BUAH-BUAH KESENGSARAAN
Pdt. Effendi Susanto.
“Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita, Yesus Kristus. Oleh Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman kepada kasih karunia ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah. Dan bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan.” (Roma 5:1-4)
Masih ingat cerita yang menarik di Alkitab tentang nabi Yunus yang diutus Tuhan pergi ke Niniwe? Di pasal yang terakhir dari kitab Yunus kita menemukan bagaimana Tuhan mengajar Yunus apa artinya cinta Tuhan kepada manusia yang sudah Dia ciptakan sekalipun mereka tidak percaya kepada Tuhan. Tuhan sedikit humoris mengajar Yunus dengan menumbuhkan sebuah pohon jarak. Saya percaya kita tidak pernah ketemu satu pohon yang cepat sekali tumbuhnya, maka jelas ini pekerjaan Tuhan dan mujizat Tuhan yang luar biasa. Yunus sedang duduk marah, lalu Tuhan ingin menenangkan kemarahannya dengan kasih dia “payung natural.” Paling tidak, hati yang panas jadi sedikit lebih reda. Begitu pohon ini tumbuh dan menaungi Yunus, Alkitab bilang, maka senanglah hati Yunus atas peristiwa itu. Lalu sehari kemudian Tuhan mendatangkan panas terik lagi sehingga pohon jarak itu layu dan mati. Alkitab mencatat reaksi Yunus lalu menjadi marah lagi kepada Tuhan. Ini merupakan satu kisah yang menarik. Waktu membaca kisah ini saya senyum sendiri karena Tuhan mengatakan, “Lho, bukan kamu yang tanam apa kaitannya kamu dengan pohon jarak itu?” Artinya, seharusnya kamu senang dong bisa menikmati sesuatu yang kamu tidak tanam dan tidak usahakan. Tetapi yang menarik, Tuhan melanjutkan, “Kamu tidak tanam dan tidak usahakan pohon itu tetapi engkau peduli akan dia karena berkaitan dengan untung rugimu, masakah Aku yang menciptakan manusia tidak peduli dan memperhatikan mereka?” Ini satu bagian yang indah sekali. Waktu saya baca, saya ingin coba melihat reaksi emosi dari Yunus. Dari senang, tiba-tiba menjadi marah, hanya di dalam beberapa saat saja. Kenapa hal itu bisa terjadi? Saya melihat ada tiga hal muncul di situ melihat reaksi Yunus seperti melihat reaksi kita juga kepada Tuhan. Pertama, betapa sering ketika banyak berkat Tuhan datang kepada kita dengan mudahnya bereaksi secara ‘take it for granted.’ Kedua, terlalu mudah emosi kita itu bereaksi secara momentary dalam waktu yang singkat sekali. Waktu situasi menyenangkan kita sesaat, kita langsung bereaksi. Kita tidak melihat semua itu sebagai rangkaian dalam waktu yang panjang tetapi sebagai moment-moment yang lepas. Ketiga, terlalu mudah emosi kita terjadi swing mood, berdasarkan faktor eksternal yang terjadi di sekitar kita. Sukacita kita bukan dari dalam tetapi dari luar. Bagaimana situasi kita berubah, demikian juga hati kita berubah. Yunus marah, Yunus senang, Yunus ketawa, Yunus sukacita, dsb semata-mata terjadi oleh sebab faktor eksternal memberi pengaruh kepada dia.
Kalau pertanyaan ini kita tanyakan kepada diri kita hari ini, what do you expect from your life? Saya percaya orang umumnya menjawab, “Saya ingin bahagia. Saya ingin hidup damai. Saya ingin lebih sukses.” Kita akan menjalani hidup ini lebih mudah kalau kita bisa memprediksi apa yang akan terjadi di depan. Paling tidak jika kita bisa memprediksi, kita bisa mengatur rencana supaya hidup kita berjalan lancar. Tetapi pada waktu kita menjalani hidup dengan mengikuti apa yang terjadi di luar, baru kita sadar situasi di luar selalu mengalami perubahan dan kadang-kadang situasi itu, hal-hal yang sdr sudah atur dan rencanakan dan prediksi baik-baik tetap bisa meleset. Pada waktu itu terjadi, bagaimana reaksi emosi kita?
Dalam Rom.5 ini kita bertemu dengan satu bagian firman Tuhan yang unik luar biasa karena terjadi perubahan dahsyat dalam nada emosi Paulus. Waktu Martin Luther menafsir bagian ini, dia mengatakan di sini Paulus berbicara dengan nada yang sungguh-sungguh senang dan penuh dengan sukacita. Dalam satu perikot ayat 1-11 sdr bisa menemukan tiga kali kata ‘bermegah’ muncul. Kata ini menunjukkan hati dan emosi Paulus luar biasa penuh dengan sukacita. Ini sangat berbeda dengan pasal 1-4. Di situ dia sangat serius dan memperlihatkan intens atas ketidak-sukaan orang Yahudi kepada konsep kita dibenarkan oleh anugerah Tuhan semata-mata. Mereka merasa Allah itu tidak adil. Mana mungkin semua orang, mereka yang berdosa disamakan dengan kita yang melakukan hukum Taurat, bisa dibenarkan hanya oleh anugerah dan menerimanya dengan cuma-cuma? Tetapi masuk ke dalam pasal 5, Paulus membawa kita semua yang sudah dibenarkan Tuhan, biar kita menjalani hidup dengan damai sejahtera dan penuh dengan kemegahan. Hidup peace dengan Allah, hidup dengan sukacita dan kemegahan di hadapan Tuhan. Bermegah bukan karena menemukan jalan hidup lancar. Bermegah bukan karena perjalanan hidup kita lebih mudah daripada orang yang lain. Tetapi kita bermegah sekalipun dengan situasi yang tidak gampang adanya.
Engkau dan saya sudah dibenarkan oleh Tuhan. Kita sudah menjadi anak Tuhan. Hidup kita sudah ditebus. Ada dua hal yang menjadi keindahan muncul.
1. Pertama, we live in peace with God. Kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah. Kedua, akibat kita hidup dalam damai sejahtera ini, biar kita menjalani hidup sekarang dengan ‘boasting in our hope,’ kita bermegah di dalam pengharapan akan mendapatkan kemuliaan Tuhan. Dengan dua hal ini, maka apa implikasi dan akibat yang terjadi kalau hidup kita sudah ditebus Tuhan? Apa implikasinya untuk masa sekarang dan apa implikasinya untuk hidup kita di masa yang akan datang? Rom.5:1-14 Paulus bagi menjadi dua bagian. Ayat 5-11 itu menjadi implikasi atas kita yang sudah dibenarkan Allah di dalam masa yang akan datang. Dia mengatakan, mengapa kita bermegah? Oleh sebab kita pasti akan mendapatkan segala kemuliaan yang ada di sana. Tetapi bukan saja pengharapan ke depan itu yang menjadi implikasi dari penebusan Kristus, tetapi bagaimana engkau dan saya yang sudah dibenarkan oleh Tuhan boleh menjalani hidup sekarang ini.
Kata yang dipakai di ayat 2 ‘kita beroleh jalan masuk’ bisa kita mengerti kalau kita tahu bagaimana sistem aturan protokol orang yang hendak menghadap raja.
Sdr tahu kisah Ester di dalam Alkitab? Ester tidak bisa semaunya datang bertemu raja, kecuali kalau raja memanggil dia. Waktu Ester datang tanpa dipanggil, kalau raja waktu itu tidak senang, Ester akan dihukum mati. Maka aturan protokol ini harus kita taruh di dalam pikiran kita. Kalau raja tidak panggil seseorang, seseorang itu tidak boleh sembarangan datang menghadap raja. Ini bukan saja berlaku kepada rakyat biasa tetapi termasuk permaisuri raja. Kalau sdr sempat pergi ke Forbidden City, sdr bisa menemukan istana raja yang besar sekali. Siapa yang bertemu raja sampai di mana, itu ditentukan oleh derajat dan statusnya. Itu semua ada aturannya. Baik di Barat maupun di Timur, konsep menghadap raja penuh dengan aturan ketat seperti itu.
Maka membaca ayat 2 ini menjadi menarik sekali. Kristus telah menyebabkan kita mempunyai akses masuk kepada Allah. Bahasa Yunani memakai kata ‘jalan masuk’ ini adalah ‘prosagoge’ yang kemudian di dalam bahasa Inggris dikembangkan menjadi kata ‘prosesi.’ Artinya, orang baru bisa masuk dengan aturan dan cara yang sudah ditentukan raja. Sdr dan saya sekarang bisa datang menghadap Tuhan setiap saat dan kapan saja karena dengan Kristus engkau dan saya sudah memiliki satu hubungan yang begitu intim dan dalam kepada Allah yang tidak pernah dimungkinkan oleh siapapun, termasuk mereka yang hidup di dalam era PL. Imam Besar menghadap Tuhan masuk ke dalam tempat maha suci hanya diperbolehkan satu kali setahun.
Apa artinya menjadi orang Kristen? Artinya menjadi orang Kristen adalah sdr dan saya akan menjalani satu hidup yang berbeda dengan orang lain sebab engkau dan saya sudah terlebih dahulu mendapatkan hubungan yang beres dan dalam damai sejahtera dengan Tuhan. Banyak orang ingin mencari damai, banyak orang ingin mendapat hidup berdamai, itu merupakan kebutuhan yang sangat besar di dalam hidup manusia. Tetapi Kekristenan memberitahukan engkau dan saya, damai yang sejati dengan orang, damai yang sejati di dalam dunia ini hanya dimungkinkan kalau damai itu datang melalui Tuhan kita Yesus Kristus. Damai itu berarti setiap saat kita mempunyai kesulitan dan problema, kita boleh datang menghampiri Tuhan dan kita bisa menyatakan seluruh isi hati kita kepadaNya dan Dia tidak lagi menjadi musuh engkau dan saya. Engkau dan saya sudah dibenarkan, kata Paulus, jalani hidup dengan damai sejahtera bersama Tuhan.
Rom.8:1 Paulus menyatakan konsep yang sama. Saya mengerti ayat 1 dalam Rom.8 ini berkait dengan ayat 16. Waktu anak yang hilang itu pergi, di dalam perumpamaan Tuhan Yesus, dia menjual seluruh harta warisan dan hidup berpesta pora dan menjalani hidup yang amoral. Dia membuang dan menyia-nyiakan hidup dia sampai akhirnya dia jatuh kepada kehidupan yang paling hina dengan satu simbolisasi yang sangat dimengerti oleh orang Yahudi yaitu menjadi penjaga babi. Artinya, setiap hari tidak ada hidupnya yang tidak najis. Tetapi waktu dia sampai pada titik itu, dia teringat kepada rumah bapanya dimana dia tidak akan dihina olehnya, itu sebab dia pulang. Dalam Rom.8:16 ini kenapa Roh Kudus harus selalu memberi kesaksian dalam hatimu bahwa engkau adalah anak Allah? Sebab di dalam perjalanan hidup kita seringkali ada dua suara muncul. Suara yang satu adalah suara Setan yang selalu accuse kita, mungkin Tuhan sudah tidak menganggap kita sebagai anakNya. Tiap minggu kita berbakti kepada Tuhan, minta ampun, selesai kebaktian, baru sampai di luar sudah marah-marah dengan isteri hanya karena masalah simple, mau makan dimana. Akhirnya tidak jadi makan. Mau datang kebaktian minggu depan akhirnya sungkan. Apa Tuhanmu tidak bosan kamu minta ampun sama Dia? Itu suara Setan yang menuduhmu. Yang kedua, suara hati nurani yang suka menurunkan derajat dan standar hidup kita. Kompromis dan bilang ‘semua orang juga melakukan hal yang sama.’ Itu dua suara yang muncul kenapa Paulus sampai bilang suara Roh Kudus selalu bersaksi dalam hatimu engkau adalah anak-anak Allah sebab ada suara-suara yang mungkin selalu menghukum dan menuduh kita. Itu sebab Rom.8:1 Paulus mengatakan tidak ada lagi penghukuman di dalam Yesus Kristus. Ini tidak berarti menjadi anak-anak Allah tidak ada lagi pengadilan bagi kita. Itu dua hal yang berbeda. Semua orang akan menghadap tahta pengadilan Tuhan. Di hadapan tahta Kristus apa yang telah kita lakukan di dalam hidup ini harus kita pertanggung-jawabkan. Tetapi di dalam ayat ini menyatakan tidak ada penghukuman lagi karena Kristus sudah menanggungnya. Apalagi yang harus mengganjal damai sejahtera dan sukacita di dalam hidupmu sehari-hari padahal di dalam hati kita yang sedalam-dalamnya persoalan yang paling dalam yang perlu dibereskan adalah hubungan kita dengan dosa. Itu sebab let peace ada di dalam hidupmu sekarang. Dosa kita sudah diampuni olehNya. Datang setiap saat, mengaku dengan rendah hati dan biar hati kita hari demi hari penuh dengan damai sejahtera.
2. Kedua, saya hidup sekarang dengan bermegah memiliki pengharapan akan kemuliaan Tuhan. Dimana kemegahannya? Ayat 3, bukan hanya itu saja, kita juga bermegah di dalam kesengsaraan kita. Sukacita di dalam sengsara tidak melunturkan dua hal: yaitu peace kita di dalam Tuhan dan kedua, di dalam sengsara kita menemukan buah yang beranak-pinak. Kesengsaraan menghasilkan ketekunan. Ketekunan menghasilkan tahan uji. Tahan uji menghasilkan pengharapan. Kenapa kita bersukacita di dalam sengsara? Sebab di dalam sengsara kita menemukan buah yang beranak-pinak. Engkau sudah dibenarkan oleh Tuhan. Jalanilah hidupmu sekarang dengan bermegah di dalam kesengsaraanmu. Alkitab bicara mengenai hal ini di tiga tempat, yaitu Rom.5 ini, lalu di dalam 2 Pet.1 dan dalam surat Ibr.12. Namun Ibr.12:11 memberikan satu perspektif bahwa tidak selamanya otomatis penderitaan akan menghasilkan sesuatu. It depends on bagaimana kita bereaksi terhadapnya. Penderitaan akan menghasilkan buah, tetapi tidak berarti buah itu datang membawa sukacita kepada kita. Realita dan fakta memperlihatkan penderitaan itu mendatangkan dukacita. Tetapi kemudian dia akan menghasilkan buah di dalam hidup orang yang rela dilatih olehnya atau tidak. Bagi saya ayat ini penting. Tidak selamanya buah itu muncul secara otomatis tetapi berkaitan dengan bagaimana kita bereaksi dan berespons kepadanya. Dalam Ibr.12 ada 5 kata “jangan” muncul yang memberikan indikasi jangan kita sampai melakukan reaksi seperti ini. Ayat 5, pada waktu kesengsaraan itu datang ke dalam hidupmu, jangan anggap enteng. Yang kedua, jangan putus asa. Yang ketiga, jangan menjauhkan diri dari Tuhan (ayat 15). Yang keempat, jangan tumbuh akar pahit. Yang kelima, jangan menjual hakmu sebagai orang Kristen. Percuma jadi orang Kristen sehingga menjual hak kesulunganmu seperti Esau. Itu sebab melalui ayat-ayat ini kita kembali kepada perkataan Paulus, kita hidup sekarang sebagai anak-anak Tuhan menghadapi berbagai macam periode sengsara tetapi itu jangan sampai melunturkan pengharapan kita. Kenapa? Sebab sukacita di dalam pengharapan bukanlah sesuatu yang useless dan tidak menghasilkan sesuatu karena dia akan berbuah melimpah-limpah. Dia akan melahirkan ketekunan dan tahan uji.
Saya mencatat ada lima reaksi negatif yang bisa mengganggu damai sejahtera dan sukacita hidup kita. Yang pertama, reaksi dunia selebritis. Dunia selebritis adalah satu dunia yang sudah memberi asosiasi bahwa semua yang namanya selebritis itu hidup dalam sukacita dan senang selamanya. Maka tidak heran drugs fantasi beredar di dalam hidup mereka karena mereka ingin hidup mereka selalu dilihat happy di depan orang lain. Kenapa? Oleh sebab reaksinya adalah mereka tidak pernah berpikir kesulitan dan sengsara bisa datang menimpa mereka. Kita terpengaruh oleh dunia seperti itu. Maka reaksi pertama, kita mencoba menolak dan menghindar dan menutup mata, seolah-olah tidak ada yang namanya kesulitan dan penderitaan. Itu sebab penulis Ibrani mengatakan, jangan anggap enteng. Jangan avoid penderitaan dari hidupmu. Jangan deny dan menghindar darinya. Yang kedua, reaksi pada waktu kesulitan dan kesengsaraan datang, orang itu membesar-besarkan kesulitan. Hujan dibilang badai. Gerimis dibilang tsunami. Kesenggol sedikit dibilang gempa. Digigit nyamuk dibilang dipatuk kobra. Itu terlihat pada diri anak kecil, bukan? Tidak mungkin muncul sukacita di dalam sengsara kalau kita bereaksi dengan salah. Kita merasa bahwa kita mendapat hal yang lebih berat, lebih besar dan lebih sulit daripada orang lain. Yang ketiga, orang yang ‘hypersensitive.” Orang baru sedikit bilang apa, you sudah simpan di dalam hati padahal dia tidak punya maksud apa-apa. Orang baru pandang sedikit, you sudah curiga. Orang yang hypersensitive terhadap semua persoalan dan hal-hal yang datang kepadanya. Kita tidak akan mungkin bisa melihat sukacita di dalam sengsara itu. Yang keempat, kita dilumpuhkan oleh penderitaan. Penderitaan menyebabkan kita tidak berani maju dan tidak berani melangkah. Betapa sering kita bereaksi seperti itu. Banyak orang mengalami susah dan derita akhirnya menutup pintu. Kita menutup pintu untuk bertemu dengan orang lain. Kita menutup pintu untuk bertemu dengan Tuhan. Kita menutup pintu untuk bersekutu bersama Tuhan dan berbakti kepadaNya. Kita menghindar dari dunia sekitar kita. Luar biasa apa yang dikatakan dalam Ibrani.12 ini memperlihatkan reaksi yang tidak akan menghasilkan buah-buah yang indah ini. Yang kelima, reaksi orang yang terus membela diri, tidak merasa bahwa itu menjadi kesulitan akhirnya tidak bisa menyaksikan keindahan tantangan dan pergumulan karena dia terus membawa persoalan itu seperti Adam dan Hawa, mempersalahkan satu sama lain.
Isteri datang kepada konselor dan mengeluh, “Saya tidak tahan diskusi dengan suami. Baru mulai bicara, sudah marah dia.” Konselor lalu bertanya kepada suaminya, “Kenapa kamu marah?” Suami jawab, “Saya bukannya marah, tapi saya cape karena dia ngomong terus, mengejar terus, tanya terus, bukannya diskusi.” Konselor balik bertanya kepada isterinya, “Kenapa kamu tanya-tanya terus?” Isteri bilang, “Sebab kalau saya tidak kejar, dia tidak ngomong.” Konselor balik ke suami, “Kenapa kamu tidak mau ngomong sama isterimu?” Suami jawab, “Sebab kalau saya ngomong, dia pasti akan kontrol hidup saya.” Konselor tanya, “Kenapa kamu mau kontrol dia?” Akhirnya tidak habis-habis berputar-putar. Tetapi point saya ialah, persoalan itu tidak pernah mendidik dan melatih kita selama kita tidak pernah berani ‘take ownership.’ Kalau kita pikir persoalan itu datang karena orang lain maka kita mempersalahkan orang, kita menganggap itu bukan dari kita, kita tidak akan pernah bisa mengalami pertumbuhan di situ. Kenapa sukacita karena sengsara itu bisa terjadi di dalam diri Paulus dan itu menghasilkan ketekunan? Paulus begitu bicara bagian ini, saya percaya dia sangat teringat kepada iman Abraham yang dia sebutkan sebelumnya, ”...iman Abraham semakin hari semakin kuat dan memuliakan Allah.”
Sengsara dan kesulitan menjadi indah karena dia menghasilkan ketekunan. Ketekunan dan ketabahan bukan sikap pasif menerima dengan pasrah apa yang terjadi di dalam hidup kita. Ketekunan dan ketabahan itu berarti kemampuan untuk maju sekalipun ada hambatan yang menekan kita ke belakang. Salah besar kita mendefinisikan belajar sabar dan tekun itu berarti dia pasrah dan nrimo. Dengan demikian hidup orang Kristen di dalam dunia ini bukan tujuan akhirnya blameless, spotless and perfect. Tetapi goal hidup kita adalah bagaimana kita growing. Growing hanya bisa terjadi pada waktu menghadapi kesulitan dan tantangan, kita tekun dan sabar. Bukan Abraham hidupnya blameless. Dia punya kelemahan dan kegagalan. Tetapi Paulus melihat aspek yang lain darinya. Iman Abraham dari hari ke hari terus menjadi kuat. Sudah berapa lama sdr dan saya ikut Tuhan? Apakah kesulitan dan kekecewaan di dalam hidup kita justru membuat iman kita makin hari makin kuat?
Sukacita sengsara menghasilkan ketekunan. Ketekunan menghasilkan karakter orang itu tahan uji. Karakter yang tahan uji, hidup yang konsisten didapatkan karena kita melewati semua proses ini. Mari kita pulang berpikir kembali. Kalau kita mau menjalani hidup ini penuh dengan damai sejahtera dan sukacita pada waktu kita melewati segala proses pengujian ini, apakah kita bertumbuh di dalamnya? Biarlah kita tekun bersabar dan di situ kita akan memperoleh karakter yang begitu indah di dalam hidup kita.
Amin.
|