KEBEBASAN / TANGGUNG JAWAB MANUSIA
  Pdt.Budi Asali, M.Div.
A) Tanggung jawab manusia.
Adanya Rencana / penetapan Allah dan Providence of God tidak membuang tanggung jawab manusia! Yang saya maksud dengan ‘tanggung jawab manusia’ adalah:
1) Manusia tetap bertanggung jawab atau mempunyai kewajiban untuk melakukan hal yang terbaik sesuai dengan Firman Tuhan.
Charles Haddon Spurgeon: “Let the providence of God do what it may, your business is to do what you can” (= Biarlah providensia Allah melakukan apapun, urusanmu adalah melakukan apa yang kamu bisa) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 43.
Charles Haddon Spurgeon: “Let the providence of God do what it may, your business is to do what you can” (= Biarlah providensia Allah melakukan apapun, urusanmu adalah melakukan apa yang kamu bisa) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 43.
Jadi, sekalipun ada penetapan Allah tentang saat kematian, kita tetap perlu, dan bahkan harus, berusaha menjaga nyawa kita. Sekalipun ada penetapan Allah tentang penyakit / kesehatan, kita tetap perlu, dan bahkan harus, menjaga kesehatan kita. Sekalipun ada penetapan Allah tentang dosa, kita tetap perlu, dan bahkan harus, berusaha menguduskan diri, menjauhi dosa, dan melawan godaan setan.
2) Pada waktu manusia berbuat dosa, ia tetap bertanggung jawab terhadap Allah akan dosanya itu, artinya ia tetap akan dihukum karena dosanya itu. Memang dalam kasus orang yang sungguh-sungguh
B) Mengapa manusia tetap mempunyai tanggung jawab?
B) Mengapa manusia tetap mempunyai tanggung jawab?
1) Kita harus hidup sesuai dengan kehendak Allah yang dinyatakan kepada kita (yaitu Firman Tuhan / Kitab Suci), bukan berdasarkan kehendak / rencana Allah yang tersembunyi / yang tidak kita ketahui.
Ul 29:29 - “Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya,
Perhatikan bahwa ayat ini berkata bahwa:
• ‘hal-hal yang tersembunyi’ itu ialah ‘bagi Tuhan’.
Jadi, Rencana Allah yang tidak kita ketahui itu bukan untuk kita, dan karenanya itu bukan pedoman hidup kita.
• ‘hal-hal yang dinyatakan’ ialah ‘bagi kita’.
‘Hal-hal yang dinyatakan’ ini ialah hukum Taurat, atau Firman Tuhan. Ini dikatakan ‘bagi kita’, dan karenanya inilah pedoman hidup kita.
Ul 29:29 - “Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya,
Perhatikan bahwa ayat ini berkata bahwa:
• ‘hal-hal yang tersembunyi’ itu ialah ‘bagi Tuhan’.
Jadi, Rencana Allah yang tidak kita ketahui itu bukan untuk kita, dan karenanya itu bukan pedoman hidup kita.
• ‘hal-hal yang dinyatakan’ ialah ‘bagi kita’.
‘Hal-hal yang dinyatakan’ ini ialah hukum Taurat, atau Firman Tuhan. Ini dikatakan ‘bagi kita’, dan karenanya inilah pedoman hidup kita.
Contoh:
a) Dalam persoalan keselamatan.
Tuhan sudah menentukan / memilih orang-orang tertentu untuk selamat (Ef 1:4,5,11) dan orang-orang tertentu untuk binasa / masuk neraka (Yoh 17:22 Ro 9:22), tetapi kita tidak tahu siapa yang dipilih untuk selamat dan siapa yang dipilih untuk binasa. Jadi itu adalah kehendak Allah yang tersembunyi dan tidak boleh kita jadikan dasar / pedoman hidup kita, misalnya dengan berpikir / bersikap seperti ini:
• sekarang ini saya tidak perlu percaya kepada Yesus. Kalau saya memang ditentukan selamat, nanti saya pasti akan percaya dengan sendirinya.
• mungkin orang itu bukan orang pilihan, sehingga hanya membuang-buang waktu dan tenaga untuk menginjili dia. Biarkan saja dia, kalau ternyata dia orang pilihan, toh nanti dia akan percaya dengan sendirinya.
Sebaliknya, kita harus hidup berda¬sarkan Firman Tuhan (kehendak Allah yang dinyatakan bagi kita), misalnya:
Kis 16:31 merupakan perintah untuk percaya kepada Yesus. Jadi, apakah saya dipilih untuk selamat atau binasa, itu tidak saya ketahui, dan karenanya bukan urusan saya dan bukan pedoman hidup saya. Pedoman hidup saya adalah Firman Tuhan, dan Firman Tuhan dalam Kis 16:31 menyuruh saya percaya kepada Yesus.
Mat 28:19-20 merupakan perintah untuk memberitakan Injil kepada semua orang. Jadi pada waktu saya bertemu dengan seseorang, bukanlah urusan saya apakah orang itu dipilih untuk selamat atau binasa. Itu tidak saya ketahui dan karenanya bukan pedoman hidup saya. Urusan saya adalah melakukan perintah Firman Tuhan dalam Mat 28:19, yaitu menjadikan semua bangsa murid Yesus.
Tuhan sudah menentukan / memilih orang-orang tertentu untuk selamat (Ef 1:4,5,11) dan orang-orang tertentu untuk binasa / masuk neraka (Yoh 17:22 Ro 9:22), tetapi kita tidak tahu siapa yang dipilih untuk selamat dan siapa yang dipilih untuk binasa. Jadi itu adalah kehendak Allah yang tersembunyi dan tidak boleh kita jadikan dasar / pedoman hidup kita, misalnya dengan berpikir / bersikap seperti ini:
• sekarang ini saya tidak perlu percaya kepada Yesus. Kalau saya memang ditentukan selamat, nanti saya pasti akan percaya dengan sendirinya.
• mungkin orang itu bukan orang pilihan, sehingga hanya membuang-buang waktu dan tenaga untuk menginjili dia. Biarkan saja dia, kalau ternyata dia orang pilihan, toh nanti dia akan percaya dengan sendirinya.
Sebaliknya, kita harus hidup berda¬sarkan Firman Tuhan (kehendak Allah yang dinyatakan bagi kita), misalnya:
Kis 16:31 merupakan perintah untuk percaya kepada Yesus. Jadi, apakah saya dipilih untuk selamat atau binasa, itu tidak saya ketahui, dan karenanya bukan urusan saya dan bukan pedoman hidup saya. Pedoman hidup saya adalah Firman Tuhan, dan Firman Tuhan dalam Kis 16:31 menyuruh saya percaya kepada Yesus.
Mat 28:19-20 merupakan perintah untuk memberitakan Injil kepada semua orang. Jadi pada waktu saya bertemu dengan seseorang, bukanlah urusan saya apakah orang itu dipilih untuk selamat atau binasa. Itu tidak saya ketahui dan karenanya bukan pedoman hidup saya. Urusan saya adalah melakukan perintah Firman Tuhan dalam Mat 28:19, yaitu menjadikan semua bangsa murid Yesus.
b) Dalam persoalan kematian / kesehatan.
Saya terkena suatu penyakit. Dan saya lalu berpikir: ‘Mungkin saya sudah ditetapkan untuk mati, jadi percuma saya berusaha untuk sembuh’. Ini sikap yang salah! Memang Tuhan sudah menentukan saat kematian saya, dan juga apakah saya akan sembuh atau tidak, dan kalau Tuhan menentukan saya sembuh maka saat kesembuhannya juga sudah ditentukan, dan semua ketentuan Allah itu pasti terjadi. Tetapi persoalannya adalah: saya tidak tahu akan ketetapan Allah itu! Itu merupakan ‘hal yang tersembunyi’ bagi saya dan karena itu maka hal itu bukan pedoman hidup saya. Pedoman hidup saya adalah Kitab Suci, dan Kitab Suci menyuruh saya mengasihi diri saya sendiri (Mat 22:39 Ef 5:28-29). Karena itu saya harus berusaha untuk sembuh, selama saya tidak mencari kesembuhan itu dengan jalan yang salah, misalnya dengan pergi ke dukun.
Saya terkena suatu penyakit. Dan saya lalu berpikir: ‘Mungkin saya sudah ditetapkan untuk mati, jadi percuma saya berusaha untuk sembuh’. Ini sikap yang salah! Memang Tuhan sudah menentukan saat kematian saya, dan juga apakah saya akan sembuh atau tidak, dan kalau Tuhan menentukan saya sembuh maka saat kesembuhannya juga sudah ditentukan, dan semua ketentuan Allah itu pasti terjadi. Tetapi persoalannya adalah: saya tidak tahu akan ketetapan Allah itu! Itu merupakan ‘hal yang tersembunyi’ bagi saya dan karena itu maka hal itu bukan pedoman hidup saya. Pedoman hidup saya adalah Kitab Suci, dan Kitab Suci menyuruh saya mengasihi diri saya sendiri (Mat 22:39 Ef 5:28-29). Karena itu saya harus berusaha untuk sembuh, selama saya tidak mencari kesembuhan itu dengan jalan yang salah, misalnya dengan pergi ke dukun.
c) Dalam hal yang bersifat dosa.
Kalau ada orang yang berbuat jahat kepada saudara, dan saudara digoda setan untuk membalasnya, maka saudara tidak boleh berpikir: ‘Barangkali saya ditentukan untuk membalas’. Faktanya adalah: saudara tidak mengetahui ketentuan Allah dalam persoalan itu, lalu mengapa menebak-nebak apa yang tidak saudara ketahui? Dan kalau menebak, mengapa tidak menebak sebaliknya? Karena hal itu tidak diketahui, maka itu bukan pedoman hidup saudara. Pedoman hidup saudara adalah apa yang dinyatakan kepada saudara dalam Kitab Suci, yaitu “Kasihilah musuhmu” (Mat 5:44).
Kalau saudara mencari pasangan hidup, dan lalu jatuh cinta kepada seseorang yang belum percaya kepada Kristus, maka jangan berpikir: ‘Barangkali saya ditentukan untuk kawin dengan orang kafir’. Pedoman hidup saudara adalah Kitab Suci yang berkata: “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya” (2Kor 6:14a).
Kalau saudara sudah menikah dan lalu tergoda oleh seorang wanita lain, jangan berpikir: ‘Mungkin saya ditentukan untuk berzinah’. Pedoman saudara adalah Kitab Suci yang berkata: “Jangan berzinah” (Kel 20:14).
Ada cerita tentang seorang pendeta yang sudah menikah yang suatu hari pergi naik kereta api. Di depannya duduk seorang gadis yang sangat cantik dan sexy, dan pendeta ini merasa bahwa dirinya tergoda oleh kecantikan dan kesexyan gadis itu, dan karena itu ia terus berdoa supaya Tuhan menolongnya menghadapi pencobaan tersebut. Tiba-tiba kereta api mengerem mendadak, dan gadis tersebut terlempar dari kursinya dan jatuh ke pelukan si pendeta. Si pendeta merangkul gadis itu sambil berkata: ‘Tuhan, jadilah kehendakMu!’.
Ini lagi-lagi merupakan contoh yang salah dimana seseorang hidup berdasarkan Rencana kekal dari Allah (atau yang ia anggap sebagai Rencana kekal dari Allah), dan bukannya berdasarkan Firman Tuhan, yang jelas melarang perzinahan!
Kalau ada orang yang berbuat jahat kepada saudara, dan saudara digoda setan untuk membalasnya, maka saudara tidak boleh berpikir: ‘Barangkali saya ditentukan untuk membalas’. Faktanya adalah: saudara tidak mengetahui ketentuan Allah dalam persoalan itu, lalu mengapa menebak-nebak apa yang tidak saudara ketahui? Dan kalau menebak, mengapa tidak menebak sebaliknya? Karena hal itu tidak diketahui, maka itu bukan pedoman hidup saudara. Pedoman hidup saudara adalah apa yang dinyatakan kepada saudara dalam Kitab Suci, yaitu “Kasihilah musuhmu” (Mat 5:44).
Kalau saudara mencari pasangan hidup, dan lalu jatuh cinta kepada seseorang yang belum percaya kepada Kristus, maka jangan berpikir: ‘Barangkali saya ditentukan untuk kawin dengan orang kafir’. Pedoman hidup saudara adalah Kitab Suci yang berkata: “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya” (2Kor 6:14a).
Kalau saudara sudah menikah dan lalu tergoda oleh seorang wanita lain, jangan berpikir: ‘Mungkin saya ditentukan untuk berzinah’. Pedoman saudara adalah Kitab Suci yang berkata: “Jangan berzinah” (Kel 20:14).
Ada cerita tentang seorang pendeta yang sudah menikah yang suatu hari pergi naik kereta api. Di depannya duduk seorang gadis yang sangat cantik dan sexy, dan pendeta ini merasa bahwa dirinya tergoda oleh kecantikan dan kesexyan gadis itu, dan karena itu ia terus berdoa supaya Tuhan menolongnya menghadapi pencobaan tersebut. Tiba-tiba kereta api mengerem mendadak, dan gadis tersebut terlempar dari kursinya dan jatuh ke pelukan si pendeta. Si pendeta merangkul gadis itu sambil berkata: ‘Tuhan, jadilah kehendakMu!’.
Ini lagi-lagi merupakan contoh yang salah dimana seseorang hidup berdasarkan Rencana kekal dari Allah (atau yang ia anggap sebagai Rencana kekal dari Allah), dan bukannya berdasarkan Firman Tuhan, yang jelas melarang perzinahan!
2) Sekalipun Allah menentukan dan mengatur terjadinya dosa, sehingga dosa itu pasti terjadi, tetapi pada saat dosa itu terjadi, manusia melakukan dosa itu dengan kemauannya sendiri! Ini menunjukkan bahwa kebebasan manusia tidak dibuang!
Calvin: “we posited a distinction between compulsion and necessity from which it appears that man, while he sins of necessity, yet sins no less voluntarily” (= kami menempatkan suatu perbedaan di antara pemaksaan dan kepastian dari mana terlihat bahwa manusia, sementara ia pasti berdosa, tetapi ia berdosa dengan sukarela) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter IV, No 1.
a) Dasar Kitab Suci:
• Dalam Kel 7:3 Allah berkata bahwa Ia akan mengeraskan hati Firaun, tetapi pada waktu ketetapan Allah itu terlaksana, ternyata Firaun mengeraskan hatinya sendiri (Kel 7:13,22 8:15,19,32 9:7,34-35).
• Dalam Ayub 1:21 Ayub berkata bahwa ‘Tuhan yang mengambil’; tetapi dalam Ayub 1:15,17 orang-orang Syeba dan Kasdim melakukan perampokan itu dengan kemauan mereka sendiri.
• Yes 10:5-7 - Asyur adalah alat Tuhan untuk menghukum Israel, tetapi Asyur melakukan sendiri dengan motivasi yang lain.
• Dalam Kel 7:3 Allah berkata bahwa Ia akan mengeraskan hati Firaun, tetapi pada waktu ketetapan Allah itu terlaksana, ternyata Firaun mengeraskan hatinya sendiri (Kel 7:13,22 8:15,19,32 9:7,34-35).
• Dalam Ayub 1:21 Ayub berkata bahwa ‘Tuhan yang mengambil’; tetapi dalam Ayub 1:15,17 orang-orang Syeba dan Kasdim melakukan perampokan itu dengan kemauan mereka sendiri.
• Yes 10:5-7 - Asyur adalah alat Tuhan untuk menghukum Israel, tetapi Asyur melakukan sendiri dengan motivasi yang lain.
b) Salah satu pertanyaan yang paling sering keluar dalam persoalan ini adalah: Jika Allah sudah menentukan dan mengatur segala sesuatu, bagaimana mungkin manusia masih bisa mempunyai kebebasan, dan bahkan harus bertanggung jawab atas dosanya?
Jawab:
1. Terus terang, tidak ada orang yang bisa mengharmoniskan
Dalam hal yang lain, kita juga melihat hal yang sama. Misalnya: kita percaya bahwa Allah itu maha kasih dan mahatahu. Tetapi kita juga percaya bahwa Allah menciptakan neraka dan orang tertentu yang Ia tahu bakal masuk ke neraka. Kalau memang Ia maha kasih dan maha tahu, mengapa Ia tidak hanya menciptakan orang yang akan masuk ke surga? Saya yakin tidak ada orang yang bisa mengharmoniskan
Dalam hal yang lain, kita juga melihat hal yang sama. Misalnya: kita percaya bahwa Allah itu maha kasih dan mahatahu. Tetapi kita juga percaya bahwa Allah menciptakan neraka dan orang tertentu yang Ia tahu bakal masuk ke neraka. Kalau memang Ia maha kasih dan maha tahu, mengapa Ia tidak hanya menciptakan orang yang akan masuk ke surga? Saya yakin tidak ada orang yang bisa mengharmoniskan
2. Perhatikan beberapa kutipan di bawah ini berkenaan dengan hubungan penentuan Allah dan kebebasan / tanggung jawab manusia.
Loraine Boettner: “But while the Bible repeatedly teaches that this providential control is universal, powerful, wise, and holy, it nowhere attempts to inform us how it is to be reconciled with man’s free agency” (= Tetapi sementara Alkitab berulangkali mengajar bahwa penguasaan providensia ini bersifat universal, berkuasa, bijaksana, dan suci, Alkitab tidak pernah berusaha untuk memberi informasi kepada kita tentang bagaimana hal itu bisa diperdamaikan /
Loraine Boettner: “Perhaps the relationship between divine sovereignty and human freedom can best be summed up in these words: God so presents the outside inducements that man acts in accordance with his own nature, yet does exactly what God has planned for him to do” (= Mungkin hubungan antara kedaulatan ilahi dan kebebasan manusia bisa disimpulkan dengan cara terbaik dengan kata-kata ini: Allah memberikan dorongan /
Charles Haddon Spurgeon: “man, acting according to the device of his own heart, is nevertheless overruled by that sovereign and wise legislation ... How these two things are true I cannot tell. ... I am not sure that in heaven we shall be able to know where the free agency of man and the sovereignty of God meet, but both are great truths. God has predestinated everything yet man is responsible” (=manusia, bertindak sesuka hatinya, bagaimanapun dikalahkan /
Charles Haddon Spurgeon: (tentang tentara yang tidak mematahkan kaki Kristus tetapi menusukNya dengan tombak - Yoh 19:33-34).
“They acted of their own free will, and yet at the same time they fulfilled the eternal counsel of God. Shall we never be able to drive into men’s mind the truth that predestination and free agency are both facts? Men sin as freely as birds fly in the air, and they are altogether responsible for their sin; and yet everything is ordained and foreseen of God. The foreordination of God in no degree interferes with the responsibility of man. I have often been asked by persons to reconcile the two truths. My only reply is - They need no reconciliation,
Arthur W. Pink: “Two things are beyond dispute: God is sovereign, man is responsible. ... To emphasize the sovereignty of God, without also maintaining the accountability of the creature, tends to fatalism; to be so concerned in maintaining the responsibility of man, as to lose sight of the sovereignty of God, is to exalt the creature and dishonour the Creator” (= Dua hal tidak perlu diperdebatkan: Allah itu berdaulat, manusia itu bertanggung jawab. ... Menekankan kedaulatan Allah, tanpa juga memelihara pertanggungan jawab dari makhluk ciptaan, cenderung kepada fatalisme; terlalu memperhatikan pemeliharaan tanggung jawab manusia, sehingga tidak mengindahkan kedaulatan Allah, sama dengan meninggikan makhluk ciptaan dan merendahkan sang Pencipta) - ‘The Sovereignty of God’, hal 9.
“They acted of their own free will, and yet at the same time they fulfilled the eternal counsel of God. Shall we never be able to drive into men’s mind the truth that predestination and free agency are both facts? Men sin as freely as birds fly in the air, and they are altogether responsible for their sin; and yet everything is ordained and foreseen of God. The foreordination of God in no degree interferes with the responsibility of man. I have often been asked by persons to reconcile the two truths. My only reply is - They need no reconciliation,
Arthur W. Pink: “Two things are beyond dispute: God is sovereign, man is responsible. ... To emphasize the sovereignty of God, without also maintaining the accountability of the creature, tends to fatalism; to be so concerned in maintaining the responsibility of man, as to lose sight of the sovereignty of God, is to exalt the creature and dishonour the Creator” (= Dua hal tidak perlu diperdebatkan: Allah itu berdaulat, manusia itu bertanggung jawab. ... Menekankan kedaulatan Allah, tanpa juga memelihara pertanggungan jawab dari makhluk ciptaan, cenderung kepada fatalisme; terlalu memperhatikan pemeliharaan tanggung jawab manusia, sehingga tidak mengindahkan kedaulatan Allah, sama dengan meninggikan makhluk ciptaan dan merendahkan sang Pencipta) - ‘The Sovereignty of God’, hal 9.
Arthur W. Pink melanjutkan: “We are enjoined to take ‘no thought for the morrow’ (Matt 6:34), yet ‘if any provide not for his own, and specially for those of his own house, he hath denied the faith, and is worse than an infidel’ (1Tim 5:8). No sheep of Christ’s flock can perish (John 10:28,29), yet the Christian is bidden to make his ‘calling and election sure’ (2Peter 1:10). ... These things are not contradictions,
Charles Hodge: “God can control the free acts of rational creatures without destroying either their liberty or their responsibility”
Saya berpendapat bahwa bagian yang harus diperhatikan dalam kata-kata Charles Hodge ini adalah ‘God can’ (= Allah bisa).
Kalau saya membuat sebuah film, maka saya akan menyusun naskah, dimana setiap pemain sudah ditentukan harus bertindak apa atau berkata apa. Tetapi sedikit atau banyak selalu ada kebebasan bagi para pemain. Kalau saya tidak memberikan kebebasan sama sekali, maka para pemain itu akan menjadi robot, yang tidak lagi mempunyai kebebasan apapun.
Tetapi Allah berbeda dengan saya atau dengan manusia lain. Allah bisa menentukan dan mengontrol segala sesuatu sampai detail-detail yang sekecil-kecilny
Kalau saya membuat sebuah film, maka saya akan menyusun naskah, dimana setiap pemain sudah ditentukan harus bertindak apa atau berkata apa. Tetapi sedikit atau banyak selalu ada kebebasan bagi para pemain. Kalau saya tidak memberikan kebebasan sama sekali, maka para pemain itu akan menjadi robot, yang tidak lagi mempunyai kebebasan apapun.
Tetapi Allah berbeda dengan saya atau dengan manusia lain. Allah bisa menentukan dan mengontrol segala sesuatu sampai detail-detail yang sekecil-kecilny
3. Jika penentuan lebih dulu dari Allah itu bertentangan dengan kebebasan manusia, maka perlu saudara ketahui bahwa pengetahuan lebih dulu dari Allah, yang jelas harus dipercaya oleh semua orang kristen, juga bertentangan dengan kebebasan manusia. Bukankah kalau Allah tahu bahwa hari ini saudara akan berbuat ini atau itu, maka hal itu pasti terjadi? Lalu dimana kebebasan saudara?
Loraine Boettner: “The Arminian objection against foreordination bears with equal force against the foreknowledge of God. What God foreknows must, in the very nature of the case, be as fixed and certain as what is foreordained; and if one is inconsistent with the free agency of man, the other is also. Foreordination renders the events certain, while foreknowledge presupposes that they are certain” (= Keberatan Arminian terhadap penentuan lebih dulu mengandung /
Karena itu, kalau ada orang Arminian yang menggunakan hal ini untuk menyerang doktrin Reformed ini, maka serangannya ini, bisa menjadi boomerang bagi doktrin mereka sendiri!
4. Kebebasan manusia juga ditentukan oleh Allah.
Pada waktu Allah menentukan terjadinya tindakan tertentu dari seorang manusia, maka perlu saudara ingat bahwa Allah menentukan segala-galanya,
Saya ingin memberikan sebuah illustrasi sebagai berikut: misalnya ada suatu pertandingan sepakbola yang disiarkan di TV, dan saya lalu merekam pertandingan itu menggunakan video cassette. Proses perekaman ini saya analogikan dengan penentuan Allah. Sekarang video itu saya putar dan saya tunjukkan kepada banyak orang. Apa yang akan terlihat semuanya sudah tertentu, yaitu persis seperti isi video itu. Tetapi semua orang yang menonton video itu tidak melihat bahwa para pemain sepak bola itu kehilangan kebebasannya. Mereka tetap bermain dan menendang bola dengan kemauannya sendiri. Mengapa? Karena kebebasan mereka juga ikut ditentukan dalam video itu.
Pada waktu Allah menentukan terjadinya tindakan tertentu dari seorang manusia, maka perlu saudara ingat bahwa Allah menentukan segala-galanya,
Saya ingin memberikan sebuah illustrasi sebagai berikut: misalnya ada suatu pertandingan sepakbola yang disiarkan di TV, dan saya lalu merekam pertandingan itu menggunakan video cassette. Proses perekaman ini saya analogikan dengan penentuan Allah. Sekarang video itu saya putar dan saya tunjukkan kepada banyak orang. Apa yang akan terlihat semuanya sudah tertentu, yaitu persis seperti isi video itu. Tetapi semua orang yang menonton video itu tidak melihat bahwa para pemain sepak bola itu kehilangan kebebasannya. Mereka tetap bermain dan menendang bola dengan kemauannya sendiri. Mengapa? Karena kebebasan mereka juga ikut ditentukan dalam video itu.
c) Tetap adanya kebebasan manusia ini menyebabkan manusia tetap bertanggung jawab / dipersalahkan pada waktu ia berbuat dosa.
Mengomentari Luk 22:22 Spurgeon berkata: “The decree of God does not lessen the responsibility of man for his action. Even though it is predetermined of God, the man does it of his own free will, and on him falls the full guilt of it” (= Ketetapan Allah tidak mengurangi tanggung jawab manusia untuk tindakannya. Sekalipun hal itu sudah ditentukan lebih dulu oleh Allah, manusia melakukannya dengan kehendak bebasnya sendiri, dan pada dialah jatuh kesalahan sepenuhnya) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 18.
Mengomentari Luk 22:22 Spurgeon berkata: “The decree of God does not lessen the responsibility of man for his action. Even though it is predetermined of God, the man does it of his own free will, and on him falls the full guilt of it” (= Ketetapan Allah tidak mengurangi tanggung jawab manusia untuk tindakannya. Sekalipun hal itu sudah ditentukan lebih dulu oleh Allah, manusia melakukannya dengan kehendak bebasnya sendiri, dan pada dialah jatuh kesalahan sepenuhnya) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 18.
d) Tetap adanya kebebasan dan tanggung jawab manusia ini, menyebabkan dalam theologia Reformed manusia tetap berbeda dengan robot / wayang. Ini juga menyebabkan Calvinisme /
Untuk bisa mengerti apa Hyper-Calvinism
Edwin H. Palmer: “Hyper-Calvinis
Edwin H. Palmer: “Hyper-Calvinis
