GEREJA BUAT SIAPA?
Pdt. Ir. Andi Halim, M.Th.
“Lalu jawab Yesus kepada mereka, kata-Nya: "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.” (Lukas 5:31-32)
Seringkali saat kita mengajak orang datang ke gereja alasannya bermacam-macam. Biasanya ada yang mengatakan nanti saja, saya belum saatnya ke gereja. Dia merasa masih tidak layak, tidak pantas ke gereja. Nanti kalau sudah merasa cukup layak baru mau ke gereja. Ini adalah jawaban penolakan halus, berbeda dengan orang yang terang-terangan menolak ke gereja karena berbeda kepercayaan. Lain halnya dengan mereka yang separuh Kristen atau Kristen KTP yang penolakannya lebih halus: saya masih ada dosa, tidak layak dan sebagainya.
Konsep seperti ini seringkali dipengaruhi konsep-konsep lain. Tunggu sampai kapan? Sampai saya layak. Jadi dia berpikir dia baru ke gereja kalau dia sudah layak atau pantas. Lebih lagi kalau dia berpikir gereja itu hanya untuk orang suci, orang baik-baik dan dia merasa dirinya bukan orang baik. Maka pikirannya kalau mau ke gereja harus benar-benar sudah suci dan pantas. Sebaliknya ada juga orang yang memikirkan yang negatif: gereja kelihatannya saja penuh orang suci dan pantas tapi banyak juga orang munafik yang hanya bisa omong saja. Saling munafik, sok suci, sok rohani dan berpura-pura tapi wajahnya penuh dengan kasih. Ini menyakitkan dan tidak enak didengar. Apakah saya di sini orang suci, orang yang layak dan pantas? Apakah kita semua di sini yang datang ke sini adalah orang yang layak dan pantas?
Sebetulnya gereja itu seharusnya dan sebenarnya bagaimana? Rasul Paulus menyatakan bahwa gereja itu kumpulan orang-orang suci (1Kor.1:1,2 ; Ef. 1:1). Ternyata yang dimaksud dengan orang kudus di sini adalah jemaat, orang-orang percaya dalam Kristus Yesus, saudara dan saya. Konsep ini berbeda dengan konsep orang kudus pada umumnya termasuk dalam konsep gereja Katholik. Biasanya orang berpikir orang kudus itu spesial, alim luar biasa, tidak ada dosa, suci, bersih dan tanpa cacat sama sekali sehingga pantas diberi gelar orang suci, atau santo, orang yang tidak berdosa. Tetapi ini jelas konsep yang salah dan bertentangan dengan ajaran Alkitab. Meskipun keras, saya harus bicara jujur bahwa ini adalah konsep yang salah.
Kita juga seringkali terjebak saat melihat tokoh Kristen atau pendeta yang luar biasa salehnya, sempurna, sehingga berpikir bahwa orang semacam ini adalah orang kudus, orang yang luar biasa. Ini mirip. Ini adalah semacam pemberhalaan dan penyimpangan dari Alkitab. Jadi bukan hanya gereja Katholik tetapi juga termasuk gereja Protestan dan Pentakosta pun bisa melakukan hal ini.
Tapi menurut Alkitab apa yang dimaksud dengan orang kudus? Apa yang dinyatakan Alkitab? Dari kata-kata Tuhan Yesus dalam Luk.5:31-32 tadi jelas bahwa yang Ia cari bukan orang benar tetapi orang berdosa. Jadi untuk mereka yang merasa dirinya benar, layak dan suci justru Kristus tidak datang kepada orang semacam ini. Kenapa? Kalau orang sudah tidak berdosa ya tidak membutuhkan Tuhan Yesus. Buat apa Kristus datang? Sebetulnya kalimat itu sindiran: bukan orang sehat yang membutuhkan tabib tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk mencari orang benar melainkan orang berdosa. Secara tidak langsung lewat pernyataan ini Tuhan Yesus menyatakan bahwa dokter itu perlu. Maka kita jangan jadi ekstrimis dan pengikut ajaran karismatik yang mengajarkan kalau kita sakit tidak perlu dokter dan langsung minta kesembuhan kepada Tuhan. Jikalau kita mengatakan bahwa dokter itu tidak penting dan tidak perlu maka kita telah menolak perkataan Tuhan Yesus sendiri.
Alkitab menyatakan kepada kita bahwa kita ini bukan tanpa dosa (Rm.3:23). Ayat-ayat yang sudah kita bahas ini dapat kita gunakan khususnya pada waktu kita memberitakan Injil agar orang sadar bahwa dirinya berdosa dan butuh Tuhan Yesus. Semua orang tanpa kecuali sudah berbuat dosa. Ini juga menjadi kesimpulan seluruh Alkitab. Saya juga mau menegaskan bahwa Maria pun juga termasuk orang berdosa. Saya pun juga. Siapapun tokoh agama yang hebat, termasuk nabi-nabi adalah orang berdosa. Tidak ada perkecualian. Maka jangan terlalu mengagung-agungkan manusia sampai memberhalakannya. Kalau ini kita lakukan pada hamba Tuhan maka kita berarti sedang menjatuhkan hamba Tuhan tersebut dalam jebakan dosa. Tapi jangan ekstrim: saya juga tidak sedang mengajarkan saudara untuk merendah-rendahkan hamba Tuhan.
Nabi Yesaya sendiri mengatakan bahwa ia adalah seorang yang berdosa. Akan tetapi bukan hanya dosanya, ia bahkan juga mengakui bahwa segala kebaikan dan kesalehannya pun seperti kain kotor. Berarti sebaik-baiknya nabi, ia hanya seperti kain kotor di hadapan Allah. Ini adalah pengertian yang luar biasa. Orang biasanya ngaku dosa atau ngaku salah karena dia berbuat dosa atau berbuat salah, tetapi tidak ada orang yang berbuat baik mengaku baiknya itu jelek. Biasanya orang yang berbuat baik merasa dirinya sudah baik. Ini juga yang menjadi jebakan Iblis: orang berbuat baik lalu merasa dirinya berjasa, lalu kalau tersinggung marah.
Karena itu banyak orang keluar dari gereja karena merasa dirinya lebih baik daripada orang lain. Gereja ini tidak pantas bagi saya. Saya sudah begitu banyak berbuat baik tetapi saya tidak dihargai, tidak mendapat tempat bagaimana seharusnya, keinginan saya tidak dihargai, kemauan saya tidak dianggap. Maka itu lebih baik saya keluar. Orang yang keluar selalu menganggap dirinya lebih baik daripada tempat yang ia tinggalkan. Hampir tidak pernah ada orang yang meninggalkan gereja karena merasa diri terlalu berdosa dan terlalu tidak layak.
Biasanya orang yang berbuat dosa yang mendapat siasat gereja dan digembalakan merasa malu lalu tidak mau ke gereja lagi. Tetapi ini bukan karena kesadaran diri akan kebaikannya yang tidak layak di hadapan Tuhan. Tidak ada orang yang keluar dari gereja karena merasa perbuatan baiknya tidak layak di hadapan Tuhan. Orang selalu merasa dirinya baik dan pantas. Dalam pergumulan pribadi saya sebagai hamba Tuhan saya berulangkali merasa saya tidak pantas berdiri di mimbar karena saya bukan orang baik. Saya berulang-ulang merasa tidak mampu menggembalakan jemaat dengan baik. Bahkan mungkin saya menelantarkan jemaat, terlalu cuek, saya bukan pemimpin yang baik yang bisa mengatur jemaat dengan baik. Jikalau saya bisa sampai pada hari ini semua hanya karena kasih karunia Tuhan.
Jadi bagaimana? Kesimpulannya tidak boleh ada satu orang pun yang merasa layak dan tidak berdosa bahkan berjasa di hadapan Tuhan. Hal itu tidak boleh ada. Ada perumpamaan dari Tuhan Yesus bahwa tidak ada hamba yang menyediakan makanan bagi tuannya lalu tuannya berterima kasih kepadanya. Dia hanya bisa mengatakan bahwa dia hanya harus mengerjakan pekerjaan yang diberikan kepadanya tanpa meminta, menunggu atau berharap ada ucapan terima kasih (Luk.17:7-10). Mengapa? Karena itulah yang seharusnya saya lakukan sebagai seorang hamba. Oleh karena itu kesadaran akan dosa menyebabkan kita mengerjakan pekerjaan Tuhan bukan dengan tujuan untuk meminta pamrih atau meminta balas jasa.
Sebaliknya ada juga orang yang mungkin berpikir bahwa pekerjaannya yang di luar gereja jauh lebih tinggi dan berharga daripada pekerjaan di dalam gereja. Pekerjaan Tuhan jauh lebih rendah. Orang begini sombongnya kelewatan. Orang jenis pertama merasa tidak layak ke gereja kelihatannya bagus tapi tidak bagus. Orang jenis kedua justru merasa dirinya layak dan berhak melayani dan mendapat jasa, ini juga salah. Tapi ada juga orang yang tidak mau mengerjakan pekerjaan di gereja karena merasa buat apa hal itu dikerjakan. Itu pekerjaan rendah dan tidak ada nilainya, biar orang-orang yang rendah itu saja yang melayani. Saya tidak mau melakukan hal-hal semacam ini. Ini juga salah. Lalu bagaimana seharusnya gereja mendidik orang-orang seperti ini? Kembali lagi, gereja buat siapa?
Minggu lalu saya menyampaikan faktor-faktor yang penting untuk menjaga semangat dalam melayani dan bergereja. Ada faktor yang belum saya sebutkan, yaitu kita bisa benar-benar punya semangat yang luar biasa dalam bergereja adalah karena kesadaran akan dosa. Kita punya kebobrokan luar biasa di hadapan Tuhan. Bukan karena saya merasa pantas, bukan juga karena merasa sangat tidak pantas. Tetapi karena saya adalah orang berdosa yang seharusnya dibuang namun Tuhan sudah mati untuk saya sehingga saya tidak mungkin menolak pekerjaan Tuhan yang ada di hadapan saya. Tidak mungkin saya mengabaikan pekerjaan Tuhan. Dosa itu bukan hanya jika kita membunuh atau berzinah, tetapi dosa adalah kita tidak mampu melakukan target Allah. Kita tidak bisa memenuhi target Allah yang sempurna dan tidak bercacat. Karena itu kita semua orang berdosa. Mari kita meresponi anugerah Allah dengan sungguh-sungguh bertanggung jawab. Kita sudah ditebus dan diberi anugerah luar biasa. Berikut ayat-ayat penting yang menyatakan tentang dosa.
Pertama, Yesaya 64:6. Segala kesalehan kita adalah seperti kain kotor di hadapan Tuhan. Yesaya tidak mengatakan segala kesalahan kita seperti kain kotor, melainkan segala kesalehan kita! Tidak ada yang baik di hadapan Allah.
Kedua, Mazmur 51:7. Dalam kesalahan aku diperanakkan, maksudnya waktu aku dilahirkan aku sudah dalam kesalahan. Bahkan dalam dosa aku dikandung ibuku. Pada waktu kita ada dalam kandungan ibu, kita sudah berdosa. Tidak ada agama apa pun yang menyatakan konsep ini, sebelum kita berbuat apa-apa kita sudah berdosa. Inilah dosa asal dari Adam dan Hawa. Jadi saya bukan berdosa karena berbuat dosa. Tetapi saya berbuat dosa karena saya orang berdosa. “Sudah dari sononya.” Sejak awal kita sudah berdosa. Anak kecil tidak perlu diajar bohong sudah bisa sendiri. Tidak ada les berdosa.
Ketiga, Roma 15:12. Karena dosa satu orang saja, menjalar kepada semua orang termasuk kita. Inilah doktrin tentang dosa yang begitu solid dari iman Kristen yang melawan semua ajaran agama lain.
Gereja juga terdiri dari orang-orang berdosa. Tetapi bukan berarti kita membiarkan orang berbuat dosa. Ada yang mengatakan bahwa hamba Tuhan bukan malaikat. Betul! Abraham, Musa, Daud semua juga orang berdosa, bukan malaikat. Tetapi bukan berarti kita membenarkan dosa. Ada kelompok pria sejati wanita bijak. Di sana mereka saling mengaku dosa. Ini menjadi suatu prestasi, kebanggaan. Jika sudah bisa mengaku dosa maka kamu luar biasa. Habis itu berdosa lagi, mengaku lagi, demikian seterusnya. Kemudian orang dari agama lain melihat inilah kekristenan: orang Kristen terdiri dari orang yang saling berselingkuh, nanti tinggal mengaku dosa. Gereja bukan tempat orang berdosa titik. Tetapi Tuhan Yesus berkata, “Aku mencari orang berdosa supaya mereka bertobat.” Marilah kita belajar mau bertobat. Kita pasti tidak terluput dosa. Namun mari kita belajar bertobat seumur hidup kita. Pengakuan dosa tidak pernah berhenti seumur hidup.
Apa yang Alkitab ajarkan? 2 Kor. 4:16, “Sebab itu kami tidak tawar hati. Tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari.” Saudara dan saya ada pembaharuan, inilah seharusnya hidup kita. Saya harus lebih baik dari kemarin. Saya harus bertobat dari dosa saya. Meskipun itu belum tuntas. Tetapi secara de jure (aspek hukum) saya adalah orang yang sudah disucikan oleh Kristus tetapi secara de facto (pada kenyataannya) kita masih berdosa. Ada proses! Inilah seharusnya kehidupan kita. Pembaharuan itu adalah pekerjaan Roh Kudus yang sudah dikaruniakan pada orang percaya. Ada progressive sanctification (pengudusan yang meningkat bertahap), makin lama makin menuju pada pengudusan.
2 Kor. 3:18 “Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar.” Banyak orang yang dengan sinis mengatakan bahwa teori theologi Reformed terlalu tinggi tetapi tindakannya tidak sesuai. Tetapi saya percaya orang Reformed sejati adalah orang-orang yang juga mengalami pembaharuan demi pembaharuan. Namun kalau dituntut teori dengan praktek harus sama 100% tidak mungkin karena teori itu memang idealnya. Siapa manusia yang ideal? Bukan berarti jika tidak ada manusia yang ideal kemudian kita tidak perlu idealisme. Ini juga tidak benar. Antara teori dan praktek pasti ada gap. Tetapi kita terus mengalami pembaruan demi pembaruan. Jadi kita tetap harus belajar theologi Reformed dan perbuatannya pun harus terus dibaharui.
Gereja bukan bagi dirinya sendiri. Kita masuk gereja bukan untuk kesenangan sendiri. Gereja adalah untuk menjadi berkat bagi orang lain. Gereja harus memberitakan kebenaran pada mereka yang belum mengenal kebenaran dan membawa kemuliaan bagi nama Tuhan.
Amin.
|