa karena toh sudah ditentukan, marah kepada Allah seba¬gai penentu penderitaan kita, malas berdoa / memberitakan Injil karena semua toh sudah ditentukan, dsb.
Jawab:
a) Harus diakui bahwa tanggapan salah seperti itu bisa saja terjadi, tetapi kalau itu terjadi, itu adalah kesalahan dari orang yang mendengar ajaran ini, bukan kesalahan ajarannya!
John Murray: “... perversion does not refute the truth of the doctrine perverted.” [= ... penyimpangan tidak menyangkal kebenaran dari doktrin yang disimpangkan.] - ‘Collected Writings of John Murray’, vol II, hal 87.
b) Jangan lupa bahwa Injilpun bisa menimbulkan tanggapan yang salah / negatif. Misal¬nya: Kalau ada orang yang mendengar bahwa Yesus sudah mati untuk menebus dosa-dosanya, baik yang dulu, yang sekarang, maupun yang akan datang, maka bisa saja ia lalu malah berbuat dosa karena toh sudah dibayar / ditebus oleh Yesus. Lalu, apakah Injil sebaiknya tidak diajarkan karena bisa menimbulkan tanggapan salah / negatif seperti ini? Tanggapan salah yang sama juga bisa diberikan terhadap pemberitaan bahwa keselamatan tidak bisa hilang. Lalu, apakah inipun tidak boleh diajarkan?
Dalam komentarnya tentang 1Pet 2:16 William Barclay berkata: “Any great Christian doctrine can be perverted into an excuse for evil. The doctrine of grace can be perverted into an excuse for sinning to one’s heart’s content. The doctrine of the love of God can be sentimentalized
Ada banyak jejak yang menunjukkan bahwa doktrin kebebasan /
1. Gal 5:1,13 - “(1) Supaya kita sungguh-sungguh
2. 2Pet 2:19 - “Mereka menjanjikan kemerdekaan kepada orang lain, padahal mereka sendiri adalah hamba-hamba kebinasaan, karena siapa yang dikalahkan orang, ia adalah hamba orang itu.”.
1. Gal 5:1,13 - “(1) Supaya kita sungguh-sungguh
2. 2Pet 2:19 - “Mereka menjanjikan kemerdekaan kepada orang lain, padahal mereka sendiri adalah hamba-hamba kebinasaan, karena siapa yang dikalahkan orang, ia adalah hamba orang itu.”.
Jadi, bahwa doktrin Providence of God /
Loraine Boettner: “We shall show that there is no great difficulty - no undue violence or straining required - to interpret consistently with our doctrine the passages which are brought forth by Arminians, while it is impossible, without the most unwarrantable and unnatural forcing and straining, to reconcile their doctrine with our passages. Furthermore, our doctrine could not be overthrown merely by bringing forth other passages which would contradict it, for that at most would only give us a self-contradict
Jadi, kalau saudara melihat suatu perdebatan Reformed vs Arminian (atau perdebatan berkenaan dengan doktrin apapun), untuk tahu mana yang menang dan mana yang kalah, jangan hanya melihat ayat-ayat dasar yang masing-masing pihak gunakan. Tetapi lihat bagaimana pihak yang satu bisa menjelaskan argumentasi /
Loraine Boettner: “In the light of modern scientific exegesis, it is quite evident that the objections which are raised against the Reformed Theology are emotional or philosophical rather than exegetical. And had men been content to interpret the language of Scripture according to the acknowledged principles of interpretation,
