Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Yesus Tertidur di Tengah Badai

Yesus Tertidur di Tengah Badai

Mungkin setiap kita sangat familier dengan cerita Yesus tertidur di tengah badai sedangkan murid-murid ketakutan. Kisah ini dicatat di Markus 4:35-41 dan juga paralelnya di Injil Matius dan Lukas. Ada dua hal yang seharusnya membuat kita agak mengernyitkan alis ketika membaca kisah ini: Yang pertama adalah Yesus tertidur di tengah-tengah badai dahsyat, dan yang kedua adalah murid-murid lebih takut lagi setelah badai reda.
Badai yang dahsyat? Betul, itu pasti badai yang sangat besar dan mengerikan, karena sebagian dari murid-murid Tuhan Yesus itu adalah nelayan kawakan. Mereka sudah biasa pergi melaut, sudah terbiasa dengan ombak dan badai. Maka, dapat dipastikan bahwa ini pasti badai yang sangat dahsyat yang membuat mereka sampai panik ketakutan. Ditambah lagi saat itu hari sudah petang, langit sudah gelap. Pantai waktu pagi memang indah, terlihat romantis. Tetapi kalau kita berlayar pada waktu malam, itu akan menjadi mengerikan, apalagi di tengah-tengah badai. Belum lagi kepercayaan zaman itu yang menggambarkan laut sebagai kuasa kegelapan dan kekacauan (chaos).
Di tengah-tengah kekacauan dan kengerian mencekam seperti itulah Tuhan Yesus tertidur dengan lelap. Koq bisa-bisanya Yesus tertidur di tengah badai yang dahsyat. Kisah seseorang tertidur di tengah badai pasti mengingatkan kita akan seorang tokoh lain di Alkitab: Yunus. Yunus dan Yesus sama-sama tertidur di tengah badai. Tetapi apa bedanya? Bedanya Yunus sedang melarikan diri dari panggilan Tuhan. Dia disuruh Tuhan untuk pergi kepada bangsa Asyur di Niniwe dan dia tidak mau memberitakan firman Tuhan kepada orang-orang kafir yang keji, sedangkan Tuhan Yesus justru menyeberangi danau ini untuk menuju ke daerah orang Gerasa untuk mencari orang-orang kafir dan memberitakan Injil kepada mereka. Dari kisah Yunus kita tahu kalau tertidur lelap dan damai tidak menjamin kita sedang menjalani panggilan Tuhan.
Tuhan Yesus tertidur karena dia mempunyai complete trust in God, Dia sadar ketika menjalani panggilan Tuhan tidak ada badai apa pun yang bisa menghalangi rencana Tuhan. Namun di pihak lain, Yunus juga tidak kalah lelap tidurnya, padahal ia sedang melarikan diri dari panggilan Tuhan. Dia tahu persis dia sedang tidak taat kepada Tuhan. Ternyata sepanjang zaman banyak orang-orang model Yunus yang hidupnya tidak taat, yang sangat jauh dari panggilan Tuhan namun setiap malam bisa tidur nyenyak. Bandar judi, mafia narkoba, orang yang selingkuh, dan lainnya koq bisa tidur nyenyak? Karena seperti dikatakan di kitab Roma, mereka telah membungkamkan suara hati nurani mereka; mereka telah menindas kebenaran dengan kelaliman. Alarm teguran hati nurani mereka yang mengingatkan mereka untuk bertobat kembali kepada Tuhan, telah dirusakkan oleh kebebalan hati mereka. Tuhan telah menyerahkan mereka kepada keinginan hati dan hawa nafsu mereka.
BACA JUGA: YESUS KRISTUS ADALAH TUHAN DAN ALLAH

Sangat mengerikan ketika Tuhan membiarkan seseorang di dalam dosa mereka hingga suatu saat tidak ada kesempatan lagi bagi mereka berbalik. Apakah kita sedang dalam pelarian dari kehendak Tuhan? Apakah kita sedang hidup tidak taat dan sedang membungkam hati nurani yang terus mengganggu kita? Berhati-hatilah! Jangan sampai masuk ke tahap Tuhan membiarkan kita! Bertobatlah sekarang juga, jangan termakan bisikan setan yang menyuruh kita menunda-nunda pertobatan di hadapan Tuhan!
Minggu lalu kita telah melihat bagaimana murid-murid Tuhan Yesus yang adalah nelayan kawakan ketakutan dihantam badai yang menakutkan. Lalu apa yang murid-murid lakukan? Matius dan Lukas mencatat mereka dengan panik membangunkan guru mereka, “Tuhan, tolonglah, kita binasa.”  Namun Markus memberikan suatu catatan tambahan, yaitu “Guru, Engkau tidak peduli kalau kita binasa?”
Bagaimana Sang Guru bisa peduli kalau Ia sedang tertidur lelap! Seruan (baca: tuduhan) para murid sepertinya juga terujar oleh para murid generasi berikutnya, yaitu orang-orang Kristen di Kekaisaran Romawi yang menjadi penerima awal Injil Markus. Mereka sedang menghadapi kesulitan, tantangan, dan bahkan penganiayaan dari Kaisar Romawi saat itu. Mungkin ada rekan-rekan mereka yang dikejar-kejar, sebagian sudah ditangkap, atau yang paling parah adalah mati martir karena iman mereka. Intinya para murid di danau Galilea dan orang-orang Kristen di Romawi menghadapi badai yang sangat mengerikan. 
Yesus pun bangun dan menghardik angin dan ombak dengan begitu tenangnya seperti seorang ayah yang memarahi anjing kecil yang sedang ribut-ribut bermain. Apa yang terjadi kemudian? Angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali. Effortlessly… tanpa susah payah sedikit pun. Bagi murid-murid badai ini adalah badai paling mengerikan, namun bagi Dia, badai paling mengerikan hanya seperti anak anjing yang hanya perlu dihardik “ssttt… diam!” 
Bukankah seruan “Tuhan, Engkau tidak peduli kalau kami binasa?” masih terus berdengung di mana-mana? Ketika orang tua yang kehilangan anaknya, ketika seorang pelajar yang gagal ujian, ketika seseorang yang divonis penyakit yang belum ada obat penyembuhnya, ketika seorang pengusaha yang melihat satu-satunya toko sumber mata pencahariannya terbakar api, ketika seorang pasangan mengalami badai besar dalam bahtera perkawinan mereka… ketika… ketika… ketika ratusan atau bahkan ribuan kasus lainnya.
Apa yang menyebabkan seruan tersebut? Bukan karena Allah tidak peduli, tetapi karena kita yang salah mengerti. Salah mengerti apa? Yaitu menjadi orang Kristen seharusnya bebas dari badai. Ketika seseorang menjadi orang Kristen seharusnya dia bebas dari semua masalah, dari semua hambatan. Tuhan harus menjamin hidup orang Kristen sesuai apa yang menjadi keinginan mereka masing-masing dan jangan pernah sampai lalai, ada hambatan, ada kecelakaan, ada badai menimpa hidup orang Kristen.
Namun sesungguhnya Allah tidak pernah berjanji bahwa hidup orang Kristen bebas dari badai. Allah tidak pernah berjanji Sadrakh, Mesakh, Abednego akan dibebaskan dari tungku api. Tuhan Yesus bahkan ketika memanggil murid-murid menegaskan bahwa mereka harus siap untuk menyangkal diri dan memikul salib. Memikul salib berarti sedang berjalan menuju ke lokasi penyaliban, siap untuk mati. 
Pedulikah Allah ketika kita mengalami badai dan Dia seakan-akan tertidur? Apakah jawaban Allah? Mata kita akan diarahkan kepada salib itu, karena di situlah letak jawabannya. Di salib itulah Allah begitu peduli akan nasib kita sehingga Anak Allah harus disalibkan demi menebus kita; demi melepaskan kita dari badai terbesar yang akan menimpa umat manusia, yaitu kematian kekal akibat dosa.
Ketika badai menerpa, ketika keraguan timbul dan kita mulai bersiap meluncurkan panah- panah tuduhan kepada Allah, ingatlah badai yang kita alami tidak melebihi kekuatan kita. Ia tidak akan membiarkan kita diterpa badai yang melampaui kekuatan kita. Janji penghiburan terbesar adalah Ia akan bersama-sama dengan kita di dalam dan melewati badai. Ketika Ia mengizinkan kita masuk ke dalam tungku api, ingatlah Ia akan bersama-sama dengan kita di dalam tungku api tersebut.
Oleh karena itu jikalau kita sedang di dalam badai sekarang, fokuskanlah hati kita kepada Tuhan dan mintalah kepada-Nya, “Tuhan aku tahu Engkau peduli dan bersama-sama denganku di dalam badai ini, ajarlah diriku fokus untuk semakin mengenal-Mu lebih dekat dan lebih mendalam dalam badai ini.”