FONDASI KRISTEN (1)
PDT.BUDI ASALI, M.DIV.
Pelajaran
dasar: FONDASI KRISTEN (1)
I) Pentingnya pelajaran dasar /
katekisasi yang baik
Dalam
Kisah Para Rasul 18:24-28 ada suatu cerita yang menarik yang menunjukkan betapa
pentingnya pelajaran dasar yang baik bagi orang kristen, apalagi bagi
seorang pelayan Tuhan / pemberita Firman Tuhan.
Kis 18:24-28
- “(24) Sementara itu datanglah ke Efesus seorang Yahudi
bernama Apolos, yang berasal dari Aleksandria. Ia seorang yang fasih
berbicara dan sangat mahir dalam soal-soal Kitab Suci. (25) Ia telah
menerima pengajaran dalam Jalan Tuhan. Dengan bersemangat ia berbicara dan dengan
teliti ia mengajar tentang Yesus, tetapi ia hanya mengetahui baptisan
Yohanes. (26) Ia mulai mengajar dengan berani di rumah ibadat. Tetapi
setelah Priskila dan Akwila mendengarnya, mereka membawa dia ke rumah mereka
dan dengan teliti menjelaskan kepadanya Jalan Allah. (27) Karena Apolos
ingin menyeberang ke Akhaya, saudara-saudara di Efesus mengirim surat kepada
murid-murid di situ, supaya mereka menyambut dia. Setibanya di Akhaya maka ia,
oleh kasih karunia Allah, menjadi seorang yang sangat berguna bagi orang-orang
yang percaya. (28) Sebab dengan tak jemu-jemunya ia membantah orang-orang
Yahudi di muka umum dan membuktikan dari Kitab Suci bahwa Yesus adalah Mesias.”.
Cerita
ini adalah cerita tentang seorang yang bernama Apolos. Ada beberapa hal yang
diceritakan tentang Apolos oleh text ini:
1) Ia dikatakan ‘berasal
dari Alexandria’ (ay 24).
Kota
Alexandria mempunyai semacam sekolah theologia dan merupakan pusat ‘ahli
theologia’ pada jaman itu. Mungkin sekali Apolos merupakan lulusan dari sekolah
theologia itu.
2) Juga dikatakan bahwa ia adalah seorang
pengkhotbah yang ‘sangat
mahir dalam soal-soal Kitab Suci’ (ay 24).
3) Juga dikatakan bahwa ia ‘telah menerima pengajaran tentang
jalan Tuhan’ (ay 25).
a) Kata-kata ‘jalan Tuhan’
(ay 25) ataupun ‘jalan
Allah’ (ay 26) jelas menunjuk pada kekristenan /
Injil (bdk. Kis 9:2 18:26 19:9,23
22:4 24:14,22).
b) Kata-kata ‘telah menerima pengajaran’
(ay 25) dalam bahasa Yunaninya adalah HEN KATECHEMENOS, dan dari kata
KATECHEMENOS inilah diturunkan kata bahasa Inggris ‘catechism’ [= katekisasi / pelajaran dasar].
Jadi,
Apolos sudah mendapatkan katekisasi / pelajaran dasar tentang kekristenan.
4) Tetapi lalu dalam ay 25 dikatakan bahwa
ia ‘hanya
mengetahui baptisan Yohanes’ (ay 25). Ada
hal-hal yang perlu diperhatikan tentang bagian ini:
a) Kata-kata ‘baptisan
Yohanes’ di sini adalah suatu synecdoche [= suatu gaya bahasa dimana yang sebagian mewakili
seluruhnya, atau sebaliknya].
Misalnya:
1. Kalau
dikatakan bahwa Washington memaklumkan perang terhadap Moskow, tentu maksudnya
Amerika Serikat memaklumkan perang terhadap Rusia.
2. Kalau
ada pemberitaan tentang pertandingan sepak bola dan dikatakan ‘Indonesia
kalah’, yang dimaksudkan sebenarnya adalah ‘Kesebelasan Indonesia kalah’.
3. Kalau
dikatakan ‘mata Tuhan ada di segala tempat’
(Amsal 15:3), maksudnya adalah ‘Allah ada di segala tempat’.
Pada
waktu dikatakan ‘baptisan
Yohanes’, tidak mungkin yang dimaksudkan betul-betul
hanya baptisan Yohanes saja. Masakan Apolos yang katanya ‘sangat mahir dalam soal-soal Kitab
Suci’, dan yang adalah seorang pengkhotbah itu,
hanya tahu tentang baptisan Yohanes saja? Pasti yang dimaksudkan adalah seluruh
pelayanan Yohanes Pembaptis, termasuk pengajaran Firman Tuhan yang ia lakukan.
Bdk.
Mat 21:23-27 - “(23) Lalu Yesus masuk ke Bait
Allah, dan ketika Ia mengajar di situ, datanglah imam-imam kepala serta tua-tua
bangsa Yahudi kepadaNya, dan bertanya: ‘Dengan kuasa manakah Engkau melakukan
hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepadaMu?’ (24) Jawab Yesus
kepada mereka: ‘Aku juga akan mengajukan satu pertanyaan kepadamu dan jikalau
kamu memberi jawabnya kepadaKu, Aku akan mengatakan juga kepadamu dengan kuasa
manakah Aku melakukan hal-hal itu. (25) Dari manakah baptisan Yohanes? Dari sorga atau dari manusia?’ Mereka
memperbincangkannya di antara mereka, dan berkata: ‘Jikalau kita katakan: Dari
sorga, Ia akan berkata kepada kita: Kalau begitu, mengapakah kamu tidak percaya
kepadanya? (26) Tetapi jikalau kita katakan: Dari manusia, kita takut kepada
orang banyak, sebab semua orang menganggap Yohanes ini nabi.’ (27) Lalu mereka
menjawab Yesus: ‘Kami tidak tahu.’ Dan Yesuspun berkata kepada mereka: ‘Jika
demikian, Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan
hal-hal itu.’”.
Dalam
text ini terjadi hal yang sama. Tidak mungkin yang dimaksudkan oleh Yesus
dengan ‘baptisan Yohanes’
dalam ay 25 itu betul-betul hanya ‘baptisan Yohanes saja’. Pasti maksudnya
adalah seluruh pelayanan Yohanes Pembaptis. Demikian juga dalam Kis 18:25
ini. Maksudnya, Apolos hanya mengetahui pelayanan / pengajaran Yohanes
Pembaptis.
b) Kalau Apolos
mengetahui ajaran dari Yohanes Pembaptis, maka jelaslah bahwa ia pasti tahu
bahwa Yesus adalah Mesias, karena hal ini ada dalam ajaran Yohanes Pembaptis.
Yoh 1:29-36
- “(29) Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus
datang kepadanya dan ia berkata: ‘Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus
dosa dunia. (30) Dialah yang kumaksud ketika kukatakan: Kemudian dari padaku
akan datang seorang, yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada sebelum
aku. (31) Dan aku sendiripun mula-mula tidak mengenal Dia, tetapi untuk itulah
aku datang dan membaptis dengan air, supaya Ia dinyatakan kepada Israel.’
(32) Dan Yohanes memberi kesaksian, katanya: ‘Aku telah melihat Roh turun dari
langit seperti merpati, dan Ia tinggal di atasNya. (33) Dan akupun tidak
mengenalNya, tetapi Dia, yang mengutus aku untuk membaptis dengan air, telah
berfirman kepadaku: Jikalau engkau melihat Roh itu turun ke atas seseorang dan
tinggal di atasNya, Dialah itu yang akan membaptis dengan Roh Kudus. (34) Dan
aku telah melihatNya dan memberi kesaksian: Ia inilah Anak Allah.’ (35)
Pada keesokan harinya Yohanes berdiri di situ pula dengan dua orang muridnya.
(36) Dan ketika ia melihat Yesus lewat, ia berkata: ‘Lihatlah Anak domba
Allah!’”.
Yoh 3:26-30
- “(26) Lalu mereka datang kepada Yohanes dan berkata
kepadanya: ‘Rabi, orang yang bersama dengan engkau di seberang sungai Yordan
dan yang tentang Dia engkau telah memberi kesaksian, Dia membaptis juga dan
semua orang pergi kepadaNya.’ (27) Jawab Yohanes: ‘Tidak ada seorangpun yang
dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari
sorga. (28) Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku
bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahuluiNya. (29) Yang empunya mempelai
perempuan, ialah mempelai laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang
berdiri dekat dia dan yang mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara
mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh.
(30) Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.”.
c) Sekalipun Apolos
tahu tentang Mesias dan pasti juga mengajarkan tentang Mesias, tetapi, dari
kata-kata ‘ia hanya mengetahui baptisan Yohanes’,
jelaslah bahwa ada sesuatu yang kurang dalam pengertian Apolos tentang
dasar-dasar kekristenan / Injil. Kita tidak bisa tahu dengan pasti apa yang
kurang dalam pengertian dan pengajaran Apolos itu, tetapi sesuatu yang kurang
itu pastilah merupakan hal yang sangat penting (mungkin berhubungan dengan
kematian atau kebangkitan Kristus), karena kalau tidak, Priskila dan Akwila
tidak akan terlalu mempersoalkannya. Tetapi kenyataannya, mereka
mempersoalkannya, dan mereka membawa Apolos ke rumah mereka dan mengajarnya
lagi (ay 26).
Apakah
kekurangan dalam pengertian Apolos ini menyebabkan ia mengajarkan hal-hal yang
salah? Kekurangan pengertian memang memungkinkan terjadinya pengajaran hal-hal
yang salah, tetapi dalam kasus Apolos ini tidak terjadi pengajaran hal-hal yang
salah.
Ini
terlihat dari ay 25 yang mengatakan: ‘dengan teliti ia mengajar tentang Yesus’.
Kata-kata
‘dengan teliti’
ini merupakan terjemahan yang kurang tepat. Kata Yunani yang dipakai di sini
adalah AKRIBOS.
KJV
menterjemahkan: ‘diligently’ [=
dengan rajin / tekun]. Ini terjemahan yang lebih salah lagi!
RSV/NIV/NASB
menterjemahkan: ‘accurately’ [=
dengan akurat / tepat], dan ini terjemahan yang benar.
Jadi,
Apolos tidak mengajarkan sesuatu yang salah. Sebaliknya ia mengajar dengan
akurat / tepat. Tetapi, ada hal-hal yang benar dan penting yang tidak dia
ajarkan karena keterbatasan pengetahuannya.
Kalau
saudara ingin tahu hasil dari pelayanan seperti itu, maka lihatlah
Kis 19:1-7, yang dianggap oleh para penafsir sebagai orang-orang yang
merupakan buah pelayanan Apolos pada saat itu.
Kis 19:1-7
- “(1) Ketika Apolos masih di Korintus, Paulus sudah
menjelajah daerah-daerah pedalaman dan tiba di Efesus. Di situ didapatinya
beberapa orang murid. (2) Katanya kepada mereka: ‘Sudahkah kamu menerima Roh
Kudus, ketika kamu menjadi percaya?’ Akan tetapi mereka menjawab dia: ‘Belum,
bahkan kami belum pernah mendengar, bahwa ada Roh Kudus.’ (3) Lalu kata Paulus
kepada mereka: ‘Kalau begitu dengan baptisan manakah kamu telah dibaptis?’
Jawab mereka: ‘Dengan baptisan Yohanes.’ (4) Kata Paulus: ‘Baptisan Yohanes
adalah pembaptisan orang yang telah bertobat, dan ia berkata kepada orang banyak,
bahwa mereka harus percaya kepada Dia yang datang kemudian dari padanya, yaitu
Yesus.’ (5) Ketika mereka mendengar hal itu, mereka memberi diri mereka
dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. (6) Dan ketika Paulus menumpangkan tangan di
atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka, dan mulailah mereka
berkata-kata dalam bahasa roh dan bernubuat. (7) Jumlah mereka adalah kira-kira
dua belas orang.”.
Dari
Kis 19:1-7 itu terlihat bahwa Apolos cuma menghasilkan orang kristen KTP,
yang akhirnya diiinjili ulang oleh Paulus sehingga bertobat dengan
sungguh-sungguh.
Mengapa
semua ini bisa terjadi pada seorang lulusan sekolah theologia / pengkhotbah?
Jawabnya jelas adalah: karena ia mendapatkan katekisasi yang kurang baik!
Karena
itu, Priskila dan Akwila membawa Apolos ke rumah mereka, dan ‘dengan teliti menjelaskan
kepadanya Jalan Allah’ (ay 26). Ini boleh dikatakan
merupakan pengulangan katekisasi, dan ini dilakukan terhadap seorang lulusan
sekolah theologia / seorang pengkhotbah! Bahwa Apolos, sebagai seorang lulusan
sekolah theologia, mau diajar lagi tentang pelajaran dasar kekristenan
menunjukkan kerendahan hatinya yang luar biasa, yang patut ditiru.
Penerapan: apakah saudara malas belajar pelajaran
dasar karena saudara adalah seorang majelis / guru Sekolah Minggu? Tirulah
Apolos, yang sekalipun sudah lulus sekolah theologia, dan sudah menjadi seorang
pengkhotbah, tetapi tetap mau diajar pelajaran dasar lagi.
Sekarang
perhatikan bagaimana Akwila dan Priskila mengajar Apolos.
Ay 26b:
“... setelah Priskila dan Akwila mendengarnya, mereka
membawa dia ke rumah mereka dan dengan teliti menjelaskan kepadanya Jalan
Allah”.
Ay 26b
ini kembali menggunakan kata-kata ‘dengan
teliti’, seperti yang digunakan dalam ay 25.
Tetapi sebetulnya dalam bahasa Yunani kata yang digunakan berbeda.
Ay 25-26:
“(25) Ia telah menerima pengajaran dalam Jalan Tuhan. Dengan bersemangat
ia berbicara dan dengan teliti ia
mengajar tentang Yesus, tetapi ia hanya mengetahui baptisan Yohanes. (26) Ia
mulai mengajar dengan berani di rumah ibadat. Tetapi setelah Priskila dan
Akwila mendengarnya, mereka membawa dia ke rumah mereka dan dengan teliti menjelaskan kepadanya Jalan Allah.”.
Kalau
ay 25 menggunakan kata Yunani AKRIBOS,
maka ay 26 menggunakan kata Yunani AKRIBESSERON,
yang merupakan the comparative form [=
bentuk pembanding] dari kata Yunani AKRIBOS yang digunakan dalam ay 25.
Jadi, kalau kata-kata ‘dengan teliti’ dalam ay 25 tadi seharusnya
berarti ‘dengan akurat’, maka kata-kata ‘dengan teliti’
dalam ay 26 seharusnya berarti ‘dengan lebih akurat’ [RSV/NASB: ‘more accurately’ / ‘dengan lebih akurat’].
Apolos
sudah menerima pelajaran tentang dasar kekristenan, dan ia bahkan sudah
mengajarkannya dengan akurat. Tetapi
Priskila dan Akwila menganggapnya masih kurang, sehingga mereka mengajar Apolos
dengan lebih akurat lagi!
Kesimpulan: Katekisasi yang
baik adalah sesuatu yang penting, karena hal ini bukan hanya akan
mempengaruhi iman saudara (dan tentunya juga keselamatan saudara), tetapi juga
pelayanan saudara atau iman dan keselamatan dari orang-orang yang saudara
layani. Karena itu, jangan memilih sembarang katekisasi (yang pendek / singkat,
di gereja yang terdekat dsb). Saudara harus mementingkan mutunya!
Kalau katekisasi yang kurang baik saja bisa mengakibatkan hal-hal
seperti itu, bagaimana kalau saudara tidak pernah ikut katekisasi?
II) Lamanya mengajar pelajaran
dasar.
Dari
Kis 18:11 kita bisa melihat bahwa di Korintus Paulus mengajar Firman Tuhan
selama 18 bulan atau satu setengah tahun.
Kis 18:11
- “Maka tinggallah Paulus di situ selama satu
tahun enam bulan dan ia mengajarkan firman Allah di tengah-tengah mereka.”.
Kata
‘di situ’ itu dimana? Bdk.
Kis 18:1-2,18 - “(1) Kemudian Paulus meninggalkan
Atena, lalu pergi ke Korintus. (2) Di Korintus ia berjumpa dengan
seorang Yahudi bernama Akwila, yang berasal dari Pontus. Ia baru datang dari
Italia dengan Priskila, isterinya, karena kaisar Klaudius telah memerintahkan,
supaya semua orang Yahudi meninggalkan Roma. Paulus singgah ke rumah mereka.
... (18) Paulus tinggal beberapa hari lagi di Korintus. Lalu ia minta diri
kepada saudara-saudara di situ, dan berlayar ke Siria, sesudah ia mencukur
rambutnya di Kengkrea, karena ia telah bernazar. Priskila dan Akwila menyertai
dia.”.
Jadi,
semua ini terjadi di Korintus, karena baru dalam ay 18 Paulus meninggalkan
Korintus.
Sekarang
mari kita melihat beberapa ayat dalam surat Korintus untuk mengetahui apa
pandangan Paulus tentang pelayanannya selama 18 bulan itu di Korintus.
1Kor 3:2,6,10
- “(2) Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah
makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu
belum dapat menerimanya. ... (6) Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi
Allah yang memberi pertumbuhan. ... (10) Sesuai dengan kasih karunia Allah,
yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah
meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi
tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya.”.
Dalam
ay 2 ia mengatakan bahwa ia hanya memberi mereka susu, bukan
makanan keras. Dalam ay 6 ia mengatakan ia hanya menanam [=
memberitakan Injil], Apolos yang menyiram [= memberi pelajaran untuk
menumbuhkan]. Dalam ay 10 ia mengatakan bahwa ia hanya meletakkan dasar,
dan orang lain yang membangun.
Dalam waktu yang begitu lama (18 bulan!), ia cuma menanam, meletakkan
dasar, dan memberi susu! Ini menunjukkan bahwa mengajar pelajaran dasar
bukanlah hal yang mudah dan bisa dilakukan dengan cepat-cepat!
Ini harus dicamkan oleh para pemimpin gereja (majelis dan hamba Tuhan)
dan para pengurus persekutuan, yang selalu ingin cepat-cepat membangun jemaatnya
dengan thema yang muluk-muluk / sukar, padahal di antara jemaatnya banyak bayi
kristen, bahkan banyak orang kristen KTP!
Ini juga harus dicamkan oleh banyak orang yang tidak senang dengan
katekisasi yang merupakan pelajaran dasar kekristenan, atau yang menghendaki
supaya katekisasi itu dilakukan secara singkat!
Memang
satu hal yang paling dibutuhkan untuk belajar Alkitab / Firman Tuhan adalah
ketekunan. Tidak ada jalan pintas dalam belajar Alkitab, dimana dalam waktu
beberapa bulan kita bisa menguasai Alkitab. Kita harus belajar dengan tekun,
sedikit demi sedikit, sampai kita mati dan bertemu muka dengan muka dengan
Pengarang dari Alkitab.
Dan
pertama-tama kita harus mempunyai pengertian dasar yang baik. Itulah yang akan
saya lakukan tiap kali saya berkhotbah di sini. Datanglah secara rutin, dan
juga ajaklah orang-orang lain, supaya baik saudara maupun mereka juga bisa
mempunyai pengertian dasar yang baik. Tuhan memberkati saudara.
-o0o-
KRISTEN & AGAMA LAIN
Amsal 14:12 - “Ada
jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut.”.
Yang dimaksud dengan ‘jalan’
dalam ayat ini tentu bukan jalan duniawi, tetapi jalan secara rohani. Dalam
dunia ini ada banyak jalan, yaitu agama-agama yang beraneka ragam. Banyak orang
yang berkata bahwa semua agama itu sama. Tetapi ini adalah pendapat yang salah.
Memang kalau kita hanya melihat pada hukum-hukum moral / etika, maka semua
agama mempunyai banyak persamaan, dan hanya sedikit perbedaan. Misalnya: semua
agama melarang berdusta, berzinah, membenci / membunuh, kurang ajar kepada
orang tua, dan sebagainya. Tetapi kalau kita melihat pada doktrin, maka semua
agama berbeda, bahkan bertentangan satu dengan yang lainnya. Dan kristen, kalau
itu mau disebut sebagai suatu agama, secara doktrinal merupakan agama yang
paling berbeda dibandingkan dengan agama-agama yang lain.
Penerapan: Karena itu, kalau ada orang yang tidak
senang doktrin, dan hanya senang pada ajaran-ajaran yang bersifat praktis seperti
moral dan etika, sebetulnya tak terlalu jadi soal bagi orang itu apakah ia
beragama kristen atau beragama lain, apakah ia mengikuti gereja kristen yang
benar atau yang sesat.
Dan
perbedaan-perbedaan antara Kristen dan agama-agama lain itu justru merupakan
perbedaan-perbedaan yang bersifat prinsip / dasar, seperti:
I) Pengakuan terhadap Yesus
Kristus.
Agama
kristen mempercayai Yesus Kristus sebagai:
1) Tuhan / Allah.
Sedangkan
agama lain paling-paling hanya menganggap Yesus sebagai orang yang baik / saleh
atau sebagai nabi.
Dalam
hal ini harus diwaspadai ajaran dari sekte seperti Saksi Yehuwa, dan juga dari
Gereja Orthodox Syria versi Bambang Noorsena, yang mengajarkan bahwa
Yesus bukanlah ‘Tuhan’ tetapi ‘tuan’, bukanlah ‘Allah’ sungguh-sungguh tetapi
hanya ‘allah kecil’. Ini sesat dan bukan ajaran kristen, karena kristen yang
benar mempercayai Yesus betul-betul sebagai Allah dan Tuhan dalam arti kata
yang setinggi-tingginya, setara dengan Bapa dan Roh Kudus.
Catatan: perlu diketahui bahwa Gereja Orthodox Syria versi Bambang
Noorsena menyimpang dalam hal ini dari Gereja Orthodox Syria yang asli.
2) Juruselamat / Penebus dosa, yang membayar
hutang dosa kita.
Jadi,
Kristen mempercayai, sesuai dengan ajaran Kitab Suci, bahwa Yesus yang adalah
Tuhan / Allah sendiri, karena kasihNya kepada manusia berdosa, mau menjadi
manusia, dan lalu menderita dan mati di kayu salib untuk menebus dosa manusia.
Kita yang berdosa, dan seharusnya kita yang dihukum, tetapi Yesus rela menjadi
pengganti bagi kita, dan memikul hukuman kita, sehingga kalau kita percaya
kepada Yesus, kita tidak akan dihukum, tetapi sebaliknya diselamatkan /
diampuni.
Tidak
ada agama lain yang mempunyai seorang Juruselamat / Penebus dosa.
Prinsip dari semua agama-agama lain adalah:
a) Manusia sendirilah
yang harus membayar hutang dosanya sendiri.
Subhadra
Bhiksu: A Buddhist Catechism: “No
one can be redeemed by another. No God and no saint is able to shield a man
from the consequences of evil doings. Every one of us must become his own
redeemer.”
[= Tak seorangpun bisa ditebus oleh orang lain. Tidak ada Allah dan tidak ada
orang suci yang bisa membentengi seorang manusia dari konsekwensi dari tindakan
jahat. Setiap orang dari kita harus menjadi penebusnya sendiri.]
- ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’,
hal 590.
b) Allah, karena Ia
adalah maha pengasih dan penyayang, mengampuni manusia berdosa begitu saja
tanpa ada penebusan ataupun penghukuman. Dari sudut pandang Kristen, ini
menunjukkan Allah itu kehilangan keadilanNya.
Catatan: dalam persoalan pengakuan terhadap
Yesus Kristus ini, Katolik sama dengan Kristen, karena Katolik juga mempercayai
Yesus sebagai Tuhan / Allah, maupun sebagai Juruselamat / Penebus dosa.
II) Prinsip kekristenan
adalah Allah mencari manusia.
Prinsip
dari semua agama lain adalah manusia mencari Allah (dengan jalan
membuang dosa, berbuat baik, berbakti, dsb).
Thomas
Arnold: “The distinction between
Christianity and all other systems of religion consists largely in this, that
in these others, men are found seeking after God, while Christianity is God
seeking after men.”
[= Perbedaan antara Kekristenan dan semua sistim agama lain sebagian besar
terletak di sini, yaitu bahwa dalam agama-agama lain, manusia didapati mencari
Allah, sedangkan Kekristenan adalah Allah mencari manusia.]
- ‘The Encyclopedia of Religious
Quotations’, hal 95.
Untuk
bisa mengetahui yang mana prinsip yang benar / yang sesuai dengan ajaran Kitab
Suci kita, mari kita melihat beberapa point di bawah ini:
1) Kej 3:6-9 - “(6)
Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap
kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu
ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya
yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya. (7) Maka terbukalah
mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka
menyemat daun pohon ara dan membuat cawat. (8) Ketika mereka mendengar bunyi
langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk,
bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara
pohon-pohonan dalam taman. (9) Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan
berfirman kepadanya: ‘Di manakah engkau?’”.
Kalau
kita melihat dalam Kej 3 ini, pada waktu Adam dan Hawa jatuh ke dalam
dosa, maka mereka tidak mencari Allah (Kej 3:6-7). Sebaliknya pada
waktu mereka mendengar kedatangan Allah, maka mereka justru bersembunyi
(Kej 3:8). Allahlah yang mencari mereka dengan memanggil: “Di
manakah engkau?” (Kej 3:9). Ini tentu tidak berarti
bahwa Allah tidak tahu dimana mereka berada. Allah hanya mau mereka datang
kepadaNya dan mengaku dosa. Tetapi bagaimanapun juga di sini kita melihat suatu
prinsip yang sudah ada sejak manusia jatuh ke dalam dosa untuk pertama kalinya,
yaitu Allahlah yang mencari manusia dan bukan sebaliknya!
2) Dalam Luk 19:10, Yesus berkata: “Sebab Anak Manusia datang untuk
mencari dan menyelamatkan yang hilang.’”.
Istilah
‘Anak Manusia’
menunjuk kepada Yesus, yang juga adalah Allah sendiri. Jadi ayat ini lagi-lagi
menunjukkan bahwa pada waktu manusia itu terhilang dalam dosa, Allah mencari
manusia untuk menyelamatkannya.
Bdk.
Yeh 34:16 - “Yang
hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan
Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan
Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya.”.
Tak
ada domba hilang yang mencari gembalanya, gembalanyalah yang mencari domba yang
hilang itu.
3) Dalam Ro 3:11 dikatakan bahwa: “Tidak ada seorangpun yang berakal budi,
tidak ada seorangpun yang mencari Allah.”.
Ro 3:11
ini perlu dicamkan khususnya pada waktu kita melihat ayat-ayat yang menyuruh
manusia mencari Allah, seperti:
a) 1Taw 16:11
- “Carilah TUHAN dan kekuatanNya, carilah wajahNya
selalu!”.
b) Maz 27:8
- “Hatiku mengikuti firmanMu: ‘Carilah wajahKu’; maka
wajahMu kucari, ya TUHAN.”.
c) Maz 105:3-4
- “(3) Bermegahlah di dalam namaNya yang kudus, biarlah
bersukahati orang-orang yang mencari TUHAN! (4) Carilah TUHAN dan kekuatanNya,
carilah wajahNya selalu!”.
d) Yes 55:6
- “Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah
kepadaNya selama Ia dekat!”.
e) Amos 5:4-6
- “(4) Sebab beginilah firman TUHAN kepada kaum Israel:
‘Carilah Aku, maka kamu akan hidup! (5) Janganlah kamu mencari Betel, janganlah
pergi ke Gilgal dan janganlah menyeberang ke Bersyeba, sebab Gilgal pasti masuk
ke dalam pembuangan dan Betel akan lenyap.’ (6) Carilah TUHAN, maka kamu akan
hidup, supaya jangan Ia memasuki keturunan Yusuf bagaikan api, yang memakannya
habis dengan tidak ada yang memadamkan bagi Betel.”.
Ayat-ayat
yang menyuruh manusia mencari Allah ini, tidak menunjukkan bahwa manusia bisa
mencari Allah, dan juga tidak menunjukkan bahwa ada manusia yang mencari Allah.
Manusia
mungkin sekali ikut agama tertentu untuk mencari keselamatan. Mereka
bisa saja mencari berkat Tuhan. Tetapi manusia tidak mungkin mencari Allah.
Tetapi
benarkah manusia tidak akan pernah mencari Allah? Sebetulnya manusia bisa
mencari Allah, tetapi itu baru bisa terjadi kalau Allah sudah terlebih dahulu
mencari dia dan bekerja di dalam dirinya, sehingga ia lalu mencari Allah. Kalau
Allah tidak mencari manusia lebih dulu dan bekerja di dalam diri manusia itu,
maka manusia itu tidak akan mencari Allah.
Jadi,
prinsip yang benar tetap adalah ‘Allah mencari manusia’, bukan ‘manusia mencari
Allah’.
III) Keselamatan melalui iman
kepada Yesus Kristus.
Dalam semua
agama-agama lain, keselamatan didapatkan karena perbuatan baik, atau
karena iman / percaya + perbuatan baik. Jadi, dalam semua agama-agama lain, perbuatan baik mempunyai andil untuk
menyelamatkan manusia / membawa manusia ke surga.
Untuk
menunjukkan hal itu, saya akan membahas secara singkat prinsip keselamatan dari
agama-agama besar dalam dunia:
1) Yudaisme / agama Yahudi.
Fritz
Ridenour (tentang ajaran Yudaisme / agama Yahudi tentang ‘keselamatan’):
“Anyone, Jew or not, may gain salvation
through commitment to the one God and moral living.”
[= Siapapun, orang Yahudi atau bukan, bisa mendapatkan keselamatan melalui
komitmen kepada satu Allah dan hidup yang bermoral.]
- ‘So What’s the Difference’, hal 63.
2) Agama Hindu.
Fritz
Ridenour (tentang keselamatan dalam agama Hindu):
“Man is justified through devotion,
meditation, good works and self-control.”
[= Manusia dibenarkan melalui pembaktian, meditasi, perbuatan baik dan
penguasaan diri sendiri.] - ‘So What’s the Difference’,
hal 82.
3) Agama Buddha.
Fritz
Ridenour (tentang keselamatan dalam agama Buddha):
“Man is saved by self-effort only.”
[= Manusia diselamatkan hanya oleh usaha sendiri.]
- ‘So What’s the Difference’, hal 92.
4) Agama Islam.
Fritz
Ridenour (tentang ajaran Islam tentang ‘keselamatan’):
“Man earns his own salvation, pays
for his own sins.” [= Manusia memperoleh
keselamatannya sendiri, membayar untuk dosa-dosanya sendiri.]
- ‘So What’s the Difference’, hal 72.
Catatan: kata ‘to earn’ sebetulnya
berarti ‘memperoleh karena telah melakukan sesuatu’.
5) Dalam agama-agama lain secara umum.
Fritz
Ridenour: “Many religions
and cults admit the problem of sin, but their solution is always different from
Christianity’s. While Christianity says that the only salvation from sin is
faith in Jesus Christ and His atoning death on the cross, other religions seek
salvation through good works or keeping rules and laws.”
[= Banyak agama dan sekte mengakui problem dosa, tetapi solusi mereka selalu
berbeda dengan solusi dari kekristenan. Sementara kekristenan mengatakan bahwa
satu-satunya keselamatan dari dosa adalah iman kepada Yesus Kristus dan
kematianNya yang menebus di salib, agama-agama lain mencari keselamatan melalui
perbuatan-perbuatan baik atau pemeliharaan peraturan-peraturan dan hukum-hukum.]
- ‘So What’s the Difference’, hal 17.
6) Agama Katolik.
Dalam
persoalan ini Roma Katolik termasuk dalam kategori agama lain, karena dalam
Roma Katolik:
a) Baptisan dianggap
mutlak perlu untuk keselamatan, padahal baptisan jelas termasuk perbuatan baik
/ ketaatan.
b) Dipercaya adanya Mortal sin [= dosa besar / mematikan]
dan Venial sin [= dosa kecil / remeh].
Mortal sin dianggap bisa
menghancurkan keselamatan seseorang. Jadi, supaya tetap selamat seseorang harus
menjauhi mortal sin. Lagi-lagi
terlihat bahwa ketaatan seseorang punya andil dalam keselamatannya.
Bahwa
Katolik menekankan pentingnya perbuatan baik untuk keselamatan / masuk surga,
juga bisa terlihat dari kutipan-kutipan di bawah ini:
1. Fritz
Ridenour: “Roman Catholicism teaches that
faith is just the beginning of salvation, so the believer must constantly work
throughout his life to complete the process.”
[= Roma Katolik mengajar bahwa iman hanyalah permulaan dari keselamatan,
sehingga orang percaya harus terus menerus bekerja dalam sepanjang hidupnya
untuk melengkapi proses itu.] - ‘So What’s the
Difference’, hal 41.
2. Fritz
Ridenour: “The Catholic believes that good
works are necessary for salvation.” [= Orang
Katolik percaya bahwa perbuatan baik perlu untuk keselamatan.]
- ‘So What’s the Difference’, hal 45.
3. Fritz
Ridenour (tentang keselamatan dalam Roma Katolik): “Salvation
is secured by faith plus good works - as channeled through the Roman Catholic
Church.” [= Keselamatan dipastikan oleh
iman ditambah perbuatan baik - seperti yang disalurkan melalui Gereja Roma
Katolik.] - ‘So What’s the Difference’, hal
45-46.
Dalam agama kristen / kekristenan, kita bisa selamat hanya karena iman
/ percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan sama
sekali bukan karena perbuatan baik kita. Jadi, dalam agama kristen, sekalipun
perbuatan baik itu juga harus dilakukan, tetapi perbuatan baik itu sama sekali
tidak punya andil dalam menyelamatkan kita / membawa kita ke surga.
Bahwa
Kitab Suci memang mengajarkan bahwa perbuatan baik sama sekali tidak mempunyai
andil dalam keselamatan, terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:
a. Kis 15:1-11
- “(1) Beberapa orang datang dari Yudea
ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ: ‘Jikalau kamu
tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat
diselamatkan.’ (2) Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan
membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan
Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan
penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu. (3) Mereka diantarkan
oleh jemaat sampai ke luar kota, lalu mereka berjalan melalui Fenisia dan Samaria,
dan di tempat-tempat itu mereka menceriterakan tentang pertobatan orang-orang
yang tidak mengenal Allah. Hal itu sangat menggembirakan hati saudara-saudara
di situ. (4) Setibanya di Yerusalem mereka disambut oleh jemaat dan oleh
rasul-rasul dan penatua-penatua, lalu mereka menceriterakan segala sesuatu yang
Allah lakukan dengan perantaraan mereka. (5) Tetapi beberapa orang dari
golongan Farisi, yang telah menjadi percaya, datang dan berkata: ‘Orang-orang
bukan Yahudi harus disunat dan diwajibkan untuk menuruti hukum Musa.’ (6)
Maka bersidanglah rasul-rasul dan penatua-penatua untuk membicarakan soal itu.
(7) Sesudah beberapa waktu lamanya berlangsung pertukaran pikiran mengenai soal
itu, berdirilah Petrus dan berkata kepada mereka: ‘Hai saudara-saudara, kamu
tahu, bahwa telah sejak semula Allah memilih aku dari antara kamu, supaya
dengan perantaraan mulutku bangsa-bangsa lain mendengar berita Injil dan
menjadi percaya. (8) Dan Allah, yang mengenal hati manusia, telah menyatakan
kehendakNya untuk menerima mereka, sebab Ia mengaruniakan Roh Kudus juga kepada
mereka sama seperti kepada kita, (9) dan Ia sama sekali tidak mengadakan
perbedaan antara kita dengan mereka, sesudah Ia menyucikan hati mereka oleh
iman. (10) Kalau demikian, mengapa kamu mau mencobai Allah dengan
meletakkan pada tengkuk murid-murid itu suatu kuk, yang tidak dapat dipikul,
baik oleh nenek moyang kita maupun oleh kita sendiri? (11) Sebaliknya, kita
percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh
keselamatan sama seperti mereka juga.’”.
Bdk. ay 11b dengan Ro 11:5-6
- “(5) Demikian juga pada waktu ini ada
tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih karunia. (6) Tetapi jika hal itu
terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika
tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia.”.
b. Ro 3:24,27-28 - “(24) dan oleh kasih karunia Allah
telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus.
... (27) Jika demikian, apa dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan perbuatan?
Tidak, melainkan berdasarkan iman! (28) Karena kami yakin, bahwa manusia
dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.”.
c. Ro 9:30-32a - “(30) Jika
demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang
tidak mengejar kebenaran, telah memperoleh kebenaran, yaitu kebenaran karena
iman. (31) Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan
mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu. (32a) Mengapa tidak?
Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan.”.
d. Gal 2:16 - “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan
oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus
Yesus. Sebab itu kamipun telah
percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam
Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: ‘tidak ada
seorangpun yang dibenarkan’ oleh karena melakukan hukum Taurat.”.
e. Gal 3:6-11 - “(6)
Secara itu jugalah Abraham percaya kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal
itu kepadanya sebagai kebenaran. (7) Jadi kamu lihat, bahwa mereka yang hidup
dari iman, mereka itulah anak-anak Abraham. (8) Dan Kitab Suci, yang sebelumnya
mengetahui, bahwa Allah membenarkan orang-orang bukan Yahudi oleh karena iman,
telah terlebih dahulu memberitakan Injil kepada Abraham: ‘Olehmu segala bangsa
akan diberkati.’ (9) Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati
bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu. (10) Karena semua orang, yang
hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis:
‘Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis
dalam kitab hukum Taurat.’ (11) Dan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di
hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat adalah jelas, karena: ‘Orang yang
benar akan hidup oleh iman.’”.
f. Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh
iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil
pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.”.
g. Fil 3:7-9 - “(7) Tetapi apa yang dahulu merupakan
keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. (8) Malahan segala
sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih
mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu
dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, (9) dan berada dalam
Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan
dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah
anugerahkan berdasarkan kepercayaan.”.
h. Bahwa perbuatan baik tidak mempunyai andil
dalam keselamatan seseorang, juga bisa terlihat dari selamatnya penjahat yang
bertobat di atas kayu salib, padahal ia hanya percaya kepada Kristus (pada
akhir hidupnya) dan boleh dikatakan tidak mempunyai perbuatan baik.
Luk 23:42-43 - “(42)
Lalu ia berkata: ‘Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai
Raja.’ (43) Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini
juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’”.
Catatan: point terakhir ini, bahwa manusia
diselamatkan hanya melalui iman, akan saya bahas secara lebih terperinci lagi
di kemudian hari.
-o0o-
DASAR KEKRISTENAN / INJIL
Hal-hal yang akan dibahas dalam bagian ini adalah:
1) Dosa.
2) Hukuman bagi
manusia berdosa.
3) Penebusan
oleh Yesus Kristus, melalui kematian dan kebangkitanNya.
4) Iman /
percaya dan pertobatan.
5) Gunanya perbuatan baik / ketaatan, dan apa
hubungan perbuatan baik / ketaatan dengan iman.
I) Dosa.
1) Pentingnya
kesadaran akan dosa.
Kesadaran akan dosa
adalah sesuatu yang sangat penting, karena kalau kita tidak menyadari bahwa
kita adalah orang yang berdosa, maka kita tidak akan merasa butuh seorang
Juruselamat.
Karena itu, kalau dalam pelajaran ini
saudara sepertinya ‘ditelanjangi’ dosa-dosanya, maka:
a) Jangan
menjadi marah.
Yak 1:19-23
- “(19) Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal
ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk
berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; (20) sebab amarah manusia
tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah. (21) Sebab itu buanglah segala
sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan
lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan
jiwamu. (22) Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya
pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. (23) Sebab
jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama
seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin.”.
Kontext
dari ay 19 itu adalah dalam urusan mendengar Firman Tuhan. Jadi ayat itu
memperingatkan kita supaya tidak cepat marah pada saat mendengar Firman Tuhan.
Pada waktu mendengar Firman Tuhan seseorang bisa marah karena bermacam-macam
alasan:
1. Waktu
pergi ke gereja, hatinya sudah sumpek. Mungkin karena di rumah bertengkar
dengan istri, atau mungkin karena di jalan dipotong oleh becak / bemo, atau
karena bermacam-macam hal lain yang terjadi sebelum orang itu datang ke gereja.
Karena itu penting sekali kita datang ke gereja agak pagi, sekitar 15 menit
sebelum kebaktian mulai, supaya bisa lebih menenangkan diri dari kemarahan
tersebut.
2. Khotbah
itu menegur kehidupan saudara. Misalnya saudara sering korupsi dan
pengkhotbahnya membicarakan hukum ‘jangan mencuri’. Atau saudara sering
berzinah, dan pengkhotbah berbicara tentang hukum ‘jangan berzinah’ dan
sebagainya. Saudara harus belajar untuk mau dengan senang hati mendengar teguran
dari Firman Tuhan yang menyatakan dosa-dosa saudara. Dan juga, saudara harus
ingat bahwa kalau pengkhotbah memberitakan suatu teguran yang didasarkan Firman
Tuhan, maka sebetulnya teguran itu datang dari Tuhan, dan bukan dari
pengkhotbah itu sendiri. Jadi, kalau saudara marah, saudara marah kepada Tuhan,
dan bukan kepada pengkhotbah itu saja.
3. Khotbah
itu menyerang kepercayaan / doktrin / aliran saudara. Pada waktu saudara
mendengar suatu ajaran yang bertentangan / berbeda dengan apa yang selama ini
saudara percayai, jangan cepat-cepat menerima ataupun menolak / marah. Yang
harus dilakukan adalah mendengar apa argumentasi / dasar Kitab Suci dari ajaran
itu, lalu membandingkannya dengan apa argumentasi / dasar Kitab Suci dari apa
yang selama itu saudara percayai. Kalau ajaran baru itu mempunyai argumentasi /
dasar Kitab Suci yang lebih baik / kuat, maka saudara tidak boleh marah, atau
bersikap acuh tak acuh, tetapi saudara harus menyesuaikan kepercayaan saudara
dengan ajaran tersebut.
4. Saudara
merasa pengkhotbah itu cuma bisa berkhotbah tetapi dia sendiri tidak melakukan
khotbahnya. Dalam kasus seperti ini, ingat bahwa:
a. Seorang
pengkhotbah harus mengkhotbahkan bukan hanya hal-hal yang bisa dia lakukan,
tetapi juga hal-hal yang belum bisa ia lakukan. Kalau pengkhotbah hanya boleh
mengkhotbahkan apa yang bisa ia lakukan dari Firman Tuhan, maka hanya sedikit
yang bisa ia khotbahkan. Hukum terutama dalam Mat 22:37 tidak bisa
dikhotbahkan oleh siapapun, karena tidak ada orang yang bisa melakukan hukum itu
dengan sempurna! Seorang pengkhotbah harus mengkhotbahkan seluruh Firman Tuhan,
dan tidak ada pengkhotbah yang bisa melakukan semua yang ia khotbahkan, kalau
ia betul-betul mengkhotbahkan seluruh Firman Tuhan.
b. Itu
urusan pengkhotbah itu dengan Tuhan.
Ro 14:12
- “Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi
pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah.”.
c. Saudara
tetap wajib mendengar dan berusaha mentaati ajarannya yang benar itu.
Mat 23:1-3
- “(1) Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan
kepada murid-muridNya, kataNya: (2) ‘Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi
telah menduduki kursi Musa. (3) Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala
sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti
perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak
melakukannya.”.
Ahli-ahli
Taurat dan orang-orang Farisi telah ‘menduduki kursi
Musa’. Artinya ‘telah menjadi pengajar Firman
Tuhan’. Dalam ay 3b Yesus mengatakan bahwa mereka hanya mengajar tetapi
tidak melakukannya. Tetapi dalam ay 3a, Yesus tidak menyuruh
murid-muridNya supaya tidak mendengar / mentaati mereka, tetapi sebaliknya,
tetap menyuruh mereka mentaati ajaran itu (selama ajaran itu benar).
Ada
saat dimana seseorang bukan hanya boleh marah, tetapi harus marah, pada saat
mendengar suatu khotbah, yaitu pada saat pengkhotbah memberikan ajaran sesat.
Tetapi perlu diingat bahwa kalau khotbah / ajaran itu sesat, maka sebetulnya
itu bukanlah Firman Tuhan. Sabar pada waktu mendengar ajaran sesat, bukanlah sabar,
tetapi bodoh / blo’on.
2Kor 11:4
- “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang
memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau
memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau
Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima.”.
Wah 2:2
- “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu
maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap
orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya
rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati
mereka pendusta.”.
Perhatikan
bahwa dalam 2Kor 11:4 kesabaran seseorang pada waktu mendengar ajaran
sesat justru dikecam, dan dalam Wah 2:2 ketidak-sabaran seseorang terhadap
nabi-nabi palsu justru dipuji.
b) Juga jangan
berhenti mengikuti pelajaran ini dengan alasan saudara merasa tidak damai,
tidak sukacita dsb.
Bandingkan
dengan 2Kor 7:8-10 - “
(8) Jadi meskipun aku telah
menyedihkan hatimu dengan suratku itu, namun aku tidak menyesalkannya.
Memang pernah aku menyesalkan-nya, karena aku lihat, bahwa surat itu
menyedihkan hatimu - kendatipun untuk seketika saja lamanya -, (9) namun
sekarang aku bersukacita, bukan karena kamu telah berdukacita, melainkan karena
dukacitamu membuat kamu bertobat. Sebab dukacitamu itu adalah menurut
kehendak Allah, sehingga kamu sedikitpun tidak dirugikan oleh karena kami.
(10) Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang
mem-bawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang
dari dunia ini menghasilkan kematian.”.
Sebaliknya
bersyukurlah atas kesadaran terhadap dosa itu, dan bertekunlah dalam belajar
Firman Tuhan, karena dengan makin menyadari dosa, saudara akan lebih mudah
untuk percaya kepada Yesus dan diselamatkan.
Bahkan
kalau saudara adalah orang yang sudah betul-betul percaya kepada Kristus, maka
kesadaran akan dosa itu tetap merupakan sesuatu yang sangat penting, karena:
1. Kesadaran
terhadap dosa itu bisa memberikan kerendahan hati kepada saudara, dan
menyebabkan saudara tidak sembarangan dalam menghakimi orang yang berbuat
salah.
2. Kesadaran
terhadap dosa itu memungkinkan saudara menyesali dosa itu, minta ampun atasnya,
bertobat darinya, dan lebih berjuang dalam pengudusan.
2) Kitab
Suci / Firman Tuhan adalah standard untuk menentukan dosa atau tidak.
Banyak orang menentukan sesuatu itu
dosa atau tidak berdasarkan:
a) Pandangan
umum / manusia.
Ini jelas salah, karena seluruh dunia
adalah orang berdosa sehingga sering terjadi bahwa suatu dosa dianggap benar
oleh masyarakat, dan sebaliknya, sesuatu yang benar justru dicela / dikecam.
Illustrasi: Dalam kalangan orang gila, yang waras
itu yang dianggap gila! Dalam gereja yang sudah meninggalkan Alkitab, orang
kristen yang Injili / Alkitabiah dianggap sebagai orang extrim, fanatik, dsb.
Penerapan:
Jangan melakukan sesuatu hanya karena semua orang menyetujuinya atau juga
melakukannya, dan jangan menolak melakukan sesuatu hanya karena banyak orang
menentang hal itu. Bisa saja, semua orang banyak itu salah semua! Kebenaran
bukan demokrasi! Suara terbanyak belum tentu merupakan sesuatu yang benar! Pada
jaman Yesus, hanya sedikit orang yang setuju dengan Dia, tetapi Dia yang benar!
b) Suara
hati / hati nurani.
Memang kadang-kadang suara hati masih
bisa dijadikan standard, tetapi seringkali tidak bisa. Mengapa? Karena:
1. Perlu diingat bahwa karena manusianya
berdosa, maka suara hatinyapun ikut dikotori oleh dosa.
Tit 1:15 - “Bagi orang suci semuanya suci;
tetapi bagi orang najis dan orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena
baik akal maupun suara hati mereka najis.”.
Karena itu suara hati / hati nurani
tidak lagi bisa menjadi standard yang benar.
2. Suara
hati akan padam kalau tidak dituruti.
Seseorang yang mencuri / menyontek /
berzinah untuk pertama kalinya, biasanya mendapatkan bahwa suara hatinya
mengecam dirinya, sehingga ia menjadi gelisah, takut, berdebar-debar, dsb.
Tetapi kalau ia meneruskan tindakan itu, maka lama-kelamaan suara hatinya akan
diam.
3. Suara
hati sangat dipengaruhi pandangan sekitar / umum.
Seorang
anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang suka mencaci maki /
mengeluarkan kata-kata kotor, tidak akan ditegur oleh hati nuraninya pada waktu
ia mengeluarkan makian / kata-kata kotor. Seseorang yang melakukan dosa yang
sudah umum dilakukan orang di sekitarnya, seperti berdusta atau ngaret
(terlambat), mungkin sekali suara hatinya tidak akan menegur dia.
Jadi jelaslah bahwa suara hati ini
tidak bisa dijadikan standard yang akurat untuk menentukan apakah sesuatu
tindakan itu dosa atau tidak.
Penerapan: Karena itu, janganlah saudara berani
melakukan sesuatu hal, hanya karena perasaan / hati saudara tetap merasa enak!
Sebaliknya, janganlah saudara tidak melakukan sesuatu hal, hanya karena hati /
perasaan saudara merasa tidak enak.
Standard yang benar
untuk menentukan apakah sesuatu itu dosa atau tidak adalah Kitab Suci / Firman
Tuhan.
Ini terlihat dari:
a) 2Tim 3:16 - “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang
bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki
kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.”.
Jadi ayat ini mengatakan bahwa salah
satu fungsi Firman Tuhan adalah untuk menunjukkan kesalahan / dosa-dosa kita.
Jadi Firman Tuhan itu seperti cermin bagi kita yang bisa kita pakai untuk
melihat kejelekan-kejelekan kita sendiri.
b) 1Yoh 3:4 yang berkata bahwa “dosa adalah pelanggaran hukum
Allah”.
c) Ro
3:20b - “oleh
hukum Taurat orang mengenal dosa”.
Illustrasi:
Dalam setiap negara ada undang-undang. Apakah tindakan kita salah atau benar
tidak didasarkan pada pandangan umum ataupun pandangan pribadi, tetapi
didasarkan pada undang-undang tersebut. Tidak peduli hati / pikiran kita
menganggap tindakan kita itu benar, ataupun seluruh masyarakat menganggap
tindakan kita itu benar, tetapi kalau undang-undang menganggap kita salah, maka
kita salah.
Kitab
Suci / Firman Tuhan adalah undang-undang yang Allah berikan kepada kita, dan
karena itu Kitab Suci / Firman Tuhan ini adalah standard hidup kita.
Jadi, kalau saudara mau melakukan sesuatu, maka jangan pedulikan pandangan
umum ataupun hati nurani saudara, tetapi pikirkan lebih dulu bagaimana
pandangan / ajaran Kitab Suci tentang hal itu. Kalau Kitab Suci menyetujuinya,
maka lakukanlah; sebaliknya kalau Kitab Suci mengecamnya / menganggapnya
sebagai dosa, maka janganlah melakukannya.
Satu hal lagi ingin saya tambahkan di sini: yaitu
bahwa tindakan kita itu bisa bertentangan dengan Kitab Suci / Firman Tuhan
secara explicit maupun secara implicit.
Contoh: perzinahan secara explicit bertentangan
dengan hukum ‘jangan
berzinah’. Pembunuhan secara
explicit bertentangan dengan hukum ‘jangan
membunuh’. Tetapi bagaimana
dengan tindakan merokok? Tidak ada ayat Kitab Suci yang secara explicit
bertentangan dengan tindakan ini. Tetapi ini tidak berarti bahwa orang Kristen
boleh merokok. Ada hukum kasih dalam Mat 22:39 yang memerintahkan kita
untuk mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri. Tindakan merokok jelas
merusak diri sendiri, maupun orang-orang lain di sekitar si perokok itu, dan
karena itu merupakan tindakan yang tidak mengasihi, baik terhadap diri sendiri
maupun terhadap orang-orang lain. Jadi, sekalipun tindakan merokok tidak
bertentangan secara explicit dengan ayat manapun dalam Kitab Suci, tetapi
tindakan itu bertentangan secara implicit dengan ayat Kitab Suci. Jadi itu
tetap merupakan dosa.
3) Macam-macam
dosa:
a) Dosa
bisa dilakukan:
1. Melalui perbuatan, seperti berzinah,
membunuh, dsb.
2. Melalui perkataan, seperti dusta,
fitnah, mengeluarkan kata-kata kotor / cabul, memaki-maki, membicarakan
kejelekan orang tanpa ada gunanya, dsb.
3. Melalui hati / pikiran / motivasi yang
berdosa, misalnya iri hati, benci, pergi ke gereja untuk cari pacar, memberi
persembahan supaya diberkati oleh Tuhan, dsb.
b) Dosa
juga bisa dilakukan:
1. Secara aktif, dimana kita melakukan
sesuatu yang dilarang oleh Allah, misalnya kita berzinah, kita membunuh orang,
dsb.
2. Secara pasif, dimana kita tidak
melakukan apa yang Allah perintahkan.
Yak 4:17 - “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat
baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.”.
Contoh:
a. Tidak pergi ke gereja pada hari Minggu
(kecuali karena sakit).
b. Tidak mau belajar Firman Tuhan / berdoa /
memuji Tuhan / melayani Tuhan.
c. Tidak mengasihi Tuhan dengan segenap hati,
pikiran, perasaan (Mat 22:37). Saya kira setiap orang senantiasa berbuat
dosa karena tidak mentaati hukum ini!
d. Tidak mengasihi sesama manusia seperti diri
sendiri (Mat 22:39).
e. Tidak menolong mereka yang membutuhkan
pertolongan / layak ditolong, padahal kita bisa melakukannya
(Amsal 3:27 Mat 25:42-45).
c) Dosa
juga bisa dilakukan:
1. Dengan
sengaja / disadari.
2. Dengan
tidak sengaja / tidak disadari.
Ada 2 hal yang perlu diperhatikan:
a. Sekalipun dosa yang tidak disengaja lebih
ringan dari dosa yang disengaja, tetapi dosa yang tidak disengaja itu tetap
adalah dosa! (Kel 21:12-13
Im 4:1,13,22,27
Im 5:2-4,14,17
Bil 35:9-25 Ul 19:4-13 Luk 12:48).
Kel 21:12-13
- “(12) ‘Siapa yang memukul seseorang, sehingga mati,
pastilah ia dihukum mati. (13) Tetapi jika pembunuhan itu tidak disengaja,
melainkan tangannya ditentukan Allah melakukan itu, maka Aku akan menunjukkan
bagimu suatu tempat, ke mana ia dapat lari.”.
Luk 12:47-48
- “(47) Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya,
tetapi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki
tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. (48) Tetapi barangsiapa tidak tahu
akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia
akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari
padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari
padanya akan lebih banyak lagi dituntut.’”.
b. Kesengajaan memperberat dosa, sehingga
biarpun suatu dosa relatif kecil (seperti ngaret / terlambat, iri hati,
berdusta, dsb), tetapi kalau terus menerus dilakukan dengan sengaja, ini
diperhitungkan cukup berat!
4) Hukum
Taurat (10 Hukum Tuhan) adalah bagian Firman Tuhan yang mempunyai fungsi khusus
dalam menunjukkan dosa-dosa kita.
Ro 3:20
- “Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di
hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum
Taurat orang mengenal dosa.”.
1Tim 1:8-11
- “(8) Kita tahu bahwa hukum Taurat itu baik kalau tepat
digunakan, (9) yakni dengan keinsafan bahwa hukum Taurat itu bukanlah bagi
orang yang benar, melainkan bagi orang durhaka dan orang lalim, bagi orang
fasik dan orang berdosa, bagi orang duniawi dan yang tak beragama, bagi
pembunuh bapa dan pembunuh ibu, bagi pembunuh pada umumnya, (10) bagi orang
cabul dan pemburit, bagi penculik, bagi pendusta, bagi orang makan sumpah dan
seterusnya segala sesuatu yang bertentangan dengan ajaran sehat (11) yang
berdasarkan Injil dari Allah yang mulia dan maha bahagia, seperti yang telah
dipercayakan kepadaku.”.
10
Hukum Tuhan ini
terdapat dalam Kel 20:3-17 dan Ul 5:7-21.
Kel 20:3-17 - “(3) Jangan ada padamu allah lain
di hadapanKu. (4) Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada
di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air
di bawah bumi. (5) Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya,
sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan
kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat
dari orang-orang yang membenci Aku, (6) tetapi Aku menunjukkan kasih setia
kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang
pada perintah-perintahKu. (7) Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan
sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut namaNya
dengan sembarangan. (8) Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: (9) enam hari
lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, (10) tetapi hari
ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu
pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu
laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat
kediamanmu. (11) Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut
dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN
memberkati hari Sabat dan menguduskannya. (12) Hormatilah ayahmu dan ibumu,
supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu. (13)
Jangan membunuh. (14) Jangan berzinah. (15) Jangan mencuri. (16) Jangan
mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu. (17) Jangan mengingini rumah
sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya
perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu.’”.
Sambil mempelajari
arti dari 10 Hukum Tuhan itu, marilah kita membandingkannya dengan hidup kita
sendiri supaya kita bisa mengetahui / menyadari dosa-dosa kita.
HUKUM 1: Jangan ada padamu allah
lain di hadapanKu (Kel 20:3).
Penekanan hukum ini: obyek / tujuan
penyembahan hanya satu yaitu Allah (tidak boleh ada allah lain).
Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:
·
Menyembah
banyak allah / dewa, atau melakukan syncretisme
/ menggabungkan 2 agama atau lebih (1Raja 18:21).
Misalnya: meskipun sudah menjadi orang
kristen, tetapi masih pergi ke G. Kawi, kelenteng, dsb. Atau, sudah
menjadi orang kristen tetapi masih ikut kebatinan, menggunakan magic, dsb.
Ada orang kristen / hamba Tuhan yang
begitu takut dengan tuduhan melakukan pengkristenan / kristenisasi, sehingga
pada waktu mem-beritakan Injil, mereka berkata: ‘Aku tidak minta kamu pindah agama. Aku hanya minta
kamu percaya kepada Kristus’. Kata-kata bodoh ini sama artinya dengan menyuruh seseorang
menjadi seorang syncretist, yang
jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum pertama ini!
·
Berdoa
kepada roh-roh nenek moyang / orang tua.
·
Berdoa
kepada Maria / orang suci.
·
Sembahyang
di kuburan (Cing Bing), memberi sesajen, dsb.
·
menyembah
manusia, baik pai-kwie maupun sungkem (bdk. Mat 4:10 - “Maka berkatalah Yesus kepadanya:
‘Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu,
dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’”).
·
Menyimpan
/ mempercayai jimat, benda-benda G. Kawi / kelenteng seperti: Hu, Pat-kwa,
kantong merah G. Kawi, dll.
Konsekwensi dari hukum 1 ini adalah
bahwa Allah harus diutamakan / dikasihi lebih daripada apapun / siapapun juga,
misalnya:
¨ diri sendiri (Luk 14:26b).
Luk 14:26
- “‘Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak
membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki
atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu”.
Perintah
untuk ‘membenci’
di sini tentu tidak boleh diartikan betul-betul disuruh membenci. Maksudnya
adalah ‘harus kurang mengasihi mereka / diri sendiri dibandingkan dengan Allah
/ Yesus’.
Bdk.
Mat 10:37 - “Barangsiapa mengasihi bapa atau
ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi
anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu”.
Kalau
saudara royal dalam mengeluarkan uang untuk diri sendiri (untuk makanan,
pakaian, bepergian, dsb), tetapi pelit / kikir dalam memberi persembahan kepada
Tuhan, maka saudara sudah mengutamakan diri sendiri lebih dari pada Tuhan.
¨ keluarga, seperti suami, istri, orang
tua, anak, cucu, dsb (Luk 14:26a).
Setiap
orang kristen memang mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga, dan ini tetap
harus dilakukan.
1Tim 5:8
- “Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan
sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari
orang yang tidak beriman”.
Tetapi
ia tidak boleh melakukan semua itu begitu rupa sehingga menyingkirkan Tuhan.
¨ pekerjaan / uang (bdk. Mat 6:24).
Bdk.
Mat 6:24 - “Tak seorangpun dapat mengabdi
kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan
mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak
mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon
(= dewa uang).’”.
Orang
kristen memang wajib untuk bekerja sehingga bisa mencukupi kebutuhannya sendiri
dan keluarganya.
2Tes 3:10-12
- “(10) Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu,
kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja,
janganlah ia makan. (11) Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang
yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal
yang tidak berguna. (12) Orang-orang yang demikian kami peringati dan nasihati
dalam Tuhan Yesus Kristus, supaya mereka tetap tenang melakukan pekerjaannya
dan dengan demikian makan makanannya sendiri”.
Karena
itu jangan menggunakan ayat seperti Mat 6:25-34 untuk menjadi orang malas
yang tidak mau bekerja. Tetapi bagaimanapun juga kita tidak boleh mementingkan
pekerjaan lebih dari Tuhan.
Kalau suatu pekerjaan harus dilakukan dengan
melakukan dosa, baik itu dosa aktif seperti dusta atau bekerja pada hari
Minggu, maupun itu dosa pasif seperti tidak bisa berbakti, tidak bisa belajar
Firman Tuhan, tidak bisa melayani dsb, dan saudara tetap melakukan pekerjaan
itu, maka jelas bahwa pekerjaan itu sudah menjadi ‘allah lain’ bagi saudara!
¨ boss / rekan bisnis.
¨ study / pelajaran sekolah.
Tentu saja pelajar / mahasiswa kristen
juga harus belajar dengan baik, tetapi ia tidak boleh terus belajar sehingga
mengabaikan kebaktian, saat teduh dsb.
¨ pacar / teman.
¨ hobby, seperti nonton bioskop, TV, olah
raga, dsb.
¨ undangan pernikahan / HUT.
*
Kalau
saudara membuang kebaktian, karena adanya undangan pernikahan / HUT, maka itu
berarti saudara sudah mengutamakan undangan pernikahan lebih dari Tuhan.
*
Juga
kalau misalnya hujan lebat saudara tidak berbakti, tetapi dengan curah hujan
yang sama, saudara tetap bisa pergi untuk memenuhi undangan pernikahan, maka
itu jelas menunjukkan bahwa saudara mengutamakan undangan pernikahan itu lebih
dari pada Tuhan.
¨ handphone.
Harus
diakui bahwa handphone memang merupakan sesuatu yang sangat menolong kita.
Tetapi bagaimanapun handphone tidak boleh kita letakkan di atas Tuhan, misalnya
dengan cara tetap menyalakan handphone pada waktu berbakti, ikut Pemahaman
Alkitab, bersaat teduh / berdoa, dsb, dan begitu handphone berbunyi, kita
langsung meninggalkan Tuhan dan menerima handphone tersebut.
Bdk.
Mal 1:8 - “Apabila kamu membawa seekor binatang buta
untuk dipersembahkan, tidakkah itu jahat? Apabila kamu membawa binatang yang
timpang dan sakit, tidakkah itu jahat? Cobalah menyampaikannya kepada bupatimu,
apakah ia berkenan kepadamu, apalagi menyambut engkau dengan baik? firman TUHAN
semesta alam”.
Catatan: Kata ‘bupati’ seharusnya adalah
‘gubernur’.
Dalam
Mal 1:8 ini Tuhan membandingkan sikap orang-orang Israel kepada Tuhan dengan
sikap mereka kepada gubernur. Mereka tidak berani mempersembahkan binatang buta
kepada seorang gubernur, tetapi anehnya, mereka berani melakukannya kepada
Tuhan!
Dalam
penggunaan handphone juga sama. Bayangkan saudara sedang berbicara dengan
presiden, atau gubernur, atau walikota. Tahu-tahu handphone saudara berbunyi.
Beranikah saudara meninggalkan presiden / gubernur / walikota itu untuk
menerima handphone saudara? Saya yakin saudara tidak akan berani! Tetapi
mengapa saudara berani melakukannya kalau saudara sedang berbakti / berbicara
kepada Tuhan?
Saudara
harus menghormati, mementingkan dan mengutamakan Tuhan di atas handphone, atau
urusan apapun yang diberikan oleh handphone tersebut, dan karena itu matikanlah
(atau setidaknya silent-kan tanpa getaran) handphone pada waktu
melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan! Ini juga berlaku untuk
telpon biasa dan pager / radio panggil.
¨
Gereja /
aliran.
Kalau seseorang mendengar Firman Tuhan yang
menyerang ajaran gerejanya / alirannya, dan ia memang tidak bisa menjawab
serangan itu, karena memang serangan itu benar, tetapi ia tetap mengukuhi
pandangan gereja / alirannya yang tidak bisa dipertahankan itu, maka ia sudah
menempatkan gereja / alirannya di atas Tuhan dan firmanNya, dan dengan demikian
menjadikan gereja / alirannya sebagai ‘allah lain’!
¨ pelayanan.
Bdk.
Luk 10:38-42 - “(38) Ketika Yesus dan murid-muridNya
dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama
Marta menerima Dia di rumahnya. (39) Perempuan itu mempunyai seorang saudara
yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan
perkataanNya, (40) sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan
berkata: ‘Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani
seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.’ (41) Tetapi Tuhan menjawabnya:
‘Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, (42)
tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik,
yang tidak akan diambil dari padanya.’”.
Sekalipun
kita melakukan pelayanan itu untuk Allah, tetapi kalau kita begitu sibuk dengan
pelayanan sehingga tidak ada waktu untuk bersekutu dengan Tuhan (saat teduh /
doa), dan tidak ada waktu untuk belajar Firman Tuhan, maka pelayanan itu menjadi
‘allah lain’ bagi kita.
Calvin:
“if God have not alone the pre-eminence,
His majesty is so far obscured.” [= jika Allah
tidak sendirian mempunyai keutamaan, keagunganNya dikaburkan.]
- hal 418.
Matthew
Henry: “The sin against
this commandment which we are most in danger of is giving the glory and honour
to any creature which are due to God only. Pride makes a god of self,
covetousness makes a god of money, sensuality makes a god of the belly;
whatever is esteemed or loved, feared or served, delighted in or depended on,
more than God, that (whatever it is) we do in effect make a god of”
[= Dosa terhadap hukum ini yang paling membahayakan kita adalah memberikan
kemuliaan dan hormat kepada makhluk ciptaan manapun, yang seharusnya adalah hak
Allah saja. Kesombongan membuat dirinya sendiri suatu allah, ketamakan membuat
uang sebagai allah, hawa nafsu membuat perut menjadi suatu allah; apapun yang
dinilai atau dicintai, ditakuti atau dilayani, disenangi atau dibuat
bergantung, lebih dari Allah, sebetulnya hal itu (apapun adanya itu) kita
jadikan suatu allah].
Charles
Haddon Spurgeon: “Anything
becomes an idol when it keeps us away from God.” [= Segala sesuatu menjadi berhala
kalau hal itu menjauhkan kita dari Allah.].
Augustine:
“Christ is not valued at all unless he be valued above
all.”
[= Kristus tidak dihargai sama sekali kecuali Ia dihargai di atas semua]
- ‘The Encyclopedia of Religious
Quotations’, hal 78.
Saya
pernah membaca cerita tentang seorang pendeta di Inggris yang memberitahu
pelayannya bahwa kalau ia sedang berdoa ia tidak mau diganggu oleh siapapun.
Tetapi suatu hari ketika pendeta itu sedang berdoa, ada tamu datang, dan ketika
si pelayan itu melihat tamu itu, ia lalu ‘membangunkan’ si pendeta dari doanya.
Si pendeta memarahi pelayannya dengan berkata: ‘Bukankah sudah kuberitahu bahwa
aku tidak mau diganggu kalau sedang berdoa?’. Tetapi pelayannya menjawab:
‘Tuan, tamu yang datang adalah anaknya raja’. Pendeta itu menjawab: ‘Saya tidak
peduli dia anak raja. Beritahu dia untuk menunggu, karena saya sedang berbicara
dengan Rajanya sendiri’.
Ini
adalah contoh dimana seseorang betul-betul mengutamakan Tuhan!
Renungkan:
berapa kali saudara melanggar hukum pertama ini? Seandainya dalam Kitab Suci
hanya ada satu hukum ini saja, maka dosa kita sudah bukan main banyaknya!
Karena itu, setiap kita membutuhkan Yesus sebagai Juruselamat / Penebus dosa.
Kalau kita tidak mempunyai Juruselamat / Penebus dosa, maka dosa-dosa kita
gara-gara melanggar hukum pertama ini saja sudah lebih dari cukup untuk membawa
kita ke neraka selama-lamanya! Sudahkan saudara mempunyai Yesus sebagai
Juruselamat / Penebus dosa saudara? Kalau belum, datanglah kepada Dia, dan
percayalah / terimalah Dia sebagai Juruselamat / Penebus dosa saudara!
HUKUM 2: Jangan membuat dan
menyembah patung berhala (Kel 20:4-6).
Kel 20:4
melarang untuk membuat patung. Ada 2 kemungkinan untuk menafsirkan bagian ini:
a) Kel 20:4
ditafsirkan secara terpisah dari Kel 20:5, tetapi yang dimaksud dengan
‘patung’ bukanlah patung biasa, tetapi ‘patung berhala’ [NIV/NASB: ‘an idol’ (= patung berhala)].
b) Kel 20:4 dan
Kel 20:5 tidak boleh dipisahkan sehingga berdiri sendiri-sendiri, tetapi
harus ditafsirkan dalam suatu kesatuan. Jadi, yang dilarang bukanlah sekedar
‘membuat patung’, tetapi ‘membuat patung untuk disembah’.
Bdk.
Im 26:1 - “‘Janganlah kamu membuat berhala bagimu, dan patung atau tugu
berhala janganlah kamu dirikan bagimu; juga batu berukir janganlah kamu
tempatkan di negerimu untuk sujud menyembah kepadanya, sebab Akulah
TUHAN, Allahmu”.
Membuat
patung, asal bukan patung berhala (seperti patung Buddha, Kwan Im, dsb) atau
patung untuk disembah, bukanlah dosa. Ini terlihat dari beberapa bagian Kitab
Suci dimana Tuhan sendiri menyuruh membuat patung, misalnya:
1. Patung ular tembaga (Bil 21:4-9).
Tuhan
sendiri yang menyuruh membuat patung ular ini, sehingga tindakan Musa membuat
patung itu jelas bukan dosa. Memang akhirnya patung ini dihancurkan, tetapi itu
terjadi karena akhirnya patung ini disembah (2Raja 18:4).
2. Patung kerub di atas tutup tabut perjanjian
(Kel 25:18-20).
Hal
seperti ini perlu diketahui karena pada jaman ini ada banyak gereja atau hamba
Tuhan yang begitu extrim dengan menyuruh menghancurkan seadanya patung,
lebih-lebih kalau patungnya berbentuk naga atau orang yang matanya seperti mata
setan, dsb.
Jadi,
kalau hukum 1 mempersoalkan tujuan / obyek penyembahannya harus benar, maka
hukum 2 ini menekankan cara penyembahannya juga harus benar. Sekalipun kita
mempunyai obyek / tujuan penyembahan yang benar, yaitu Allah, tetapi kalau kita
menyembahNya dengan cara yang salah, yaitu melalui patung, maka kita berdosa.
Untuk itu perhatikan ayat-ayat di bawah ini:
a. Kel 32 - ini
cerita tentang bangsa Israel yang jatuh ke dalam penyembahan anak lembu emas.
Sebetulnya tujuan mereka bukanlah menyembah anak lembu emas itu sendiri, tetapi
menyembah Allah. Ini terlihat dari Kel 32:5 dimana Harun berkata: ‘Besok hari raya bagi TUHAN’.
Tetapi penyembahan terhadap Allah itu mereka lakukan melalui anak lembu emas /
berhala, dan ini menyebabkan Tuhan murka dan menghukum mereka.
b. Ul 12:4,31 -
“(4) Jangan kamu berbuat seperti itu terhadap TUHAN,
Allahmu. ... (31a) Jangan engkau berbuat seperti itu terhadap TUHAN, Allahmu”.
NIV:
“You must not worship the LORD your God
in their way” (= Kamu tidak boleh menyembah TUHAN Allahmu dengan cara
mereka).
Ayat
ini dengan jelas menunjukkan larangan penyembahan terhadap Allah dengan cara
orang kafir / Kanaan (yaitu menyembah Allah menggunakan berhala).
Karena
itu, jangan menganggap bahwa Allah mau menerima seadanya penyembahan yang
dilakukan manusia menurut pemikiran dan khayalannya masing-masing.
Bdk.
Yoh 4:23-24 - “(23) Tetapi saatnya akan datang
dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa
dalam roh dan kebenaran;
sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. (24) Allah itu Roh
dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembahNya dalam roh dan kebenaran.’”.
Bandingkan
juga dengan Kol 2:8,16-23 - “(8)
Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang
kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi
tidak menurut Kristus. ... (16) Karena itu janganlah kamu biarkan orang
menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru
ataupun hari Sabat; (17) semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus
datang, sedang wujudnya ialah Kristus. (18) Janganlah kamu biarkan kemenanganmu
digagalkan oleh orang yang pura-pura merendahkan diri dan beribadah kepada
malaikat, serta berkanjang pada penglihatan-penglihatan dan tanpa alasan
membesar-besarkan diri oleh pikirannya yang duniawi, (19) sedang ia tidak
berpegang teguh kepada Kepala, dari mana seluruh tubuh, yang ditunjang dan
diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan
ilahinya. (20) Apabila kamu telah mati bersama-sama dengan Kristus dan bebas
dari roh-roh dunia, mengapakah kamu menaklukkan dirimu pada rupa-rupa
peraturan, seolah-olah kamu masih hidup di dunia: (21) jangan jamah ini, jangan
kecap itu, jangan sentuh ini; (22) semuanya itu hanya mengenai barang yang
binasa oleh pemakaian dan hanya menurut perintah-perintah dan ajaran-ajaran
manusia. (23) Peraturan-peraturan ini, walaupun nampaknya penuh hikmat
dengan ibadah buatan sendiri, seperti merendahkan diri, menyiksa diri, tidak
ada gunanya selain untuk memuaskan hidup duniawi”.
Perhatikan
penyembahan dan peraturan-peraturan dari ajaran sesat yang dibicarakan oleh
Paulus dalam text di atas ini. Kelihatannya ada kerendahan hati, dan bahkan
penuh hikmat, tetapi dikecam oleh Paulus, karena tidak sesuai dengan Kristus /
Kitab Suci!
Thomas
Manton: “It is idolatry not only to worship
false gods in the place of the true God, but to worship the true God in a false
manner”
(= Adalah merupakan penyembahan berhala bukan hanya menyembah allah-allah palsu
menggantikan tempat Allah yang benar, tetapi juga menyembah Allah yang benar
dengan cara yang palsu / salah).
Bandingkan ini
dengan kata-kata dari banyak orang: yang penting tujuannya benar, yaitu
menyembah Allah, caranya berbeda tidak apa-apa. Ini jelas merupakan suatu omong
kosong! Kitab Suci mengajar kita bahwa bukan tujuannya saja yang harus benar,
tetapi caranya juga harus benar!
Contoh pelanggaran terhadap hukum ini
(Catatan: ada hal-hal yang overlap /
bertumpukan antara pelanggaran terhadap hukum pertama dan pelanggaran terhadap
hukum kedua):
1. Menyembah
patung berhala.
Penyembahan
terhadap patung berhala bukan hanya merupakan dosa, tetapi juga merupakan suatu
kebodohan. Mengapa? Karena orang itu membuat patung, lalu menyembah patung
buatan tangannya sendiri! Disamping itu, patung berhala itu merupakan benda
mati, yang tidak bisa berbuat apa-apa. Bagaimana mungkin seseorang berdoa dan
memohon kepadanya?
Ada
beberapa ayat Kitab Suci yang menunjukkan kebodohan penyembahan berhala,
seperti:
a. Ul 4:28
- “Maka di sana kamu akan beribadah kepada allah, buatan
tangan manusia, dari kayu dan batu, yang tidak dapat melihat, tidak dapat
mendengar, tidak dapat makan dan tidak dapat mencium”.
b. Maz 115:4-8
- “(4) Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas,
buatan tangan manusia, (5) mempunyai mulut, tetapi tidak dapat berkata-kata,
mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat, (6) mempunyai telinga, tetapi tidak
dapat mendengar, mempunyai hidung, tetapi tidak dapat mencium, (7) mempunyai
tangan, tetapi tidak dapat meraba-raba, mempunyai kaki, tetapi tidak dapat
berjalan, dan tidak dapat memberi suara dengan kerongkongannya. (8) Seperti
itulah jadinya orang-orang yang membuatnya, dan semua orang yang percaya
kepadanya”.
c. Yes 2:8
- “Negerinya penuh berhala-berhala; mereka sujud
menyembah kepada buatan tangannya sendiri dan kepada yang dikerjakan oleh
tangannya”.
d. Yer 10:5
- “Berhala itu sama seperti orang-orangan di kebun
mentimun, tidak dapat berbicara; orang harus mengangkatnya, sebab tidak dapat
melangkah. Janganlah takut kepadanya, sebab berhala itu tidak dapat berbuat
jahat, dan berbuat baikpun tidak dapat.’”.
e. Hakim 6:25-32
- “(25) Pada malam itu juga TUHAN berfirman kepadanya:
‘Ambillah seekor lembu jantan kepunyaan ayahmu, yakni lembu jantan yang kedua,
berumur tujuh tahun, runtuhkanlah mezbah Baal kepunyaan ayahmu dan tebanglah
tiang berhala yang di dekatnya. (26) Kemudian dirikanlah mezbah bagi TUHAN,
Allahmu, di atas kubu pertahanan ini dengan disusun baik, lalu ambillah lembu
jantan yang kedua dan persembahkanlah korban bakaran dengan kayu tiang berhala
yang akan kautebang itu.’ (27) Kemudian Gideon membawa sepuluh orang hambanya
dan diperbuatnyalah seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya. Tetapi karena ia
takut kepada kaum keluarganya dan kepada orang-orang kota itu untuk melakukan
hal itu pada waktu siang, maka dilakukannyalah pada waktu malam. (28) Ketika
orang-orang kota itu bangun pagi-pagi, tampaklah telah dirobohkan mezbah Baal
itu, telah ditebang tiang berhala yang di dekatnya dan telah dikorbankan lembu
jantan yang kedua di atas mezbah yang didirikan itu. (29) Berkatalah mereka
seorang kepada yang lain: ‘Siapakah yang melakukan hal itu?’ Setelah diperiksa
dan ditanya-tanya, maka kata orang: ‘Gideon bin Yoas, dialah yang melakukan hal
itu.’ (30) Sesudah itu berkatalah orang-orang kota itu kepada Yoas: ‘Bawalah
anakmu itu ke luar; dia harus mati, karena ia telah merobohkan mezbah Baal dan
karena ia telah menebang tiang berhala yang di dekatnya.’ (31) Tetapi jawab
Yoas kepada semua orang yang mengerumuninya itu: ‘Kamu mau berjuang membela
Baal? Atau kamu mau menolong dia? Siapa yang berjuang membela Baal akan dihukum
mati sebelum pagi. Jika Baal itu allah, biarlah ia berjuang membela dirinya
sendiri, setelah mezbahnya dirobohkan orang.’ (32) Dan pada hari itu
diberikan oranglah nama Yerubaal kepada Gideon, karena kata orang: ‘Biarlah
Baal berjuang dengan dia, setelah dirobohkannya mezbahnya itu.’”.
Kenyataannya,
Baal tidak (bisa) mengapa-apakan Gideon!
Tetapi
mungkin ayat / text yang menunjukkan kebodohan penyembahan berhala secara
paling menyolok adalah Yes 44:9-20 yang berbunyi sebagai berikut: “(9) Orang-orang yang membentuk
patung, semuanya adalah kesia-siaan, dan barang-barang kesayangan mereka itu
tidaklah memberi faedah. Penyembah-penyembah patung itu tidaklah melihat dan
tidaklah mengetahui apa-apa; oleh karena itu mereka akan mendapat malu. (10)
Siapakah yang membentuk allah dan menuang patung yang tidak memberi faedah?
(11) Sesungguhnya, semua pengikutnya akan mendapat malu, dan tukang-tukangnya
adalah manusia belaka. Biarlah mereka semua berkumpul dan bangkit berdiri!
Mereka akan gentar dan mendapat malu bersama-sama. (12) Tukang besi membuatnya
dalam bara api dan menempanya dengan palu, ia mengerjakannya dengan segala
tenaga yang ada di tangannya. Bahkan ia menahan lapar sehingga habislah
tenaganya, dan ia tidak minum air sehingga ia letih lesu. (13) Tukang kayu
merentangkan tali pengukur dan membuat bagan sebuah patung dengan kapur merah;
ia mengerjakannya dengan pahat dan menggarisinya dengan jangka, lalu ia memberi
bentuk seorang laki-laki kepadanya, seperti seorang manusia yang tampan, dan
selanjutnya ditempatkan dalam kuil. (14) Mungkin ia menebang pohon-pohon aras
atau ia memilih pohon saru atau pohon tarbantin, lalu membiarkannya tumbuh
menjadi besar di antara pohon-pohon di hutan, atau ia menanam pohon salam, lalu
hujan membuatnya besar. (15) Dan kayunya menjadi kayu api bagi manusia, yang
memakainya untuk memanaskan diri; lagipula ia menyalakannya untuk membakar
roti. Tetapi juga ia membuatnya menjadi allah lalu menyembah kepadanya; ia
mengerjakannya menjadi patung lalu sujud kepadanya. (16) Setengahnya
dibakarnya dalam api dan di atasnya dipanggangnya daging. Lalu ia memakan
daging yang dipanggang itu sampai kenyang; ia memanaskan diri sambil berkata:
‘Ha, aku sudah menjadi panas, aku telah merasakan kepanasan api.’ (17) Dan sisa
kayu itu dikerjakannya menjadi allah, menjadi patung sembahannya; ia sujud
kepadanya, ia menyembah dan berdoa kepadanya, katanya: ‘Tolonglah aku, sebab engkaulah
allahku!’ (18) Orang seperti itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak
mengerti apa-apa, sebab matanya melekat tertutup, sehingga tidak dapat melihat,
dan hatinya tertutup juga, sehingga tidak dapat memahami. (19) Tidak ada yang
mempertimbangkannya, tidak ada cukup pengetahuan atau pengertian untuk
mengatakan: ‘Setengahnya sudah kubakar dalam api dan di atas baranya juga
sudah kubakar roti, sudah kupanggang daging, lalu kumakan. Masakan sisanya akan
kubuat menjadi dewa kekejian? Masakan aku akan menyembah kepada kayu kering?’
(20) Orang yang sibuk dengan abu belaka, disesatkan oleh hatinya yang tertipu;
ia tidak dapat menyelamatkan jiwanya atau mengatakan: ‘Bukankah dusta yang
menjadi peganganku?’”.
D.
L. Moody: “A man must be
greater than anything he is able to make or manufacture. What folly then to
think of worshipping such things!” (=
Seseorang pasti lebih besar dari apapun yang mampu ia buat atau hasilkan. Jadi
alangkah tololnya untuk berpikir tentang penyembahan terhadap hal-hal seperti
itu!) - ‘D. L. Moody On The Ten Commandments’,
hal 33.
2. Kepercayaan
terhadap jimat, benda-benda keramat (seperti keris), Hu, kantong merah dari G.
Kawi, Pat Kwa, dsb.
3. Kepercayaan
terhadap magic / sihir dan semua penggunaannya. Kalau saudara adalah orang yang
senang menggunakan kuasa gelap untuk mendapatkan keinginan saudara, perhatikan
kata-kata dalam Yes 47:9b - “Kepunahan dan
kejandaan dengan sepenuhnya akan menimpa engkau, sekalipun banyak sihirmu
dan sangat kuat manteramu”.
4. Menyembah
/ menghormati / mencium Kitab Suci.
Kita
memang mempercayai dan menghormati Kitab Suci sebagai Firman Allah. Tetapi
bukan bendanya / bukunya itu sendiri yang kita hormati, melainkan isinya.
5. Menyembah
/ menghormati salib, patung Yesus / Maria / malaikat / orang suci (Gereja
Katolik).
6. Berdoa
sambil menghadap pada salib atau sambil membayangkan Yesus.
D.
L. Moody: “someone says,
‘I find pictures are a great help to me, and images. I know that they are not
themselves sacred, but they help me in my devotion to fix my thoughts on God.’”
(= seseorang berkata: ‘Aku mendapati gambar-gambar sebagai suatu pertolongan
yang besar bagiku, dan juga patung-patung. Aku tahu bahwa dalam dirinya sendiri
mereka tidak kudus / keramat, tetapi mereka menolongku dalam ibadahku untuk
memusatkan pikiranku kepada Allah) - ‘D. L. Moody On
The Ten Commandments’, hal 34.
Terhadap
kata-kata seperti ini D. L. Moody menjawab dengan kata-kata sebagai berikut: “Whatever
comes between my soul and my Maker is not a help to me, but a hindrance.
God has given different means of grace by which we can approach Him. Let us use
these, and not seek for other things that He has distinctly forbidden”
(= Apapun yang datang di antara jiwaku dan Penciptaku bukanlah suatu
pertolongan bagiku, tetapi suatu halangan. Allah telah memberikan cara /
jalan kasih karunia yang berbeda melalui mana kita bisa mendekati Dia.
Hendaklah kita menggunakan hal-hal ini, dan tidak mencari hal-hal lain yang
secara jelas telah Ia larang) - ‘D. L. Moody On
The Ten Commandments’, hal 34.
7. Menyembah
roti dan anggur dalam Perjamuan Kudus.
Saya
pernah pergi ke gereja dimana pada waktu mengadakan Perjamuan Kudus, pendeta
dan majelisnya berlutut dan menyembah pada seluruh meja Perjamuan Kudus. Ini
jelas juga salah. Roti dan anggur hanyalah lambang dari tubuh dan darah
Kristus, bukan Kristusnya sendiri, sehingga penyembahan terhadap hal-hal itu
merupakan penyembahan berhala.
8. Berdoa
sambil menggunakan yosua / kemenyan.
Sekalipun
dalam Perjanjian Lama ada penggunaan kemenyan, tetapi dalam Perjanjian Baru
semua itu tidak lagi diijinkan.
9. Dalam
Perjanjian Baru, ini mencakup semua penyembahan terhadap Allah yang dilakukan
tanpa melalui Yesus (1Tim 2:5 Yoh 14:6).
Calvin:
“although Moses only speaks of idolatry,
yet there is no doubt but that by synecdoche, as in all the rest of the Law, he
condemns all fictitious services which men in their ingenuity have invented”
(= sekalipun Musa hanya berbicara tentang penyembahan berhala, tetapi tidak
diragukan bahwa oleh suatu synecdoche, seperti dalam seluruh sisa hukum Taurat,
ia mengecam semua ibadah khayalan yang telah manusia temukan dalam kepintaran
mereka) - hal 107.
Renungkan:
berapa kali saudara melanggar hukum kedua ini?
HUKUM 3: Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan sembarangan /
sia-sia (Kel 20:7).
1) Nama TUHAN / YHWH.
Pertama-tama
mungkin saudara perlu mengerti apa perbedaan arti kata ‘Allah’ dan ‘Tuhan’.
Kata ‘Allah’ menunjuk pada jenisnya. Jadi, kalau kita adalah manusia, Mopi dan
Bleki adalah anjing, Gabriel dan Mikhael adalah malaikat, maka Dia adalah
Allah. Sedangkan kata ‘Tuhan’ menunjuk pada kedudukan / jabatan. Jadi, kalau
saya adalah pendeta, si A adalah direktur, si B adalah sekretaris, SBY adalah
presiden, maka Dia adalah Tuhan.
Selanjutnya,
kita mempersoalkan kata ‘Tuhan’. Dalam Perjanjian Lama ada 2 jenis kata
‘Tuhan’. Kata ‘Tuhan’ (hanya huruf pertamanya saja yang adalah huruf besar)
berasal dari kata Ibrani ADONAY, sedangkan kata ‘TUHAN’ (semua menggunakan
huruf besar) berasal dari kata Ibrani YHWH, yang merupakan nama dari Allah.
Kel 3:15
- “Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa:
‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN, Allah nenek moyangmu,
Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah
namaKu untuk selama-lamanya dan itulah sebutanKu turun-temurun”.
Bdk. Kel 6:2 Yes 42:8 Yer 16:21.
Kadang-kadang
muncul kata ‘ALLAH’ (semua dengan huruf besar) dalam Perjanjian Lama. Ini juga
berasal dari kata Ibrani YHWH / YAHWEH. Kalau ada kata-kata Ibrani ADONAY
YAHWEH, maka seharusnya terjemahannya adalah ‘Tuhan TUHAN’. Mungkin karena
rasanya tidak enak, maka lalu diubah menjadi ‘Tuhan ALLAH’. Contoh:
Kej 15:2 - “Abram menjawab: ‘Ya Tuhan ALLAH,
apakah yang akan Engkau berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan
tidak mempunyai anak, dan yang akan mewarisi rumahku ialah Eliezer, orang
Damsyik itu.’”.
KJV/RSV/NASB
menterjemahkan ‘Lord GOD’ (= Tuhan ALLAH), tetapi NIV menterjemahkan ‘Sovereign
Lord’ (= Tuhan yang berdaulat).
Sekarang
mari kita mempersoalkan kata YHWH / YAHWEH, yang merupakan nama dari Allah itu.
Yang benar sebetulnya bukan YAHWEH tetapi hanya YHWH. Mungkin saudara merasa
heran dengan kata YHWH ini. Mengapa tidak ada huruf hidupnya? Bagaimana
membacanya? Sebetulnya jaman sekarang ini tidak ada orang yang tahu dengan pasti
bagaimana membaca nama itu, jadi pengucapan / penyebutan YAHWEH hanyalah sebuah
tebakan. Perlu saudara ketahui bahwa dalam bahasa Ibrani sebetulnya tidak ada
huruf hidup. Dalam abjad Ibrani ada 22 huruf, dan tidak satupun merupakan huruf
hidup. Jadi mereka menulis dengan huruf mati saja, tetapi dalam pengucapannya
tentu saja ada bunyi huruf hidup. Mungkin saudara merasa heran. Bagaimana
mungkin orang bisa mengerti kalau hanya menggunakan huruf mati saja? Coba
saudara pikirkan, kalau saudara menulis sms menggunakan handphone saudara, maka
seringkali untuk menyingkat maka saudara membuang huruf-huruf hidup juga,
bukan? Tetapi orang tetap bisa mengerti kata-kata yang ditulis tanpa huruf
hidup. Jadi, kalau seseorang menguasai suatu bahasa, adalah mungkin baginya
untuk mengerti, sekalipun kata-katanya ditulis tanpa huruf hidup.
Pada
waktu Tuhan memperkenalkan namaNya kepada Israel / Musa, tentu mereka tahu
bagaimana mengucapkan nama YHWH itu. Tetapi gara-gara adanya hukum ketiga ini,
yang melarang untuk menggunakan nama Tuhan dengan sembarangan, Israel menjadi
begitu takut mengucapkan nama Tuhan sehingga mereka tidak pernah mengucapkannya
sama sekali. Setelah ratusan tahun berlalu, akhirnya tidak ada seorangpun yang
tahu bagaimana mengucapkan nama tersebut. Kebanyakan orang menganggap bahwa
pengucapannya adalah YAHWEH, tetapi tidak ada orang yang pasti tentang hal ini.
Lalu
dari mana muncul istilah YEHOVAH? Seorang dosen saya mengatakan bahwa
huruf-huruf hidup dari kata ADONAY diambil, dan dimasukkan disela-sela kata
YHWH, sehingga didapatkan kata YAHOWAH, yang lalu dalam logat Jerman diucapkan
YEHOWAH. Tetapi dalam Encyclopedia Britannica 2000 dikatakan bahwa huruf-huruf
hidup dari kata Ibrani ELOHIM dan kata Ibrani ADONAY dimasukkan ke dalam kata
YHWH itu sehingga didapat kata YEHOWAH. Dari penjelasan ini jelas bahwa
pengucapan YEHOVAH sudah pasti merupakan pengucapan yang salah!
Catatan: Perlu saudara ketahui bahwa dalam bahasa
Ibrani huruf V dan W adalah sama.
2) Haruskah kita menggunakan nama
YHWH / YAHWEH?
Sekarang
ada gerakan dari sebagian orang Kristen yang menghendaki bahwa kata ‘TUHAN’
dalam Kitab Suci kita dikembalikan menjadi YAHWEH. Saya tidak keberatan kalau
mereka menghendaki hal itu selama mereka tidak mengharuskan hal itu dan
menyalahkan orang-orang yang tetap menggunakan istilah ‘Lord’ / ‘TUHAN’. Mengapa saya
tidak setuju pengharusan penggunakan nama YAHWEH? Karena:
a) LXX / Septuaginta
(Perjanjian Lama yang diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani) menterjemahkan kata
YHWH itu dengan istilah Yunani KURIOS, yang artinya memang ‘Lord’ / ‘TUHAN’. Satu hal yang
patut diperhatikan adalah: Yesus tidak pernah menyalahkan LXX / Septuaginta
yang menggunakan kata Yunani KURIOS untuk nama YHWH itu.
b) Perjanjian Baru
sendiri, yang menggunakan bahasa asli bahasa Yunani, pada waktu mengutip
ayat-ayat Perjanjian Lama yang menggunakan kata YHWH, menggantinya dengan kata
Yunani KURIOS, yang artinya ‘Lord’
/ ‘TUHAN’.
c) Kalau Tuhan
memang mengharuskan kita untuk menggunakan nama YHWH / YAHWEH, maka
adalah aneh bahwa Ia mengijinkan pengucapan nama itu hilang sehingga jaman
sekarang tidak ada orang yang tahu bagaimana mengucapkannya. Dan mengetahui
bahwa nama itu hilang pengucapannya, pada waktu Yesus melayani selama 3 ½ tahun
di dunia ini, mengapa Ia tidak memberitahu murid-muridNya bagaimana mengucapkan
nama itu? Mungkin Yesus tidak pernah menggunakan nama itu, karena kalau Ia
menggunakan nama itu, para murid pasti akan tahu bagaimana mengucapkan nama
itu. Dan kalau para murid tahu, maka seluruh gereja sampai saat ini juga akan
tahu. Tetapi kenyataannya tidak ada yang tahu bagaimana mengucapkan nama
tersebut.
d) Penyebutan YAHWEH
belum tentu benar. Dan penyebutan Yehovah bahkan pasti salah. Lalu mengapa
mengharuskan orang Kristen menggunakan nama yang pasti salah atau belum tentu
benar?
3) Hukum ketiga ini
melarang untuk menyebut nama ‘TUHAN’ dengan sembarangan.
a) Hukum ketiga ini
bukan melarang kita menggunakan nama Tuhan sama sekali! Jadi, jangan
menanggapinya secara extrim seperti yang dilakukan oleh bangsa Israel pada
jaman dulu. Kalau ada gunanya, apalagi kalau itu merupakan penyebutan yang
memuliakan Allah, maka tentu kita boleh menyebut / menggunakan nama Tuhan. Itu
bukan penyebutan nama Tuhan dengan sembarangan / sia-sia.
b) Sebetulnya kata ‘Tuhan’ dalam Kel 20:7 menunjuk
kepada nama ‘YHWH’ / ‘Yahweh’ / ‘Yehovah’, tetapi saya berpendapat bahwa ini
juga bisa diberlakukan terhadap kata ‘Tuhan’, ‘Allah’, ‘Yesus’, ‘Kristus’, ‘God’, ‘Lord’, dsb.
c) Perlu diingat
bahwa sikap / cara kita menggunakan nama Tuhan, menunjukkan sikap kita terhadap
Tuhan sendiri.
d) Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:
1. Mencaci maki / menghujat / mengutuk
Tuhan (Im 24:10-16,23).
Ayatnya
akan kita baca di bawah nanti.
2. Bersumpah dusta /
mengutuk dengan menggunakan nama Tuhan,
Im 19:12
- “Janganlah kamu bersumpah dusta demi namaKu, supaya
engkau jangan melanggar kekudusan nama Allahmu; Akulah TUHAN”.
Tetapi
mungkin dipertanyakan: bukankah orang Kristen tidak boleh bersumpah sama
sekali? Jawabannya: sebetulnya orang Kristen bukan dilarang bersumpah secara
mutlak. Sepintas lalu, kata-kata Yesus dalam Mat 5:34a yang berbunyi: “Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah
sekali-kali bersumpah”, melarang sumpah
secara mutlak. Tetapi saya berpendapat seperti pandangan Calvin dan banyak
penafsir lain, yang mengatakan bahwa sebetulnya ayat ini tidak bisa diartikan
bahwa Yesus melarang sumpah secara mutlak.
Calvin
berpendapat bahwa kata-kata Yesus dalam Mat 5:34a ini tidak boleh
dipisahkan dari kata-kata selanjutnya, yang menunjukkan sumpah yang bagaimana
yang Ia maksud, yaitu sumpah demi langit, demi bumi, demi Yerusalem, demi
kepalamu (Mat 5:34-36), yang oleh orang-orang Yahudi dianggap remeh /
tak berarti. Jadi, yang dilarang adalah sumpah sembarangan.
Alasan-alasan
yang menunjukkan bahwa sumpah tidak mungkin dilarang secara mutlak:
a. Perjanjian Lama
mengijinkan, bahkan mengharuskan sumpah, dalam hal-hal tertentu.
Ul 6:13
- “Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia
haruslah engkau beribadah dan demi namaNya haruslah
engkau bersumpah”.
Kel 22:7-8
- “(7) Apabila seseorang menitipkan kepada temannya uang
atau barang, dan itu dicuri dari rumah orang itu, maka jika pencuri itu
terdapat, ia harus membayar ganti kerugian dua kali lipat. (8) Jika pencuri itu
tidak terdapat, maka tuan rumah harus
pergi menghadap Allah untuk bersumpah, bahwa ia tidak mengulurkan tangannya
mengambil harta kepunyaan temannya”.
Ayat-ayat
lain yang menunjukkan bahwa sumpah diharuskan dalam hal-hal tertentu adalah
Kel 22:10-11 Bil 5:11-28 1Raja 8:31-32.
Dan
Yesus tidak mungkin bertentangan dengan Perjanjian Lama. Bdk. Mat 5:17-19
- “(17) ‘Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang
untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk
meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. (18) Karena Aku berkata
kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau
satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya
terjadi. (19) Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat
sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia
akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa
yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan
menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga”.
b. Yes 45:23 - “Demi
Aku sendiri Aku telah bersumpah, dari mulutKu telah keluar kebenaran, suatu
firman yang tidak dapat ditarik kembali: dan semua orang akan bertekuk lutut
di hadapanKu, dan akan bersumpah setia dalam segala bahasa”.
Ayat
ini menunjukkan bahwa sumpah seseorang demi nama Tuhan menunjukkan pengakuannya
terhadap Allah yang benar!
c. Pada waktu Yesus
diadili oleh Sanhedrin, dan Ia disuruh berbicara di bawah sumpah, Ia bukannya
menegur mereka yang menyuruhNya bersumpah, tetapi sebaliknya Ia mau menjawab,
padahal tadinya Ia tidak mau berbicara.
Mat 26:63-64
- “(63) Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam
Besar itu kepadaNya: ‘Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami,
apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.’ (64) Jawab Yesus: ‘Engkau
telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu
akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di
atas awan-awan di langit.’”.
Catatan: kata-kata ‘Engkau telah mengatakannya’
artinya adalah ‘Ya’.
d. Bukan hanya dalam
Perjanjian Lama, tetapi dalam Perjanjian Baru juga ada ayat yang kelihatannya
mengijinkan sumpah.
Ibr 6:13-17
- “(13) Sebab ketika Allah memberikan janjiNya kepada
Abraham, Ia bersumpah demi diriNya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih
tinggi dari padaNya, (14) kataNya: ‘Sesungguhnya Aku akan memberkati engkau
berlimpah-limpah dan akan membuat engkau sangat banyak.’ (15) Abraham menanti
dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya.
(16) Sebab manusia bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu
menjadi suatu pengokohan baginya, yang mengakhiri segala bantahan. (17)
Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan
kepastian putusanNya, Allah telah mengikat diriNya dengan sumpah”.
e. Dalam
Wah 10:5-6 malaikat bersumpah.
Wah 10:5-6
- “Dan malaikat yang kulihat berdiri di atas laut dan di
atas bumi, mengangkat tangan kanannya ke langit, dan ia bersumpah
demi Dia yang hidup sampai selama-lamanya, yang telah menciptakan langit
dan segala isinya, dan bumi dan segala isinya, dan laut dan segala isinya,
katanya: ‘Tidak akan ada penundaan lagi!”.
f. Paulus sering
bersumpah.
Ro 1:9
- “Karena Allah, yang kulayani dengan segenap hatiku
dalam pemberitaan Injil AnakNya, adalah saksiku, bahwa dalam doaku aku selalu
mengingat kamu”.
Ro 9:1
- “Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak
berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus”.
1Kor 15:31
- “Saudara-saudara, tiap-tiap hari aku berhadapan dengan
maut. Demi kebanggaanku akan kamu dalam Kristus Yesus, Tuhan kita, aku katakan,
bahwa hal ini benar”.
2Kor 1:23
- “Tetapi aku memanggil Allah sebagai saksiku - Ia
mengenal aku -, bahwa sebabnya aku tidak datang ke Korintus ialah untuk
menyayangkan kamu”.
Gal 1:20
- “Di hadapan Allah kutegaskan: apa yang kutuliskan
kepadamu ini benar, aku tidak berdusta”.
Fil 1:8
- “Sebab Allah adalah saksiku betapa aku dengan kasih
mesra Kristus Yesus merindukan kamu sekalian”.
Betul-betul
tidak terbayangkan bahwa Paulus, yang adalah rasul yang begitu saleh, bisa
berulang kali bersumpah kalau sumpah memang dilarang secara mutlak.
Semua
ini menunjukkan bahwa sumpah tidak dilarang secara mutlak. Dalam pengadilan,
atau dalam hal-hal yang penting lainnya, kita boleh bersumpah.
Calvin
bahkan mengatakan bahwa bersumpah bukan hanya boleh, tetapi itu bahkan
merupakan suatu pengakuan bahwa Allah itu lebih tinggi dari kita dan dengan
demikian merupakan suatu penghormatan terhadap Allah.
Bdk.
Ibr 6:13,16 - “(13) Sebab ketika Allah memberikan
janjiNya kepada Abraham, Ia bersumpah demi diriNya sendiri, karena tidak ada
orang yang lebih tinggi dari padaNya, ... (16) Sebab manusia bersumpah demi
orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengokohan baginya,
yang mengakhiri segala bantahan”.
Yang
dilarang adalah bersumpah secara sembarangan, untuk hal-hal yang tidak
penting. Ini tetap salah, sekalipun hal yang dikatakan itu merupakan
kebenaran. Hal ini ditekankan lagi secara lebih khusus dalam Mat 5:37 - “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan:
tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat”.
3. Calvin menganggap
bahwa hukum ketiga ini juga dilanggar pada waktu seseorang bersumpah demi nama
dewa / allah lain atau berdoa kepada dewa / allah lain.
Kel 23:13
- “Dalam segala hal yang Kufirmankan kepadamu haruslah
kamu berawas-awas; nama allah lain janganlah kamu panggil, janganlah nama
itu kedengaran dari mulutmu.’”.
Tentu
maksud dari ayat ini bukan kalau kita sekedar menyebut nama dewa / allah lain
itu, tetapi kalau kita berdoa kepadanya atau bersumpah demi namanya, atau
melakukan apapun sambil menyebut namanya, yang menunjukkan kepercayaan /
penghormatan / penyembahan kepadanya.
Bdk.
Zef 1:4-6 - “(4) Aku akan mengacungkan tanganKu
terhadap Yehuda dan terhadap segenap penduduk Yerusalem. Aku akan melenyapkan
dari tempat ini sisa-sisa Baal dan nama para imam berhala, (5) juga mereka yang
sujud menyembah di atas sotoh kepada tentara langit dan mereka yang
menyembah dengan bersumpah setia kepada TUHAN, namun di samping itu bersumpah
demi Dewa Milkom, (6) serta mereka yang berbalik dari pada TUHAN, yang
tidak mencari TUHAN dan tidak menanyakan petunjukNya.’”.
4. Penyebutan nama
Allah dengan sembarangan / sia-sia / tidak hormat.
Misalnya:
·
seruan-seruan (kebiasaan) dengan
menggunakan nama Tuhan seperti: ‘Masya Allah’, ‘Aduh Allah’, ‘Ya Allah’, ‘O
Allah’, dsb, juga merupakan pelanggaran terhadap hukum ketiga ini. Dalam bahasa
Inggris hal seperti ini juga sering dilakukan, misalnya dengan kata-kata ‘My
God’, ‘My Lord’, ‘Jesus’, ‘Jesus Christ’. dan
sebagainya. Mengatakan ‘Insya Allah’ (= Jika Allah menghendaki), sebetulnya
bukan dosa, asal kita betul-betul memaksudkan hal itu. Tetapi kalau kita
mengucapkannya hanya sebagai basa basi, maka itu juga termasuk menyebut nama
Allah dengan sia-sia.
·
menggunakan nama Tuhan untuk lelucon /
percakapan yang tidak ada gunanya.
Contoh:
ada sebuah gereja yang mengeluarkan warta gereja berisikan lelucon yang
berjudul ‘kuda kristen’. Ceritanya adalah sebagai berikut: Ada sebuah gereja
yang mempunyai seekor kuda, dan kuda ini adalah kuda kristen. Kuda itu disebut
kuda kristen karena ia dilatih untuk berjalan kalau mendengar kata-kata ‘Puji
Tuhan’, dan berhenti kalau mendengar kata ‘Haleluya’. Suatu hari seorang
pendeta tamu, yang adalah pendeta dari gereja Pentakosta, menaiki kuda itu
setelah diajar tentang kata sandi yang diperlukan untuk menjalankan dan
menghentikan kuda itu. Ia lalu berkata ‘Puji Tuhan’, dan kuda itu lalu mulai
berjalan. Ia berkata lagi ‘Puji Tuhan’ berkali-kali dan kuda itu berlari makin
lama makin cepat. Tiba-tiba pendeta itu melihat bahwa di depannya ada suatu
sungai. Ia menjadi panik sehingga lupa kata sandi untuk menghentikan kudanya.
Ia lalu memejamkan matanya dan berdoa: ‘Tuhan tolong hentikan kuda ini,
Haleluya, Amin’. Kuda itu mendengar kata ‘Haleluya’ dalam doa pendeta itu dan
ia berhenti, persis di tepi sungai. Pendeta itu membuka matanya dan melihat
kuda itu berhenti persis di tepi sungai, dan ia lalu berseru ‘Puji Tuhan’, dan
‘byur’, ia dan kudanya masuk ke sungai!
Boleh
jadi cerita ini lucu, tetapi apa manfaatnya? Sedikitpun tidak ada! Dan karena
itu ini termasuk cerita yang menggunakan nama Allah secara sembarangan! Karena
itu jangan menceritakan cerita-cerita seperti ini, kecuali kalau saudara sedang
mengajar tentang hukum ke 3 ini!
·
mengatakan ‘Haleluya / Puji Tuhan’
sekedar sebagai suatu kebiasaan sehingga hanya keluar dari mulut, tanpa hatinya
betul-betul memuji Tuhan.
·
menyanyi memuji Tuhan atau berdoa tetapi
hanya dengan mulut saja, tidak dengan hati.
·
R. L. Dabney menganggap bahwa penggunaan
ayat-ayat Kitab Suci secara tidak hormat juga melangar hukum ketiga ini.
Demikian juga semua ibadah lahiriah atau yang dilakukan tanpa dijiwai.
Karena
itu, jangan bergurau dengan menggunakan ayat-ayat Kitab Suci!
Ada
orang Kristen yang tahu bahwa dengan hal-hal di atas ini mereka melanggar hukum
ketiga ini, tetapi mereka terus melakukannya dengan alasan bahwa itu sudah
menjadi kebiasaan yang sukar / tidak bisa dihentikan. Kalau saudara adalah
orang seperti itu perhatikan kata-kata di bawah ini.
Thomas
Manton (tentang Yak 5:12): “thy custom will
not excuse thee; if it be thy custom to sin, it is God’s custom to destroy
sinners”
(= kebiasaanmu tidak akan memaafkan kamu; kalau itu merupakan kebiasaanmu
untuk berdosa, maka adalah kebiasaan Allah untuk menghancurkan orang-orang
berdosa) - ‘James’,
hal 436.
4) Pelanggaran
terhadap hukum ketiga ini merupakan suatu dosa yang tidak remeh!
Ada
banyak orang Kristen yang sekalipun tahu / mengerti bahwa mereka tidak boleh
menggunakan nama Tuhan sekarang sembarangan, tetapi mereka tetap melakukannya,
karena mereka menganggapnya sebagai dosa yang kecil / remeh. Kalau saudara
menganggap bahwa pelanggaran terhadap hukum ini adalah dosa remeh, maka:
a) Ingatlah bahwa
dosa remehpun tidak boleh dibiarkan dalam hidup kita.
b) Pelanggaran terhadap hukum ketiga ini bukan
dosa remeh.
Untuk
itu perhatikanlah hal-hal ini:
1. Dalam 10 hukum
Tuhan, hukum ini diletakkan pada urutan nomer 3!
2. Kel 20:7b
mengatakan: “TUHAN
akan memandang bersalah orang yang menyebut namaNya dengan sembarangan”.
3. Dalam Perjanjian
Lama, orang yang melanggar hukum ini dijatuhi hukuman mati.
Im 24:10-16,23
- “(10) Pada suatu hari datanglah seorang laki-laki,
ibunya seorang Israel sedang ayahnya seorang Mesir, di tengah-tengah perkemahan
orang Israel; dan orang itu berkelahi dengan seorang Israel di perkemahan. (11)
Anak perempuan Israel itu menghujat nama TUHAN dengan mengutuk, lalu
dibawalah ia kepada Musa. Nama ibunya ialah Selomit binti Dibri dari suku Dan.
(12) Ia dimasukkan dalam tahanan untuk menantikan keputusan sesuai dengan
firman TUHAN. (13) Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: (14) ‘Bawalah orang
yang mengutuk itu ke luar perkemahan dan semua orang yang mendengar
haruslah meletakkan tangannya ke atas kepala orang itu, sesudahnya haruslah
seluruh jemaah itu melontari dia dengan batu. (15) Engkau harus mengatakan
kepada orang Israel, begini: Setiap orang yang mengutuki Allah harus menanggung
kesalahannya sendiri. (16) Siapa yang menghujat nama TUHAN, pastilah ia
dihukum mati dan dilontari dengan batu oleh seluruh jemaah itu. Baik orang
asing maupun orang Israel asli, bila ia menghujat nama TUHAN, haruslah dihukum
mati. ... (23) Demikianlah Musa menyampaikan firman itu kepada orang
Israel, lalu dibawalah orang yang mengutuk itu ke luar perkemahan, dan
dilontarilah dia dengan batu. Maka orang Israel melakukan seperti yang
diperintahkan TUHAN kepada Musa”.
4. Yesus berkata
dalam Mat 12:36-37 - “(36) Tetapi Aku berkata kepadamu:
Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada
hari penghakiman. (37) Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan
menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum.’”.
5) Renungkan: berapa
kali saudara melanggar hukum ketiga ini? Dosa-dosa saudara karena melanggar
hukum ketiga ini lebih dari cukup untuk membawa saudara ke neraka
selama-lamanya! Karena itu percayalah kepada Yesus sebagai Tuhan dan
Juruselamat saudara! Dan kalau saudara sudah percaya, buanglah semua
pelanggaran terhadap hukum ketiga ini dari hidup saudara, bahkan, muliakanlah
Allah dengan mulut / lidah saudara!! Tuhan memberkati saudara.
HUKUM 4: Ingatlah dan kuduskanlah
hari Sabat (Kel 20:8-11).
1) Alasan / latar belakang hukum ini: Tuhan
menciptakan alam semesta dalam 6 hari, dan Ia beristirahat pada hari ke 7, lalu
menguduskan (memisahkan) hari ke tujuh itu (Kej 2:1-3).
2) Perubahan
Sabat dari Sabtu menjadi Minggu.
Hari Sabat sebetulnya adalah hari
Sabtu, tapi sejak kebangkitan Tuhan Yesus, orang-orang kristen berbakti pada
hari pertama / hari Minggu (Yoh 20:19
Kis 20:7 1Kor 16:2).
Disamping itu, perlu kita ingat bahwa hari Pentakosta (Kis 2:1-13), yang
merupakan ‘hari berdirinya gereja’, juga jatuh pada hari Minggu (bdk. Im
23:15-16 Ul 16:9).
Bandingkan
dengan Wah 1:10 dimana istilah ‘hari Tuhan’ juga dianggap menunjuk pada
hari Minggu.
Homer
Hailey:
“The ante-Nicene writers who wrote after
John followed a consistent pattern in considering ‘the first day,’ ‘the Lord’s
day,’ the ‘resurrection day,’ and the day of meeting, Sunday, as identical.
Ignatius (30-107 A.D.) writes, ‘Let every friend of Christ keep the Lord’s day
as a festival, the resurrection day, the queen and chief of all the days (of
the week)’ (A-N-F, I, p. 63). Justin (110-165 A.D.), writing of the day which
the saints met for worship identified it as ‘Sunday ... the first day ... and
Jesus Christ our Saviour on the same day rose from the dead’ (I, p. 168). The
teaching of the Twelve (120-190 A.D.): ‘But every Lord’s day do ye gather
yourselves, and break bread’ (VII, p. 381). Clement (153-217 A.D.), writing
agonist (against?) Gnostics, identifies the Lord’s day with the resurrection,
saying, ‘He, in fulfillment of the precept, according to the Gospel, keeps the
Lord’s day ... glorifying the Lord’s resurrection’ (II, p. 545). Tertullian
(145-220 A.D.) identifies ‘the Lord’s day’ as ‘every eighth day’ (III, p. 70).
Constitution of the Holy Apostles (250-325 A.D.): ‘And on the day of our Lord’s
resurrection, which is the Lord’s day, meet more diligently’ (VII, p. 423); and
‘on the day of the resurrection of the Lord, that is, the Lord’s day, assemble
yourselves together, without fail’ (ibid. p. 471)” [=
Penulis-penulis sebelum Nicea yang menulis setelah Yohanes meng-ikuti pola yang
konsisten dalam menganggap ‘hari pertama’, ‘hari Tuhan’, ‘hari kebangkitan’,
dan hari pertemuan, Minggu, sebagai identik. Ignatius (30-107 M)
menulis: ‘Hendaknya setiap teman Kristus memelihara hari Tu-han sebagai suatu
perayaan, hari kebangkitan, ratu dan kepala dari semua hari (dari suatu minggu)’
(A-N-F, I, hal 63). Justin (110-165 M), menulis tentang hari dimana orang-orang
kudus bertemu untuk kebaktian menyebutnya sebagai ‘Minggu ... hari yang pertama
... dan Yesus Kristus Juruselamat kita bangkit dari antara orang mati pada hari
yang sama’ (I, hal 168). The teaching of the Twelve (120-190 M): ‘Tetapi setiap
hari Tuhan kamu berkumpul dan memecahkan roti’ (VII, hal 381). Clement (153-217
M), menulis menentang Gnostics, mengidentikkan hari Tuhan dengan kebangkitan,
dengan berkata: ‘Ia, dalam penggenapan ajaran / perintah, sesuai dengan Injil,
memelihara hari Tuhan ... memuliakan kebangkitan Tuhan’ (II, hal 545).
Tertullian (145-220 M) mengidentikkan / menyebut ‘hari Tuhan’ sebagai ‘setiap
hari ke 8’ (III, hal 70). Constitution of the Holy Apostles (250-325 M): ‘Dan
pada hari kebangkitan Tuhan, yang adalah hari Tuhan, bertemulah dengan makin
rajin’ (VII, hal 423); dan ‘pada hari kebangkitan Tuhan, yaitu, hari Tuhan,
kumpulkanlah dirimu bersama-sama, tanpa gagal (jangan pernah gagal untuk bertemu)’
(ibid. hal 471)]
- hal 107.
William
Barclay:
“By early in the second century the
Sabbath had been abandoned and the Lord’s Day was the accepted Christian day” (= Pada awal
abad kedua hari Sabat telah ditinggalkan dan hari Tuhan diterima sebagai hari
Kristen)
- hal 43.
Philip
Schaff:
“The universal and uncontradicted Sunday
observance in the second century can only be explained by the fact that it had
its roots in apostolic practice”
(= Ibadah pada hari Minggu yang bersifat universal dan tak ditentang pada abad
kedua hanya bisa dijelaskan oleh fakta bahwa itu mempunyai akarnya dalam
praktek rasuli)
- ‘History of the Christian Church’, vol I, hal 478.
R.
L. Dabney: “After
the resurrection of Christ, the perpetual Divine obligation of a religious rest
was transferred to the first day of the week, and thence to the end of the
world, the Lord’s day is the Christian Sabbath, by Divine and apostolic
appointment”
(= Setelah kebangkitan Kristus, kewajiban Ilahi yang kekal tentang istirahat
agamawi dipindahkan ke hari pertama dari suatu minggu, dan dari sana sampai
akhir jaman, hari Tuhan adalah Sabat Kristen, oleh penetapan Ilahi dan rasuli)
- ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 367-368.
Bagian
ini penting untuk diingat kalau saudara menghadapi orang Advent, yang berkeras
bahwa hari untuk berbakti haruslah Sabtu, yang merupakan hari Sabat Perjanjian
Lama.
3) Larangan
dan keharusan pada hari Sabat:
a) Kita tidak boleh melakukan pekerjaan
sehari-hari (Kel 20:9-10 bdk. Yer 17:21-27).
1. Kita
bukannya tidak boleh melakukan apa-apa pada hari Sabat.
Jadi, ajaran para ahli Taurat dan orang
Farisi, yang boleh dikatakan melarang segala sesuatu pada hari Sabat, dan yang
menyebabkan hari Sabat menjadi beban yang sangat berat, adalah salah. Yang
tidak boleh dilakukan adalah pekerjaan sehari-hari. Bahkan pada masa sibuk
(masa ujian, dsb), kita harus tetap memelihara hari Sabat. Ini terlihat dari
Kel 34:21 - “Enam harilah lamanya engkau bekerja, tetapi
pada hari yang ketujuh haruslah engkau berhenti, dan dalam musim membajak
dan musim menuai haruslah engkau memelihara hari perhentian juga”.
2. Kita boleh berbuat baik / menolong orang pada
hari Sabat (Mat 12:9-12).
Karena itu janganlah menggunakan hukum
Sabat ini sebagai alasan untuk tidak menolong orang yang membutuhkan pertolongan.
3. Kita
boleh melayani Tuhan pada hari Sabat (Mat 12:5).
Bahkan sebetulnya hari Sabat diadakan
supaya saudara bebas dari pekerjaan sehari-hari sehingga bisa berbakti dan
melayani Tuhan.
b) Pegawai / pelayan / anak juga harus istirahat
/ libur.
1. Kita tidak boleh mempekerjakan pegawai / pelayan (Kel 20:10).
Ada tempat-tempat yang boleh tetap buka
pada hari Sabat, seperti rumah sakit, apotik. Tetapi ada syaratnya, yaitu:
a. Para pegawai yang dipekerjakan pada hari itu
harus mempunyai hari Sabat / istirahat sendiri di luar hari Sabat yang umum
(hari Minggu).
b. Mereka tetap membuka tempat-tempat itu bukan
dengan motivasi untuk mencari uang, tetapi untuk melayani / menolong orang.
2. Kita juga tidak boleh menyuruh anak kita
untuk belajar!
Mereka juga membutuhkan istirahat! Ada
6 hari untuk bekerja / belajar bagi mereka; biarkan mereka beristirahat pada
hari Sabat. Ini perlu dicamkan oleh para orang tua, khususnya mereka yang
kadang-kadang menghukum anaknya dengan melarang pergi ke gereja dan menyuruhnya
belajar di rumah, karena anak itu mendapatkan nilai / rapor yang jelek.
Hukumlah anak dengan cara lain, bukan dengan menyuruh mereka melanggar
peraturan Sabat!
c) Kita harus berbakti kepada Tuhan di gereja
(Im 19:30 26:2 Luk 4:16).
Berbakti kepada Tuhan, bukanlah sekedar
merupakan anjuran, tetapi merupakan suatu keharusan. Jadi, kalau kita tidak
melakukannya, kita berdosa.
1. Seseorang mengatakan: “After
looking at the earth for six days we need the Lord’s day to look up” (= Setelah melihat pada bumi /
dunia selama 6 hari, kita membutuhkan hari Tuhan untuk melihat ke atas).
2. Yang dimaksud ‘gereja’ adalah persekutuan
orang kristen, bukan gedungnya. Jadi, sekalipun kebaktian itu tidak diadakan di
gedung gereja, tetapi di restoran, hotel, rumah, dsb, itu tidak jadi soal.
Ingat bahwa orang kristen abad pertama juga tidak mempunyai gedung gereja,
sehingga banyak yang berbakti di rumah-rumah yang digunakan sebagai tempat
berbakti.
3. Juga kita harus memilih gereja yang benar,
yang betul-betul percaya, tunduk dan mengajarkan Firman Tuhan, sebagai tempat
kita berbakti.
Bahwa tidak semua ‘gereja’ adalah
‘gereja’ di hadapan Tuhan, terlihat dari istilah ‘jemaah Iblis’ [NIV: ‘a synagogue of
Satan’ (= sinagog Setan)] dalam Wah 2:9 dan Wah 3:9, dan juga
dari istilah ‘rumahmu’ (bukan ‘rumahKu’ atau ‘rumah BapaKu’)
yang digunakan oleh Yesus untuk menunjuk kepada Bait Allah (Mat 23:38).
Perlu diingat bahwa kalau kita berbakti
di gereja yang tidak benar, apalagi yang sesat, maka:
a. Tuhan tidak menganggap bahwa saudara sudah
berbakti kepadaNya.
b. Kita mendukung dan memberi semangat kepada
gereja sesat itu.
Kalau saudara segan untuk meninggalkan
gereja saudara, padahal saudara tahu bahwa gereja saudara itu sesat, saudara
perlu merenungkan pertanyaan ini secara serius: ‘Apakah aku mengikut Kristus, atau mengikut gerejaku?’.
4. Ada orang-orang yang berbakti kepada Tuhan di
rumahnya sendiri (membaca Kitab Suci sendiri, berdoa sendiri, menyanyi sendiri,
dsb). Dengan adanya Mimbar agama Kristen di TV pada hari Minggu, hal ini bisa
dilakukan oleh makin banyak orang. Tetapi ini bukan cara berbakti yang benar,
dan ini terlihat dari:
*
Ul 12:5-7
- “(5) Tetapi tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu,
dari segala sukumu sebagai kediamanNya untuk menegakkan namaNya di sana, tempat
itulah harus kamu cari dan ke sanalah harus kamu pergi. (6) Ke sanalah
harus kamu bawa korban bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan
persepuluhanmu dan persembahan khususmu, korban nazarmu dan korban sukarelamu,
anak-anak sulung lembu sapimu dan kambing dombamu. (7) Di sanalah kamu makan di
hadapan TUHAN, Allahmu, dan bersukaria, kamu dan seisi rumahmu, karena dalam
segala usahamu engkau diberkati oleh TUHAN, Allahmu”.
*
adanya
Kemah Suci atau Bait Suci.
Kalau Tuhan memang menghendaki setiap
orang percaya berbakti sendiri-sendiri di rumah masing-masing, untuk apa
didirikan Kemah Suci / Bait Allah?
*
adanya
hamba-hamba Tuhan.
Kalau memang Tuhan menghendaki setiap
orang percaya berbakti di rumahnya masing-masing, apa gunanya Tuhan menetapkan
adanya hamba Tuhan / gembala (Ef 4:11), penatua dan diaken (1Tim 3:1-13),
dsb?
*
tidak
bisanya kita bersekutu dengan saudara seiman, kalau kita berbakti sendiri di
rumah masing-masing. Perlu diingat bahwa Kristen sangat menekankan persekutuan
dengan saudara seiman.
Ibr 10:25 - “Janganlah
kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti
dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan
semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat”.
5. Jangan membolos dari kebaktian hari Minggu,
dengan alasan:
*
ada
tamu.
*
arisan
/ pertemuan RT / RW.
*
bekerja
/ lembur.
*
belajar.
*
piknik
/ keluar kota.
*
pergi
ke pesta HUT.
*
ada
acara dari ‘para-church’
(persekutuan, dsb).
Para pemimpin
maupun pengikut dari para-church ini
harus menyadari bahwa para-church
didirikan untuk mendukung gereja, dan bukannya untuk menyaingi gereja. Karena
itu mereka seharusnya tidak mengadakan acara pada hari Minggu!
*
ikut
‘kebaktian’ Pernikahan.
Ingat bahwa
upacara pernikahan di gereja sebetulnya bukanlah suatu kebaktian! Saya
berpendapat bahwa hari Minggu bukanlah hari untuk menikah, tetapi untuk
berbakti. Orang kristen sebaiknya tidak menikah pada hari Minggu! Mengapa?
Karena ini bukan hanya menyebabkan pengantinnya tidak bisa berbakti, tetapi
juga menyebabkan banyak orang berdosa karena membolos dari kebaktian.
Alasan yang sah untuk tidak pergi ke
kebaktian adalah kalau saudara sakit, dan itupun tentu bukan sembarang sakit.
Sakitnya harus cukup berat (sehingga memang tidak memungkinkan saudara untuk
berbakti) atau menular. Sedangkan alasan yang lain adalah kalau terjadi hal-hal
yang memang sangat extrim, seperti banjir yang hebat atau kerusuhan.
Satu hal lain yang perlu disadari
adalah bahwa membolos dari kebaktian Minggu, bukan hanya merupakan suatu dosa,
tetapi juga merupakan suatu tindakan yang sangat kurang ajar kepada Tuhan.
Illustrasi: Ada seorang melihat seorang pengemis.
Ia kasihan dan ingin memberinya uang. Dalam kantongnya ada 7 keping uang, dan
ia lalu memberikan 6 keping kepada pengemis itu, dan menyisakan 1 keping untuk
dirinya sendiri. Tetapi pengemis itu, yang melihat bahwa orang itu menyisakan
satu keping untuk dirinya sendiri, lalu menyambar sisa yang 1 keping itu, dan
lari. Ini betul-betul menunjukkan orang yang kurang ajar bukan? Tetapi itu coba
bandingkan dengan analoginya: Allah mempunyai 7 hari, dan ia memberikan 6 hari
bagi kita untuk bekerja, belajar, mengurus urusan-urusan kita dsb. Ia hanya
menyisakan satu hari bagi diriNya sendiri, yaitu hari Sabat. Tetapi kita sering
lalu menyambar hari yang satu itu dari tangan Allah, dan tetap menggunakannya
untuk diri kita sendiri! Apa bedanya orang yang membolos dari kebaktian dengan
pengemis yang kurang ajar tadi?
4) Hukuman
bagi pelanggar hukum hari Sabat.
Pelanggaran
terhadap peraturan Sabat merupakan dosa yang berat, karena pada jaman
Perjanjian Lama, orang yang melanggar peraturan Sabat dijatuhi hukuman mati
(Kel 31:14-15 Bil 15:32-36).
Sekarang renungkan: kalau saudara melihat seseorang mencuri dan seorang lain
membolos dari kebaktian / bekerja pada hari Sabat, yang mana yang saudara
anggap lebih jahat / lebih memalukan? Saya yakin bahwa hampir semua orang di
dunia ini akan menganggap bahwa yang mencuri itulah yang dosanya lebih berat /
lebih memalukan. Tetapi Kitab Suci tidak menjatuhkan hukuman mati kepada
pencuri, melainkan hanya hukuman denda (Kel 22:1), sedangkan terhadap
pelanggar peraturan Sabat, Kitab Suci menjatuhkan hukuman mati. Karena itu
jelaslah bahwa Kitab Suci / Tuhan menganggap bahwa pelanggaran peraturan Sabat
adalah dosa yang lebih besar dari pada mencuri! Karena itu jangan remehkan
pelanggaran terhadap hukum ini!
5) Renungkan:
berapa kali saudara melanggar hukum keempat ini?
HUKUM 5: Hormatilah ayahmu dan
ibumu (Kel 20:12).
Calvin berpendapat bahwa hukum ini
tidak hanya berlaku untuk orang tua, tetapi untuk semua otoritas di atas kita,
seperti:
·
pemerintah
(Ro 13:1-2 1Pet 2:13-14).
·
majikan
/ boss (Ef 6:5).
·
pimpinan
gereja (Kis 23:1-5)
·
suami
(Ef 5:22).
·
guru
/ dosen / pimpinan di sekolah.
Sekalipun saya setuju bahwa sebagai
orang kristen kita harus mentaati dan menghormati semua otoritas di atas kita,
tetapi saya berpendapat bahwa hukum ke 5 ini khusus berhubungan dengan orang
tua. Alasan saya: dalam Kitab Suci, hukum ke 5 ini selalu diterapkan dalam
hubungan orang tua dengan anak (Mat 15:4-6
Ef 6:2-3).
Kol 3:20 mengatakan bahwa anak
harus taat kepada orang tua ‘dalam
segala hal’. Tetapi
kalau kita menafsirkan bagian ini dengan melihat ayat-ayat lain dalam Kitab
Suci, maka kita harus memberi perkecualian, yaitu kalau mereka memberikan
perintah yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Kalau mereka memerintahkan
sesuatu yang dilarang oleh Firman Tuhan, atau melarang kita melakukan apa yang
diperintahkan oleh Firman Tuhan, maka berlaku hukum: “Kita harus lebih taat kepada Allah
dari pada kepada manusia”
(Kis 5:29). Tetapi dalam hal itupun kita harus tetap menghormati mereka
(tidak boleh menolak untuk taat dengan cara yang kurang ajar)!
Perlu juga diketahui bahwa dalam
Perjanjian Lama orang yang melanggar hukum ini juga dijatuhi hukuman mati
(Kel 21:15,17 Im 20:9 Ul 21:18-21). Karena itu:
¨ jangan meremehkan dosa ini!
¨ orang tua harus mengajar anaknya untuk
hormat dan taat kepada mereka, dan bukannya membiarkan anak untuk berlaku
kurang ajar terhadap mereka!
Renungkan: berapa kali saudara
melanggar hukum kelima ini?
HUKUM 6: Jangan membunuh (Kel
20:13).
Hukum ini berhubungan hanya dengan
sesama manusia. Sekalipun merusak tanaman atau membunuh binatang secara
sembarangan (tanpa ada gunanya) bisa dikatakan sebagai sesuatu yang salah, tetapi
itu bukan merupakan pelanggaran terhadap hukum ini. Alasannya: Ro 13:9 dan
Mat 22:37-39 menghubungkan hukum ini dengan sesama manusia.
Ro 13:9 - “Karena
firman: jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan
mengingini dan firman lain manapun juga, sudah tersimpul dalam firman ini,
yaitu: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!”.
Mat 22:37-40 - “(37)
Jawab Yesus kepadanya: ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. (38) Itulah hukum yang
terutama dan yang pertama. (39) Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu,
ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (40) Pada
kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.’”.
Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:
1) Membunuh
orang secara fisik.
Ini sudah jelas, jadi tak perlu
dijelaskan lagi. Yang akan saya jelaskan justru adalah perkecualiannya. Ada
pembunuhan secara fisik yang tidak bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap
hukum ke 6 ini, bahkan bisa dikatakan sebagai tidak berdosa, yaitu:
a) Pembunuhan yang dilakukan dalam rangka
pembelaan diri pribadi, dimana situasinya adalah ‘membunuh atau dibunuh’.
Dasar Kitab Suci untuk ini adalah:
1. Mat 22:39 yang mengharuskan kita untuk
juga mengasihi diri sendiri. Kalau kita membiarkan diri kita dibunuh, maka itu
berarti kita tidak mengasihi diri kita sendiri.
2. Kel 22:2-3 - “(2) Jika seorang
pencuri kedapatan waktu membongkar, dan ia dipukul orang sehingga mati, maka si
pemukul tidak berhutang darah; (3) tetapi jika pembunuhan itu terjadi setelah
matahari terbit, maka ia berhutang darah. Pencuri itu harus membayar ganti
kerugian sepenuhnya; jika ia orang yang tak punya, ia harus dijual ganti apa
yang dicurinya itu”.
Ini suatu hukum yang kelihatan aneh,
sehingga banyak yang menafsirkan bahwa di sini pencuri yang kepergok itu
menye-rang pemilik rumah, dan sebagai tindakan bela diri pemilik rumah membunuh
pencuri itu. Bandingkan dengan terjemahan NIV tentang Kel 22:2 yang
berbunyi: “If a thief is caught breaking in and is struck so
that he dies, the defender is not guilty of bloodshed” (= Jika seorang pencuri kedapatan
waktu mencuri dan dipukul sehingga mati, pembela diri itu tidak bersalah
melakukan pencurahan darah).
3. Neh 4:11-14 - “(11)
Tetapi lawan-lawan kami berpikir: ‘Mereka tidak akan tahu dan tidak akan
melihat apa-apa, sampai kita ada di antara mereka, membunuh mereka dan
menghentikan pekerjaan itu.’ (12) Ketika orang-orang Yahudi yang tinggal dekat
mereka sudah sepuluh kali datang memperingatkan kami: ‘Mereka akan menyerang
kita dari segala tempat tinggal mereka,’ (13) maka aku tempatkan rakyat
menurut kaum keluarganya dengan pedang, tombak dan panah di bagian-bagian
yang paling rendah dari tempat itu, di belakang tembok, di tempat-tempat yang
terbuka. (14) Kuamati semuanya, lalu bangun berdiri dan berkata kepada para
pemuka dan para penguasa dan kepada orang-orang yang lain: ‘Jangan kamu
takut terhadap mereka! Ingatlah kepada Tuhan yang maha besar dan dahsyat
dan berperanglah untuk saudara-saudaramu, untuk anak-anak lelaki dan
anak-anak perempuanmu, untuk isterimu dan rumahmu.’”.
4. Ester 9 menunjukkan bahwa pada waktu
orang Yahudi mau dibasmi, mereka membela diri, dan membunuh orang-orang yang
mau membunuh mereka. Dan tindakan ini tidak pernah disalahkan / dikecam oleh
Tuhan.
5. Alasan lain adalah: kalau kita membiarkan
diri dibunuh, maka nanti si pembunuh itu juga harus dihukum mati, sehingga akan
ada 2 orang yang mati. Sedangkan kalau kita membunuhnya sebagai tindakan bela
diri, yang mati hanya satu orang.
Banyak orang tidak setuju bahwa orang
Kristen diijinkan membela diri berdasarkan:
1. Mat 5:39b yang berbunyi: “Janganlah melawan orang yang
berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu,
berilah juga kepadanya pipi kirimu”. Tetapi perlu diingat bahwa Mat 5:39 meng-gunakan
istilah ‘menampar’ yang jelas tidak membahayakan jiwa, bukannya ‘membacok’,
‘menusuk’, ‘mengepruk’, dsb. Jadi, Mat 5:39 berlaku untuk serangan yang
tidak membahayakan jiwa kita.
2. Mat 26:51-52 - “(51)
Tetapi seorang dari mereka yang menyertai Yesus mengulurkan tangannya,
menghunus pedangnya dan menetakkannya kepada hamba Imam Besar sehingga putus
telinganya. (52) Maka kata Yesus kepadanya: ‘Masukkan pedang itu kembali ke
dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang”.
Pertama-tama, ayat ini tidak cocok
untuk digunakan, karena pada saat itu Yesus tidak sedang diserang, hanya mau
ditangkap.
Selanjutnya:
a. Kata-kata Yesus dalam ay 52 ini
mempunyai arti umum sebagai berikut: siapa yang berperang, pada pihak manapun,
sangat mungkin untuk menjadi korban dari kebencian / permusuhan tersebut. Kalau
diambil arti ini, hanya menunjukkan resiko dari perang / perkelahian, bukan
larangan mutlak.
b. Kata-kata Yesus dalam ay 52 ini
diberi arti kedua oleh Adam Clarke. Dalam bagian ini, sekalipun kata-kata itu
diucapkan oleh Yesus kepada Petrus, tetapi bagian akhirnya menunjuk kepada
orang-orang Yahudi dan Romawi, yang pada saat itu sedang ‘menggunakan
pedang’ terhadap Dia. Jadi, maksud dari kata-kataNya
kepada Petrus adalah: ‘Kamu tidak perlu menggunakan
pedang. Mereka menggunakan pedang terhadap Aku, dan karena itu mereka akan
binasa oleh pedang. Bapa yang akan membasmi mereka. Kamu tidak perlu
menggunakan pedangmu’.
Kalau
diambil arti kedua ini, maka jelas bahwa ini sama sekali tidak melarang orang
Kristen membela diri.
c. Kata-kata Yesus dalam ay 52 ini menunjukkan
bahwa Yesus tidak mau kekristenan dimajukan ataupun dibela dengan menggunakan
kekerasan. Yesus dan para murid pada saat itu sedang ada dalam missi agama, dan
karena itu Ia melarang penggunaan kekerasan.
Bdk.
2Kor 10:3-4 - “(3) Memang kami masih hidup di dunia,
tetapi kami tidak berjuang secara duniawi, (4) karena senjata kami dalam
perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi
dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng”.
Bdk. juga dengan Ef 6:17 yang mengatakan Firman Tuhan adalah pedang Roh.
Jadi, kata-kata Yesus itu tidak berlaku
umum. Jelas tidak berlaku kalau kita diserang dalam keadaan biasa (bukan sedang
menjalankan missi agama).
d. Kata-kata Yesus dalam ay 52 ini
diucapkan Yesus karena yang pada saat itu mau menangkap Yesus adalah alat
negara / pemerintah yang berkuasa saat itu (Romawi). Orang Kristen harus tunduk
kepada pemerintah (bdk. Ro 13:1), dan karena itu, Ia melarang Petrus
menggunakan pedang. Jelas berbeda dengan kasus dimana kita diserang oleh orang
biasa yang bukan termasuk pemerintah / alat negara.
3. Alasan bahwa pada waktu Yesus ditangkap dan
dibunuh, Ia tidak melawan / membela diri. Tetapi perlu diingat bahwa Yesus
memang datang ke dunia untuk mati menebus dosa kita. Kalau waktu ditangkap dan
mau dibunuh Ia melawan, bagaimana mungkin Ia menebus dosa kita?
Juga perlu dicamkan bahwa tidak setiap tindakan Yesus harus kita teladani.
Misalnya bahwa Ia berpuasa 40 hari, atau bahwa Ia tidak pernah kawin / pacaran,
jelas tidak bisa dijadikan pedoman hidup kita. Jadi, tindakan Yesuspun harus
kita tafsirkan bersama ayat-ayat Kitab Suci yang lain, untuk mengetahui apakah
tindakan itu harus diteladani atau tidak.
Kalau pembelaan diri diijinkan, maka
jelas bahwa belajar ilmu bela diri, selama tidak ada unsur-unsur yang tidak
alkitabiah seperti tenaga dalam dsb, juga diijinkan!
b) Pembunuhan
dalam perang / pembelaan diri nasional.
Kalau pembelaan diri pribadi diijinkan,
maka jelas pembelaan diri secara nasional (bukan agresi ke negara lain!) juga
harus diijinkan. Hal lain yang mendukung diijinkannya pembelaan diri nasional
adalah bahwa Kitab Suci (bahkan Perjanjian Baru) tidak melarang seseorang
menjadi tentara (bdk. Luk 3:14
Kis 10:1 - orang-orang ini tidak diperintahkan untuk berhenti
menjadi tentara).
Kis
10:1-2,7 - “(1) Di Kaisarea ada seorang yang
bernama Kornelius, seorang perwira pasukan yang disebut pasukan Italia.
(2) Ia saleh, ia serta seisi rumahnya takut akan Allah dan ia memberi
banyak sedekah kepada umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Allah. ... (7)
Setelah malaikat yang berbicara kepadanya itu meninggalkan dia, dipanggilnya
dua orang hambanya beserta seorang prajurit yang saleh dari orang-orang
yang selalu bersama-sama dengan dia”.
Calvin
(tentang Kis 10:7): “‘A godly soldier.’ ... And in the mean season,
those brain-sick fellows are condemned who cry that it is unlawful for
Christians to carry weapons. For these men were warriors, and yet godly, and
when they embrace Christ they forsake not their former kind of life; they cast
not away their armor as hurtful, nor yet forsake their calling” (= ).
c) Penjatuhan dan pelaksanaan hukuman mati, asal
hal ini dilakukan berdasarkan kebenaran / keadilan.
Banyak orang kristen yang tidak
menyetujui adanya hukuman mati, dengan alasan bahwa itu merupakan sesuatu yang
tidak kasih, tidak menghargai nyawa manusia, tidak alkitabiah, tidak kristiani,
dan juga karena mereka menganggap bahwa orang yang dihukum mati itu tidak
diberi kesempatan bertobat. Tetapi semua ini merupakan pandangan yang salah,
karena:
1. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru jelas
menyetujui adanya hukuman mati (Kej 9:6
Kel 21:15 Im 20:10 Bil 35:31
Ul 13:5 Ro 13:4)!
Kej 9:6 - “Siapa
yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab
Allah membuat manusia itu menurut gambarNya sendiri”.
Kel 21:15 - “Siapa
yang memukul ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati”.
Im 20:10 - “Bila
seorang laki-laki berzinah dengan isteri orang lain, yakni berzinah dengan
isteri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang berzinah itu”.
Bil 35:31 - “Janganlah
kamu menerima uang tebusan karena nyawa seorang pembunuh yang kesalahannya
setimpal dengan hukuman mati, tetapi pastilah ia dibunuh”.
Ul 13:5 - “Nabi
atau pemimpi itu haruslah dihukum mati, karena ia telah mengajak murtad
terhadap TUHAN, Allahmu, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir dan
yang menebus engkau dari rumah perbudakan - dengan maksud untuk menyesatkan
engkau dari jalan yang diperintahkan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk dijalani.
Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu”.
Ro 13:4 - “Karena
pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat
jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang.
Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang
berbuat jahat”.
2. Paulus menyatakan bahwa ia rela dihukum mati
kalau ia memang layak untuk itu.
Kis 25:11 - “Jadi,
jika aku benar-benar bersalah dan berbuat sesuatu kejahatan yang setimpal
dengan hukuman mati, aku rela mati, tetapi, jika apa yang mereka tuduhkan
itu terhadap aku ternyata tidak benar, tidak ada seorangpun yang berhak
menyerahkan aku sebagai suatu anugerah kepada mereka. Aku naik banding kepada
Kaisar!’”.
3. Kalau
seorang pembunuh tidak dihukum mati, maka kita tidak menghargai nyawa dari
korban pembunuhan tersebut.
John
Stott: “Those who
campaign for the abolition of the death penalty on the ground that human life
(the murderer’s) should not be taken tend to forget the value of the life of
the murderer’s victim” [= Mereka yang
berkampanye untuk penghapusan hukuman mati dengan dasar bahwa nyawa / kehidupan
manusia (dari si pembunuh) tidak boleh diambil, cenderung untuk melupakan nilai
dari nyawa / kehidupan dari korban dari si pembunuh]
- ‘The Message of the Sermon of the Mount’, hal 83.
4. Larangan adanya hukuman mati dengan alasan
bahwa orang yang dihukum mati tidak diberi kesempatan bertobat, merupakan
alasan yang salah. Orang yang dijatuhi hukuman mati tetap mempunyai kesempatan
bertobat, karena saat di antara penjatuhan keputusan hukuman mati dan
pelaksanaan hukuman mati itu, bisa ia pergunakan untuk bertobat dan percaya
kepada Yesus. Kalau ia melakukan hal itu, sekalipun ia mati, ia tetap selamat /
masuk surga.
2) Euthanasia (= pembunuhan karena ‘belas kasihan’),
baik secara aktif maupun pasif.
Misalnya: orang yang sudah sakit berat
dan tidak ada harapan untuk sembuh, lalu dibunuh oleh dokter (aktif), atau
dibiarkan mati tanpa diberi pertolongan (pasif).
3) Bunuh
diri (bdk Mat 22:39 Kis 16:27-28).
Ingat bahwa diri kita diciptakan oleh
Tuhan, dan karenanya adalah milik Tuhan. Jadi kita tidak berhak membunuh diri
kita sendiri.
4) Melakukan hal-hal yang membahayakan diri
sendiri, seperti ngebut, dsb.
5) Tidak mau menjaga kesehatan / melakukan
hal-hal yang merusak kesehatan, seperti:
a) Sakit tetapi tidak mau ke dokter / minum
obat.
b) Tidak mau berpantang demi kesehatannya
(misalnya punya tekanan darah tinggi tetapi terus makan makanan yang asin,
dsb).
c) Merokok (termasuk menjadi perokok pasif).
d) Menggunakan narkotik, ecstasy, pil koplo,
dsb.
e) Menggunakan minuman keras secara
berlebihan.
6) Abortus
/ pengguguran kandungan.
Di USA, mulai tahun 1973-1986 terjadi
20 juta aborsi! Ini lebih banyak dari penduduk Los Angeles dan New York City
digabung menjadi satu!
Bagaimanapun kecilnya, bayi dalam
kandungan itu sudahlah merupakan seorang manusia. Karena itu pengguguran
kandungan jelas merupakan pembunuhan.
Dalam memutuskan pengguguran, biasanya
yang diperhitungkan ada-lah ibu dari si bayi, sedangkan si bayi tidak
diperhitungkan. Misalnya: ibunya mengandung di luar nikah, atau mengandung
karena pemer-kosaan. Dari pada ibunya malu, si bayi digugurkan. Ini salah!
Bayinya harus diperhitungkan. Apa salahnya bayi itu sehingga harus dibunuh?
Kadang-kadang orang melakukan abortus
karena dokter berkata anak itu akan lahir cacat. Perlu diingat bahwa kalau
abortus bisa dibenarkan berdasarkan alasan ini, maka konsekwensinya adalah:
anak dan orang dewasa yang cacat juga boleh dibunuh!
Dalam Buletin ‘Disciples’, terbitan Perkantas Jatim, Edisi April - Juni 2000, hal
12, ada suatu artikel yang menarik yang berhubungan dengan abortus, yang saya
kutip di bawah ini:
“Seandainya anda setuju aborsi
.....
1. Ada seorang pendeta dan istrinya yang sangat,
sangat miskin. Mereka mempunyai 14 anak. Sekarang mereka mengetahui bahwa sang
istri sedang mengandung anak mereka ke 15. Mereka hidup dalam kemiskinan yang
amat sangat. Mengingat kemiskinan dan ledakan penduduk dunia, apakah anda
menganjurkan dia untuk aborsi?
2. Seorang ayah sakit sniffles, sang ibu kena
TBC. Mereka punya 4 anak, pertama buta, kedua meninggal, ketiga tuli, keempat
kena TBC. Sang ibu mengandung lagi, apakah anda menganjurkan aborsi?
3. Seorang lelaki kulit putih memperkosa dan
menghamili seorang gadis kulit hitam yang berusia 13 tahun. Jika anda orangtua
kandung dari gadis itu apakah anda menganjurkan aborsi?
4. Seorang pemudi hamil. Dia belum menikah.
Tunangannya bukanlah ayah dari bayi tersebut, dan ia hendak meninggalkan gadis
tersebut. Apakah anda menganjurkan aborsi?”.
Di bawah artikel itu, jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan itu ditulis secara terbalik, dan berbunyi sebagai
berikut:
1. Ketahuilah jika anda menganjurkan aborsi pada
kasus ini berarti anda baru saja membunuh John Wesley, seorang penginjil besar
pada abad ke 19.
2. Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini
berarti anda baru saja membunuh Beethoven, seorang komposer lagu-lagu rohani
ternama didunia.
3. Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini
berarti anda baru saja membunuh Ethel Waters, seorang penyanyi black Gospel
ternama didunia.
4. Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini
berarti anda telah membunuh Yesus, Juruselamat kita.
7) Penggunaan alat KB tertentu, yang sifatnya abortive / menggugurkan (menghancurkan
sel telur dan sperma yang sudah bertemu), seperti spiral. Alat KB lain yang
bersifat mencegah pertemuan sperma dengan sel telur, tidak dilarang.
8) Proses
pembuatan bayi tabung.
Sebetulnya saya berpendapat bahwa
pembuatan bayi tabung tidak salah, selama pembuatannya menggunakan sperma dan
sel telur dari sepasang suami istri. Tetapi biasanya dalam proses pembuatan
bayi tabung, tidak dibuat hanya satu bayi tetapi beberapa bayi, dan nanti hanya
dipilih salah satu sedangkan yang lain dimusnahkan. Pemusnahan bayi-bayi yang
lain ini yang termasuk dalam pembunuhan.
9) Benci.
1Yoh 3:15 - “Setiap
orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu,
bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam
dirinya”.
10) Marah
/ mencaci maki.
Mat 5:21-22 - “(21) Kamu telah mendengar yang
difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh
harus dihukum. (22) Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah
terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir!
harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus
diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala”.
Ada 2
hal yang perlu diperhatikan:
a) Tidak semua kemarahan adalah pelanggaran
terhadap hukum ke 6 ini. Bandingkan dengan Ef 4:26 - “Apabila
kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari
terbenam, sebelum padam amarahmu”. Kata-kata yang saya garis-bawahi itu jelas menunjukkan
bahwa marah belum tentu merupakan dosa. Yesus juga pernah marah, seperti dalam
Mark 3:5 dan Yoh 2:13-17, tetapi Kitab Suci toh berkata bahwa Yesus tidak
berdosa (Ibr 4:15). Mengapa? Karena Yesus marah dengan kemarahan yang
suci, yang bukan dilandasi oleh kebencian tetapi oleh kasih. Demikian juga
kalau orang tua marah kepada anaknya yang berbuat salah, ini tentu tidak bisa
dikatakan sebagai dosa. Tetapi ada kemarahan yang dilandasi oleh kebencian, dan
ini jelas adalah dosa / pelanggaran terhadap hukum ke 6.
b) Kata ‘kafir’ dalam Mat 5:22a diterjemahkan ‘Raca’ oleh NIV, dan dalam catatan kaki
dikatakan bahwa ini adalah suatu istilah bahasa Aramaic yang merupakan istilah
yang menghina. Sedangkan kata ‘jahil’ dalam Mat 5:22b oleh NIV diterjemahkan
sebagai ‘fool’ (= tolol). Sama
seperti dengan kemarahan, mengatakan ‘kafir’ atau ‘tolol’ tidak selalu bisa
dianggap sebagai dosa. Dalam Mat 23:17 Yesus memaki para ahli Taurat dan
orang Farisi dengan istilah ‘orang bodoh’ yang dalam bahasa Yunaninya sama
dengan istilah yang diterjemahkan ‘tolol’ dalam Mat 5:22b itu. Tetapi toh Yesus
dikatakan sebagai tidak berdosa. Jadi jelaslah bahwa tidak semua pengucapan ‘kafir’
atau ‘tolol’ dianggap sebagai pelanggaran hukum ke 6. Kalau kita memaki
seseorang sebagai luapan kebencian / emosi yang tidak terkendali, maka barulah
kita melanggar hukum ke 6 ini.
Renungkan: berapa kali saudara
melanggar hukum ke 6 ini?
HUKUM 7: Jangan berzinah (Kel
20:14).
Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:
1) Melakukan hubungan sex di luar pernikahan
(pelacuran, dsb).
Dalam Ul 25:11-12 ada hukum yang
kelihatannya aneh, yang bunyinya adalah sebagai berikut: “(11) ‘Apabila dua orang berkelahi
dan isteri yang seorang datang mendekat untuk menolong suaminya dari tangan
orang yang memukulnya, dan perempuan itu mengulurkan tangannya dan menangkap
kemaluan orang itu, (12) maka haruslah kaupotong tangan perempuan itu;
janganlah engkau merasa sayang kepadanya.’”.
Perempuan itu melihat suaminya
berkelahi, lalu bermaksud menolong suaminya dengan menangkap kemaluan lawan
suaminya itu. Hukum Taurat ini mengatakan bahwa tangan perempuan itu harus
dipotong. Hukum ini menunjukkan betapa keramatnya alat kelamin di hadapan
Allah. Kalau perempuan yang memegang alat kelamin lelaki lain dalam sikon
seperti itu (bukan karena nafsu!) harus dihukum dengan dipotong tangannya,
apalagi kalau ia melakukannya dalam suatu perselingkuhan / perzinahan (dengan
berahi / nafsu)! Dan jelas ini bukan hanya berlaku bagi perempuan saja, tetapi
juga bagi laki-laki!
2) Melakukan hubungan sex sebelum pernikahan
(dengan pacar / tunangan).
a) Hubungan sex sebelum pernikahan tetap adalah
dosa, sekalipun pernikahan sudah kurang 1 hari!
b) Kitab Suci tidak memberikan batasan orang
pacaran, selain dari dilarangnya hubungan sex. Jadi, sukar untuk berbicara
tentang hal ini secara mutlak. Mungkin sekali Ul 25:11-12 yang sudah saya
jelaskan di atas bisa menjadi dasar untuk melarang memegang alat kelamin
pacarnya. Ada juga yang berdasarkan Mat 5:28 bahkan melarang orang
berciuman. Tetapi saya berpendapat ini terlalu extrim.
3) Poligami
atau poliandri / beristri atau bersuami
lebih dari satu.
a) Seseorang hanya boleh menikah lagi, kalau
pasangannya sudah mati.
Ro 7:2-3 - “(2)
Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu
hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang
mengikatnya kepada suaminya itu. (3) Jadi selama suaminya hidup ia dianggap
berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain; tetapi jika suaminya telah
mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia bukanlah berzinah, kalau ia menjadi
isteri laki-laki lain”.
Jadi, jangan mempunyai pandangan
negatif sedikitpun tentang orang yang menikah lagi setelah pasangannya
meninggal dunia!
b) Kalau ada orang yang sudah terlanjur
mempunyai lebih dari satu istri, dan ia lalu menjadi kristen, maka saya
berpendapat bahwa ia harus menceraikan istri ke 2 dstnya, tetapi harus tetap
membiayai hidup mereka. Mengapa? Karena hanya pernikahan pertama yang sah di
hadapan Allah, sedangkan pernikahan kedua dstnya adalah perzinahan. Karena itu,
pada waktu ia bertobat / menjadi orang kristen, ia harus membuang semua
perzinahan itu.
4) Bercerai, kecuali kalau terjadi perzinahan
(Mat 5:32 Mat 19:9).
Mat 5:32 - “Tetapi
Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena
zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan
perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah”.
Mat 19:9 - “Tetapi
Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena
zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’”.
Perzinahan merupakan satu-satunya
alasan yang sah untuk bercerai. Kalau terjadi perzinahan, perceraian diijinkan,
bukan diharuskan.
5) Pernikahan dengan orang yang bercerai,
kecuali kalau perceraian itu adalah perceraian yang sah (terjadi karena ada
perzinahan).
Luk 16:18 - “Setiap
orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat
zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia
berbuat zinah.’”.
Catatan: Kalau ada orang sudah menceraikan
istrinya, dan lalu menikah lagi dengan perempuan lain, maka Kitab Suci justru
melarang orang itu kembali dengan istri pertamanya (rujuk).
Ul 24:1-4 - “(1)
‘Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika
kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak
senonoh padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan
perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya, (2) dan jika
perempuan itu keluar dari rumahnya dan pergi dari sana, lalu menjadi isteri
orang lain, (3) dan jika laki-laki yang kemudian ini tidak cinta lagi
kepadanya, lalu menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu
serta menyuruh dia pergi dari rumahnya, atau jika laki-laki yang kemudian
mengambil dia menjadi isterinya itu mati, (4) maka suaminya yang pertama,
yang telah menyuruh dia pergi itu, tidak boleh mengambil dia kembali menjadi
isterinya, setelah perempuan itu dicemari; sebab hal itu adalah kekejian di
hadapan TUHAN. Janganlah engkau mendatangkan dosa atas negeri yang diberikan
TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu”.
6) Pikiran-pikiran cabul, menginginkan /
membayangkan hubungan sex dengan orang yang bukan suami / istrinya.
Mat 5:28 - “Tetapi
Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta
menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya”.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a) Masturbasi
/ onani termasuk di sini.
Menurut pendapat saya, sebetulnya
bukannya masturbasi itu sendiri yang salah, tetapi fantasi sex yang boleh
dikatakan selalu menyertai masturbasi. Ini jelas bertentangan dengan Mat 5:28
itu. Tetapi ada kemungkinan bahwa seseorang melakukan masturbasi, tetapi tidak
bersalah, yaitu:
1. Kalau ia bisa melakukannya tanpa fantasi sex.
Ini rasanya tidak masuk akal, tetapi saya pernah berdiskusi dengan seseorang
yang mengatakan bahwa ia bisa melakukan masturbasi tanpa membayangkan apa-apa.
Kalau ini memang bisa dilakukan, saya berpendapat tidak ada dasar apapun untuk
menentang masturbasi seperti ini.
2. Kalau ia melakukan masturbasi itu dengan
membayangkan istri / suaminya sendiri, mungkin pada saat ia terpisah jauh dari
pasangannya. Dengan istri atau suaminya sendiri, melakukan hubungan sexpun
tidak apa-apa, apalagi hanya membayang-kan hubungan sex dengan dia.
b) ‘Wet
dream’ (= mimpi basah) bukanlah dosa, karena ini bukan pikiran dalam
keadaan sadar, tetapi dalam mimpi. Memang Im 15:1-18 menganggap lelehan
yang keluar itu menajiskan orang itu, tetapi ini adalah ceremonial law (= hukum
yang berhubungan dengan upacara agama), yang tidak lagi berlaku saat ini
(bdk. Ef 2:15).
c) Supaya tidak membangkitkan pikiran cabul
dalam diri lawan jenis kita, kita tidak seharusnya berpakaian sedemikian rupa
sehingga merangsang orang lain, karena dengan demikian, kita menjatuhkan orang
lain ke dalam dosa ini. Ini khususnya berlaku untuk perempuan.
7) Membaca buku-buku cabul, nonton Blue Film, mempercakapkan hal-hal yang
cabul.
1Kor 6:18 - “Jauhkanlah
dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di
luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya
sendiri”.
Ef 4:29 - “Janganlah
ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang
baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh
kasih karunia”.
Ef 5:3-4 - “(3)
Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun
jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus. (4) Demikian
juga perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sembrono--karena hal-hal
ini tidak pantas--tetapi sebaliknya ucapkanlah syukur”.
8) Perkosaan.
Ul 22:23-27 - “(23)
Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan--jika
seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia, (24) maka
haruslah mereka keduanya kamu bawa ke luar ke pintu gerbang kota dan kamu
lempari dengan batu, sehingga mati: gadis itu, karena walaupun di kota,
ia tidak berteriak-teriak, dan laki-laki itu, karena ia telah memperkosa isteri
sesamanya manusia. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari
tengah-tengahmu. (25) Tetapi jikalau di padang laki-laki itu bertemu
dengan gadis yang telah bertunangan itu, memaksa gadis itu tidur dengan dia,
maka hanyalah laki-laki yang tidur dengan gadis itu yang harus mati, (26)
tetapi gadis itu janganlah kauapa-apakan. Gadis itu tidak ada dosanya yang
sepadan dengan hukuman mati, sebab perkara ini sama dengan perkara seseorang
yang menyerang sesamanya manusia dan membunuhnya. (27) Sebab laki-laki itu
bertemu dengan dia di padang; walaupun gadis yang bertunangan itu
berteriak-teriak, tetapi tidak ada yang datang menolongnya”.
Catatan: jangan menekankan kata-kata yang saya
garis bawahi (‘di kota’ dan ‘di
padang’). Yang
ditekankan adalah: apakah memungkinkan bagi gadis itu untuk berteriak minta
tolong atau tidak. Kata ya, ia bersalah karena tidak berteriak. Kalau tidak, ia
tidak bersalah.
9) Incest / perzinahan dalam keluarga.
Im 18:6-18 - “(6)
Siapapun di antaramu janganlah menghampiri seorang kerabatnya yang terdekat
untuk menyingkapkan auratnya; Akulah TUHAN. (7) Janganlah kausingkapkan aurat
isteri ayahmu, karena ia hak ayahmu; dia ibumu, jadi janganlah singkapkan
auratnya. (8) Janganlah kausingkapkan aurat seorang isteri ayahmu, karena ia
hak ayahmu. (9) Mengenai aurat saudaramu perempuan, anak ayahmu atau anak
ibumu, baik yang lahir di rumah ayahmu maupun yang lahir di luar, janganlah
kausingkapkan auratnya. (10) Mengenai aurat anak perempuan dari anakmu
laki-laki atau anakmu perempuan, janganlah kausingkapkan auratnya, karena
dengan begitu engkau menodai keturunanmu. (11) Mengenai aurat anak perempuan
dari seorang isteri ayahmu, yang lahir pada ayahmu sendiri, janganlah
kausingkapkan auratnya, karena ia saudaramu perempuan. (12) Janganlah
kausingkapkan aurat saudara perempuan ayahmu, karena ia kerabat ayahmu. (13)
Janganlah kausingkapkan aurat saudara perempuan ibumu, karena ia kerabat ibumu.
(14) Janganlah kausingkapkan aurat isteri saudara laki-laki ayahmu, janganlah
kauhampiri isterinya, karena ia isteri saudara ayahmu. (15) Janganlah
kausingkapkan aurat menantumu perempuan, karena ia isteri anakmu laki-laki,
maka janganlah kausingkapkan auratnya. (16) Janganlah kausingkapkan aurat
isteri saudaramu laki-laki, karena itu hak saudaramu laki-laki. (17) Janganlah
kausingkapkan aurat seorang perempuan dan anaknya perempuan. Janganlah kauambil
anak perempuan dari anaknya laki-laki atau dari anaknya perempuan untuk
menyingkapkan auratnya, karena mereka adalah kerabatmu; itulah perbuatan mesum.
(18) Janganlah kauambil seorang perempuan sebagai madu kakaknya untuk
menyingkapkan auratnya di samping kakaknya selama kakaknya itu masih hidup”.
Im 20:11-12,17,19-21 - “(11)
Bila seorang laki-laki tidur dengan seorang isteri ayahnya, jadi ia melanggar
hak ayahnya, pastilah keduanya dihukum mati, dan darah mereka tertimpa kepada
mereka sendiri. (12) Bila seorang laki-laki tidur dengan menantunya perempuan,
pastilah keduanya dihukum mati; mereka telah melakukan suatu perbuatan keji,
maka darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri. ... (17) Bila seorang
laki-laki mengambil saudaranya perempuan, anak ayahnya atau anak ibunya, dan
mereka bersetubuh, maka itu suatu perbuatan sumbang, dan mereka harus
dilenyapkan di depan orang-orang sebangsanya; orang itu telah menyingkapkan
aurat saudaranya perempuan, maka ia harus menanggung kesalahannya sendiri. ...
(19) Janganlah kausingkapkan aurat saudara perempuan ibumu atau saudara
perempuan ayahmu, karena aurat seorang kerabatnya sendirilah yang dibuka, dan
mereka harus menanggung kesalahannya sendiri. (20) Bila seorang laki-laki tidur
dengan isteri saudara ayahnya, jadi ia melanggar hak saudara ayahnya, mereka
mendatangkan dosa kepada dirinya, dan mereka akan mati dengan tidak beranak.
(21) Bila seorang laki-laki mengambil isteri saudaranya, itu suatu kecemaran,
karena ia melanggar hak saudaranya laki-laki, dan mereka akan tidak beranak”.
1Kor 5:1 - “Memang
orang mendengar, bahwa ada percabulan di antara kamu, dan percabulan yang
begitu rupa, seperti yang tidak terdapat sekalipun di antara bangsa-bangsa yang
tidak mengenal Allah, yaitu bahwa ada orang yang hidup dengan isteri ayahnya”.
10) Penyimpangan-penyimpangan
sex (sexual deviation), seperti:
a) Homosex.
Im 18:22 - “Janganlah
engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena
itu suatu kekejian”.
Im 20:13 - “Bila
seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan
perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati
dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri”.
Ro 1:26-27 - “(26)
Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab
isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak
wajar. (27) Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar
dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap
yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan
karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk
kesesatan mereka”.
b) Bestiality
/ Zoophilia / hubungan sex dengan binatang.
Kel 22:19 - “Siapapun
yang tidur dengan seekor binatang, pastilah ia dihukum mati”.
Im 18:23 - “Janganlah
engkau berkelamin dengan binatang apapun, sehingga engkau menjadi najis dengan
binatang itu. Seorang perempuan janganlah berdiri di depan seekor binatang
untuk berkelamin, karena itu suatu perbuatan keji”.
Im 20:15-16 - “(15)
Bila seorang laki-laki berkelamin dengan seekor binatang, pastilah ia dihukum
mati, dan binatang itupun harus kamu bunuh juga. (16) Bila seorang perempuan
menghampiri binatang apapun untuk berkelamin, haruslah kaubunuh perempuan dan
binatang itu; mereka pasti dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka
sendiri”.
Tetapi oral sex, sekalipun dianggap
berdosa oleh banyak orang, tidak pernah dikecam / dilarang oleh Kitab Suci,
tentu saja selama hal itu dilakukan oleh pasangan suami istri. Kalau saudara
menganggap ini sesuatu yang tidak wajar, maka perlu dipertanyakan: tidak wajar
menurut siapa? Saya pernah membaca suatu majalah yang mengadakan angket tentang
hal ini dan ternyata lebih banyak pasangan yang melakukan oral sex dari pada
yang tidak!
Renungkan: berapa kali saudara
melanggar hukum ketujuh ini?
HUKUM 8: Jangan mencuri (Kel
20:15).
Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:
1) Mengambil sesuatu yang bukan miliknya sendiri
tanpa ijin, baik besar maupun kecil.
2) Mencuri waktu dalam bekerja, misalnya: datang
terlambat, pulang terlalu pagi, kerja malas-malasan.
3) Tidak mengembalikan barang / uang yang
dipinjam (bdk. Maz 37:21).
4) Mencuri dengan menggunakan ukuran / timbangan
yang tidak cocok (Im 19:35-36 Amsal
11:1 20:10 Yeh 45:10-12
Mikha 6:10-11).
5) Korupsi (Luk 3:13 Yoh 12:6).
6) Menaikkan bon / kwitansi (Luk 3:13).
7) Mencuri nilai dengan cara tidak jujur
pada waktu ulangan / ujian.
8) Mencuri air / listrik / telpon / pajak.
9) Menyalahgunakan fasilitas kantor /
perusahaan, seperti telpon, mobil, dsb, untuk kepentingan pribadi.
10) Tidak memberikan persembahan persepuluhan.
Persembahan persepuluhan adalah milik
Tuhan (Im 27:30), dan karena itu kalau kita tidak memberikannya kepada
Tuhan, kita mencuri / merampok milik Tuhan (Mal 3:6-12 - kata ‘menipu’ di sini seharusnya adalah ‘merampok’).
Satu hal lain yang perlu diketahui
tentang persembahan persepuluhan ialah bahwa persembahan persepuluhan harus
diberikan kepada gereja. Ini ditunjukkan oleh ayat-ayat di bawah ini:
a) Ul 12:5-6 - “(5) Tetapi tempat
yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, dari segala sukumu sebagai kediamanNya untuk
menegakkan namaNya di sana, tempat itulah harus kamu cari dan ke sanalah
harus kamu pergi. (6) Ke sanalah harus kamu bawa korban bakaran dan
korban sembelihanmu, persembahan persepuluhanmu dan persembahan
khususmu, korban nazarmu dan korban sukarelamu, anak-anak sulung lembu sapimu
dan kambing dombamu”.
b) Neh 10:37-38 - “(37)
Dan tepung jelai kami yang mula-mula, dan persembahan-persembahan khusus kami,
dan buah segala pohon, dan anggur dan minyak akan kami bawa kepada para
imam, ke bilik-bilik rumah Allah kami, dan kepada orang-orang Lewi akan
kami bawa persembahan persepuluhan dari tanah kami, karena orang-orang Lewi
inilah yang memungut persembahan-persepuluhan di segala kota pertanian kami.
(38) Seorang imam, anak Harun, akan menyertai orang-orang Lewi itu, bila mereka
memungut persembahan persepuluhan. Dan orang-orang Lewi itu akan membawa
persembahan persepuluhan dari pada persembahan persepuluhan itu ke rumah Allah
kami, ke bilik-bilik rumah perbendaharaan”.
c) Mal 3:10 - “Bawalah seluruh
persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada
persediaan makanan di rumahKu dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam,
apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan
berkat kepadamu sampai berkelimpahan”.
Jadi, persembahan persepuluhan
merupakan suatu kewajiban bagi setiap orang kristen terhadap gereja dan
dengan demikian persembahan persepuluhan tidak boleh diberikan kepada apapun /
siapapun selain gereja, seperti:
1. Orang miskin, korban bencana alam, yatim
piatu, dsb.
Tetapi bagaimana dengan Ul 26:12 - “‘Apabila
dalam tahun yang ketiga, tahun persembahan persepuluhan, engkau sudah selesai
mengambil segala persembahan persepuluhan dari hasil tanahmu, maka haruslah
engkau memberikannya kepada orang Lewi, orang asing, anak yatim dan kepada
janda, supaya mereka dapat makan di dalam tempatmu dan menjadi kenyang”?
Ul 26:12 tidak berarti bahwa
persembahan persepuluhan boleh diberikan kepada orang miskin. Perhatikan
baik-baik ayat itu dan saudara akan melihat bahwa persembahan persepuluhan itu
bukannya diberikan kepada orang miskin, tetapi bisa dikatakan digunakan untuk
pesta makan bersama dengan orang miskin di Bait Allah. Pada jaman sekarang, ini
lebih tepat dikontextualisasikan sebagai ‘acara gereja’.
2. ‘para
church’.
Perlu diketahui bahwa ‘para church’, seperti STRIS / LRII,
PERKANTAS, dan persekutuan-persekutuan dan lembaga-lembaga kristen lainnya,
tetap bukan merupakan ‘church’ (=
gereja), dan karena itu persembahan persepuluhan tidak boleh diberikan
kepada mereka.
3. Hamba Tuhan.
Saudara harus memberikannya kepada
gereja dan biarlah gereja itu yang memberikannya sebagai biaya hidup hamba
Tuhan.
Apakah ini berarti bahwa orang kristen
tidak boleh menyumbang / memberi persembahan kepada orang miskin, korban
bencana alam, yatim piatu, ‘para church’
dan hamba Tuhan? Tentu boleh, tetapi jangan menggunakan yang 10 %, tetapi
gunakanlah 90 % sisanya! Yang 10 % tidak boleh diganggu gugat dan
harus diberikan kepada gereja!
Juga dalam memberikannya ke gereja,
saudara harus memilih gereja yang benar, bukan seadanya gereja, karena
memberikan persembahan persepuluhan kepada gereja yang sesat adalah sama dengan
memberikannya kepada setan.
11) Menjadi tukang tadah barang curian.
Amsal 29:24 (NASB): ‘He who is a partner with a thief hates his
own life’ (= Ia yang menjadi partner dengan seorang pencuri membenci
hidupnya / nyawanya sendiri).
Kalau saudara membeli barang curian,
maka sebetulnya saudara sudah menjadi partner dengan pencurinya, dan ini jelas
merupakan dosa! Karena itu jangan sembarangan membeli barang di loakan, yang
saudara tahu berasal dari pencurian.
12) Pembajakan cassette, buku, CD dan sebagainya.
Dengan melakukan hal-hal ini kita mencuri hak cipta dari si pencipta barang
tersebut.
13) Kleptomania.
Ini adalah penyakit jiwa yang
menyebabkan orangnya mencuri. Cirinya adalah:
a) Tindakan mencuri itu muncul karena dorongan
hati yang tiba-tiba (impulse), bukan
dengan perencanaan.
b) Ia mencuri tanpa alasan. Jadi, bukan karena
membutuhkan barang yang dicuri itu, atau karena mau menjualnya, dsb.
Sekalipun ini adalah penyakit kejiwaan,
saya berpendapat bahwa ini tetap adalah dosa. Bukankah homosex juga adalah
penyakit kejiwa-an? Tetapi itu tetap dikecam oleh Kitab Suci. Lalu mengapa
Klepto-mania tidak?
14) Menahan / mengambil sesuatu yang kita temukan,
padahal kita mengetahui pemiliknya dan bisa mengembalikannya.
Kalau kita menemukan sesuatu, yang
tidak bisa diketahui pemiliknya, maka kita boleh memilikinya. Ini bukan
pencurian. Tetapi kalau kita mengetahui siapa pemiliknya, dan kita bisa
mengembalikannya, kita harus mengembalikannya. Kalau kita menahannya /
mengambilnya dalam kasus seperti itu, kita adalah pencuri!
Bdk. Ul 22:1-3 - “(1)
‘Apabila engkau melihat, bahwa lembu atau domba saudaramu tersesat, janganlah
engkau pura-pura tidak tahu; haruslah engkau benar-benar mengembalikannya
kepada saudaramu itu. (2) Dan apabila saudaramu itu tidak tinggal dekat
denganmu dan engkau tidak mengenalnya, maka haruslah engkau membawa hewan itu
ke dalam rumahmu dan haruslah itu tinggal padamu, sampai saudaramu itu datang
mencarinya; engkau harus mengembalikannya kepadanya. (3) Demikianlah harus
kauperbuat dengan keledainya, demikianlah kauperbuat dengan pakaiannya, demikianlah
kauperbuat dengan setiap barang yang hilang dari saudaramu dan yang kautemui;
tidak boleh engkau pura-pura tidak tahu”.
Dalam
majalah berjudul ‘Reader’s Digest’, June 2001, hal 37-41, ada artikel sebagai
berikut:
Reader’s Digest
menyebarkan di kota-kota besar di beberapa negara sebanyak 1.100 dompet,
berisikan uang senilai $ 50 dalam mata uang lokal, disertai dengan nama, alamat
dan nomor telpon dari si pemilik.
Dompet-dompet itu
disebarkan di tempat-tempat yang bervariasi, seperti tempat telpon umum, di
depan bangunan kantor, toko-toko, tempat parkir, restoran, dan bahkan tempat
ibadah. Juga pada saat suatu dompet ditinggalkan di suatu tempat, dompet itu
diawasi dari jauh, untuk melihat reaksi dari si penemu dompet.
Hasil total, 44 % dari
dompet-dompet itu tidak kembali.
Hasil terperinci:
1. Denmark & Norwegia kembali 100 %.
Sampai diberi komentar:
apakah perlu di sana orang mengunci pintu rumah?
2. Singapura kembali
90 %.
3. Australia & Jepang kembali 70 %.
4. Amerika Serikat kembali 67 %.
5. Inggris kembali 65 %.
6. Belanda kembali
50 %.
7. Jerman kembali 45
%.
8. Rusia kembali
43 %.
9. Filipina kembali
40 %.
10. Itali kembali
35 %.
11. Cina kembali
30 %.
12. Mexico kembali 21
%.
Hal yang
menarik adalah bahwa kadang-kadang orang kaya tidak mengembalikan dompet itu,
sebaliknya orang miskin, yang betul-betul membutuhkan, justru mengembalikannya.
Di Lausanne, Swiss,
seorang wanita berpakaian bagus, memakai mantel dan sepatu hak tinggi, sedang
berjalan dengan anaknya perempuan. Perempuan itu membungkuk untuk mengambil
dompet itu, lalu mereka berdua berpandang-pandangan, dan perempuan itu lalu
memasukkan dompet itu ke kantongnya, dan tidak mengembalikannya.
Sebaliknya seorang bangsa
Albania, yang lari dari Kosovo dan bekerja sebagai pelayan restoran di Swiss,
mengembalikan dompet itu sambil berkata: ‘Saya tahu betapa keras /
berat seseorang harus bekerja untuk mendapatkan uang sebanyak itu’.
Juga seorang Kanada
menemukan uang itu, dan ia lalu berpikir: ‘Mungkin pemiliknya adalah
seorang cacat, yang membutuhkan uang ini lebih dari saya’. Ia lalu mengembalikan
uang itu, padahal ia sendiri adalah orang miskin yang bekerja sebagai seorang
pemulung kaleng-kaleng minuman untuk didaur-ulang.
Ada seorang wanita di
North Carolina, Amerika Serikat, yang pada waktu menemukan dompet itu,
mula-mula berpikir: ‘Aku bisa menggunakan uang ini’. Tetapi ia lalu melihat
ada foto seorang bayi dalam dompet itu, dan lalu berpikir bahwa pemilik dompet
ini lebih membutuhkan uang ini dari aku. Dan ia lalu mengembalikan dompet itu.
Ada beberapa orang yang
mengembalikan dompet itu karena mereka sendiri pernah kehilangan dompet dan
tidak kembali. Seorang di Belanda mengembalikan dompet itu sambil berkata: ‘Pada
saat saya adalah seorang anak, saya kehilangan dompet saya di taman hiburan,
dan tidak pernah kembali. Saya tidak mau pemilik dompet ini merasakan hal yang
sama’.
Bagaimana pengembalian
dompet di kalangan orang-orang yang religius?
Seorang wanita muslim
Malaysia, yang sekalipun sama sekali tidak kaya, tanpa ragu-ragu sesaatpun,
mengembalikan uang itu. Ia berkata: ‘Sebagai orang Islam, saya sadar akan pencobaan dan
bagaimana mengalahkannya’.
Di Taipei, seorang
pemeluk agama Buddha yang sungguh-sungguh, menemukan dompet itu dan langsung
mengembalikannya, dan ia berkata: ‘Adalah kewajibanku untuk melakukan perbuatan baik’.
Di Rusia, seorang wanita
yang dibayar untuk mengajar anak-anak di rumah, mengembalikan dompet itu untuk
mentaati salah satu dari 10 hukum Tuhan. Ia berkata: ‘Beberapa
tahun yang lalu, mungkin aku sudah mengambilnya, tetapi sekarang aku sudah
berubah secara total. Seperti dikatakan: Janganlah mengingini milik sesamamu’.
Tetapi di Mexico,
sedikitnya 2 orang kristen (katolik) mengambil dompet itu, melihat isinya, lalu
membuat tanda salib, dan tidak mengembalikannya.
Reader's Digest memberi
komentar: “The cash, they must have decided, was heaven-sent” (=
Mereka pasti memutuskan / menganggap bahwa uang tunai itu dikirim dari surga) - hal 40.
Artikel itu ditutup
dengan kata-kata sebagai berikut: “For the rest of you, those who
kept the cash, you’ve got our number - and we know where you live” (=
Untuk kalian yang lain, yang menahan uang tunai itu, kalian punya nomer telpon
kami - dan kami tahu dimana kalian tinggal) - hal 41.
Renungkan: berapa kali saudara
melanggar hukum kedelapan ini?
HUKUM 9: Jangan bersaksi dusta (Kel
20:16 bdk. Im 19:11).
Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:
1) Dusta
yang dilakukan dengan:
a) Lidah.
Contoh:
1. Dalam bisnis / dagang.
bdk. Amsal 20:14 - “‘Tidak
baik! Tidak baik!’, kata si pembeli, tetapi begitu ia pergi, ia memuji dirinya”.
2. Fitnah / meneruskan kabar angin yang belum
tentu benar, apalagi tentang hamba Tuhan.
bdk. 1Tim 5:19 - “Janganlah
engkau menerima tuduhan atas seorang penatua kecuali kalau didukung dua atau
tiga orang saksi”.
3. Dusta tentang usia anak, supaya dapat discount.
b) Tulisan.
Contoh:
1. Memalsu tanda tangan.
2. Mengubah umur / tahun kelahiran pada waktu
mengambil SIM.
3. Menaikkan bon / kwitansi.
4. Mahasiswa yang mau dititipi absensi oleh
teman yang bolos kuliah.
5. Mengisi formulir pendaftaran secara tidak
jujur; biasanya dalam persoalan gaji orang tua, gajinya direndahkan.
6. Menandatangani pernyataan yang tidak benar.
7. Memberi surat sakit, padahal tidak sakit.
c) Sikap / pura-pura (bdk. 1Sam 21:10-15, dimana
Daud berpura-pura gila).
Contoh:
pura-pura
sakit / sedih.
bersikap
munafik.
Dusta tetap dilarang:
¨ baik hal itu merugikan orang lain atau
tidak.
Contoh: berkata kepada pengemis: ‘Tidak punya
uang’, padahal saudara punya uang. Sekalipun ini tidak merugikan siapa-siapa,
ini tetap merupakan dosa.
¨ sekalipun hal itu diperintahkan oleh
orang tua / boss! Memang yang memerintahkan salah, tetapi yang melaksanakan
juga salah.
¨ sekalipun hal itu dilakukan untuk
tujuan yang baik. Jangan percaya pada apa yang disebut ‘white lie’ (= dusta putih). Ingat bahwa tujuan yang baik tidak
menghalalkan cara yang tidak baik!
Ironside: “Men are
in the habit of distinguishing between different types of lies. Some lies are
called ‘white lies,’ and some are called ‘black lies.’. But my Bible tells me,
‘All liars shall have their part in the lake which burneth with fire and
brimstone’ (Rev. 21:8). It does not make any distinction between white, black,
and gray lies” [= Manusia biasa membedakan antara
jenis-jenis dusta yang berbeda. Sebagian dusta disebut ‘dusta putih’, dan
sebagian disebut ‘dusta hitam’. Tetapi Alkitab saya memberi tahu saya: ‘... semua
pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala
oleh api dan belerang; ...’ (Wah 21:8). Alkitab tidak membuat pembedaan apapun
antara dusta-dusta putih, hitam dan abu-abu] - ‘Timothy, Titus, & Philemon’, hal 26.
¨ sekalipun itu dilakukan terhadap orang
yang brengsek.
Robert L. Dabney: “... God, and
not the hearer, is the true object on whom any duty of veracity terminates. God
always has the right to expect truth from me, however unworthy the person to
whom I speak”
(= ... Allah, dan bukan pendengarnya, merupakan obyek / tujuan yang benar
terhadap siapa kewajiban kejujuran ditujukan. Allah selalu mempunyai hak untuk
mengharapkan kebenaran dari aku, tidak peduli betapa tidak berharganya orang
kepada siapa aku berbicara)
- ‘Lectures in Systematic Theology’,
hal 425.
2) Gereja yang merencanakan bahwa suatu acara
akan dimulai pk. 19.00, tetapi mengumumkannya kepada jemaat bahwa acara dimulai
pk. 18.30, karena memperkirakan bahwa jemaat bakal ngaret / terlambat. Ini
salah, bukan hanya karena ini merupakan suatu dusta, tetapi juga justru malah
mendidik jemaat untuk datang terlambat.
3) Tidak menepati janji, baik kepada Tuhan
(Pengkh 5:3-4), maupun ke-pada manusia (bdk. Maz 15:4).
Dan sebagainya 5:3-4 - “(3)
Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena
Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu. (4) Lebih baik
engkau tidak bernazar dari pada bernazar tetapi tidak menepatinya”.
Maz 15:4 - “yang
memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan
TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi”.
Misalnya:
tidak
menepati janji pada waktu camp, KKR, dan sebagainya
tidak
menepati janji pacaran / pernikahan. Ini mungkin yang paling banyak / sering
dilanggar!
tidak
menepati janji untuk bertemu atau untuk hal yang remeh sekalipun.
tidak
menepati janji untuk menelpon kembali. Saya sering ditelpon orang, dan pada
waktu pembantu / istri memberitahu orang itu bahwa saya tidak ada, maka orang
itu berkata bahwa nanti jam sekian ia akan menelpon kembali. Dalam pengalaman
saya, kemungkinannya 90 % atau lebih, orang itu tidak menelpon pada jam
yang telah ia janjikan.
4) Sinterklaas
/ Santa Claus.
Penggabungan Sinterklaas / Santa Claus
dengan Natal merupakan hal yang menyedihkan dan salah, bukan hanya karena
sebetulnya kedua hal itu sama sekali tidak ada hubungannya, tetapi terutama
mengingat bahwa Sinterklas / Santa Claus adalah dongeng / takhyul yang bersifat
dusta dan Natal adalah peristiwa historis / fakta dalam Kitab Suci. Tetapi
celakanya banyak gereja dan orang kristen yang menggabungkan kedua hal ini.
Catatan: Encyclopedia Britannica 2000
mengatakan bahwa Santa Claus dilatar-belakangi oleh seseorang yang bernama
Santo Nikolas, yang dikatakan hidup pada abad ke 4. Tetapi Encyclopedia
Britannica 2000 mengatakan bahwa keberadaannya tidak pernah dibuktikan oleh
dokumen sejarah manapun. Sedangkan Sinterklaas, yang merupakan versi Belanda,
jelas-jelas merupakan dusta.
5) Membual, menambah-nambahi cerita, termasuk
dalam khotbah / pemerintah-beritaan Firman Tuhan. Banyak pengkhotbah berbuat
dosa dengan cara ini! Juga banyak orang kristen, yang sekalipun maksudnya baik,
tetapi dalam bersaksi menceritakan dusta.
6) Memfitnah.
Mungkin ini adalah bentuk dusta yang
paling kejam! Tetapi celakanya banyak orang kristen sering memfitnah, baik
secara sengaja, maupun tidak sengaja (menceritakan berita yang disangka benar,
tetapi ternyata tidak benar).
7) Dusta / fitnah bisa dilakukan dengan
menceritakan setengah kebenaran (half
truth).
Memang tidak setiap kali kita
menceritakan sesuatu, kita harus menceritakan seluruh kebenaran. Tetapi
seringkali, kalau kebenaran tidak diceritakan seluruhnya tetapi hanya sebagian
saja, itu bisa merugikan / menjatuhkan nama orang lain. Dalam hal ini,
sekalipun hal yang kita ceritakan itu bukan dusta, tetapi kita tetap memfitnah
orang yang kita ceritakan itu. Misalnya kalau saudara bertemu dengan saya pada
waktu saya pergi ke bioskop dengan istri saya dan seorang wanita lain, dan
saudara lalu menceritakan kepada orang-orang lain bahwa saya pergi dengan
seorang wanita lain (tanpa menceritakan tentang ikut sertanya istri saya), maka
itu jelas adalah half truth yang
bersifat memfitnah!
Karena itu kalau saudara ingin
menceritakan sesuatu maka pikirkanlah lebih dulu, apakah dengan membuang
bagian-bagian tertentu saudara tidak sedang menjelekkan nama orang lain.
Dusta dengan menceritakan setengah
kebenaran ini juga bisa dilakukan oleh orang kristen yang dalam bersaksi hanya
menceritakan hal-hal yang enak / berkat yang mereka alami dari Tuhan, tetapi
sengaja menyembunyikan / tidak mengakui hal-hal yang tidak enak yang mereka alami
dalam mengikuti Kristus.
8) Dusta / fitnah juga bisa dilakukan dengan
mengubah nada bicara / mimik wajah!
Misalnya: kalau si A berkata kepada
saudara: ‘si B itu gila’. Ia mengatakan hal itu dengan wajah tersenyum, dan
tidak betul-betul bermaksud memaki si B. Tetapi saudara lalu menyampaikan hal
itu kepada si B dengan berkata: ‘Si A berkata: kamu itu gila!’, dengan nada
membentak dan wajah yang marah, maka sebetulnya saudara sedang memfitnah si A!
Karena itu setiap kali saudara
menceritakan tentang apa yang dikatakan oleh orang lain, perhatikanlah apakah
nada dan mimik wajah saudara sesuai dengan aslinya!
Catatan: Jujur tidak berarti bahwa kita harus
membuka semua rahasia! Kita boleh merahasiakan, tetapi tidak boleh berdusta.
Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum
kesembilan ini? Kalau saudara tahu bahwa saudara sudah sering / banyak
berdusta, maka jangan menganggapnya sebagai dosa yang remeh, karena
Wah 21:8 mengatakan bahwa semua pendusta akan masuk ke dalam lautan yang
menyala-nyala dengan api dan belerang! Juga perhatikan Kis 5:1-11, dimana
Ananias dan Safira dihukum mati oleh Tuhan karena berdusta.
HUKUM 10: Jangan mengingini milik
sesamamu (Kel 20:17).
Tidak semua keinginan adalah dosa.
Keinginan yang dilarang oleh hukum ini adalah keinginan yang didasari oleh iri
hati.
Contoh pelanggaran dari hukum ini:
·
ingin
kaya seperti tetangga.
·
ingin
mobil, TV, video seperti tetangga.
·
ingin
kecantikan orang lain.
·
ingin
suami / istri / pacar orang lain.
·
ingin
kepandaian / bakat orang lain.
Renungkan: berapa kali saudara
melanggar hukum kesepuluh ini?
Hal-hal yang perlu diketahui
tentang 10 Hukum Tuhan:
1) 10
Hukum Tuhan ini berlaku sampai akhir jaman.
Mat 5:17-19 - “(17)
‘Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau
kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk
menggenapinya. (18) Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum
lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan
dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. (19) Karena itu siapa yang
meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan
mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling
rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan
segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di
dalam Kerajaan Sorga”.
2) Mat 22:37-40 menunjukkan bahwa 10 Hukum
Tuhan ini dapat disimpulkan dalam 2 hukum saja, yaitu:
Kasih
kepada Allah.
Kasih
kepada sesama manusia.
Mat 22:37-40 - “(37)
Jawab Yesus kepadanya: ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. (38) Itulah hukum yang
terutama dan yang pertama. (39) Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu,
ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (40) Pada kedua hukum
inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.’”.
3) Tujuan 10 Hukum Tuhan.
10 Hukum Tuhan
diberikan bukan sebagai jalan untuk pergi ke surga! Tujuan 10 Hukum
Tuhan yang terutama adalah me-nyadarkan kita akan dosa kita. Sudahkah saudara
sadar akan banyaknya dosa saudara?
II) Hukuman dosa.
Pada waktu Adam jatuh ke dalam dosa,
maka dosanya mempunyai akibat yang menimpa seluruh umat manusia, karena ia
merupakan wakil dari seluruh umat manusia.
Akibat dosa Adam:
1) Penderitaan.
a) Orang
perempuan merasa sakit waktu melahirkan (Kej 3:16).
b) Pekerjaan
menjadi sukar (Kej 3:17-19a).
Sebetulnya pekerjaan itu sendiri
bukanlah hukuman dosa, karena pekerjaan sudah ada sebelum dosa ada
(Kej 2:15). Tetapi sebelum ada dosa, pekerjaan tidak sukar, dan setelah
dosa ada, pekerjaan menjadi sukar, dan ini merupakan sebagian hukuman dosa.
c) Rasa
gelisah, takut, kuatir, tidak damai (Kej 3:7-10
Yes 48:22).
Yes 48:22 berbunyi: “‘Tidak ada damai sejahtera bagi
orang-orang fasik!’ firman TUHAN”.
Dalam kontex Kitab Suci, yang dimaksud
dengan ‘orang fasik’ bukan sekedar penjahat, pembunuh, dsb, tetapi semua orang
yang belum percaya kepada Yesus.
Tuhan sudah mendesign manusia sedemikian rupa sehingga
ia hanya bisa hidup bahagia, damai, sukacita, kalau ia hidup dalam persekutuan
dengan Allah. Kalau ia keluar dari design
ini dan tidak mempunyai persekutuan dengan Allah, maka hidupnya pasti tidak
akan damai, sukacita, bahagia. Paling-paling ia bisa mem-punyai kesenangan
duniawi yang bersifat semu dan sementara, tetapi damai dan sukacita sejati
tidak akan mungkin ia miliki.
Kesimpulan: Jadi, penderitaan sebagai hukuman
dosa ini mencakup baik penderitaan fisik / jasmani, maupun penderitaan batin.
Catatan: Sekalipun dosa dihukum dengan
penderitaan, tetapi penderitaan tidak selalu merupakan hukuman dari dosa.
Kadang-kadang penderitaan merupakan hukuman dari dosa, seperti misalnya dalam
kasus Gehazi (2Raja 5:25-27), tetapi kadang-kadang tidak, seperti dalam
kasus Ayub, dan juga dalam kasus orang buta dalam Yoh 9:1-3. Karena itu,
pada waktu menghadapi orang yang mengalami penderitaan, jangan sembarangan
menghakiminya dengan mengatakan bahwa ia menderita pasti karena dosa.
2) Putus
hubungan dengan Allah (Kej 3:23 Yes
59:2).
Yes 59:2 - “tetapi
yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan
yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak
mendengar, ialah segala dosamu”.
Karena Allah itu suci, Ia tidak bisa
bersatu dengan manusia yang berdosa.
3) Kematian
(Kej 3:19).
Kematian ini bisa datang setiap saat,
dan tidak akan bisa dihindari.
Illustrasi: ada dongeng kuno tentang seorang
pedagang di Bagdad. Suatu hari ia suruh pelayannya pergi ke pasar. Pelayan itu
kembali dengan muka pucat ketakutan. Tuannya bertanya: ‘Ada
apa?’.
Pelayan itu menjawab: ‘Tuan, aku bertemu dengan maut.
Maut itu melihat aku, lalu menggerak-gerakkan tangannya secara menakutkan.
Tuan, aku takut sekali, tolong pinjami aku kuda, supaya aku bisa lari’. Tuan itu bertanya: ‘Kamu
mau lari kemana?’.
‘Aku mau lari ke kota Samarra’. Tuan itu kasihan dan lalu meminjamkan
kudanya dan pelayan itu lari ke kota Samarra. Tuan itu lalu merasa penasaran,
dan ia lalu pergi ke kota untuk mencari maut itu. Waktu bertemu dengan maut, ia
lalu bertanya: ‘Hai maut, mengapa kamu menakut-nakuti
pelayanku?’. Maut
menjawab: ‘Aku tidak menakut-nakuti dia. Aku hanya
heran melihat dia di pasar di kota Bagdad ini, karena aku mempunyai perjanjian
untuk bertemu dengan dia malam ini di kota Samarra’.
Kalau kematian datang pada saudara
malam ini, siapkah saudara?
4) Semua
manusia menjadi manusia berdosa.
Ro 5:18a,19a - “(18a) Sebab
itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman,
... (19a) Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang
telah menjadi orang berdosa, ...”.
Jelas bahwa yang dimaksud dengan ‘satu
pelanggaran’ dan ‘ketidak-taatan satu orang’ adalah dosa pertama Adam. Jadi,
ayat ini mengatakan bahwa gara-gara dosa pertama Adam, maka semua manusia
menjadi orang berdosa di hadapan Tuhan. Mengapa? Karena Adam, yang adalah
manusia pertama, dianggap sebagai wakil dari seluruh umat manusia oleh Allah.
Illustrasi: Kalau Indonesia mengirimkan team
sepak bola ke luar negeri untuk suatu pertandingan, maka pada waktu team itu
kalah, orang berkata ‘Indonesia kalah’. Kita tidak ikut main sepak bola, tetapi
tetap dianggap kalah, karena wakil kita kalah.
Ada agama lain yang percaya bahwa pada
waktu lahir, manusia itu suci. Tetapi kekristenan tidak mempercayai hal seperti
itu. Kekristenan menga-takan bahwa sejak lahir, bahkan pada waktu masih dalam
kandungan, manusia sudah adalah orang berdosa. Inilah yang disebut dosa asal /
original sin. Ayat-ayat lain yang
menjadi dasar dosa asal ini adalah:
a) Maz 51:7 - “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam
dosa aku dikandung ibuku”.
b) Ayub 25:4 - “Bagaimana manusia benar di hadapan Allah, dan
bagai-mana orang yang dilahirkan perempuan itu bersih?”.
c) Maz 58:4 - “Sejak lahir orang-orang fasik telah menyimpang, sejak
dari kandungan pendusta-pendusta telah sesat”.
d) Yes 48:8b - “orang
menyebutkan engkau: pemberontak sejak dari kandungan”.
5) Semua
manusia ada di bawah murka Allah.
Yoh 3:36 - “Barangsiapa percaya kepada Anak,
ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia
tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya”.
Kata ‘tetap’ di sini menunjukkan bahwa
dari semula (sejak orang itu lahir), murka Allah itu sudah ada di atasnya.
Kalau ia percaya kepada Yesus, maka murka itu dicabut, tetapi kalau ia tidak
percaya / tidak taat, maka murka Allah itu tetap ada di atasnya.
Ef 2:1-3 - “(1) Kamu dahulu sudah mati karena
pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. (2) Kamu hidup di dalamnya, karena
kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa,
yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. (3)
Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup
di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang
jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama
seperti mereka yang lain”.
Bagian yang saya garisbawahi itu,
terjemahan hurufiahnya adalah seperti yang diberikan oleh NASB: “and
were by nature children of wrath, even as the rest” (= dan secara alamiah adalah
anak-anak kemurkaan, sama seperti yang lain).
Jadi, ini menunjukkan bahwa manusia itu
secara alamiah, maksudnya sejak lahir, adalah orang yang dimurkai oleh Allah.
Kita lahir sebagai
manusia berdosa, dan karena itu sejak kita lahir, kita sudah ada di bawah murka
Allah. Kita tidak lahir di daerah netral! Kita lahir di bawah murka Allah!
Karena itu, kalau saudara tidak mau datang dan percaya kepada Yesus untuk
mendapatkan pengampunan dosa dan perdamaian dengan Allah, maka secara otomatis
saudara akan menuju ke neraka dimana saudara akan mengalami / merasakan murka
Allah secara penuh.
6) Semua
manusia condong / lebih senang pada dosa, dan tidak bisa berbuat baik.
Karena kita lahir sebagai orang yang
berdosa, maka kita mempunyai kecenderungan untuk berbuat dosa. Ini bisa
terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:
Kej 6:5 - “Ketika dilihat TUHAN bahwa
kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu
membuahkan kejahatan semata-mata, ...”.
Kej 8:21b - “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi
karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak
kecilnya”.
Illustrasi: Makhluk yang lahir sebagai monyet
akan secara otomatis melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh monyet.
Demikian juga makhluk yang dilahirkan sebagai orang berdosa akan secara
otomatis melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh orang berdosa.
Contoh:
·
kalau
ada guru tidak masuk karena sakit, murid-muridnya malah senang.
·
kalau
dipukul, kita cenderung membalas daripada mengampuni.
·
kalau
mendengar Firman Tuhan selama 1 jam sudah merasa capai, tetapi kalau nonton
film 3 jam tidak apa-apa.
·
kalau
membaca Kitab Suci merasa mengantuk, tetapi kalau membaca novel, buku silat, majalah
dsb, tahan berjam-jam.
·
anak
kecil diajar mengasihi, hidup disiplin, dsb, sukar sekali. Tetapi kalau diajar
untuk mencaci-maki orang, gampang sekali.
Sebetulnya, manusia berdosa itu bukan
hanya cenderung kepada dosa, tetapi bahkan sama sekali tidak bisa berbuat baik,
dan selalu berbuat dosa saja. Ini sebetulnya sudah terlihat dari Kej 6:5 di
atas, tetapi lebih terlihat lagi dari Tit 1:15 yang berbunyi: “Bagi
orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatupun
tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.
Kalau saudara sudah bisa mempunyai
kerinduan untuk melakukan hal-hal yang baik, seperti pergi ke gereja, mendengar
Firman Tuhan, dsb, maka itu bisa terjadi karena Roh Kudus sudah bekerja dalam
diri saudara (melahir-barukan dan mengubahkan saudara). Tanpa pekerjaan Roh
Kudus, saudara tidak akan senang / rindu pada apa yang baik.
1Kor 2:14 - “Tetapi manusia duniawi tidak
menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu
kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai
secara rohani”.
7) Neraka
(Ro 6:23 Wah 21:8).
Yang ini bukan hanya merupakan akibat /
hukuman terhadap dosa Adam saja, tetapi dosa setiap orang, karena Ro 6:23a
berbunyi: “Sebab
upah dosa ialah maut”. ‘Maut’ dalam Ro 6:23 ini tidak hanya menunjuk pada
kematian biasa, tetapi menunjuk pada kematian kedua / penghukuman kekal di
neraka.
Wah 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut,
orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh,
orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua
pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang
menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua”.
Hal-hal yang perlu diketahui tentang neraka.
a) Neraka
itu merupakan suatu tempat yang nyata dan betul-betul ada.
Ada ajaran / orang yang tidak percaya
adanya neraka, seperti:
1. Ajaran Saksi Yehuwa, yang begitu menekankan
kasih Allah sehingga mengatakan bahwa Allah yang kasih itu tidak mungkin
menghukum manusia selama-lamanya di dalam neraka. Mereka percaya bahwa Allah
akan memusnahkan manusia berdosa tetapi tidak menghukum mereka dalam neraka.
Untuk ini perlu diingat bahwa sekalipun
Allah itu kasih, Ia juga adalah suci dan adil sehingga Ia membenci dosa dan
harus menghukum orang berdosa. Ini sesuai dengan Nahum 1:3 yang berbunyi: “TUHAN itu panjang sabar dan besar
kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang
bersalah” (bdk.
Kel 34:6-7).
2. Pandangan yang berkata bahwa neraka adalah
penderitaan yang kita alami di dunia ini.
Dalam suatu buku Saat Teduh ada cerita
sebagai berikut:
“An
evangelist once encountered a skeptic who, when asked to receive Christ, said,
‘I’m not afraid of Hell - all the Hell we get is here on earth! The preacher’s
reply was quick and devastating, ‘I’ll give you three reasons why this cannot
be Hell! First, I am a Christian, and there are no Christians in Hell!
Secondly, there is a place just around the corner where you can slake your
thirst, but there is no water in Hell! Thirdly, I have been preaching Christ to
you, and there is no Gospel in Hell!’” (= Suatu kali seorang penginjil bertemu dengan
seorang skeptik yang, pada waktu diminta untuk menerima Kristus, berkata: ‘Aku
tidak takut pada neraka - Neraka yang kita dapatkan adalah di sini di dunia
ini!’. Jawaban pengkhotbah itu cepat dan bersifat menghancurkan: ‘Aku akan
memberimu 3 alasan mengapa ini tidak mungkin adalah neraka! Pertama, aku adalah
seorang Kristen, dan tidak ada orang Kristen dalam neraka! Kedua, ada tempat di
dekat sudut itu dimana kamu bisa memuaskan kehausanmu, tetapi tidak ada air
dalam neraka! Ketiga, aku telah memberitakan Kristus kepadamu, dan tidak ada
Injil dalam neraka!’)
- ‘Bread For Each Day’, September 14.
Perlu diketahui bahwa penderitaan dalam
dunia, yang bagaimana-pun hebatnya, hanyalah semacam cicipan dari hukuman /
siksaan yang luar biasa hebatnya dalam neraka.
Karena itu kalau saudara mau bunuh diri
untuk lari dari penderitaan dunia ini, maka ingatlah bahwa itu akan menyebabkan
saudara justru akan masuk ke dalam neraka selama-lamanya, dimana saudara akan
mengalami penderitaan yang jauh lebih hebat dari penderitaan saudara dalam
dunia ini!
Perlu saudara ingat bahwa kalau neraka
itu tidak ada, maka:
a. Semua ayat-ayat Kitab Suci yang berbicara
tentang neraka adalah salah dan harus dibuang dari Kitab Suci!
b. Allah juga tidak ada. Mengapa bisa demikian?
Semua orang harus mengakui bahwa dalam dunia ini ada banyak ketidakadilan,
misalnya: orang saleh justru miskin, orang jahat justru jaya, orang kaya dan
berkedudukan menindas orang miskin yang rendah, dsb. Juga ada banyak dosa yang
tidak dihukum, mungkin karena dosa itu tidak diketahui orang lain, atau karena
pintarnya orangnya mempermainkan hukum. Andaikata neraka tidak ada, maka semua
ketidakadilan dan dosa ini tidak dibereskan! Dengan demikian Allah itu tidak
adil, dan kalau Allah itu tidak adil, Ia bukanlah Allah. Jadi kalau saudara
tidak mempercayai adanya neraka, saudara harus menjadi orang yang atheis!
Kalau saudara tidak
percaya adanya neraka, saya justru yakin bahwa saudara akan masuk ke neraka.
Pada saat itu saudara akan percaya akan adanya neraka, tetapi sudah terlambat!
b) Neraka adalah tempat dimana orang terpisah
dari Allah selama-lamanya, tanpa bisa dipulihkan kembali.
2Tes 1:9 - “Mereka ini akan menjalani hukuman
kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan
kekuatan-Nya”.
Perhatikan bahwa istilah ‘kebinasaan’
dalam ayat tersebut di atas tidaklah berarti bahwa orangnya dimusnahkan. Bagian
terakhir dari ayat itu menjelaskan apa arti dari kata ‘kebinasaan’ itu, yaitu
‘dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya’. Dan ini
berlangsung selama-lamanya!
Mungkin dalam pandangan orang kafir,
terpisah dari Allah itu bukanlah suatu penderitaan. Tetapi perlu diingat bahwa
terpisahnya manusia dengan Allah adalah sumber dari segala penderitaan. Pada
waktu Adam dan Hawa masih suci, mereka hidup dekat dengan Allah, dan mereka
bahagia. Tetapi pada waktu mereka berdosa, hubungan mereka dengan Allah putus,
sehingga mulai muncul segala macam penderitaan.
Juga dalam Maz 16:11 dikatakan: “... di hadapanMu ada sukacita
berlimpah-limpah, di tangan kananMu ada nikmat senantiasa”.
NIV: “You will fill me with joy in your presence, with eternal pleasures at
your right hand” (= Engkau akan mengisi aku dengan sukacita di dalam
kehadiranMu, dengan kesenangan yang kekal di tangan kananMu).
Ayat ini menunjukkan bahwa kalau
seseorang dekat dengan Tuhan, maka ada sukacita dan kebahagiaan. Secara implicit ayat ini menunjukkan bahwa
kalau seseorang terpisah dari Allah, ia tidak akan mempunyai sukacita ataupun
kebahagiaan. Ia memang bisa menda-patkan sukacita / kebahagiaan duniawi yang
bersifat semu dan sementara. Tetapi sukacita dan kebahagiaan yang sejati, tidak
akan pernah ia miliki.
Karena itu, pada waktu seseorang masuk
neraka, dan ia dijauhkan dari hadirat Allah selama-lamanya, itu jelas
menunjukkan akan adanya penderitaan yang juga bersifat kekal!
c) Neraka
adalah tempat penyiksaan / penderitaan yang:
1. Luar
biasa hebatnya.
Ini ditunjukkan oleh:
a. kata ‘siksaan’ (Mat 25:46 Yudas 7
Wah 14:11 20:10).
b. orang kaya ‘menderita sengsara’, ‘sangat
kesakitan’, dan ‘sangat menderita’ (Luk 16:23,24,25).
c. kata-kata ‘ratap dan kertak gigi’
(Mat 8:12 13:42,50 22:13b).
Ada yang beranggapan bahwa ‘kertak
gigi’ itu dilakukan karena mereka marah kepada Allah yang menyiksa mereka
dengan begitu hebat. Tetapi saya beranggapan bahwa kertak gigi itu dilakukan
untuk menahan sakit yang begitu hebat yang mereka derita. Yang manapun arti
yang benar, tetap menunjukkan bahwa orang-orang ini mengalami penderitaan yang
luar biasa.
d. simbol-simbol tentang neraka, yaitu:
(1) api (Mat 3:12b 13:42,50
25:41 Mark 9:43-48 Luk 16:24 Yudas 7
Wah 14:11 19:20 20:10
21:8).
Ini merupakan simbol yang paling umum,
dan penggunaan simbol api jelas menunjukkan suatu siksaan yang sangat
menyakitkan. Kalau saudara terkena api sekitar 1-2 detik, itu sudah sangat
menyakitkan. Kalau 15-30 detik, itu sudah merupakan luka bakar yang sangat
parah dan menyakitkan. Bisakah saudara bayangkan bagaimana rasanya kalau
saudara dibakar secara kekal?
(2) ulat-ulat bangkai (Mark 9:43-48).
Pernah terjadi ada orang yang mengalami
kecelakaan mobil, sehingga lumpuh total karena syarafnya terjepit pada tulang
belakangnya. Di rumah sakit ia terus terbaring pada punggungnya (tidak dibolak
balik, karena takut syarafnya yang terjepit itu akan bertambah parah dan
membunuh dia), dan akhirnya punggung itu membusuk dan ada zet / ulat bangkainya.
Dalam keadaan hidup orang itu merasakan penderitaan yang begitu hebat karena
zet itu menggerogoti tubuhnya! Akhirnya dia mati dan terbebas dari siksaan ulat
bangkai duniawi itu. Tetapi kalau seseorang masuk ke neraka, hal seperti ini
akan berlangsung selama-lamanya!
(3) kegelapan yang paling gelap (Mat 8:12 Mat 22:13b).
Ini menggambarkan keadaan dalam penjara
Romawi yang ada di bawah tanah di mana sama sekali tidak ada cahaya. Ini
menyebabkan seseorang merasa stress, tidak ada harapan, depresi dsb, sehingga
bisa gila, bunuh diri, dsb. Dan ini merupakan tempat penderitaan yang luar
biasa hebatnya. Kalau tidak demikian, tentu orang Romawi tidak akan menciptakan
tempat hukuman semacam itu.
Sekarang, apakah api, ulat bangkai, dan
kegelapan ini adalah sesuatu yang bersifat hurufiah atau simbol? Ada penafsir
yang menganggap bahwa api adalah sesuatu yang hurufiah / bukan simbol.
Argumentasinya:
“Fire
is evidently the only word in human language which can suggest the anguish of
perdition. It is the only word in the parable of the wheat and the tares which
our Lord did not interpret (Matt. 13:36-43). He said: ‘The field is the
world,’ ‘the enemy ... is the devil,’ ‘the harvest is the end of the world,’
‘the reapers are the angels.’ But we look in vain for such a statement as, ‘the
fire is ...’ The only reasonable explanation is that fire is not a symbol. It
perfectly describes the reality of the eternal burnings” [= Api jelas merupakan
satu-satunya kata dalam bahasa manusia yang bisa menunjukkan penderitaan dari
penghukuman akhir / neraka. Itu adalah satu-satunya kata dalam perumpamaan
gandum dan lalang yang tidak ditafsirkan oleh Tuhan kita (Mat 13:36-43).
Ia berkata: ‘ladang ialah dunia’, ‘musuh ... ialah Iblis’, ‘waktu menuai ialah
akhir zaman’, ‘para penuai ialah malaikat’. Tetapi kita mencari dengan sia-sia
pernyataan seperti ini, ‘api ialah ...’. Satu-satunya penjelasan yang masuk
akal adalah bahwa api bukanlah simbol. Itu secara sempurna menggambarkan
kenyataan dari pembakaran kekal] - S. Maxwell Coder, ‘Jude:
The Acts of The Apostates’, hal 82.
Tetapi banyak penafsir yang beranggapan
bahwa semua ini (api, ulat bangkai, kegelapan) adalah simbol! Ini terlihat
dari:
·
‘api’
dan ‘kegelapan’ tidak mungkin bisa bersatu.
·
pada
waktu Kitab Suci menggambarkan surga digunakan simbol (Wah 21:11-21),
karena bahan-bahan di surga itu jelas tidak ada di dunia (bdk. 1Kor 2:9).
Kalau sorga digambarkan dengan simbol, saya juga percaya bahwa neraka juga
digambarkan dengan simbol.
Tetapi satu hal yang
sangat penting untuk diperhatikan ialah: jangan sekali-kali hal ini membuat
saudara meng-anggap bahwa kalau demikian neraka tidaklah terlalu me-nakutkan.
Pemikiran ‘Toh semua itu hanya simbol, jadi tidak perlu terlalu kita
takuti’ adalah pemikiran yang sangat bodoh dan keliru. Perlu saudara ingat
bahwa pada waktu Kitab Suci menggambarkan surga dengan simbol, Kitab Suci
menggambarkannya dengan simbol yang indah. Kalau simbolnya indah / mulia, maka
aslinya tentu lebih indah / lebih mulia lagi. Sebaliknya pada waktu Kitab Suci
meng-gambarkan tentang neraka, maka Kitab Suci menggunakan simbol-simbol yang
mengerikan. Kalau simbolnya mengeri-kan, maka aslinya tentu lebih mengerikan
lagi!
2. Bersifat kekal / selama-lamanya, tanpa ada
akhir, pengurangan (ingat bahwa hukuman di neraka bukanlah hukuman yang
bersifat memperbaiki, tetapi betul-betul hukuman, dan karenanya tidak ada
pengurangan) ataupun istirahat dari hukuman tersebut.
Bahwa hukuman di
neraka bersifat kekal / tidak ada akhirnya digambarkan oleh:
kata-kata ‘api yang tidak terpadamkan’ (Mat 3:12b Mark 9:43b,48).
kata-kata ‘api yang kekal’ (Mat 25:41 Yudas 7).
kata-kata ‘siksaan yang kekal’ (Mat 25:46).
kata-kata ‘siang malam tidak
henti-hentinya’
(Wah 14:11).
kata-kata ‘siang malam sampai
selama-lamanya’
(Wah 20:10).
kata-kata ‘ulat-ulatnya tidak akan mati’ (Mark 9:44,46,48).
tidak bisanya orang
kaya menyeberang ke surga karena adanya jurang yang tidak terseberangi (Luk
16:26).
William G. T. Shedd: “Had Christ
intended to teach that future punishment is remedial and temporary, he would
have compared it to a dying worm, and not to an undying worm; to a fire that is
quenched, and not to an unquenchable fire” (= Andaikata Kristus bermaksud untuk mengajar bahwa
hukuman yang akan datang itu bersifat memperbaiki dan sementara, Ia akan membanding-kannya
dengan ulat yang bisa mati, dan bukannya dengan ulat yang tidak bisa mati;
dengan api yang bisa padam, dan bukannya dengan api yang tidak dapat
dipadamkan) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal
681.
Bahwa di neraka
tidak ada pengurangan ataupun istirahat dari hukuman / penderitaan terlihat
dari:
tidak bisanya
Lazarus memberi air kepada orang kaya (Luk 16:24-26). Andaikata Lazarus bisa
memberikan air itu, itu menunjukkan adanya istirahat dari penderitaan atau
pe-ngurangan penderitaan. Tetapi ternyata hal itu tidak bisa dilakukan.
Wah 14:11 - ‘siang malam mereka tidak
henti-hentinya disiksa’. Kata ‘tidak henti-hentinya’ ini oleh KJV/RSV/NIV/NASB
diterjemahkan ‘no rest’ (= tidak ada
istirahat).
Illustrasi: Seorang wanita yang mau melahirkan
anak, juga mengalami kesakitan yang hebat, tetapi rasa sakit itu tidak datang
terus menerus. Ada ‘istirahat’ dari rasa sakit itu, dan ini tentu menyebabkan
penderitaan itu jauh berkurang dibanding-kan kalau sama sekali tidak ada
istirahat.
Jonathan Edwards, dalam khotbahnya yang
berjudul ‘Sinners in the Hands of an
Angry God’ (= Orang berdosa dalam tangan Allah yang murka), berkata:
“It is everlasting wrath. It would be dreadful to
suffer this fierceness and wrath of Almighty God one moment; but you must
suffer it to all eternity”
(= Ini adalah murka yang kekal. Adalah sesuatu yang menakutkan / mengerikan
untuk menderita kehebatan dan murka
Allah yang mahakuasa ini untuk satu saat saja; tetapi kamu harus menderitanya
sampai kekal).
“... you will absolutely despair of ever having any
deliverance, any end, any mitigation, any rest at all” (= ... kamu akan benar-benar putus
asa untuk bisa mendapatkan pembebasan, akhir, pengurangan / peringanan hukuman,
istirahat).
“You will know certainly that you must wear out long
ages, millions of millions of ages, in wrestling and conflicting with this
almighty merciless vengeance; and then when you have so done, when so many ages
have actually been spent by you in this manner, you will know that all is but a
point to what remains. So that your punishment will indeed be infinite” (= Kamu pasti akan tahu bahwa kamu
akan menjalani zaman-zaman yang panjang, ber-juta-juta zaman, dalam pergumulan
dan pertentangan dengan pembalasan hebat tanpa belas kasihan ini; dan bila kamu
telah menjalaninya, bila begitu banyak zaman telah kamu lalui dengan cara ini,
maka kamu akan tahu bahwa semua itu hanyalah satu titik dibandingkan dengan
waktu yang tersisa. Dengan demikian hukumanmu itu betul-betul tidak terbatas).
2 hal di atas ini,
yaitu bahwa penderitaan di neraka itu luar biasa hebatnya dan bersifat kekal /
selama-lamanya, membuat neraka itu begitu mengerikan. Andaikata penderitaannya
hebat tetapi bersifat sementara, atau penderitaannya kekal tetapi tidak terlalu
hebat, maka mungkin neraka tidaklah terlalu mengerikan. Tetapi kombinasi /
gabungan dari 2 hal itu betul-betul menyebabkan neraka itu sangat mengerikan.
Satu hal lagi yang saudara perlu ingat
adalah: kalau kita sedang senang / mengalami sesuatu yang enak, maka waktu
terasa berlalu dengan cepat. Sebaliknya, kalau kita sedang menderita / sakit,
maka waktu terasa begitu lama. Jadi sebetulnya, kalaupun hukuman di neraka itu
berlangsung ‘hanya’ 100 tahun saja, maka karena penderitaan yang luar biasa
hebatnya itu, waktu yang 100 tahun itu akan terasa seperti selama-lamanya /
kekal. Apalagi kalau hukuman di neraka itu memang bersifat kekal; jadi berapa
lama rasanya?
Karena itu tidak heran kalau Yesus
berkata tentang Yudas (yang pasti akan masuk neraka) sebagai berikut: “... celakalah orang yang olehnya
Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia
tidak dilahirkan”
(Mat 26:24).
Sekarang, selagi saudara masih hidup,
masih ada waktu untuk bertobat. Tetapi kalau saudara sudah mati dan masuk ke
neraka, tidak ada kesempatan untuk bertobat. Ajaran yang mengatakan bahwa
seseorang yang mati tanpa percaya Yesus akan diberi kesempatan kedua (second chance) karena mereka akan
diinjili oleh Yesus sendiri, adalah ajaran sesat yang bertentangan dengan:
Luk 16:19-31
yang menunjukkan bahwa orang kaya yang telah masuk ke neraka itu menyesal,
tetapi tidak ada gunanya.
Maz 88:12
berbunyi: “Dapatkah
kasihMu diberitakan di dalam kubur, dan kesetiaanMu di tempat kebinasaan?”.
Kalau saudara membaca
Maz 88:11-13, saudara bisa melihat bahwa rentetan pertanyaan dalam
ayat-ayat tersebut semuanya harus dijawab dengan ‘tidak’.
Penekanan
Kitab Suci bahwa orang harus bertobat dan percaya Yesus secepatnya.
2Kor 6:2 - “Sebab
Allah berfirman: ‘Pada waktu Aku berkenan, Aku akan mendengarkan engkau, dan
pada hari Aku menyelamatkan, Aku akan menolong engkau.’ Sesungguhnya, waktu
ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari
penyelamatan itu”.
Penekanan
pemberitaan Injil kepada orang yang belum percaya.
Mat 28:19 - “Karena
itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama
Bapa dan Anak dan Roh Kudus”.
Kalau memang nanti akan ada kesempatan
yang kedua, kita tidak perlu memberitakan Injil pada saat ini. Toh orang yang
mati tanpa Kristus akan diinjili oleh Yesus. Tetapi kenyataannya, Yesus
memerintahkan kita untuk memberitakan Injil, dan ini menunjukkan bahwa tidak
akan ada kesempatan kedua dalam kehidupan yang akan datang.
III) Kematian dan kebangkitan Yesus.
Sebelum saya membahas tentang karya
penyelamatan yang Yesus lakukan bagi kita, terlebih dulu saya ingin membahas
tentang diri Yesus sendiri. Setelah inkarnasi, Yesus adalah sungguh-sungguh
Allah dan sungguh-sungguh manusia. Ini akan saya bahas dalam point A) dan B) di
bawah ini.
A) Yesus
adalah Allah.
Bukti bahwa Yesus
adalah Allah:
1) Yesus disebut ‘Anak Allah’.
Sebutan ‘Anak Allah’ harus diartikan
menurut pengertian orang di sana pada jaman itu, bukan menurut pengertian orang
di sini pada jaman ini!
Sebutan ‘Anak Allah’ ini tidak berarti
bahwa mula-mula ada Allah, yang lalu beranak. Kalau diartikan seperti itu,
jelas menunjukkan bahwa Yesus itu tidak kekal, sehingga Ia pasti bukan Allah.
Sebutan ‘Anak Allah’ bagi Yesus berarti
bahwa Ia mempunyai hakekat yang sama dengan Allah Bapa dan itu berarti bahwa Ia
adalah Allah sendiri (Yoh 5:18
10:33 19:7).
Yoh 5:18 - “Sebab itu orang-orang Yahudi lebih
berusaha lagi untuk membunuhNya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat,
tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan
demikian menyamakan diriNya
dengan Allah”.
Catatan: Kata-kata ‘menyamakan
diri’
seharusnya adalah ‘menyetarakan diri’.
Semua orang Yahudi tahu makna dari
pengakuan Yesus sebagai Anak Allah ini. Penyetaraan diri dengan Allah ini
mereka anggap sebagai penghujatan terhadap Allah dan karena itu mereka berusaha
membunuh Dia.
2) Kitab Suci secara explicit mengatakan demikian (Yes 9:5 Yoh 1:1
Ro 9:5 Fil 2:5b-7 Titus 2:13 Ibr 1:8
2Pet 1:1 1Yoh 5:20).
·
Yes 9:5
- “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang
putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya,
dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa
yang Kekal, Raja Damai”.
Perhatikan ayat Natal ini. Dalam ayat
ini Yesus disebutkan sebagai ‘Allah yang
perkasa’!
·
Yoh 1:1
- “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama
dengan Allah dan Firman itu adalah Allah”.
Kata ‘Firman’ (bahasa Yunani: LOGOS) di
sini jelas menunjuk kepada Yesus. Ini terlihat dari Yoh 1:14a yang
mengatakan bahwa ‘Firman itu telah menjadi manusia’ dan dari Yoh 1:14b
yang menyebutNya sebagai ‘Anak Tunggal Allah’. Dan Yoh 1:1 ini secara explicit mengatakan bahwa Firman / Yesus
itu adalah Allah.
·
Ro 9:5
- “Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur, yang
menurunkan Mesias dalam keadaanNya sebagai manusia, yang ada di atas
segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya.
Amin!”.
·
Fil 2:5b-7
berbunyi sebagai berikut: “(5b)
... Kristus Yesus, (6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan
dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, (7) melainkan
telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan
menjadi sama dengan manusia”.
Istilah ‘dalam
rupa Allah’ dan ‘kesetaraan
dengan Allah’ sudah
jelas menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah.
·
Tit 2:13
- “dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang
penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat
kita Yesus Kristus”.
Bagian
terakhir dari ayat ini (yang saya garis bawahi) memungkinkan 2 cara pembacaan:
(Allah yang Mahabesar) dan (Juruselamat kita
Yesus Kristus).
Kalau dipilih pembacaan yang ini, maka ayat
ini membicarakan 2 pribadi, yang pertama adalah ‘Allah yang Mahabesar’, dan
yang kedua adalah ‘Juruselamat kita Yesus Kristus’. Dengan demikian ayat ini
tidak menunjukkan Yesus sebagai Allah.
(Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita),
Yesus Kristus.
Kalau dipilih pembacaan yang ini, maka ayat
ini hanya membicarakan satu pribadi, yaitu Yesus Kristus, yang digambarkan
sebagai ‘Allah
yang Mahabesar’
maupun sebagai ‘Juruselamat
kita’.
Dengan demikian ayat ini menunjukkan Yesus
sebagai ‘Allah
yang besar’ (kata ‘maha’
sebetulnya tidak ada). Jadi, Yesus bukan ‘allah kecil’ seperti dalam ajaran
Saksi Yehuwa!
NIV
memilih pilihan kedua karena NIV menterjemahkannya sebagai berikut: ‘while we wait for the blessed hope - the
glorious appearing of our great God and Savior, Jesus Christ’ (= sementara
kita menantikan pengharapan yang mulia - penampilan yang mulia dari Allah kita
yang besar dan Juruselamat kita, Yesus Kristus).
·
Ibr 1:8
- “Tetapi tentang Anak Ia berkata: ‘TakhtaMu, ya
Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaanMu adalah
tongkat kebenaran”.
Kata-kata
‘tentang Anak’
bisa diterjemahkan ‘kepada Anak’.
KJV: ‘But unto
the Son he saith’ (= Tetapi kepada Anak Ia berkata).
Calvin (hal 44) juga menterjemahkan Ibr 1:8
seperti KJV dan demikian juga dengan John Owen (‘Hebrews: The Epistle of Warning’, hal 10).
Jadi, ayat ini menunjukkan bahwa Allah berbicara
kepada Anak / Yesus, dan menyebutnya sebagai ‘Allah’!
·
2Pet 1:1
- “Dari Simon Petrus, hamba dan rasul Yesus Kristus,
kepada mereka yang bersama-sama dengan kami memperoleh iman oleh karena
keadilan Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus”.
NASB: “... by the righteousness of our God and
Savior, Jesus Christ” (= oleh kebenaran Allah dan Juruselamat kita, Yesus
Kristus).
Jadi
di sini Yesus disebut dengan istilah ‘Allah dan
Juruselamat kita’.
·
1Yoh
5:20 - “Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah
telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya kita
mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam AnakNya Yesus
Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal”.
Dalam ayat ini Yesus Kristus disebut
dengan istilah ‘Allah yang benar’!
3) Kitab Suci memberikan nama-nama / gelar-gelar
ilahi untuk Yesus (Yes 9:5 Yer
23:5-6 Yer 33:14-16 Mat 1:23
2Tim 1:10 Ibr 1:8,10).
Beberapa dari ayat-ayat ini saya
jelaskan di bawah ini:
·
Yes 9:5
- “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang
putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya,
dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa
yang Kekal, Raja Damai”.
Ayat ini jelas merupakan suatu nubuat
tentang Kristus, dan dalam ayat itu Ia disebut sebagai ‘Allah
yang perkasa’.
·
Yer 23:5-6
- “(5) Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah
firman TUHAN, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. Ia akan
memerintah sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dan
kebenaran di negeri. (6) Dalam zamannya Yehuda akan dibebaskan, dan Israel akan
hidup dengan tenteram; dan inilah namanya yang diberikan orang kepadanya:
TUHAN-keadilan kita”.
Yang dimaksudkan dengan ‘tunas
adil bagi Daud’
dalam text ini jelas adalah Yesus. Jadi ayat ini jelas juga merupakan nubuat
tentang Kristus, dan dalam ayat itu Kristus disebut sebagai ‘TUHAN
keadilan’, dimana
kata ‘TUHAN’ tersebut dalam bahasa Ibraninya adalah YHWH / YAHWEH. Ini adalah
ayat-ayat yang sangat penting dalam menghadapi orang-orang Saksi Yehuwa karena
dalam ayat-ayat ini Yesus Kristus disebut dengan sebutan YHWH / YAHWEH.
Perlu diketahui bahwa dalam Kitab Suci
sebutan ‘ADONAY’ (= Tuhan / Lord)
bisa digunakan untuk seseorang yang bukan Allah (Misalnya dalam Yes 21:8).
Demikian juga dengan sebutan Ibrani ‘ELOHIM’ [= Allah / God(s)], atau sebutan Yunani THEOS (= God / Allah), bisa digunakan untuk menunjuk kepada dewa dan bahkan
manusia (Misalnya: Kel 4:16
Kel 7:1 Kel 12:12 Kel 20:3,23 Hakim 16:23-24 1Raja 18:27 Maz 82:1,6 Kis 28:6). Tetapi sebutan YHWH / YAHWEH
(= TUHAN / LORD) tidak pernah
digunakan untuk siapapun selain Allah, karena YAHWEH adalah nama Allah
(Kel 3:15 Yes 42:8)!
Maz 83:19
- “supaya mereka tahu bahwa Engkau sajalah yang bernama
TUHAN, Yang Mahatinggi atas seluruh bumi”.
NIV
menterjemahkan secara berbeda.
NIV: ‘Let them know
that you, whose name is the LORD - that you alone are the Most High over all
the earth’ (= Biarlah mereka mengetahui bahwa Engkau,
yang namaNya adalah TUHAN - bahwa Engkau saja adalah Yang Maha Tinggi atas
seluruh bumi).
Tetapi KJV/RSV/NASB menterjemahkan seperti
Kitab Suci Indonesia.
KJV: ‘That men may know that thou, whose
name alone is JEHOVAH, art the most high over all the earth’ (= Supaya
manusia bisa mengetahui bahwa Engkau sendiri yang namaNya adalah Yehovah,
adalah yang maha tinggi atas seluruh bumi).
RSV: ‘Let them know that thou alone,
whose name is the LORD, art the Most High over all the earth’ (= Biarlah
mereka mengetahui bahwa Engkau saja, yang namanya adalah TUHAN, adalah Yang
Maha Tinggi atas seluruh bumi).
NASB: ‘That they may
know that Thou alone, whose name is the LORD, Art the Most High over all the
earth’ (= Supaya mereka bisa mengetahui bahwa
Engkau saja, yang namanya adalah TUHAN, adalah Yang Maha Tinggi atas seluruh
bumi).
Karena itu, kalau Yesus disebut dengan
istilah YAHWEH / YEHOVAH, itu jelas menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah
sendiri.
·
Dalam
Perjanjian Lama, sebutan ‘Juruselamat’ dan ‘Penebus / Penolong’ ditujukan
kepada Allah (Yes 43:3,11
Yes 45:15 Yer 14:8 Hos 13:4), tetapi dalam Perjanjian Baru,
sebutan itu ditujukan kepada Yesus (2Tim 1:10
Tit 1:4 Tit 2:13 Tit 3:6
2Pet 1:11 2Pet 2:20 2Pet 3:18).
·
Dalam
Mat 1:23 Yesus disebut dengan istilah Immanuel,
yang artinya adalah ‘God with us’ (=
Allah dengan kita).
·
Bandingkan
Mark 5:18-20 dengan Luk 8:38-39.
Mark 5:18-20
- “(18) Pada waktu Yesus naik lagi ke dalam perahu,
orang yang tadinya kerasukan setan itu meminta, supaya ia diperkenankan
menyertai Dia. (19) Yesus tidak memperkenankannya, tetapi Ia berkata kepada
orang itu: ‘Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekampungmu, dan
beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan
atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau!’ (20) Orang itupun pergilah
dan mulai memberitakan di daerah Dekapolis segala apa yang telah diperbuat Yesus
atas dirinya dan mereka semua menjadi heran”.
Luk 8:38-39
- “(38) Dan orang yang telah ditinggalkan setan-setan
itu meminta supaya ia diperkenankan menyertaiNya. Tetapi Yesus menyuruh dia
pergi, kataNya: (39) ‘Pulanglah ke rumahmu dan ceriterakanlah segala sesuatu
yang telah diperbuat Allah atasmu.’ Orang itupun pergi mengelilingi
seluruh kota dan memberitahukan segala apa yang telah diperbuat Yesus
atas dirinya”.
Yesus yang menyembuhkan orang itu. Tetapi
dalam Mark 5:19 Yesus menyuruh orang itu untuk menceritakan apa yang
diperbuat Tuhan atasnya, sedangkan dalam Luk 8:39 Ia menyuruh orang itu
untuk menceritakan apa yang diperbuat Allah alasnya. Lalu bagaimana tanggapan
orang itu? Baik Markus maupun Lukas mengatakan bahwa orang itu lalu
memberitakan apa yang diperbuat Yesus atasnya (Mark 5:20 Luk 8:39). Jadi, jelas bahwa ‘Yesus’ dan
‘Tuhan’ / ‘Allah’ bisa dibolak-balik dan itu berarti Yesus adalah Tuhan /
Allah!
1Kor 2:8 menyebut Yesus sebagai ‘the
Lord of glory’ (= Tuhan kemuliaan / Tuhan yang mulia).
Albert
Banes dalam tafsirannya tentang 1Kor 2:8 mengatakan bahwa:
dalam Maz 24:7-10, YAHWEH disebut /
diberi gelar ‘the King of glory’ (= Raja kemuliaan).
Maz 24:7-10
- “(7) Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan
terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja
Kemuliaan! (8) ‘Siapakah itu Raja Kemuliaan?’ ‘TUHAN, jaya dan perkasa, TUHAN,
perkasa dalam peperangan!’ (9) Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang,
dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja
Kemuliaan! (10) ‘Siapakah Dia itu Raja Kemuliaan?’ ‘TUHAN semesta alam, Dialah
Raja Kemuliaan!’ Sela”.
Perhatikan
bahwa kata ‘TUHAN’ semua hurufnya menggunakan huruf besar, dan ini menunjukkan
bahwa itu berasal dari kata Ibrani YHWH yang merupakan nama dari Allah.
dalam Kis 7:2, Allah disebut /
diberi gelar ‘the God of glory’ (= Allah yang maha mulia / Allah
kemuliaan).
Kis 7:2
- “Jawab Stefanus: "Hai saudara-saudara dan
bapa-bapa, dengarkanlah! Allah yang Mahamulia telah menampakkan diriNya
kepada bapa leluhur kita Abraham, ketika ia masih di Mesopotamia, sebelum ia
menetap di Haran”.
Lit: ‘the God of glory’ (= Allah
kemuliaan).
Jadi,
kalau sekarang dalam 1Kor 2:8 Yesus disebut dengan ‘the Lord of glory’
(= Tuhan kemuliaan), maka Barnes menganggap itu sebagai gelar ilahi yang
diberikan kepada Yesus, dan ini membuktikan bahwa Ia adalah Allah sendiri.
·
Dalam
Ibr 1:8,10 Allah menyebut Yesus / Anak dengan sebutan ‘Allah’ dan ‘Tuhan’.
Ibr 1:8,10 - “(8)
Tetapi tentang Anak Ia berkata: ‘TakhtaMu, ya Allah, tetap untuk
seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaanMu adalah tongkat kebenaran. ...
(10) Dan: ‘Pada mulanya, ya Tuhan, Engkau telah meletakkan dasar bumi,
dan langit adalah buatan tanganMu”.
Di atas sudah saya jelaskan bahwa
kata-kata ‘tentang Anak’ bisa diterjemahkan ‘kepada
Anak’. Jadi,
dalam text ini Allah berbicara kepada Yesus, dan menyebutNya sebagai ‘Allah’ dan ‘Tuhan’!
4) Kitab Suci menunjukkan bahwa Yesus mempunyai
sifat-sifat ilahi seperti:
a) Kekal (Mikha 5:1b Yoh 1:1
Yoh 8:58 Yoh 10:10 Yoh 17:5
Ibr 1:11-12
Wah 1:8,17-18 Wah 22:13).
Mikha 5:1
- “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil
di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagiKu seorang yang akan
memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu
kala”.
Ayat ini jelas merupakan suatu nubuat
tentang Kristus, mengatakan ‘yang permulaannya sudah sejak
purbakala, sejak dahulu kala’.
Yoh 1:1,14
- “(1) Pada mulanya adalah Firman; Firman itu
bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. ... (14) Firman itu
telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat
kemuliaanNya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal
Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran”.
Dari ay 14nya terlihat bahwa yang
dimaksud dengan ‘Firman’ di sini adalah Yesus. Dan ay 1nya
mengatakan bahwa Firman / Yesus itu sudah ada ‘pada mulanya’.
Yoh 8:58
- “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.’”.
Catatan: kata ‘telah’ yang saya coret itu salah, seharusnya
kata itu tidak ada!
Ayat mengatakan bahwa Yesus ada sebelum
Abraham jadi, padahal Abraham hidup lebih dari 2000 tahun sebelum Kristus
lahir.
Yoh 10:10
- “Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan
membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam
segala kelimpahan”.
Ayat ini, dan banyak ayat Kitab Suci
yang lain, mengatakan bahwa Yesus ‘datang’. Ini menunjuk pada saat kelahiran
Yesus. Tidak dikatakan ‘dilahirkan’ tetapi ‘datang’, karena ‘datang’ menunjukkan bahwa Ia sudah ada sebelum
saat itu.
Yoh 17:5
- “Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku padaMu
sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadiratMu sebelum dunia ada”.
Ayat ini mengatakan bahwa Yesus
memiliki kemuliaan di hadapan hadirat Allah sebelum dunia ada.
Ibr 1:11-12
- “(11) Semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap
ada, dan semuanya itu akan menjadi usang seperti pakaian; (12) seperti jubah
akan Engkau gulungkan mereka, dan seperti persalinan mereka akan diubah, tetapi
Engkau tetap sama, dan tahun-tahunMu tidak berkesudahan.’”.
*
Perhatikan
kata-kata ‘semuanya
itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada. ... tetapi Engkau tetap sama, dan
tahun-tahunMu tidak berkesudahan’.
*
Bahwa
bagian ini menunjuk kepada Yesus adalah sesuatu yang jelas, karena
Ibr 1:10-12 merupakan sambungan dari Ibr 1:8-9 (dihubungkan oleh kata
‘dan’ pada awal Ibr 1:10), dan
Ibr 1:8 berkata ‘tentang
Anak’, yang bisa
diterjemahkan ‘kepada
Anak’.
Wah 1:8
- “‘Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan
Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa.’”.
Wah 1:17 - “(17)
Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kakiNya sama seperti orang
yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kananNya di atasku, lalu berkata:
‘Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, (18) dan Yang Hidup.
Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku
memegang segala kunci maut dan kerajaan maut”.
Wah 22:13 - “Aku
adalah Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal
dan Yang Akhir.’”.
Wah 1:8 dan Wah 22:13
menyebut Yesus sebagai ‘Alfa
dan Omega’ (huruf
pertama dan terakhir dalam abjad Yunani), dan Wah 1:17 dan Wah 22:13
mengatakan bahwa Ia adalah ‘Yang
Awal dan Yang Akhir’,
dan Wah 22:13 juga mengatakan bahwa Yesus adalah ‘Yang pertama dan Yang terkemudian’, dan semua ini jelas menunjukkan bahwa
Ia ada dari selama-lamanya sampai selama-lamanya. Lalu Wah 1:18 mengatakan
bahwa Ia ‘hidup,
sampai selama-lamanya’.
b) Suci
/ tak berdosa.
2Kor 5:21 - “Dia
yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya
dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah”.
Ibr 4:15 - “Sebab
Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut
merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah
dicobai, hanya tidak berbuat dosa”.
c) Mahakuasa.
Mujijat-mujijat yang Ia lakukan,
seperti membangkitkan orang mati, menyembuhkan orang sakit, memberi makan 5000
orang lebih dengan 5 roti dan 2 ikan, menenangkan badai, mengubah air menjadi
anggur, berjalan di atas air, mengusir setan, dsb, me-nunjukkan
kemaha-kuasaanNya.
Memang nabi-nabi dan rasul-rasul
tertentu juga melakukan banyak mujijat, tetapi ada beberapa perbedaan:
1. Tidak ada nabi / rasul yang bisa melakukan
mujijat sesuai kehendaknya sendiri, tetapi Kristus bisa.
Yoh 5:21 - “Sebab
sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian
juga Anak menghidupkan barangsiapa yang dikehendakiNya”.
2. Nabi melakukan mujijat bukan dengan kuasanya
sendiri tetapi dengan kuasa Allah, sedangkan rasul juga demikian karena mereka
melakukan mujijat dengan menggunakan nama Yesus. Alkitab bahkan mengatakan
secara explicit bahwa rasul-rasul menerima kuasa dari Yesus untuk melakukan
mujijat-mujijat (Luk 9:1). Tetapi Yesus melakukan mujijat dengan kuasaNya
sendiri (bdk. Yoh 10:18), dan Ia tidak pernah menggunakan nama orang lain
untuk melakukan mujijat.
Luk 9:1 - “Maka Yesus memanggil kedua belas muridNya, lalu
memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan dan untuk
menyembuhkan penyakit-penyakit”.
Yoh 10:18 - “Tidak
seorangpun mengambilnya dari padaKu, melainkan Aku memberikannya menurut
kehendakKu sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya
kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari BapaKu.’”.
3. Tidak ada seorangpun pernah melakukan mujijat
sebanyak / sehebat yang Yesus lakukan.
Yoh 15:24 - “Sekiranya
Aku tidak melakukan pekerjaan di tengah-tengah mereka seperti yang tidak
pernah dilakukan orang lain, mereka tentu tidak berdosa. Tetapi sekarang
walaupun mereka telah melihat semuanya itu, namun mereka membenci baik Aku
maupun BapaKu”.
d) Mahatahu.
Mat 9:4 - “Tetapi
Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata: ‘Mengapa kamu memikirkan
hal-hal yang jahat di dalam hatimu?”.
Mat 12:25 - “Tetapi
Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata kepada mereka: ‘Setiap
kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa dan setiap kota atau rumah tangga
yang terpecah-pecah tidak dapat bertahan”.
Yoh 2:24-25 - “(24)
Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diriNya kepada mereka, karena Ia
mengenal mereka semua, (25) dan karena tidak perlu seorangpun memberi
kesaksian kepadaNya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam
hati manusia”.
Yoh 6:64 - “Tetapi
di antaramu ada yang tidak percaya.’ Sebab Yesus tahu dari semula, siapa
yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia”.
e) Mahaada.
Ini
terlihat dari Yoh 1, yang mula-mula menyatakan bahwa Firman / Yesus itu
pada mulanya bersama-sama dengan Allah (Yoh 1:1), tetapi lalu menunjukkan
bahwa Firman / Yesus itu lalu menjadi manusia dan diam di antara kita
(Yoh 1:14). Tetapi anehnya Yoh 1:18 mengatakan bahwa Firman / Yesus
itu masih ada di pangkuan Bapa.
Yoh 1:1,14,18 - “(1)
Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan
Firman itu adalah Allah. ... (14) Firman itu telah menjadi manusia, dan diam
di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaanNya, yaitu kemuliaan yang
diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan
kebenaran. ... (18) Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak
Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakanNya”.
Yoh 1:18 (NIV): “... but God the only Son, who is at the Father’s side ...” (= ... tetapi satu-satunya Allah Anak, yang
ada di sisi Bapa).
Perhatikan bentuk present tense ‘is’
yang digunakan oleh NIV. Bukan ‘was’ (bentuk lampau), tetapi ‘is’
(bentuk present)!
Kemahaadaan
Yesus juga jelas terlihat dari janji yang Ia berikan dalam Mat 18:20 dan
Mat 28:20b.
Mat 18:20 - “Sebab
di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam NamaKu, di situ Aku ada di
tengah-tengah mereka.’”.
Mat 28:20 - “dan
ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan
ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.’”.
Dengan adanya janji seperti itu, kalau
Ia tidak mahaada, maka Ia pasti adalah seorang pendusta!
f) Tidak
berubah.
Ibr 13:8 - “Yesus
Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya”.
Bahwa ‘tidak berubah’ mereka sifat
Allah terlihat dari ayat seperti Mal 3:6 - “Bahwasanya
Aku, TUHAN, tidak berubah, dan kamu, bani Yakub, tidak akan lenyap”.
5) Kitab Suci menunjukkan bahwa Yesus melakukan
pekerjaan-pekerjaan ilahi seperti:
a) Penciptaan (Yoh 1:3,10 1Kor 8:6
Kol 1:16 Ibr 1:2,10).
b) Pengampunan dosa (Mat 9:2-7).
c) Penghancuran segala sesuatu (Ibr 1:10-12).
d) Pembaharuan segala sesuatu (Fil 3:21 Wah 21:5).
e) Penghakiman pada akhir jaman (Mat
25:31-32 Yoh 5:22,27).
Bahwa Yesus akan menjadi Hakim pada
akhir jaman, menunjuk-kan bahwa Ia juga adalah Allah sendiri. Mengapa?
1. Jumlah manusia yang pernah hidup dalam dunia
ini sejak dari jaman Adam dan Hawa sampai kedatangan Kristus yang keduakalinya
adalah begitu banyak.
Kalau Kristus bukanlah Allah sendiri,
bagaimana mungkin Ia bisa menghakimi begitu banyak manusia itu dengan adil?
2. Karena ada begitu banyaknya faktor yang harus
dipertimbang-kan dalam menjatuhkan hukuman kepada orang-orang berdosa (ingat
bahwa neraka bukanlah semacam ‘masyarakat komunis’ dimana hukuman semua orang
sama), seperti:
a. Banyaknya dosa yang dilakukan seseorang.
Orang yang dosanya sedikit tentu tidak bisa disamakan hukumannya dengan orang
yang dosanya banyak.
b. Tingkat dosanya.
Misalnya, dosa membunuh dan mencuri
tentu tidak sama hukumannya (bdk. Kel 21:12
dan Kel 22:1).
c. Tingkat
pengetahuannya.
Makin banyak pengetahuan Firman Tuhan
yang dimiliki seseorang, makin berat hukumannya kalau ia berbuat dosa (Luk
12:47-48).
d. Kesengajaannya.
Dosa sengaja dan tidak sengaja tentu
juga berbeda hukumannya (Kel 21:12-14).
e. Pengaruh
dosa yang ditimbulkan.
Kalau seseorang yang mempunyai
kedudukan tinggi dalam gereja berbuat dosa, maka pengaruh negatif yang
ditimbulkan akan lebih besar dari pada kalau orang kristen biasa berbuat dosa.
Dan karena itu hukumannya juga lebih berat. Hal ini bisa terlihat dari
kata-kata Yesus yang menunjukkan bahwa para ahli Taurat pasti akan menerima
hukuman yang lebih berat (Mark 12:40b
Luk 20:47b).
f. Apa
yang menyebabkan seseorang berbuat dosa.
Seseorang yang mencuri tanpa ada
pencobaan yang terlalu berarti tentu lebih berat dosanya dari pada orang yang
mencuri karena membutuhkan uang untuk mengobati anaknya yang hampir mati. Hal
ini bisa terlihat dari ayat-ayat Kitab Suci yang mengecam orang-orang yang
melakukan dosa tanpa sebab / alasan, seperti dalam Maz 25:3b Maz 35:19 Maz 69:5
Maz 119:78,86. Juga dari ayat-ayat Kitab Suci yang mengecam orang
yang mencintai / mencari dosa, seperti Maz 4:3.
3. Demikian juga pada saat mau memberi pahala
kepada orang-orang yang benar, pasti ada banyak hal yang harus
dipertim-bangkan, seperti:
a. Banyaknya perbuatan baik yang dilakukan.
b. Jenis perbuatan baik yang dilakukan.
c. Besarnya pengorbanan pada waktu melakukan
perbuatan baik. Yesus berkata bahwa janda yang memberi 2 peser memberi lebih
banyak dari semua orang kaya yang memberi persembahan besar, karena janda itu
memberikan seluruh nafkahnya (Luk 21:1-4).
d. Motivasinya dalam melakukan perbuatan baik
itu, dsb.
Untuk bisa melakukan semua ini dengan
benar, maka Hakim itu haruslah seseorang yang maha tahu, maha bijaksana dan
maha adil, dan karena itu Ia harus adalah Allah sendiri!
Charles Hodge: “As Christ is to
be the judge, as all men are to appear before him, as the secrets of the hearts
are to be the grounds of judgment, it is obvious that the sacred writers
believed Christ to be a divine person, for nothing less than omniscience could
qualify any one for the office here ascribed to our Lord” (= Karena Kristus akan menjadi
Hakim, karena semua orang akan menghadap di hadapanNya, karena rahasia dari
hati adalah dasar penghakiman, jelaslah bahwa penulis-penulis sakral / kudus
percaya bahwa Kristus adalah Pribadi ilahi, karena hanya kemahatahuan yang bisa
memenuhi syarat bagi siapapun untuk jabatan / tugas yang di sini dianggap
sebagai milik Tuhan kita)
- ‘I & II Corinthians’, hal 501.
Karena itu adalah
sesuatu yang aneh kalau ada orang-orang yang percaya bahwa Yesus akan menjadi
Hakim pada akhir jaman, tetapi tidak mempercayai bahwa Yesus adalah Allah
sendiri!
6) Kitab
Suci memberikan kehormatan ilahi kepada Yesus seperti:
·
Penghormatan.
Yoh 5:23 - “supaya
semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa
tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia”.
·
Kepercayaan.
Yoh 14:1 - “‘Janganlah
gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepadaKu”.
·
Pengharapan.
1Kor 15:19 - “Jikalau
kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita
adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia”.
·
Penyejajaran
namaNya dengan pribadi-pribadi lain dari Allah Tritunggal.
Mat 28:19 - “Karena
itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam
nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”.
2Kor 13:13 - “Kasih
karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh
Kudus menyertai kamu sekalian”.
7) KesatuanNya dengan Bapa seperti yang
dinyatakan oleh ayat-ayat di bawah ini:
·
Yoh 10:30
- “Aku dan Bapa
adalah satu”.
·
Yoh 14:7-10a
- “(7) Sekiranya
kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal BapaKu. Sekarang ini kamu mengenal
Dia dan kamu telah melihat Dia’. (8) Kata Filipus kepadaNya: ‘Tuhan,
tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.’ (9) Kata Yesus
kepadanya: ‘Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau
tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa;
bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. (10a) Tidak
percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku?”.
Dalam tafsirannya tentang
Yoh 17:10 (“dan segala milikKu adalah milikMu dan
milikMu adalah milikKu”), Calvin memberikan suatu penerapan yang indah tentang
kesatuan Bapa dan Anak dalam hidup / iman kita.
Calvin: “All these
things are spoken for the confirmation of our faith. We must not seek salvation
anywhere else than in Christ. But we shall not be satisfied with having Christ,
if we do not know that we possess God in him. We must therefore believe that
there is such unity between The Father and the Son as makes it impossible that
they shall have anything separate from each other” (= Semua hal-hal ini dikatakan
untuk meneguhkan iman kita. Kita tidak boleh mencari keselamatan di tempat lain
manapun juga selain di dalam Kristus. Tetapi kita tidak akan puas dengan
memiliki Kristus, jika kita tidak mengetahui bahwa kita memiliki Allah dalam
Dia. Karena itu kita harus percaya bahwa ada suatu kesatuan sedemikian rupa
antara Bapa dan Anak sehingga membuatnya mustahil bahwa yang satu mempunyai
apapun terpisah dari yang lainnya) - hal 174.
8) Yesus sendiri mengakui bahwa Ia adalah Allah
/ Anak Allah (Yoh 5:23
Yoh 10:30 Yoh 14:7-10 Yoh 15:23
Mat 26:63-64).
Memang kalau seseorang mengaku bahwa
dirinya adalah Allah / Anak Allah, itu tidak / belum berarti bahwa ia memang
betul-betul adalah Allah. Bisa saja bahwa ia adalah seorang pendusta. Tetapi
Yesus bukan hanya mengaku bahwa diriNya adalah Allah / Anak Allah, tetapi Ia
juga rela mati demi pengakuan tersebut!
Ada seorang penulis buku yang
menggunakan hal ini untuk membuktikan keilahian Yesus dengan cara sebagai
berikut:
Yesus = Allah / Anak Allah

Tidak benar Benar
![]() |
![]() |
![]() |
Tahu Tidak tahu
![]() |
![]() |
Pendusta Orang gila Allah / Anak Allah
Orang tolol
Keterangan:
Yesus mengaku sebagai Allah / Anak
Allah, dan Ia mau mati untuk pengakuan itu.
Ada 2 kemungkinan tentang pengakuan
itu, yaitu: TIDAK BENAR atau BENAR.
Kalau pengakuan itu TIDAK BENAR, maka
ada 2 kemungkinan lagi yaitu: Yesus TAHU bahwa pengakuanNya tidak benar, atau
Yesus TIDAK TAHU bahwa pengakuanNya tidak benar.
Kalau Yesus tahu bahwa pengakuannya
tidak benar, maka Ia pasti adalah seorang PENDUSTA, bahkan ORANG TOLOL (karena
Ia mau mati untuk suatu dusta).
Kalau Yesus tidak tahu bahwa
pengakuanNya tidak benar, maka Ia pasti adalah ORANG GILA, karena hanya orang
gila yang tidak mengerti apa yang Ia sendiri katakan.
Kalau pengakuan Yesus tersebut adalah
BENAR, maka Yesus adalah ALLAH / ANAK ALLAH.
Jadi sekarang, hanya ada beberapa
pilihan untuk saudara:
·
Yesus
adalah pendusta / orang tolol.
·
Yesus
adalah orang gila.
·
Yesus
betul-betul adalah Allah / Anak Allah.
Yang mana yang menjadi pilihan saudara?
Yesus jelas bukan pendusta, karena Ia
tidak pernah berdusta. Ia jelas juga bukan orang tolol, karena bagaimana
mungkin banyak orang mau mengikuti orang tolol? Dan setiap kali berdebat atau
dijebak oleh para tokoh agama, Ia selalu bisa mengatasinya. Itu jelas
menunjukkan Ia sama sekali bukan orang tolol. Ia pasti juga bukan orang gila,
karena seandainya Ia gila tidak akan ada orang yang mau mengikutiNya. Juga,
seandainya Ia gila, para tokoh agama tidak akan mempedulikanNya pada waktu Ia
mengaku sebagai Mesias atau sebagai Anak Allah. Bahwa hal itu menyebabkan
mereka menganggapNya menghujat Allah, jelas menunjukkan bahwa mereka tahu bahwa
Ia tidak gila. Kalau 3 kemungkinan pertama sudah dibuktikan salah, maka yang
tersisa adalah kemungkinan terakhir, yaitu bahwa Ia memang betul-betul adalah
Allah / Anak Allah!
C. S. Lewis: “A man who was
merely a man and said the sort of things Jesus said wouldn’t be a great moral
teacher. He’d either be a lunatic ... or else he’d be the Devil of Hell. You
must make your choice. Either this man was, and is, the Son of God, or else a
madman or something worse”
(= Seseorang yang adalah semata-mata seorang manusia dan mengucapkan hal-hal
seperti yang Yesus katakan, bukanlah seorang guru moral yang agung. Atau ia
adalah seorang gila ... atau ia adalah Iblis dari Neraka. Kamu harus menentukan
pilihanmu. Atau orang ini adalah Allah, baik dulu maupun sekarang, atau ia
adalah orang gila atau sesuatu yang lebih jelek lagi).
9) Setan mengakui bahwa Yesus adalah Allah /
Anak Allah dan setan tunduk kepada Yesus.
Mat 8:28-32 - “(28)
Setibanya di seberang, yaitu di daerah orang Gadara, datanglah dari pekuburan
dua orang yang kerasukan setan menemui Yesus. Mereka sangat berbahaya, sehingga
tidak seorangpun yang berani melalui jalan itu. (29) Dan mereka itupun
berteriak, katanya: ‘Apa urusanMu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah Engkau ke
mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?’ (30) Tidak jauh dari mereka itu
sejumlah besar babi sedang mencari makan. (31) Maka setan-setan itu meminta
kepadaNya, katanya: ‘Jika Engkau mengusir kami, suruhlah kami pindah ke dalam
kawanan babi itu.’ (32) Yesus berkata kepada mereka: ‘Pergilah!’ Lalu keluarlah
mereka dan masuk ke dalam babi-babi itu. Maka terjunlah seluruh kawanan babi
itu dari tepi jurang ke dalam danau dan mati di dalam air”.
10) Kitab Suci memerintahkan penyembahan terhadap
Yesus.
Dalam Ibr 1:6 Allah sendiri
berkata bahwa malaikat-malaikat harus menyembah Anak / Yesus.
Ibr 1:6 - “Dan
ketika Ia membawa pula AnakNya yang sulung ke dunia, Ia berkata: ‘Semua
malaikat Allah harus menyembah Dia.’”.
Yesus sendiri mau disembah dan disebut
Tuhan / Allah.
Mat 14:33 - “Dan
orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya: ‘Sesungguhnya
Engkau Anak Allah.’”.
Mat 28:9,17 - “(9)
Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: ‘Salam bagimu." Mereka
mendekatiNya dan memeluk kakiNya serta menyembahNya. ... (17) Ketika
melihat Dia mereka menyembahNya, tetapi beberapa orang ragu-ragu”.
Yoh 9:38 - “Katanya:
‘Aku percaya, Tuhan!’ Lalu ia sujud menyembahNya”.
Yoh 20:28 - “Tomas
menjawab Dia: ‘Ya Tuhanku dan Allahku!’”.
Padahal Yesus sendiri berkata bahwa
kita hanya boleh menyembah Allah (Mat 4:10).
Mat 4:10 - “Maka
berkatalah Yesus kepadanya: ‘Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus
menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau
berbakti!’”.
Dalam Perjanjian Lama memang ada banyak
penyembahan terhadap manusia, seperti raja, nabi dan sebagainya. Tetapi sejak
Yesus mengucapkan Mat 4:10, penyembahan hanya boleh dilakukan terhadap
Allah. Karena itu rasul-rasul menolak sembah (Kis 10:25-26 Kis 14:14-18), dan bahkan malaikatpun
menolak sembah, dan berusaha mengalihkan sembah itu kepada Allah (Wah
19:10 Wah 22:8-9). Herodes menerima
penghormatan ilahi sehingga dihukum mati oleh Tuhan (Kis 12:20-23).
Jadi, orang / makhluk yang nggenah /
saleh pasti menolak sembah kalau ia memang bukan Allah. Orang yang bukan Allah
tetapi mau menerima sembah, jelas bukan orang nggenah / saleh.
Karena itu, kalau Yesus menerima
sembah, dan bahkan menerima sebutan Tuhan / Allah bagi diriNya, maka hanya ada
2 pilihan: atau Dia adalah orang yang kurang ajar / nabi palsu, atau Dia adalah
Allah sendiri! Yang mana yang saudara pilih?
Saya sudah memberikan banyak bukti yang
menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah sendiri. Sudahkah saudara percaya bahwa
Yesus adalah Allah sendiri? Kalau tidak, saudara bukan orang Kristen! Kalau ya,
itu bagus. Tetapi saya ingin bertanya lagi: apakah hidup saudara saudara
arahkan sesuai dengan kepercayaan tersebut? Apakah saudara berusaha makin
mengenal Dia (dengan belajar Firman Tuhan), mentaati Dia, melayani Dia,
memuliakan Dia? Kalau tidak, ingat bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati!
B) Yesus
adalah manusia.
1) Setelah inkarnasi (kristen percaya pada
inkarnasi, bukan pada reinkarnasi!), maka Yesus adalah sungguh-sungguh Allah
dan sungguh-sungguh manusia (100% Allah dan 100% manusia), tetapi Ia hanya 1
pribadi.
Herschel H. Hobbs: “It is just as
great a heresy to deny His humanity as to deny His deity” (= Menyangkal kemanusiaanNya
adalah sama sesatnya dengan menyangkal keilahianNya) - ‘The
Epistles of John’, hal 21.
2) Bukti
bahwa Yesus adalah manusia:
a) Ia disebut ‘orang’ / ‘seorang manusia’
(Yoh 8:40 Kis 2:22 Ro 5:15
1Kor 15:21).
b) Ia menyebut diriNya sendiri ‘Anak Manusia’
(Mat 24:44).
c) Kitab Suci mengatakan bahwa Ia telah menjadi
manusia / daging (Yoh 1:14
1Tim 3:16 Ibr 2:14 1Yoh 4:2).
Semua ayat-ayat ini sebetulnya
terjemahan hurufiahnya menggunakan kata ‘daging’. Ini merupakan suatu synecdoche (= gaya bahasa dimana yang
sebagian mewakili seluruhnya), yang bukan hanya menunjuk pada daging / tubuh
manusia, tetapi pada seluruh manusia. Dengan demikian ayat-ayat tersebut tidak
boleh diartikan bahwa Kristus hanya mempunyai tubuh manusia tetapi tidak
mempunyai jiwa / roh manusia.
d) Kitab
Suci menggambarkan Kristus sebagai seseorang yang:
1. Mempunyai
tubuh (darah, daging, dan tulang) dan jiwa / roh.
·
Bahwa
Kristus betul-betul mempunyai tubuh (darah, daging, tulang) ditunjukkan oleh
ayat-ayat seperti Mat 26:26,28 Luk
24:39 Ibr 2:14.
·
Bahwa
Kristus mempunyai jiwa / roh ditunjukkan oleh:
¨ ayat-ayat seperti Mat 26:38 Mat 27:50 Luk 23:46 Yoh 11:33
Yoh 12:27 Yoh 13:21 1Yoh 3:16.
Dalam Mat 26:38 kata ‘hati’
seharusnya adalah ‘jiwa’ (bahasa Yunani: PSUCHE).
Dalam Mat 27:50 dan
Luk 23:46, kata ‘nyawa’ seharus-nya adalah ‘roh’ (bahasa Yunani: PNEUMA).
Dalam Yoh 11:33 kata ‘hati’
seharusnya adalah ‘roh’.
Dalam Yoh 12:27 Kitab Suci
Indonesia memberikan ter-jemahan yang benar, yaitu ‘jiwaKu’.
Dalam Yoh 13:21 terjemahan
hurufiahnya adalah: ‘was troubled in
spirit’ (= terganggu / susah dalam roh).
Dalam 1Yoh 3:16 kata ‘nyawa’
seharusnya adalah ‘jiwa’.
¨ adanya pikiran manusia
(Mat 24:36 Luk 2:40,52), perasaan
manusia (Mat 8:10 Mat 9:36 Mat 26:37,38 Mark 3:5
Mark 6:6 Luk 7:9 Yoh 11:33,35 Yoh 12:27), dan kehendak manusia
(Mat 26:39). Ini semua jelas menunjukkan adanya jiwa / roh manusia.
2. Mengalami
pertumbuhan / perkembangan.
Luk 2:40,52 - “(40)
Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia
Allah ada padaNya. ... (52) Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah
hikmatNya dan besarNya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia”.
3. Mengalami segala sesuatu yang dialami oleh
manusia-manusia yang lain (kecuali dalam hal melakukan dosa), seperti: lahir
(Luk 2:7), lapar (Mat 4:2), haus (Yoh 4:7 Yoh 19:28), letih (Yoh 4:6), tidur
(Mat 8:24), penderitaan (Ibr 2:10,18
Ibr 5:8), dan mati (Yoh 19:30).
e) Ayat-ayat seperti Ro 8:3 Fil 2:7-8 Ibr 2:14-17 jelas menunjukkan bahwa
Yesus sungguh-sungguh adalah manusia.
Ro 8:3 - “Sebab
apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging,
telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus AnakNya sendiri dalam
daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah
menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging”.
Fil 2:7-8 - “(7)
melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang
hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (8) Dan dalam keadaan sebagai
manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai
mati di kayu salib”.
Ibr 2:14-17 - “(14)
Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga
menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya
oleh kematianNya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; (15)
dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya
berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut. (16) Sebab
sesungguhnya, bukan malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan
Abraham yang Ia kasihani. (17) Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia
harus disamakan dengan saudara-saudaraNya, supaya Ia menjadi Imam Besar
yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa
seluruh bangsa”.
3) Keberatan
terhadap kemanusiaan Yesus dan jawabannya:
a) Ada orang yang mengatakan bahwa kalau Yesus
adalah manusia yang suci, maka sebetulnya Ia bukan manusia, karena semua
manusia berdosa. Untuk menjawab keberatan ini perlu diketahui bahwa dosa tidak
termasuk dalam hakekat manusia. Sebelum jatuh ke dalam dosa, Adam dan Hawa
sudah adalah manusia!
b) Ada juga yang mengatakan bahwa Yesus bukanlah
manusia yang sama seperti kita karena dalam pembuahannya tidak digunakan air
mani laki-laki. Untuk menjawab serangan ini, kita bisa menunjuk pada Adam dan
Hawa, yang dalam pembentukannya juga tidak menggunakan air mani laki-laki.
Bahkan boleh dikatakan bahwa dalam pembentukan mereka tidak ada pembuahan
apapun. Tetapi mereka tetap adalah manusia sungguh-sungguh, sama seperti kita.
Seseorang pernah berkata bahwa Allah
bisa dan pernah mencipta manusia dengan 4 cara:
·
Tanpa
menggunakan laki-laki ataupun perempuan, yaitu pada waktu Ia menciptakan Adam.
·
Tanpa
menggunakan perempuan tetapi dengan menggunakan laki-laki, yaitu pada waktu Ia
menciptakan Hawa.
·
Tanpa
menggunakan laki-laki tetapi dengan menggunakan perempuan, yaitu pada waktu Ia
menciptakan manusia Yesus.
·
Dengan
menggunakan laki-laki dan perempuan, yaitu pada waktu Ia menciptakan semua
manusia selain Adam, Hawa, dan manusia Yesus.
Jadi kesimpulannya, bahwa manusia Yesus
diciptakan oleh Allah hanya dengan menggunakan seorang perempuan, tidak
menyebabkan Ia bukanlah manusia yang sejati.
4) Hal
yang perlu diwaspadai.
Sesuatu yang penting
sekali untuk diwaspadai / diperhatikan adalah: Ada banyak ayat yang menunjukkan
keilahian Kristus, dan ada banyak ayat yang menunjukkan kemanusiaan Kristus.
Kita tidak boleh menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan keilahian Kristus untuk
membuktikan bahwa Ia bukanlah manusia, dan kita juga tidak boleh menggunakan
ayat-ayat yang menunjukkan kemanusiaan Kristus untuk membuktikan bahwa Ia
bukanlah Allah!
Illustrasi: Saya adalah seorang pendeta, tetapi
pada saat yang sama saya juga adalah seorang olahragawan. Kadang-kadang saya
memakai toga dan memimpin Perjamuan Kudus, sehingga saya terlihat sebagai
pendeta. Tetapi kadang-kadang saya memakai celana pendek, kaos, dan sepatu olah
raga, sehingga saya terlihat sebagai olahragawan. Tidak ada orang yang pada
waktu melihat saya memakai toga, menganggap itu sebagai bukti bahwa saya bukan
olahragawan, dan sebaliknya, waktu melihat saya memakai pakaian olah raga,
menganggap itu sebagai bukti bahwa saya bukan pendeta!
Analoginya, karena Yesus adalah Allah
dan manusia, maka kita tidak boleh menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan
keilahian Yesus untuk membuktikan bahwa Ia bukan manusia, atau menggunakan
ayat-ayat yang menunjukkan kemanusiaan Yesus untuk membuktikan bahwa Ia bukan
Allah!
Para Saksi Yehuwa sering menggunakan
ayat-ayat yang menunjukkan kemanusiaan Kristus untuk membuktikan bahwa Kristus
bukanlah Allah.
Misalnya:
·
Mat 24:36
- “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun
yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa
sendiri.’”.
Ayat ini merupakan ayat yang
menunjukkan pikiran manusia yang terbatas dalam diri Yesus, tetapi dipakai
sebagai bukti bahwa Yesus bukanlah Allah.
·
Yoh 14:28
- “Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata
kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu
mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada BapaKu,
sebab Bapa lebih besar dari pada Aku”.
Ayat ini jelas juga menekankan Yesus
sebagai manusia (pikiran manusialah yang saat itu timbul), tetapi sering
dipakai untuk membuktikan bahwa Yesus bukanlah Allah, atau bahwa Yesus lebih
rendah dari pada Allah.
·
Ibr 5:8
yang mengatakan bahwa Yesus ‘telah belajar menjadi taat dari
apa yang telah dideritaNya’,
yang jelas juga menunjukkan Yesus sebagai manusia, dipakai untuk menunjukkan
bahwa Yesus bukanlah Allah, karena Allah tidak perlu belajar.
·
Mat 4:1-11
yang menunjukkan bahwa Yesus dicobai, dipakai sebagai dasar untuk mengatakan
bahwa Yesus bukanlah Allah, karena Allah tidak bisa dicobai (bdk.
Yak 1:13).
·
Ayat-ayat
yang menunjukkan bahwa Yesus berdoa, juga mereka pakai untuk membuktikan bahwa
Ia bukanlah Allah, karena Allah tidak perlu berdoa.
5) Mengapa
Yesus menjadi manusia?
a) Karena Ia mau memikul hukuman dosa manusia
(Ibr 2:14-17).
Andaikata Ia mau memikul hukuman dosa
malaikat, maka Ia harus menjadi malaikat. Tetapi karena Ia mau memikul hukuman
dosa manusia, maka Ia harus menjadi manusia.
b) Supaya bisa menjadi pengantara antara Allah
dan manusia.
1Tim 2:5 - “Karena Allah itu esa dan esa pula
Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus
Yesus”.
c) Supaya bisa menjadi teladan bagi kita (Yoh
13:14-15).
d) Supaya bisa mati.
Upah dosa ialah maut / kematian
(Ro 6:23). Allah tidak bisa mati. Jadi supaya bisa memikul hukuman dosa
yaitu kematian, Yesus menjadi manusia.
Setelah membahas tentang diri Yesus,
sekarang saya akan membahas karya Yesus untuk menyelamatkan kita. Ini akan saya
bahas dalam point C) dan D) di bawah ini.
C) Kematian Yesus untuk menebus
dosa manusia.
Allah itu kasih, dan
karena itu Ia ingin manusia bebas dari hukuman dosa. Tetapi Allah tidak bisa
menghapuskan / mengampuni dosa begitu saja, karena Ia juga adalah Allah yang
adil, yang harus menghukum setiap orang berdosa. Kalau Allah mau manusia bebas
dari hukuman dosa, maka Allah sendiri harus menanggung / memikul hukuman dosa
itu bagi manusia. Dengan kata lain Allah harus menjadi substitute / pengganti dalam memikul hukuman dosa. Karena itulah,
maka Allah lalu menjadi manusia (yaitu Yesus) dan Ia sendiri menanggung hukuman yang Ia sendiri jatuhkan.
Jadi, pada waktu Yesus ada di atas kayu salib, Ia menanggung / memikul hukuman
dosa manusia (Yes 53:4-6).
Bahwa Kristus adalah substitute / pengganti kita dalam
memikul hukuman dosa, terlihat dari:
1) Ayat-ayat
Kitab Suci seperti 2Kor 5:15 dan Yes 53:4-6.
Yes 53:4-6 - “(4) Tetapi sesungguhnya, penyakit
kitalah yang ditanggung-nya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya,
padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. (5) Tetapi dia
tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena
kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan
kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. (6) Kita sekalian sesat
seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN
telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian”.
Catatan: kata-kata ‘penyakit’ dan ‘sembuh’
tidak boleh diartikan secara jasmani, tetapi secara rohani. Jadi ‘penyakit’
menunjuk pada penyakit rohani, yaitu dosa, dan ‘sembuh’ menunjuk pada
kesembuhan rohani, yaitu penerimaan pengampunan dosa / pembenaran.
2Kor 5:15 - “Dan Kristus telah mati untuk semua orang,
supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk
Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka”.
Catatan: dalam ayat ini ada kata-kata ‘Kristus
telah mati untuk semua orang’ dan ‘telah mati dan dibangkitkan untuk
mereka’, dimana kata ‘untuk’ dalam bahasa Yunaninya adalah HUPER yang berarti: ‘for’ (= untuk); ‘in behalf of’ (= untuk kepentingan), ‘for the sake of’ (= demi).
2) Kristus tidak berdosa (2Kor 5:21 Ibr 4:15).
Andaikata Ia berdosa, maka pada saat Ia
mati, Ia mengalami hukuman untuk diriNya sendiri. Tetapi karena Ia suci, maka
pada saat Ia mati, Ia mengalaminya untuk kita!
3) Jenis hukuman mati yang Ia alami adalah
penyaliban, bukan pemenggalan, perajaman, dsb.
Mengapa harus salib? Karena salib
adalah hukuman yang terkutuk, dan dengan mengalami kematian yang terkutuk
itu, Ia menanggung kutuk yang seharusnya untuk kita (Gal 3:10b,13 bdk.
Ul 21:23).
Gal 3:10b - “Terkutuklah orang yang tidak setia
melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat”.
Gal 3:13 - “Kristus telah menebus kita dari
kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada
tertulis: ‘Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!’”.
Ul 21:22-23 - “(22)
‘Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia
dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang, (23) maka janganlah
mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau
menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk
oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu,
kepadamu menjadi milik pusakamu.’”.
Memang sebetulnya kematian karena
hukuman gantung juga merupakan kematian yang terkutuk, tetapi kalau Kristus
mati karena hukuman gantung, maka Ia tidak mencurahkan darah. Padahal
pencurahan darah itu harus ada, karena:
a) Dengan demikian Ia menggenapi Type / gambaran domba korban dosa dalam
Perjanjian Lama.
b) Tanpa
pencurahan darah tidak ada pengampunan dosa (Ibr 9:22).
Jadi, Kristus tidak boleh mati karena
hukuman gantung, tetapi harus karena penyaliban.
4) Penderitaan yang luar biasa yang Ia alami.
Kalau kita masuk neraka untuk menerima
hukuman karena dosa-dosa kita, maka jelas bahwa kita akan mengalami hukuman
yang luar biasa! Kristus menjadi substitute
/ pengganti kita, dan karena itu Ia harus mengalami penderitaan yang luar
biasa. Kristus memang mengalami penderitaan yang luar biasa hebatnya, yaitu:
a) Pencambukan.
Untuk bisa mengerti betapa hebatnya
pencambukan yang Kristus alami bagi kita, mari kita melihat 2 buah kutipan di
bawah ini.
William Hendriksen: “The Roman
scourge consisted of a short wooden handle to which several thongs were
attached, the ends equipped with pieces of lead or brass and with sharply
pointed bits of bone. The stripes were laid especially on the victim’s back,
bared and bent. Generally two men were employed to administer this punishment,
one lashing the victim from one side, one from the other side, with the result
that the flesh was at times lacerated to such an extent that deep-seated veins
and arteries, sometimes even entrails and inner organs, were exposed. Such
flogging, from which Roman citizens were exempt (cf Acts 16:37), often resulted
in death”
[= Cambuk Romawi terdiri dari gagang kayu yang pendek yang diberi beberapa tali
kulit, yang ujungnya dilengkapi dengan potongan-potongan timah atau kuningan
dan potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Pencambukan diberikan terutama
pada punggung korban, yang ditelanjangi dan dibungkukkan. Biasanya 2 orang
dipekerjakan untuk melaksanakan hukuman ini, yang seorang mencambuki dari satu
sisi, yang lain mencambuki dari sisi yang lain, dengan akibat bahwa daging yang
dicambuki itu kadang-kadang koyak / sobek sedemikian rupa sehingga pembuluh
darah dan arteri yang terletak di dalam, kadang-kadang bahkan isi perut dan
organ bagian dalam, menjadi terbuka / terlihat. Pencambukan seperti itu, yang
tidak boleh dilakukan terhadap warga negara Romawi (bdk. Kis 16:37),
sering berakhir dengan kematian].
William Barclay: “Roman scourging
was a terrible torture. The victim was stripped; his hands were tied behind
him, and he was tied to a post with his
back bent double and conveniently exposed to the lash. The lash itself was a
long leather thong, studded at intervals with sharpened pieces of bone and
pellets of lead. Such scourging always preceded crucifixion and ‘it reduced the
naked body to strips of raw flesh, and inflamed and bleeding weals’. Men died
under it, and men lost their reason under it, and few remained conscious to the
end of it”
[= Pencambukan Romawi adalah suatu penyiksaan yang hebat. Korban ditelanjangi,
tangannya diikat kebelakang, lalu ia diikat pada suatu tonggak dengan
punggungnya dibungkukkan sehingga terbuka terhadap cambuk. Cambuk itu sendiri
adalah suatu tali kulit yang panjang, yang ditaburi dengan potongan-potongan tulang
dan butiran-butiran timah yang runcing. Pencambukan seperti itu selalu
mendahului penyaliban dan ‘pencambukan itu menjadikan tubuh telanjang itu
menjadi carikan-carikan daging mentah, dan bilur-bilur yang meradang dan
berdarah’. Ada orang yang mati karenanya, dan ada orang yang kehilangan akalnya
(menjadi gila?) karenanya, dan sedikit orang bisa tetap sadar sampai akhir
pencambukan].
Sebetulnya
saudara dan sayalah yang seharusnya dicambuki sebagai hukuman atas dosa-dosa
kita, tetapi Kristus telah memikul hukuman kita. Dengan demikian kalau kita mau
percaya kepadaNya, kita bebas dari hukuman dan menda-patkan hidup yang kekal.
b) Penyaliban.
Untuk bisa mengerti betapa hebatnya
penyaliban yang Kristus alami bagi kita, mari kita melihat 2 buah kutipan di bawah
ini.
Pulpit Commentary: “Nails were
driven through the hands and feet, and the body was supported partly by these
and partly by a projecting pin of wood called the seat. The rest for the feet,
often seen in picture, was never used” (= Paku-paku menembus tangan dan kaki, dan tubuh
disangga / ditopang sebagian oleh paku-paku ini dan sebagian lagi oleh sepotong
kayu yang menonjol yang disebut ‘tempat duduk’. Tempat pijakan kaki, yang
sering terlihat dalam gambar, tidak pernah digunakan).
William Barclay: “When they
reached the place of crucifixion, the cross was laid flat on the ground. The
prisoner was stretched upon it and his hands nailed to it. The feet were not
nailed, but only loosely bound. Between the prisoner’s legs projected a
ledengane of wood called the saddle, to take his weight when the cross was
raised upright - otherwise the nails would have torn through the flesh of the
hands. The cross was then lifted upright and set in its socket - and the
criminal was left to die ... Sometimes prisoners hung for as long as a week,
slowly dying of hunger and thirst, suffering sometimes to the point of actual
madness”
[= Ketika mereka sampai di tempat penyaliban, salib itu ditidurkan di atas
tanah. Orang hukuman itu direntangkan di atasnya, dan tangannya dipakukan pada
salib itu. Kakinya tidak dipakukan, tetapi hanya diikat secara longgar. Di
antara kaki-kaki dari orang hukuman itu (diselangkangannya), menonjol sepotong
kayu yang disebut sadel, untuk menahan berat orang itu pada waktu salib itu
ditegakkan - kalau tidak maka paku-paku itu akan merobek daging di tangannya.
Lalu salib itu ditegakkan dan dimasukkan di tempatnya - dan kriminil itu
dibiarkan untuk mati ... Kadang-kadang, orang-orang hukuman tergantung sampai
satu minggu, mati perlahan-lahan karena lapar dan haus, menderita sampai pada
titik dimana mereka menjadi gila].
Catatan: William Barclay menganggap bahwa yang
dipaku hanyalah tangan saja. Kaki hanya diikat secara longgar, tetapi tidak
dipaku. Ini ia dasarkan pada:
·
tradisi.
·
Yoh 20:25,27
yang tidak menyebut-nyebut tentang bekas paku pada kaki.
Tetapi saya tidak setuju dengan
Barclay, dan saya berpendapat bahwa Yesus dipaku bukan hanya tangannya, tetapi
juga kakinya. Alasan saya:
¨ penulis-penulis lain ada yang
mengatakan bahwa tradisinya tak selalu seperti yang dikatakan oleh Barclay
(misalnya penulis dari Pulpit Commentary yang saya kutip di atas). Juga tentang
pemakuan kaki ini caranya tidak selalu sama. Kadang-kadang kedua kakinya dipaku
menjadi satu, dan kadang-kadang kedua kakinya dipaku sendiri-sendiri secara
terpisah.
¨ Maz 22, yang adalah mazmur /
nubuat tentang salib (baca seluruh mazmur itu dan perhatikan
ay 2,8-9,16,17b,19 yang jelas menunjukkan bahwa ini adalah Mazmur tentang
salib), berkata pada ay 17b: ‘mereka menusuk tangan
dan kakiku’.
Jamieson, Fausset & Brown (tentang Yoh
19:18): “The feet, though not always nailed, but simply bound, to
the upright beam, were almost certainly so in this case (Ps. 22:16).” [= Kaki, sekalipun tidak selalu dipaku,
tetapi hanya diikat pada tiang yang vertikal, dalam kasus ini hampir pasti
dipaku (Maz 22:17)].
¨ Dalam Luk 24:39-40, Tuhan Yesus
menunjukkan tangan dan kakiNya! Pasti karena ada bekas pakunya!
Sama seperti
pencambukan, penyaliban adalah hukuman yang sebetulnya dijatuhkan kepada kita.
Tetapi Yesus sudah me-mikulnya bagi kita sehingga kita tidak lagi perlu
dihukum, asal kita mau percaya kepada Yesus!
Selanjutnya Barclay mengutip seorang
yang bernama Klausner sebagai berikut: “The criminal
was fastened to his cross, already a bleeding mass from the scourging. There he
hung to die of hunger and thirst and exposure, unable even to defend himself
from the torture of the gnats and flies which settled on his naked body and on
his bleeding wounds”
[= Kriminil itu dilekatkan / dipakukan pada salib; pada saat itu ia sudah penuh
dengan darah karena pencambukan. Di sana ia tergantung untuk mati karena lapar,
haus dan kepanasan, bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri dari siksaan dari
nyamuk dan lalat yang hinggap pada tubuhnya yang telanjang dan pada luka-lukanya
yang berdarah].
Barclay lalu mengatakan: “It
is not a pretty picture but that is what Jesus Christ suffered - willingly -
for us”
(= Itu bukanlah suatu gambaran yang bagus, tetapi itulah yang diderita oleh
Yesus Kristus - dengan sukarela - bagi kita).
Ada satu hal yang
harus diwaspadai kalau kita mendengar tentang hebatnya penderitaan yang Yesus
alami bagi kita, yaitu kalau kita sekedar merasa kasihan kepadaNya. Dalam
Luk 23:27-32 bisa kita lihat bahwa ada banyak perempuan merasa kasihan dan
menangisi Yesus, yang lalu justru ditegur oleh Yesus. Dan Pulpit Commentary
mengomentari peristiwa ini dengan berkata: “He does not
want our pity. This would be a wasted and mistaken sentiment” (= Ia tidak membutuhkan /
menghendaki belas kasihan kita. Ini adalah suatu perasaan yang sia-sia dan
salah).
Yesus berkorban bagi
saudara bukan supaya saudara merasa kasihan kepadaNya, tetapi supaya saudara
percaya kepadaNya dan diselamatkan! Kalau saudara hanya mempunyai perasaan
kasihan kepada Yesus, tetapi tidak percaya kepadaNya, saudara sudah ditipu oleh
setan. Dengan adanya perasaan kasihan itu saudara seakan-akan adalah orang yang
pro Yesus, tetapi ketidakpercayaan saudara membuktikan bahwa saudara tetap
adalah orang yang anti Yesus!
5) Kristus menolak anggur bius (Mat 27:34).
Banyak penafsir beranggapan bahwa Ia
menolak anggur itu, karena:
·
anggur
itu mengandung sejenis ramuan bius, yang bisa mengu-rangi rasa sakit.
·
Ia
sadar bahwa saat itu Ia sedang menggantikan kita dalam memikul hukuman dosa,
dan karena itu Ia tidak mau rasa sakitnya dikurangi. Ia mau memikul 100 %
hukuman dosa kita!
6) Kristus mengalami kehausan (Yoh 19:28 bdk.
Maz 22:16).
Ingat bahwa orang di neraka pasti
mengalami kehausan yang luar biasa. Bandingkan dengan kehausan dari orang kaya
di neraka dalam Luk 16:23-24. Kristus menggantikan kita memikul hukuman
itu, dan karenanya Ia harus mengalami kehausan yang luar biasa. Ini menyebabkan
kita tidak perlu mengalami kehausan di neraka, asal kita mau percaya kepada
Yesus!
7) Kristus mengalami keterpisahan dengan Allah
(Mat 27:46).
Keterpisahan dengan Allah merupakan
hukuman dosa (Yes 59:1-2 2Tes 1:9).
Kristus menggantikan kita memikul hukuman dosa, dan karena itu Ia harus
mengalami keterpisahan dengan Allah / BapaNya. Inilah ‘neraka’ yang Ia pikul bagi
kita!
8) Kristus mati.
Upah dosa ialah maut (Ro 6:23),
dan karena itu Kristus, yang menggantikan kita untuk memikul hukuman dosa,
harus mengalami kematian.
Kristus memang telah
menderita dan mati sebagai substitute
/ pengganti orang berdosa. Tetapi ini tidak ada gunanya bagi saudara kalau
saudara tidak percaya dan menerima Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan dalam
kehidupan saudara!
D) Kebangkitan
Yesus.
1) Arti
kebangkitan Yesus.
a) Musuh
(Iblis dan maut) sudah dikalahkan (Kej 3:15).
Kej 3:15 - “Aku
akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu
dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan
meremukkan tumitnya.’”.
Ini merupakan suatu nubuat. Pada waktu
Yesus menderita dan mati di kayu salib, maka Iblis meremukkan tumitNya.
Sedangkan pada saat Ia bangkit dari antara orang mati, maka Ia meremukkan
kepala Iblis.
·
Baik
Iblis maupun maut sebetulnya sudah dikalahkan pada waktu Yesus bangkit dari
antara orang mati. Tetapi sekarang Iblis dan maut masih diberi kesempatan
untuk menakut-nakuti / menggoda manusia. Pada kedatangan Kristus yang kedua
nanti, barulah maut dihancurkan selama-lamanya (1Kor 15:53-55 Wah 21:4) dan Iblis dibuang ke dalam
neraka (2Tes 2:8 Wah 20:10),
sehingga tidak lagi bisa menggoda kita. Ini adalah sesuatu yang sudah pasti
akan terjadi, dan hal ini bahkan diketahui dan diakui oleh setan sendiri
(Mat 8:29).
·
Karena
itu orang kristen tidak boleh takut kepada setan maupun kepada kematian. Orang
kristen memang tetap akan mengalami kematian jasmani, tetapi bagi orang kristen
kematian itu bukan lagi merupakan hukuman dosa, tetapi merupakan pintu gerbang
menuju surga.
b) Hutang dosa telah dibayar lunas dan
pembayarannya telah diterima oleh Allah.
·
Yesus
membayar hutang dosa kepada Allah, bukan kepada setan!
Ini perlu ditekankan karena adanya
ajaran yang mengatakan bahwa pada waktu manusia jatuh ke dalam dosa, manusia
menjadi milik setan. Karena itu Yesus mati untuk membayar kepada setan supaya
bisa mendapatkan manusia kembali. Ini adalah ajaran yang salah / sesat, karena
pada waktu manusia berbuat dosa, manusia berbuat dosa kepada Allah, bukan
kepada setan. Karena itu pembayaran hutang dosa jelas harus ditujukan kepada
Allah. Setan sama sekali tidak berhak menerima pembayaran hutang dosa itu!
·
Kalau
pembayaran itu tidak diterima oleh Allah, atau kalau hutang dosa itu belum
lunas, maka Yesus harus tetap ada di dalam kematian yang merupakan upah dosa
(Ro 6:23). Bahwa Ia bisa bangkit, menunjukkan bahwa pembayaran hutang itu
telah diterima oleh Allah, dan hutang dosa manusia sudah betul-betul lunas.
Karena itu, fakta bahwa Yesus sudah bangkit dari antara orang mati, menjamin
keselamatan kita!
c) Menunjukkan apa yang akan dialami oleh
orang-orang yang percaya kepada Kristus. Kebangkitan Kristus merupakan pola
yang akan diikuti oleh orang yang percaya kepadaNya (Ro 6:4,5,8 1Kor 6:14
1Kor 15:20-23 2Kor 4:14 Fil 3:21
Kol 2:12 1Tes 4:14).
d) Menunjukkan
bahwa Yesus adalah Anak Allah (Ro 1:4).
2) Penyangkalan
terhadap kebangkitan Yesus.
a) Yesus sebetulnya tidak bangkit, tetapi
mayatNya dicuri oleh murid-muridNya (Mat 28:11-15).
Pandangan ini tidak masuk akal, sebab:
·
Adanya
batu besar yang menutup kubur, meterai, dan pen-jagaan yang ketat (Mat
27:62-66).
Perlu diingat bahwa pada jaman itu penjaga
yang lalai dalam tugasnya menghadapi hukuman mati (bdk. Kis 12:19 Kis 16:27). Karena itu tidak mungkin para
penjaga kubur Yesus itu lalai dalam menjaga kubur sehingga mayat Yesus bisa
dicuri.
·
Kain
kapan tetap ada dalam kuburan (Yoh 20:5-7).
Kalau murid-murid mencuri mayat Tuhan
Yesus, pasti mereka tidak akan berlama-lama di dalam kubur. Mereka pasti tidak
akan membuka kain kapan itu di dalam kuburan, tetapi akan membawa mayat Yesus
beserta kain kapannya.
·
Selama
40 hari, berulang-ulang Yesus menampakkan diri.
·
Murid-murid
mati syahid untuk Yesus.
Kalau murid-murid mencuri mayat Yesus,
mereka pasti tahu bahwa Yesus adalah seorang pendusta, dan tidak mungkin mereka
mau mati untuk seorang pendusta.
·
Kalau
memang ada pencuri yang mencuri mayat Yesus pada waktu penjaga-penjaga sedang
tertidur, dari mana para penjaga itu tahu bahwa yang mencuri adalah murid-murid
Yesus? Dan kalaupun dari penyelidikan mereka akhirnya bisa tahu hal itu,
mengapa mereka tidak berusaha menangkap murid-murid Yesus untuk mendapatkan
mayat Yesus kembali?
b) Yesus tidak bangkit, tapi mayatNya dicuri
oleh tentara Romawi / para pemimpin agama.
Pandangan ini juga
tidak masuk akal, sebab:
·
Pada
saat murid-murid mengatakan bahwa Yesus sudah bangkit, pencuri mayat itu dengan
mudah bisa menunjukkan mayat Yesus, dan membuktikan bahwa Yesus tidak bangkit.
Tetapi ternyata hal ini tidak pernah mereka lakukan.
·
Selama
40 hari, berulang-ulang Yesus menampakkan diri.
c) Yesus tidak bangkit, tetapi sadar dari
pingsanNya.
Pandangan ini juga
tidak masuk akal, sebab:
·
Yesus
mengalami luka-luka berat, baik karena pencambukan, penyaliban, maupun
penusukan tombak.
·
Yesus
ada dalam kubur seorang diri, tanpa makanan, minuman, obat-obatan, dan tidak
ada dokter atau perawat yang menolongNya. Dalam situasi seperti ini, bagaimana
mungkin Yesus justru jadi ‘sembuh’ setelah hari yang ketiga?
d) Yesus tidak bangkit, tetapi keluar dari
persembunyianNya, sedang-kan yang mati disalib adalah orang lain yang mirip
Yesus.
Pandangan ini juga
tidak masuk akal, sebab:
·
Orang-orang
yang membenci Yesus tidak mungkin keliru menyalibkan orang lain, karena orang
yang benci pada seseorang pasti mengingat wajah musuhnya.
·
Murid-murid
yang mencintai Yesus juga tidak mungkin keliru mengenali Guru mereka, sehingga
mereka menjadi takut setelah Yesus mati.
·
Waktu
Yesus ‘keluar dari persembunyianNya’, mayat Yesus palsu seharusnya tetap ada di
dalam kubur. Tetapi kenyataannya adalah: kubur itu kosong.
e) Yesus
tidak bangkit, murid-murid hanya mengalami halusinasi.
Pandangan ini juga
tidak masuk akal, sebab:
·
Murid-murid
tidak pernah mengharapkan kebangkitan Yesus.
·
‘Halusinasi’
itu bisa dilihat oleh banyak orang sekaligus.
·
Dalam
‘halusinasi’ itu Yesus bisa bercakap-cakap, bisa dipegang, dan juga bisa makan
(Luk 24:36-43).
f) Yesus bangkit, bukan secara jasmani, tetapi
secara rohani (pandangan dari Saksi Yehuwa).
Pandangan ini juga tidak masuk akal,
sebab:
·
Apa
gerangan yang dimaksud dengan kebangkitan rohani? Roh Yesus tidak pernah mati!
Ia memang pernah mengalami kematian rohani, yaitu pada waktu Ia ditinggal oleh
Bapanya (Mat 27:46). Tetapi dalam arti sebenarnya ‘roh’ tidak bisa mati!
·
Kubur
Yesus kosong, dan ini menunjukkan bahwa Yesus pasti bangkit secara jasmani.
·
Setelah
kebangkitan, Yesus bisa makan (Luk 24:41-43), bisa dilihat / dipegang (Mat
28:9 Luk 24:38-40 Yoh 20:27).
3) Pentingnya
kepercayaan pada kebangkitan Yesus.
Kepercayaan akan kebangkitan Yesus
adalah sesuatu yang sangat penting, sebab:
a) Kebangkitan Yesus dinyatakan secara sangat
jelas oleh Kitab Suci, sehingga tidak percaya pada kebangkitan Yesus berarti
sama dengan tidak percaya pada Kitab Suci / Firman Tuhan.
b) Orang yang tidak percaya pada kebangkitan
Yesus, tidak akan selamat.
Ro 10:9 - “Sebab jika kamu mengaku dengan
mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah
membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan”.
Karena itu, Paulus dalam penginjilannya
sangat mementingkan berita tentang kebangkitan Yesus (1Kor 15:3-4).
4) Hubungan
antara kematian dan kebangkitan Kristus.
Salib, kematian dan penguburan Kristus
kelihatannya menunjukkan kelemahan dan kekalahan. Tetapi kebangkitan Kristus
betul-betul menunjukkan kemenanganNya, dan kebangkitanNya menyebabkan
kematianNya mempunyai kuasa dan manfaat dalam hidup kita (1Kor 15:14,17).
Karena itu, kematian dan kebangkitan
Kristus tidak boleh dipisahkan. Kitab Suci dalam banyak bagian menyebutkan kematian
dan kebangkitan Kristus sekaligus (Ro 4:25
Ro 6:4 2Kor 13:4 Fil 3:10).
Memang ada bagian-bagian Kitab Suci
yang hanya berbicara tentang kematian atau kebangkitan saja. Pada saat kita
melihat bagian yang hanya berbicara tentang kematian Kristus, kita harus juga
mengingat kebangkitanNya. Sebaliknya, pada saat kita melihat bagian yang hanya
berbicara tentang kebangkitan Kristus, kita juga harus meng-ingat kematianNya.
Calvin: “So then, let us
remember that whenever mention is made of His death alone, we are to understand
at the same time what belongs to His resurrection. Also, the same synecdoche
applies to the word ‘resurrection’: whenever it is mentioned separately from
death, we are to understand it as including what has to do especially with His
death”
(= Jadi, marilah kita mengingat bahwa kalau hanya disebutkan tentang kematianNya,
kita harus mengartikan pada saat yang sama, apa yang termasuk dalam
kebangkitanNya. Juga synecdoche yang sama berlaku terhadap kata ‘kebangkitan’:
kalau kata itu disebutkan terpisah dari kematian, kita harus menafsirkan kata
itu beserta apa yang termasuk dalam kematianNya) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book II, Chapter XVI, No 13.
Contoh:
·
Ro 10:9
mengatakan bahwa orang yang percaya bahwa Yesus sudah bangkit dari antara orang
mati, akan diselamatkan. Ini tentu tidak boleh diartikan bahwa orang itu tidak
perlu percaya tentang kematian Kristus untuk menebus dosanya.
·
Ibr 2:14
mengatakan bahwa oleh kematianNya Yesus memusnahkan Iblis. Ini rasanya tidak
cocok, dan karenanya kata ‘kematian’ di sini harus diartikan mencakup juga akan
‘kebangkitan’ Yesus.
IV) Iman dan Pertobatan.
A) Kita
diselamatkan oleh ‘iman saja’, bukan oleh ‘perbuatan
baik’ atau ‘iman
dan perbuatan baik’.
Salah satu semboyan reformasi adalah
SOLA FIDE, yang artinya ‘only faith’ (= hanya iman). Jadi, yang
menyelamatkan kita hanyalah iman. Perbuatan baik sama sekali tidak mempunyai
andil untuk menyelamatkan / membawa kita kesurga.
1) Perbuatan
baik tidak bisa menyelamatkan kita. Mengapa?
a) Karena manusia di
luar Kristus sama sekali tidak bisa berbuat baik.
Kita
lahir sebagai orang yang berdosa, dan karena itu kita mempunyai kecenderungan
untuk berbuat dosa. Ini menyebabkan manusia di luar Kristus itu sebetulnya sama
sekali tidak bisa berbuat baik. Hal ini bisa terlihat dari ayat-ayat di bawah
ini:
Kej 6:5
- “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar
di bumi dan bahwa segala (bukan
‘sebagian’ tetapi ‘segala’) kecenderungan hatinya selalu (bukan
‘kadang-kadang’ / ‘sering’ tetapi ‘selalu’) membuahkan kejahatan semata-mata”.
Kej 8:21b - “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi
karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak
kecilnya”.
Ro 6:20
- “Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas
dari kebenaran”.
Ro 8:7-8
- “(7) Sebab keinginan daging adalah perseteruan
terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang
tidak mungkin baginya. (8) Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin
berkenan kepada Allah”.
Tit 1:15
- “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang
najis dan bagi orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena
baik akal maupun suara hati mereka najis”.
Ini
menunjukkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan orang yang tidak beriman
adalah dosa. Jadi, tindakan-tindakan yang kelihatannya baik sekalipun (seperti
menolong orang miskin, dsb) tetap dianggap dosa. Mengapa?
1. Karena
tindakan itu tidak lahir dari iman.
Ro 1:5b - ‘percaya
dan taat’. Ini
salah terjemahan.
NASB: ‘the obedience of faith’ (= ketaatan dari iman).
NIV: ‘the obedience that comes from faith’ (= ketaatan yang datang dari
iman).
Inilah ketaatan yang betul-betul adalah
ketaatan, yaitu ketaatan yang lahir dari iman kepada Yesus, atau datang dari
iman kepada Yesus.
2. Karena tindakan
itu tidak dilakukan berdasarkan kasih kepada Allah / Yesus.
Yoh 14:15
- “Jikalau kamu
mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu”.
3. Karena tindakan itu tidak dilakukan
untuk memuliakan Allah.
1Kor 10:31
- “Jika engkau
makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain,
lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah”.
Suatu ‘ketaatan / perbuatan baik’, yang dilakukan oleh
orang yang tidak percaya kepada Yesus, dan dilakukan bukan karena hati yang
mengasihi Tuhan, dan dilakukan bukan untuk kemuliaan Allah, pada dasarnya
adalah ‘ketaatan / perbuatan baik’ yang dilakukan tanpa mempedulikan Allah.
Sekarang pikirkan sendiri, bisakah perbuatan demikian disebut baik?
b) Firman Tuhan memberikan gambaran yang
menjijikkan tentang kehidupan manusia di hadapan Allah.
1. Kesalehan
manusia digambarkan seperti kain kotor.
Yes 64:6a - “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala
kesalehan kami seperti kain kotor”.
Perhatikan bahwa Yesaya bukan mengatakan ‘segala dosa kami seperti
kain kotor’. Ia mengatakan ‘segala kesalehan kami
seperti kain kotor’. Ia juga
tidak mengatakan ‘sebagian
kesalehan kami seperti kain kotor’. Ia mengatakan ‘segala
kesalehan kami seperti kain kotor’.
Jadi, sebetulnya semua kesalehan orang percayapun
seperti kain kotor di hadapan Allah!
2. Dosa
/ kejahatan manusia digambarkan seperti cemar kain.
Sekarang, kalau ‘segala kesalehan’ kita digambarkan seperti ‘kain
kotor’ di hadapan Allah,
bagaimana dengan ‘dosa’ kita? Perhatikan ayat di bawah ini.
Yeh 36:17 - “‘Hai anak manusia, waktu kaum Israel tinggal di tanah
mereka, mereka menajiskannya dengan tingkah laku mereka; kelakuan mereka sama
seperti cemar kain di hadapanKu”.
Dosa / kejahatan kita digambarkan seperti ‘cemar kain’. Apakah ‘cemar
kain’ itu? NIV menterjemahkannya: ‘a
woman’s monthly uncleanness’
(= kenajisan bulanan dari seorang perempuan).
Bandingkan juga
dengan Im 15:20,24 - “(20) Segala sesuatu yang
ditidurinya selama ia cemar kain menjadi najis. Dan segala sesuatu yang
didudukinya menjadi najis juga. ... (24) Jikalau seorang laki-laki tidur dengan
perempuan itu, dan ia kena cemar kain perempuan itu, maka ia menjadi
najis selama tujuh hari, dan setiap tempat tidur yang ditidurinya menjadi najis
juga”.
Untuk kata ‘cemar kain’ yang pertama (ay 20) NIV menterjemahkan ‘her
period’ (= masa datang bulannya),
sedangkan untuk kata ‘cemar kain’ yang kedua (ay 24) NIV menterjemahkan ‘her monthly
flow’ (= aliran bulanannya).
Jadi kelihatannya
yang dimaksudkan dengan ‘cemar kain’ itu adalah cairan
darah yang dikeluarkan seorang perempuan pada saat datang bulan.
Dengan
demikian Kitab Suci menggambarkan segala kesalehan kita seperti kain kotor, dan
menggambarkan dosa / kejahatan kita seperti cairan yang dikeluarkan oleh
seorang perempuan pada saat mengalami datang bulan! Merupakan suatu kegilaan
kalau kita berpikir bahwa dengan hal-hal menjijikkan itu kita bisa layak untuk
masuk surga!
Siapapun yang
menganggap dirinya suci atau lumayan baik, dan bisa mengusahakan kesucian /
kekudusan dengan kekuatannya sendiri, apalagi bisa layak masuk surga dengan
perbuatan baiknya sendiri, harus merenungkan bagian ini!
Keberatan: tetapi mengapa dalam Kitab Suci kadang-kadang diceritakan tentang orang
yang saleh, tak bercacat, seperti Nuh, Ayub, Zakharia, dsb?
Jawab: Itu harus diartikan hanya dalam perbandingan dengan orang-orang lain di
sekitar mereka. Tetapi kalau kehidupan mereka dibandingkan dengan Firman Tuhan
/ Kitab Suci, maka jelas mereka tetap penuh dengan dosa.
c) Seandainya
ia bisa berbuat baik, perbuatan baik itu tidak bisa menghapuskan dosa.
Bahwa
dosa tidak bisa ditebus dengan perbuatan baik, dinyatakan oleh Gal 2:16,21
yang berbunyi: “Kamu
tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum
Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus ... sekiranya ada
kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.
Illustrasi:
Seseorang ditangkap polisi karena melanggar peraturan lalu lintas dan 1 minggu
setelahnya harus menghadap ke pengadilan. Dalam waktu satu minggu itu ia lalu
banyak berbuat baik untuk menebus dosanya. Ia menolong tetangga, memberi uang
kepada pengemis, dsb. Pada waktu persidangan, ia membawa semua orang kepada
siapa ia sudah melakukan kebaikan itu sebagai saksi. Pada waktu hakim bertanya:
‘Benarkah saudara melanggar peraturan lalu lintas?’, ia lalu menjawab: ‘Benar
pak hakim, tetapi saya sudah banyak berbuat baik untuk menebus dosa saya. Ini
saksi-saksinya’. Sekarang pikirkan sendiri, kalau hakim itu waras, apakah hakim
itu akan membebaskan orang itu? Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat
bahwa dalam hukum duniapun kebaikan tidak bisa menutup / menebus / menghapus
dosa! Demikian juga dengan dalam hukum Tuhan / Kitab Suci!
2) Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa keselamatan
itu hanya karena iman adalah:
Ro 3:24
- “dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan
cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus”.
Perhatikan kata ‘dengan
cuma-cuma’ di
sini. Kalau perbuatan baik punya andil dalam membawa kita ke surga, tidak
mungkin ada kata ‘dengan cuma-cuma’ di sini.
Ro 3:27-28
- “(27) Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah?
Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan
iman! (28) Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan
karena ia melakukan hukum Taurat”.
Gal 2:16,21
- “(16) Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang
dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman
dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus,
supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena
melakukan hukum Taurat. Sebab: ‘tidak ada seorangpun yang dibenarkan’ oleh
karena melakukan hukum Taurat. ... (21) Aku tidak menolak kasih karunia Allah.
Sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian
Kristus”.
Ef 2:8-9
- “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh
iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil
pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.
Fil 3:8-9
- “(8) Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena
pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh
karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah,
supaya aku memperoleh Kristus, (9) dan berada dalam Dia bukan dengan
kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran
karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan
berdasarkan kepercayaan”.
Ro 9:30-10:3
- “(9:30) Jika demikian, apakah yang hendak kita
katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah
beroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman. (9:31) Tetapi: bahwa
Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah
sampai kepada hukum itu. (9:32) Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya
bukan karena iman, tetapi karena perbuatan. Mereka tersandung pada batu
sandungan, (9:33) seperti ada tertulis: ‘Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion
sebuah batu sentuhan dan sebuah batu sandungan, dan siapa yang percaya
kepadaNya, tidak akan dipermalukan.’ (10:1) Saudara-saudara, keinginan
hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka diselamatkan. (10:2) Sebab
aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat
untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar. (10:3) Sebab, oleh karena
mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk
mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada
kebenaran Allah”.
Kis 15:1-11 - “(1)
Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada
saudara-saudara di situ: ‘Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang
diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.’ (2) Tetapi Paulus
dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu.
Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari
jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk
membicarakan soal itu. (3) Mereka diantarkan oleh jemaat sampai ke luar kota,
lalu mereka berjalan melalui Fenisia dan Samaria, dan di tempat-tempat itu
mereka menceriterakan tentang pertobatan orang-orang yang tidak mengenal Allah.
Hal itu sangat menggembirakan hati saudara-saudara di situ. (4) Setibanya di
Yerusalem mereka disambut oleh jemaat dan oleh rasul-rasul dan penatua-penatua,
lalu mereka menceriterakan segala sesuatu yang Allah lakukan dengan perantaraan
mereka. (5) Tetapi beberapa orang dari golongan Farisi, yang telah menjadi
percaya, datang dan berkata: ‘Orang-orang bukan Yahudi harus disunat dan
diwajibkan untuk menuruti hukum Musa.’ (6) Maka bersidanglah rasul-rasul
dan penatua-penatua untuk membicarakan soal itu. (7) Sesudah beberapa waktu
lamanya berlangsung pertukaran pikiran mengenai soal itu, berdirilah Petrus dan
berkata kepada mereka: ‘Hai saudara-saudara, kamu tahu, bahwa telah sejak
semula Allah memilih aku dari antara kamu, supaya dengan perantaraan mulutku
bangsa-bangsa lain mendengar berita Injil dan menjadi percaya. (8) Dan Allah,
yang mengenal hati manusia, telah menyatakan kehendakNya untuk menerima mereka,
sebab Ia mengaruniakan Roh Kudus juga kepada mereka sama seperti kepada kita,
(9) dan Ia sama sekali tidak mengadakan perbedaan antara kita dengan mereka,
sesudah Ia menyucikan hati mereka oleh iman. (10) Kalau demikian,
mengapa kamu mau mencobai Allah dengan meletakkan pada tengkuk murid-murid itu
suatu kuk, yang tidak dapat dipikul, baik oleh nenek moyang kita maupun oleh
kita sendiri? (11) Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan
Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga.’”.
Bdk. ay 11b dengan Ro 11:5-6
- “(5) Demikian juga pada waktu ini ada
tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih karunia. (6) Tetapi jika hal itu
terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika
tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia”.
Jelas terlihat bahwa Sidang Gereja
Yerusalem membenarkan Paulus dan Barnabas yang mengajarkan keselamatan hanya
oleh iman saja, dan menyalahkan orang-orang kristen Yahudi, yang menekankan
bahwa untuk selamat, mereka juga harus mentaati hukum Taurat
(ay 1).
Luk 23:42-43
- “(42) Lalu ia berkata: ‘Yesus, ingatlah akan aku,
apabila Engkau datang sebagai Raja.’ (43) Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata
kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di
dalam Firdaus.’”.
Penjahat yang boleh dikatakan tak punya
perbuatan baik sama sekali ini, dan bahkan tak pernah ke gereja, belum dibaptis,
dsb, ternyata dijamin keselamatannya oleh Yesus, hanya karena ia percaya kepada
Yesus.
3) Konsekwensi
dari ajaran ini.
Kalau saudara ingin diselamatkan /
masuk surga, jangan mengusahakannya dengan berbuat baik, taat, membuang dosa,
berbakti, ke gereja, dibaptis, dan sebagainya. Kalau saudara ingin diselamatkan
/ masuk surga, saudara harus percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamat saudara! Maukah saudara?
B) Beberapa
hal yang penting tentang ‘iman yang menyelamatkan’ (saving faith).
1) Iman adalah kepercayaan yang didasarkan pada
Firman Tuhan / janji Tuhan.
Kej 15:5-6 - “(5)
Lalu TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: ‘Coba lihat ke langit,
hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.’ Maka firmanNya
kepadanya: ‘Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.’ (6) Lalu percayalah
Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai
kebenaran”.
Kata-kata ‘percayalah
Abram kepada Tuhan’
jelas menunjukkan kepercayaan Abram terhadap Firman Tuhan yang diucapkan oleh
Tuhan kepadanya dalam Kej 15:5.
Ro 10:17 - “Jadi,
iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus”.
Jadi, orang yang beriman adalah orang
yang percaya pada apa yang Alkitab katakan tentang Kristus, seperti:
Yesus
adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia.
Yesus
mati disalib untuk menebus dosa manusia.
Yesus
bangkit dari antara orang mati.
Yesus
naik ke surga dan akan datang kembali sebagai Hakim.
Yesus
adalah satu-satunya jalan ke surga (Yoh 14:6 Kis 4:12
1Yoh 5:11-12).
Saudara mungkin sudah tahu /
mengerti tentang hal-hal ini, tetapi sudahkah saudara mempercayainya?
2) Iman yang menyelamatkan (saving faith) mempunyai Yesus Kristus sebagai obyek.
Jadi, orang yang
beriman bukan sekedar percaya apa yang Kitab Suci katakan tentang
Kristus, tetapi juga harus percaya kepada Kristus. Saudara mungkin sudah
percaya tentang Kristus, tetapi sudahkan saudara percaya kepada
Kristus?
3) Penekanan dari iman yang menyelamatkan (saving faith) adalah kepercayaan kepada
Kristus sebagai Juruselamat / Penebus dosa.
Jaman sekarang
banyak orang percaya kepada Yesus hanya sebagai dokter, pelaku mujijat,
penyembuh, pemberi berkat, penolong dalam kesukaran, dsb, tetapi tidak kepada
Yesus sebagai Juruselamat / Penebus. Ini bukan iman yang menye-lamatkan!
Perlu saudara ingat
bahwa malaikat menyuruh Yusuf memberi nama ‘Yesus’ kepada anak yang akan
dilahirkan Maria, karena ‘Dialah
yang akan menyelamatkan umatNya dari dosa mereka’
(Mat 1:21). Jadi, Yesus harus ditekankan sebagai Juruselamat / Penebus dosa!
Disamping itu, dalam
1Kor 15:19 Paulus berkata: “Jikalau
kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka
kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia”.
Kalau saudara hanya
percaya kepada Yesus sebagai dokter, pelaku mujijat, penyembuh, pemberi berkat,
penolong dalam kesukaran, dsb, jelas bahwa saudara hanya berharap kepada
Kristus untuk hidup ini saja! Dengan demikian, maka menurut Paulus / Firman
Tuhan, saudara adalah orang yang paling malang dari segala manusia! Memang
dalam hidup kita sekarang ini, kita juga berharap kepada Kristus, tetapi kita
terutama harus berharap kepadaNya untuk hidup yang akan datang. Kalau kita
mempercayai Kristus sebagai Juruselamat / Penebus dosa kita, maka kita yakin
bahwa pada waktu kita mati, kita tidak akan masuk neraka / dihukum (bdk.
Ro 8:1), tetapi akan masuk ke surga. Jadi, ‘kepercayaan kepada Kristus
sebagai Juruselamat / Penebus dosa’ sangat berhubungan dengan ‘pengharapan
kepada Kristus untuk hidup yang akan datang’.
4) Iman
yang benar harus mencakup:
a) Pikiran.
Ini berarti bahwa:
1. Orangnya harus mempunyai pengetahuan /
pengertian yang benar tentang dasar kekristenan (Ro 10:13-14,17 Mat 13:23).
Dalam perumpamaan tentang seorang
penabur yang menabur benih di 4 golongan tanah dalam Mat 13, hanya tanah
golongan ke 4 (tanah yang subur), yang jelas menunjuk kepada orang kristen yang
sejati, yang dikatakan ‘mengerti’ firman yang diberitakan itu (Mat 13:23)!
Ingat bahwa orangnya tidak harus
mengerti tentang doktrin / hal yang sukar atau yang tinggi-tinggi, seperti
doktrin Allah Tritunggal dsb, tetapi ia harus mengerti tentang dasar
kekristenan, yaitu Injil. Misalnya:
a. Bahwa ia adalah orang berdosa yang seharusnya
masuk neraka.
b. Bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi manusia
dan lalu mati disalib menebus dosanya.
c. Bahwa ia diselamatkan karena jasa penebusan
Kristus yang ia terima melalui iman, bukan karena ia berbuat baik.
2. Otak orang itu harus percaya / bisa menerima
pada apa yang diketahui / dimengerti. Ini merupakan persetujuan intelektual /
logika.
b) Emosi
/ perasaan.
Tidak cukup hanya mengerti dan percaya
secara intelektual saja. Perasaan juga harus terlibat. Misalnya:
1. Adanya perasaan sedih karena dosa /
menyakiti hati Tuhan.
2. Merasakan kasih Allah.
3. Yakin akan penebusan Kristus.
4. Merasa sukacita karena penebusan
Kristus, dsb.
Kontras dengan ini adalah sikap acuh
tak acuh terhadap dosa, Kitab Suci / kebenaran, surga / neraka, dan bahkan
terhadap Tuhan sendiri. Juga keragu-raguan akan penebusan Kristus, dan keragu-raguan
akan keselamatannya sendiri.
c) Kemauan / kehendak.
Sekalipun pikiran sudah mengerti dan
percaya, dan perasaan sudah terlibat, tetapi kalau kehendak kita tidak
terlibat, dalam arti kita tidak mau ikut Kristus, kita bukan orang
kristen.
Bandingkan dengan pemuda kaya dalam
Mat 19:21-22 - “(21) Kata Yesus kepadanya:
‘Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan
berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di
sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.’ (22) Ketika orang muda itu
mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya”.
Bahwa orang itu pergi dengan sedih
menunjukkan bahwa ia sebetulnya mempercayai apa yang Yesus katakan. Tetapi ia
lebih memilih harta dari pada Yesus atau hidup kekal, dan karena itu 8ia tidak
mau ikut Yesus.
Dalam Luk 15:17-20, pertobatan
anak bungsu mengandung 3 elemen tersebut di atas.
Luk 15:17-20 - “(17)
Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku
yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. (18) Aku
akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah
berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, (19) aku tidak layak lagi disebutkan
anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. (20) Maka
bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah
melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari
mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia”.
Kata-kata ‘ia
menyadari keadaannya’
menunjukkan bahwa inteleknya terlibat. Lalu kata-kata yang ia rencanakan untuk
katakan kepada bapanya menunjukkan bahwa emosinya terlibat. Dan tindakan
konkritnya untuk bangkit dan pergi kepada bapanya menunjukkan bahwa kemauannya
juga terlibat!
5) Iman yang benar juga tidak akan mempunyai
serep kepercayaan / agama lain.
Tuhan tidak pernah menyenangi syncretisme (penggabungan 2 agama atau
lebih). Ini terlihat misalnya dalam 1Raja 18:21 Yosua 24:14-15 Kel 20:3-5.
Dalam persoalan keselamatan, kalau
saudara berkata bahwa saudara percaya kepada Kristus, tetapi saudara masih
tetap mempercayai kepercayaan / agama lain, maka itu berarti bahwa iman saudara
kepada Kristus itu sebetulnya tidak ada.
Illustrasi: Kalau saudara membawa ban serep dalam
mobil saudara itu berarti bahwa saudara tidak percaya kepada ban mobil saudara,
dalam arti saudara menganggap ban bisa gembos, sehingga perlu ban serep. Kalau
saudara naik kereta api, tentu tidak akan membawa ban serep, karena percaya bahwa
ban tidak bisa gembos. Demikian juga kalau saudara betul-betul percaya kepada
Kristus tentang keselamatan saudara, maka saudara akan membuang semua
kepercayaan / agama lain. Ini termasuk kebatinan, kepercayaan kepada Maria,
jimat / berhala, dan semua agama lain.
6) Iman yang sejati / sungguh-sungguh harus
diikuti oleh pertobatan dari dosa / perubahan hidup.
Yak 2:17,26 - “(17)
Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka
iman itu pada hakekatnya adalah mati. ... (26) Sebab seperti tubuh tanpa roh
adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati”.
Mengapa demikian? Karena orang yang
betul-betul percaya kepada Yesus, pasti menerima Roh Kudus.
Ef 1:13-14 - “(13)
Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu
Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang
dijanjikanNya itu. (14) Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai
kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah,
untuk memuji kemuliaanNya”.
Dan Roh Kudus itu akan mengeluarkan
buah Roh, yang menyebabkan hidup orang itu akan dikuduskan / disucikan (Gal
5:22-23).
Kalau ada orang yang mengatakan bahwa
dirinya adalah orang percaya, tetapi hidupnya tidak berubah, maka itu
menunjukkan bahwa ia tidak mempunyai Roh Kudus. Dan kalau ia tidak mempunyai
Roh Kudus, itu berarti ia belum percaya.
Tetapi ingat satu hal penting ini: Sekalipun iman yang
sejati pasti diikuti oleh adanya ketaatan / perbuatan baik / pengudusan, tetapi
yang menyebabkan kita diselamatkan adalah imannya, dan sama sekali bukan
perbuatan baiknya.
Illustrasi:
sakit ® obat ® sembuh ® olah raga / bekerja
dosa ® iman ® selamat ® taat / berbuat baik
Apa yang menyebabkan sembuh? Tentu saja
obat, bukan olah raga / bekerja. Olah raga / bekerja hanya merupakan bukti
bahwa orang itu sudah sembuh. Karena itu kalau seseorang berkata bahwa ia sudah
minum obat dan sudah sembuh, tetapi ia tetap tidak bisa berolah raga / bekerja,
maka pasti ada yang salah dengan obatnya.
Demikian juga dengan orang berdosa. Ia
selamat karena iman, bukan karena perbuatan baik. Tetapi kalau seseorang
berkata bahwa ia sudah beriman dan sudah selamat, tetapi dalam hidupnya sama
sekali tidak ada perbuatan baik / ketaatan, maka pasti ada yang salah dengan
imannya.
Juga kalau kita melihat pada garis
waktu, maka akan terlihat dengan jelas bahwa imanlah, dan bukannya perbuatan
baik, yang menye-babkan kita diselamatkan.


tak ada perbuatan baik ada perbuatan baik
(Ro 6:20)
selamat
Luk 19:9 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Hari ini telah terjadi
keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham.”.
William
Hendriksen: “Good works have
never saved anybody. Yet without them no one has a right to claim that he is a
Christian” (= Perbuatan baik tidak pernah
menyelamatkan siapapun. Tetapi tanpa perbuatan baik tidak seorangpun mempunyai
hak untuk mengclaim bahwa ia adalah orang Kristen)
- ‘Romans’, hal 114.
C) Hal-hal
yang akan diterima oleh orang-orang yang mempunyai iman yang sejati:
1) Pengampunan
dosa.
Kis 10:43 - “Tentang Dialah semua nabi
bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepadaNya, ia akan mendapat pengampunan
dosa oleh karena namaNya”.
Semua dosa-dosa pada masa yang lalu
diampuni (termasuk dosa asal), dan di samping itu, tersedia pengampunan untuk
dosa-dosa yang akan datang.
Orang kristen memang tidak mungkin
hidup suci (1Yoh 1:8,10). Ada kelompok orang Kristen yang percaya bahwa
dalam hidup sekarang ini ada orang Kristen yang bisa mencapai kesucian. Ini
mereka dasarkan pada 1Yoh 3:9 - “Setiap orang
yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di
dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah”. Tetapi 1Yoh 3:9 tidak berarti bahwa
orang kristen bisa hidup tanpa dosa. Yang dimaksud dalam 1Yoh 3:9 adalah
bahwa orang kristen tidak mungkin hidup dalam dosa terus-menerus. Ini
terlihat dari terjemahan versi NIV di bawah ini.
1Yoh
3:9 (NIV) - “No one who is born of God will
continue to sin, because God’s seed remains in him; he can not go on
sinning” (= Tidak seorangpun yang dilahirkan Allah akan
terus-menerus berbuat dosa, karena benih Allah tinggal dalam dia; ia tidak
bisa terus berbuat dosa).
Kalau orang kristen jatuh ke dalam
dosa, ia hanya perlu mengaku dosanya kepada Allah dan dosanya akan diampuni
(1Yoh 1:9). Tetapi, ia harus mengakui dengan hati yang betul-betul
menyesal / bertobat (Maz 51:19).
Ia tidak perlu mengundang Kristus masuk
ke dalam hatinya lagi! Sekali Kristus / Roh Kudus masuk ke dalam hatinya /
hidupnya, Ia tidak akan keluar lagi. Ini terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:
Yoh 14:16 - “Aku
akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang
lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya”.
Ibr 13:5 - “Janganlah
kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu.
Karena Allah telah berfirman: ‘Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan
Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.’”.
2) Pembenaran
/ justification.
Ro 5:1 - “Sebab itu, kita
yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah
oleh karena Tuhan kita Yesus Kristus”.
Ro 5:18-19 - “(18) Sebab itu,
sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian
pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk
hidup. (19) Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang
telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua
orang menjadi orang benar”.
Yang dimaksud dengan ‘satu
perbuatan kebenaran’
atau ‘ketaatan satu orang’ adalah kebenaran / ketaatan Yesus
Kristus.
Dalam dunia hanya ada 2 golongan
manusia:
a) Orang-orang yang ada ‘di dalam Adam’.
Semua manusia ada ‘di dalam Adam’ sejak
lahir. Dan semua yang ada di dalam Adam
ini dianggap najis / berdosa oleh Allah.
b) Orang-orang yang ada ‘di dalam Kristus’.
Kalau seseorang yang ada ‘di dalam
Adam’ lalu percaya kepada Kristus, maka ia
berpindah kedudukan menjadi ‘di dalam Kristus’. Sekarang, kebenaran
Kristus diberlakukan atas dia, sehingga ia tidak lagi dianggap najis / berdosa
oleh Allah, tetapi dianggap sebagai orang benar.
Calvin: “Hence, in order
to partake the miserable inheritance of sin, it is enough for thee to be man,
for it dwells in flesh and blood; but in order to enjoy the righteousness of
Christ it is necessary for thee to be a believer; for a participation of him is
attained only by faith”
(= Jadi, untuk mengambil bagian dalam warisan dosa yang menyedihkan, cukup
bagimu untuk menjadi manusia, karena itu tinggal dalam daging dan darah; tetapi
untuk menikmati kebenaran Kristus engkau harus menjadi orang percaya; karena
pengambilan bagian dari Dia didapatkan hanya dengan iman).
Jadi, untuk bisa
masuk ke neraka cukup bagi saudara untuk berdiam diri. Sejak lahir saudara ada
di dalam Adam, sehingga dengan berdiam diri saja, itu sudah cukup untuk membawa
saudara ke dalam neraka. Tetapi kalau saudara ingin masuk surga, saudara harus
percaya kepada Yesus dan menerimaNya sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara!
3) Keselamatan
/ hidup yang kekal.
Yoh 3:16 - “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,
sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang
percaya kepadaNya tidak binasa, tetapi beroleh hidup yang kekal”.
Kis 16:31 - “Percayalah kepada Tuhan Yesus
Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu”.
a) Kita mendapatkan keselamatan / hidup yang
kekal itu pada saat kita percaya, bukan pada saat kita mati.
Pada saat Zakheus bertobat / percaya
kepada Yesus, maka Luk 19:9 berkata: “Kata Yesus kepadanya: ‘Hari ini telah terjadi
kese-lamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham’”.
Jadi, bukannya pada saat mati Zakheus
baru diselamatkan, tetapi pada saat ia percaya kepada Yesus!
b) Keselamatan itu tidak bisa hilang!
Dalam dunia theologia ada 2 aliran yang
sangat bertentangan dalam persoalan ini. Ajaran Arminianisme percaya bahwa seseorang
bisa murtad dan kehilangan keselamatannya; tetapi ajaran Calvinisme / Reformed
percaya bahwa keselamatan tidak bisa hilang, dan menurut saya inilah yang
benar.
Dasar Kitab Suci bahwa keselamatan
tidak bisa hilang:
1. Yoh 6:39 - “Dan
Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang
telah diberikanNya kepadaKu jangan ada
yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman”.
2. Yoh 10:27-30 - “(27)
Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut
Aku, (28) dan Aku memberikan hidup yang
kekal kepada mereka dan mereka pasti
tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan
merebut mereka dari tanganKu. (29) BapaKu, yang memberikan mereka kepadaKu,
lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka
dari tangan Bapa. (30) Aku dan Bapa adalah satu.’”.
3. Yoh 11:25-26 - “(25)
Jawab Yesus: ‘Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepadaKu, ia
akan hidup walaupun ia sudah mati, (26) dan setiap orang yang hidup dan yang
percaya kepadaKu, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan
hal ini?’”.
4. Ro 5:8-10 - “(8) Akan
tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati
untuk kita, ketika kita masih berdosa. (9) Lebih-lebih, karena kita sekarang
telah dibenarkan oleh darahNya, kita pasti
akan diselamatkan dari murka Allah. (10) Sebab jikalau kita, ketika masih
seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian AnakNya, lebih-lebih kita,
yang sekarang telah diperdamaikan, pasti
akan diselamatkan oleh hidupNya!”.
5. Ro 8:29-30 - “(29)
Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari
semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu,
menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang
ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang
dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya,
mereka itu juga dimuliakanNya”.
6. Ro 8:38-39 - “(38)
Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun
pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, (39)
atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu
makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada
dalam Kristus Yesus, Tuhan kita”.
7. 1Kor 1:8-9 - “(8)
Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu
tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus. (9) Allah, yang memanggil
kamu kepada persekutuan dengan AnakNya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia”.
8. 2Kor 1:21-22 - “(21)
Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus,
adalah Allah yang telah mengurapi, (22) memeteraikan tanda milikNya atas kita
dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita”.
9. Fil 1:6 - “Akan
hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di
antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus
Yesus”.
10. 1Pet 1:5 - “Yaitu
kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu
menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir”.
11. 1Pet 5:10 - “Dan
Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus
kepada kemuliaanNya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan
mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya”.
12. Yudas 24 - “Bagi Dia,
yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung dan yang membawa kamu
dengan tak bernoda dan penuh kegembiraan di hadapan kemuliaanNya”.
Beberapa serangan terhadap doktrin ini
dan jawabannya:
a. Bagaimana
dengan orang yang ‘murtad’?
Jawab: Orang yang murtad menunjukkan bahwa ia tidak pernah
sungguh-sungguh percaya kepada Kristus
Yoh 8:31 - “Maka
kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: ‘Jikalau kamu tetap
dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu”.
Kalau seseorang murtad, maka jelas
bahwa ia tidak tetap dalam firman. Dan kalau ia tidak tetap dalam firman, menurut
kata-kata Yesus di atas ini, ia bukan benar-benar murid Yesus!
1Yoh 2:18-19 - “(18)
Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu
dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak
antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang
terakhir. (19) Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak
sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh
termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi
hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh
termasuk pada kita”.
2Yoh 9 - “Setiap
orang yang tidak tinggal di dalam ajaran Kristus, tetapi yang melangkah keluar
dari situ, tidak memiliki Allah. Barangsiapa tinggal di dalam ajaran itu, ia
memiliki Bapa maupun Anak”.
Bdk. Mat 24:24 - “Sebab
Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan
tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin,
mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga”.
Kata-kata ‘sekiranya mungkin’ jelas
menunjukkan bahwa itu tidak mungkin! Setan menggunakan banyak hal untuk
menyesatkan manusia, tetapi kalau orang itu adalah orang pilihan, ia tidak
mungkin disesatkan!
b. Bagaimana
dengan Mat 7:21-23?
Mat 7:21-23 - “(21)
Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam
Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga.
(22) Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan,
bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan
mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu itulah Aku akan
berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu!
Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.
Jawab:
·
Mat 7:21-23
juga menunjuk pada orang-orang yang belum pernah sungguh-sungguh percaya kepada
Kristus. Karena itu, dalam ay 23, Kristus berkata: ‘Aku
tidak pernah mengenal kamu’. Seandainya orang itu pernah menjadi orang kristen yang
sejati dan lalu murtad, Yesus tidak bisa mengatakan ‘Aku
tidak pernah mengenal kamu’. Ia seharusnya mengatakan ‘dulu Aku
kenal kamu, tetapi sekarang tidak’!
·
Disamping
itu kalau saudara melihat seluruh kontex, yaitu Mat 7:15-23 maka saudara
bisa melihat dengan jelas bahwa dalam seluruh kontex ini Yesus membicarakan
nabi-nabi palsu (ay 15), dan karena itu jelas menunjuk pada orang, yang
sekalipun mempunyai jabatan tinggi, tetapi adalah orang kristen KTP.
Mat 7:15-23 - “(15)
‘Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar
seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. (16)
Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur
dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? (17) Demikianlah setiap pohon
yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik
menghasilkan buah yang tidak baik. (18) Tidak mungkin pohon yang baik itu
menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan
buah yang baik. (19) Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik,
pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. (20) Jadi dari buahnyalah kamu akan
mengenal mereka. (21) Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan!
akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak
BapaKu yang di sorga. (22) Pada hari terakhir banyak orang akan berseru
kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan
demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu
itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah
mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.
c. Bagaimana dengan adanya perintah untuk
bertekun sampai mati, seperti dalam Wah 2:10?
Wah 2:10 - “Jangan
takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan
melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai
dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia
sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan”.
Bdk. Mat 24:13 - “Tetapi
orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat”.
Ayat-ayat ini diartikan sebagai berikut
oleh orang-orang Arminian: orang-orang yang setia sampai mati / bertahan sampai
pada kesudahannya akan menerima mahkota / akan selamat. Jadi, kalau seseorang
tidak setia sampai mati / tidak bertahan sampai kesudahannya, ia tidak akan
menerima mahkota / tidak akan selamat.
Jawab:
Perintah ini diberikan oleh Allah
kepada kita, karena sekalipun Allah berjanji untuk terus ‘memegang’ kita,
sehingga keselamatan kita tidak mungkin hilang, tetapi pada saat yang sama,
Allah menghendaki kita untuk berusaha. Jaminan bahwa keselamatan tidak bisa
hilang, sama sekali tidak boleh dijadikan alasan untuk hidup seenak kita. Kita
harus berusaha untuk memelihara keselamatan kita seakan-akan keselamatan itu
bisa hilang.
Sama halnya dengan pada waktu Allah
menjamin untuk mencukupi kebutuhan hidup anak-anakNya (Mat 6:25-34). Ia
tetap mengatakan bahwa kita harus rajin bekerja seperti semut (Amsal 6:6-11),
dan kalau seseorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan (2Tes 3:10). Jadi di
satu sisi Allah memberikan jaminan supaya kita tidak perlu kuatir, tetapi di
sisi lain Allah memberikan kita tanggung jawab!
Dalam urusan keselamatan, terjadi hal
yang sama. Di satu sisi Allah memberikan jaminan bahwa keselamatan tidak bisa
hilang. Tetapi di sisi lain Ia memberikan kita tanggung jawab untuk menjaga /
memelihara keselamatan tersebut!
Illustrasi: Bacalah Kis 27:14-44 - “(14)
Tetapi tidak berapa lama kemudian turunlah dari arah pulau itu angin badai,
yang disebut angin ‘Timur Laut’. (15) Kapal itu dilandanya dan tidak tahan
menghadapi angin haluan. Karena itu kami menyerah saja dan membiarkan kapal
kami terombang-ambing. (16) Kemudian kami hanyut sampai ke pantai sebuah pulau
kecil bernama Kauda, dan di situ dengan susah payah kami dapat menguasai sekoci
kapal itu. (17) Dan setelah sekoci itu dinaikkan ke atas kapal, mereka memasang
alat-alat penolong dengan meliliti kapal itu dengan tali. Dan karena takut
terdampar di beting Sirtis, mereka menurunkan layar dan membiarkan kapal itu
terapung-apung saja. (18) Karena kami sangat hebat diombang-ambingkan angin
badai, maka pada keesokan harinya mereka mulai membuang muatan kapal ke laut.
(19) Dan pada hari yang ketiga mereka membuang alat-alat kapal dengan tangan
mereka sendiri. (20) Setelah beberapa hari lamanya baik matahari maupun
bintang-bintang tidak kelihatan, dan angin badai yang dahsyat terus-menerus
mengancam kami, akhirnya putuslah segala harapan kami untuk dapat menyelamatkan
diri kami. (21) Dan karena mereka beberapa lamanya tidak makan, berdirilah
Paulus di tengah-tengah mereka dan berkata: ‘Saudara-saudara, jika sekiranya
nasihatku dituruti, supaya kita jangan berlayar dari Kreta, kita pasti
terpelihara dari kesukaran dan kerugian ini! (22) Tetapi sekarang, juga dalam
kesukaran ini, aku menasihatkan kamu, supaya kamu tetap bertabah hati, sebab tidak
seorangpun di antara kamu yang akan binasa, kecuali kapal ini. (23) Karena
tadi malam seorang malaikat dari Allah, yaitu dari Allah yang aku sembah
sebagai milikNya, berdiri di sisiku, (24) dan ia berkata: Jangan takut, Paulus!
Engkau harus menghadap Kaisar; dan sesungguhnya oleh karunia Allah, maka semua
orang yang ada bersama-sama dengan engkau di kapal ini akan selamat karena
engkau. (25) Sebab itu tabahkanlah hatimu, saudara-saudara! Karena aku
percaya kepada Allah, bahwa semuanya pasti terjadi sama seperti yang dinyatakan
kepadaku. (26) Namun kita harus mendamparkan
kapal ini di salah satu pulau.’ (27) Malam yang keempat belas sudah tiba
dan kami masih tetap terombang-ambing di laut Adria. Tetapi kira-kira tengah
malam anak-anak kapal merasa, bahwa mereka telah dekat daratan. (28) Lalu
mereka mengulurkan batu duga, dan ternyata air di situ dua puluh depa dalamnya.
Setelah maju sedikit mereka menduga lagi dan ternyata lima belas depa. (29) Dan
karena takut, bahwa kami akan terkandas di salah satu batu karang, mereka
membuang empat sauh di buritan, dan kami sangat berharap mudah-mudahan hari
lekas siang. (30) Akan tetapi anak-anak kapal berusaha untuk melarikan diri
dari kapal. Mereka menurunkan sekoci, dan berbuat seolah-olah mereka hendak
melabuhkan beberapa sauh di haluan. (31) Karena itu Paulus berkata kepada perwira dan prajurit-prajuritnya: ‘Jika mereka
tidak tinggal di kapal, kamu tidak mungkin selamat.’ (32) Lalu
prajurit-prajurit itu memotong tali sekoci dan membiarkannya hanyut. (33)
Ketika hari menjelang siang, Paulus mengajak semua orang untuk makan, katanya:
‘Sudah empat belas hari lamanya kamu menanti-nanti saja, menahan lapar dan
tidak makan apa-apa. (34) Karena itu aku
menasihati kamu, supaya kamu makan dahulu. Hal itu perlu untuk keselamatanmu.
Tidak seorangpun di antara kamu akan kehilangan sehelaipun dari rambut
kepalanya.’ (35) Sesudah berkata demikian, ia mengambil roti, mengucap
syukur kepada Allah di hadapan semua mereka, memecah-mecahkannya, lalu mulai
makan. (36) Maka kuatlah hati semua orang itu, dan merekapun makan juga. (37)
Jumlah kami semua yang di kapal itu dua ratus tujuh puluh enam jiwa. (38)
Setelah makan kenyang, mereka membuang muatan gandum ke laut untuk meringankan
kapal itu. (39) Dan ketika hari mulai siang, mereka melihat suatu teluk yang
rata pantainya. Walaupun mereka tidak mengenal daratan itu, mereka memutuskan
untuk sedapat mungkin mendamparkan kapal itu ke situ. (40) Mereka melepaskan
tali-tali sauh, lalu meninggalkan sauh-sauh itu di dasar laut. Sementara itu
mereka mengulurkan tali-tali kemudi, memasang layar topang, supaya angin meniup
kapal itu menuju pantai. (41) Tetapi mereka melanggar busung pasir, dan
terkandaslah kapal itu. Haluannya terpancang dan tidak dapat bergerak dan
buritannya hancur dipukul oleh gelombang yang hebat. (42) Pada waktu itu
prajurit-prajurit bermaksud untuk membunuh tahanan-tahanan, supaya jangan ada
seorangpun yang melarikan diri dengan berenang. (43) Tetapi perwira itu ingin
menyelamatkan Paulus. Karena itu ia menggagalkan maksud mereka, dan
memerintahkan, supaya orang-orang yang pandai berenang lebih dahulu terjun ke
laut dan naik ke darat, (44) dan supaya orang-orang lain menyusul dengan
mempergunakan papan atau pecahan-pecahan kapal. Demikianlah mereka semua
selamat naik ke darat”.
Dalam ay 22-25 (perhatikan bagian
yang saya beri garis bawah tunggal) terlihat adanya jaminan bahwa semua mereka
pasti selamat. Tetapi dalam ay 31,34a (perhatikan bagian yang saya beri
garis bawah ganda) Paulus tetap memberikan hal-hal tertentu yang harus mereka
lakukan supaya selamat. Lalu dalam ay 34b (perhatikan bagian yang saya beri
garis bawah tunggal) ia lagi-lagi memberikan jaminan selamat. Apakah hal-hal
ini bertentangan? Tidak! Semua ini menunjukkan bahwa adanya jaminan keselamatan
dari Allah, tidak membuang tanggung jawab mereka untuk melakukan hal yang
terbaik bagi keselamatan mereka.
Memang cerita di atas berurusan dengan
keselamatan jasmani. Tetapi dalam urusan keselamatan rohani berlaku hal yang
sama. Allah menjamin bahwa keselamatan tidak bisa hilang. Tetapi ini tidak
membuang tanggung jawab kita untuk melakukan hal yang terbaik demi keselamatan
kita!
4) Pengangkatan
menjadi anak Allah.
Yoh 1:12 - “Tetapi semua orang yang
menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang
percaya dalam namaNya”.
Semua manusia lahir sebagai anak setan,
dan hanya kalau kita percaya kepada Yesus Kristus, kita bisa menjadi anak-anak
Allah. Banyak orang tidak bisa menerima ajaran ini, tetapi perlu diperhatikan
bahwa Kitab Suci mengajarkan bahwa:
a) Manusia hanya dibagi menjadi 2 golongan,
yaitu anak Allah atau anak setan (1Yoh 3:10
Yoh 8:42-44).
b) Hanya orang yang percaya kepada Yesuslah yang
dijadikan anak Allah (Yoh 1:12).
Bagaimana kalau setelah kita percaya
kepada Yesus dan menjadi anak Allah kita lalu berbuat dosa lagi? Apakah ini
menyebabkan kita kembali menjadi anak setan? Tidak. Sekali kita menjadi anak
Allah, kita tidak bisa kembali menjadi anak setan. Kalau kita berbuat dosa,
persekutuan kita dengan Allah menjadi renggang, tetapi kita hanya perlu
menyesali dosa itu, mengakuinya dan bertobat daripadanya, maka persekutuan
dengan Allah akan dipulihkan kembali.
5) Damai
sejahtera (Yoh 14:27 Gal 5:22).
Waktu Adam dan Hawa jatuh ke dalam
dosa, mereka kehilangan damai. Mereka menjadi takut terhadap Allah
(Kej 3:7-10). Sebagai keturunan Adam dan Hawa, kita lahir dalam dosa /
dalam keadaan tanpa hubungan dengan Allah, sehingga kita tidak mempunyai damai.
Tetapi, kalau kita percaya kepada Kristus, maka kita bisa diperdamaikan dengan
Allah, sehingga kita kembali memiliki damai seperti Adam dan Hawa sebelum
mereka jatuh dalam dosa.
6) Roh
Kudus (Kis 2:38 Yoh 7:38-39 Ef 1:13).
Kita menerima Roh Kudus pada saat
kita percaya. Ini terlihat dari Ef 1:13 yang berbunyi: “Di dalam Dia
kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil
keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya,
dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikanNya itu”.
Orang yang menerima Roh Kudus tidak
harus berbahasa lidah / roh! Bahwa tidak setiap orang kristen harus berbahasa
lidah / roh terlihat dari 1Kor 12:7-11,28-30 - “(7)
Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan
bersama. (8) Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk
berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan
karunia berkata-kata dengan pengetahuan. (9) Kepada yang seorang Roh yang sama
memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan.
(10) Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan
kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain
lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang
seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada
yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. (11)
Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang
memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang
dikehendakiNya. ... (28) Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam
Jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar.
Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk
menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam
bahasa roh. (29) Adakah mereka semua rasul, atau nabi, atau pengajar? Adakah mereka semua mendapat karunia untuk
mengadakan mujizat, (30) atau untuk menyembuhkan, atau untuk berkata-kata dalam
bahasa roh, atau untuk menafsirkan bahasa roh?”.
Bagian yang saya beri garis bawah
tunggal jelas menunjukkan bahwa hanya sebagian orang Kristen yang menerima
karunia bahasa Roh. Sedangkan pertanyaan pada bagian yang saya beri garis bawah
ganda jelas harus dijawab ‘tidak’!
Tanda dari orang yang memiliki Roh
Kudus, bukanlah bahasa roh / lidah, tetapi buah roh (Gal 5:22-23). Dengan kata
lain tanda dari orang yang memiliki Roh Kudus adalah hidup yang dikuduskan /
diubahkan ke arah yang positif, menjadi lebih sesuai dengan Firman Tuhan.
7) Kemerdekaan
dari perhambaan dosa.
Yoh 8:34-36 - “(34)
Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang
berbuat dosa, adalah hamba dosa. (35) Dan hamba tidak tetap tinggal
dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah. (36) Jadi apabila Anak itu
memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka.’”.
Sebelum kita percaya kepada Kristus,
kita hanya bisa berbuat dosa. Ini terlihat bukan hanya dari istilah ‘hamba
dosa’ dalam
Yoh 8:34-36 di atas, tetapi juga dari ayat-ayat seperti:
a) Kej 6:5 - “Ketika
dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala (bukan
‘sebagian’ tetapi ‘segala’) kecenderungan hatinya selalu (bukan
‘kadang-kadang’ / ‘sering’ tetapi ‘selalu’) membuahkan kejahatan semata-mata”.
b) Kej 8:21 - “Ketika
TUHAN mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah TUHAN dalam hatiNya:
‘Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang
ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan
membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan”.
c) Roma 6:20 - “Sebab
waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran”.
d) Roma 8:7-8 - “(7)
Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak
takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. (8) Mereka
yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah”.
e) Titus 1:15 - “Bagi
orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak
beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati
mereka najis”.
Tetapi setelah percaya kepada Kristus,
kita dimerdekakan dari perhambaan dosa itu (Yoh 8:36 Roma 8:2). Ini tidak berarti bahwa
kita lalu tidak lagi berbuat dosa, tetapi ini berarti bahwa kita mulai bisa
berbuat baik. Disamping itu, sekalipun kita masih berbuat dosa atau jatuh ke
dalam dosa, kita tidak lagi mencintai dosa, tetapi sebaliknya membenci dosa.
V) Gunanya ketaatan / perbuatan baik.
Ketaatan / perbuatan baik sama sekali
tidak menyelamatkan kita. Kita selamat hanya karena iman. Tetapi, itu tidak
berarti ketaatan / perbuatan baik tidak ada gunanya / tidak perlu dilakukan.
Gunanya ketaatan / perbuatan baik:
1) Bukti
iman.
Yak 2:17,26 - “(17)
Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka
iman itu pada hakekatnya adalah mati. ... (26) Sebab seperti tubuh tanpa roh
adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati”.
Tidak adanya ketaatan menunjukkan tidak
adanya Roh Kudus dalam diri kita, dan tidak adanya Roh Kudus dalam diri kita
menunjukkan tidak adanya iman yang sejati kepada Kristus. Sebaliknya, kalau ada
ketaatan yang sungguh-sungguh, maka itu menunjukkan adanya Roh Kudus dalam diri
kita, dan ini membuktikan bahwa kita memang beriman kepada Kristus. Bukti iman
ini penting untuk diri kita sendiri, maupun untuk orang lain pada waktu mereka
melihat kita.
2) Tanda
cinta kita kepada Tuhan.
Yoh 14:15 - “‘Jikalau
kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu”.
Kita bisa taat kepada Tuhan karena
takut kepada Tuhan (takut dihukum, takut tidak diberkati, dsb). Ketaatan
seperti ini memang masih lebih baik dari pada ketidaktaatan, tetapi ketaatan
ini tetap kurang baik. Ketaatan yang benar adalah ketaataan karena kasih kepada
Tuhan. Jadi, karena kita mengasihi Tuhan, dan kita tahu bahwa ketidak-taatan /
dosa itu menyakiti hati Tuhan, maka kita mentaati Tuhan.
3) Supaya
kita bisa kuat pada saat kesukaran datang.
Mat 7:24-27 - “(24)
‘Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan
orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. (25) Kemudian
turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah
itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. (26) Tetapi setiap orang yang
mendengar perkataanKu ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang
bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. (27) Kemudian turunlah hujan dan
datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan
hebatlah kerusakannya.’”.
Misalnya:
·
Tuhan
menyuruh kita belajar FirmanNya. Kalau kita menuruti hal ini dan belajar Firman
dengan rajin dan tekun, maka pada waktu serangan setan / kesukaran datang,
Firman yang sudah kita pelajari itu akan sangat berguna untuk menghadapi dan
bahkan mengatasi kesukaran / serangan setan itu. Tetapi orang yang tidak
mentaati perintah Tuhan untuk belajar Firman ini, pada saat kesukaran dan
serangan setan datang, tidak akan kuat bertahan.
·
Tuhan
menyuruh kita hidup dalam kasih. Kalau kita menuruti perintah ini, maka pasti
ada banyak orang yang juga mengasihi kita dan dekat dengan kita. Pada waktu
kesukaran datang, orang-orang ini bisa menolong kita / menghibur kita, sehingga
kita kuat menghadapi kesukaran itu. Sebaliknya, kalau kita tidak menuruti
perintah untuk hidup dalam kasih itu, maka banyak orang tidak senang dengan
kita, sehingga pada waktu kita mengalami kesukaran, tidak ada orang yang
peduli, dan kita tidak bisa bertahan.
4) Supaya
kita makin mengerti tentang kebenaran
Yoh 8:31-32 - “(31)
Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: ‘Jikalau kamu
tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu (32) dan kamu akan
mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.’”.
2Pet 1:5-8 - “(5)
Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan
kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, (6) dan kepada
pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada
ketekunan kesalehan, (7) dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan
kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. (8) Sebab apabila
semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi
giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita”.
Kalau kita tidak mau taat pada
kebenaran yang sudah kita mengerti, maka Tuhan tidak akan menambah pengetahuan
itu. Tetapi kalau kita mentaatinya, maka Tuhan akan menambah pengertian kita.
Illustrasi:
·
kalau
saudara memberi makan anak atau binatang peliharaan, maka kalau makanannya
habis, saudara akan menambahnya. Tetapi kalau makanan yang ada tidak dimakan,
saudara tidak akan memberi tambahan makanan.
·
pada
waktu seorang guru mengajar anak, kalau baru persoalan penjumlahan dan
pengurangan saja anak itu belum bisa, maka tentu saja guru itu tidak akan
mengajar persoalan perkalian dan pembagian.
5) Menguatkan
iman.
Ini berhubungan dengan no 4 di atas.
Karena ketaatan menyebabkan kita makin mengerti Firman, yang adalah makanan
rohani kita, maka ketaatan juga menumbuhkan iman.
Disamping itu, ketaatan juga
mendekatkan kita dengan Tuhan (lihat no 7 di bawah), dan ini menyebabkan kita
tidak takut / kuatir menghadapi apapun.
6) Supaya
kita menjadi saksi Tuhan yang baik, yang menyebabkan nama Tuhan dipermuliakan
(Mat 5:13-16 Fil 1:10-11 bdk. Wah 3:18).
Dosa menyebabkan Tuhan dipermalukan
(Amsal 30:9b Wah 3:18), dan
sebaliknya ketaatan / kesucian hidup menyebabkan Tuhan dipermuliakan. Dan perlu
diingat bahwa kemuliaan Tuhan harus menjadi tujuan hidup setiap orang (1Kor
10:31).
7) Menjaga
persekutuan dengan Tuhan / mendekatkan diri kepada Tuhan.
Yes 59:2 - “tetapi
yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan
yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak
mendengar, ialah segala dosamu”.
Ayat ini menunjukkan bahwa dosa
menjauhkan kita dari Tuhan, dan sebaliknya, kekudusan mendekatkan kita dengan
Tuhan.
Sekalipun dengan percaya kepada Yesus
kita sudah mempunyai hubungan / persekutuan dengan Tuhan, tetapi persekutuan
ini bisa mendekat / membaik ataupun merenggang / memburuk. Kalau kita banyak
berbuat dosa, apalagi secara sengaja dan dengan sikap tegar tengkuk, maka
hubungan kita dengan Tuhan akan merenggang / memburuk. Sebaliknya, kalau kita
mentaati Tuhan / menyucikan diri, maka hubungan kita dengan Tuhan akan mendekat
/ membaik. Ini semua karena Tuhan adalah Tuhan yang suci!
8) Memberikan
damai.
Yes 48:18 - “Sekiranya
engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti
sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti
gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti”.
Pada waktu kita percaya kepada Yesus,
maka kita diberi damai. Tetapi damai ini bisa hancur kalau kita berbuat dosa,
apalagi secara sengaja dan dengan sikap tegar tengkuk. Hancurnya damai itu
merupakan hajaran Tuhan supaya kita kembali kepadaNya / bertobat. Sebaliknya,
kalau kita mentaati Tuhan / menyucikan diri, damai itu akan makin lama makin
berlimpah.
9) Supaya
Tuhan lebih memakai kita dalam pelayanan kita
2Tim 2:20-21 - “(20)
Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak,
melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang
mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia. (21) Jika seorang
menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk
maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan
disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia”.
Ada satu extrim yang harus dihindari,
yaitu yang mengatakan bahwa kita harus suci dulu baru bisa dipakai oleh Tuhan.
Kalau ini benar, maka Tuhan tidak bisa memakai manusia yang manapun, dan Ia
hanya bisa memakai malaikat untuk melayani Dia. Tetapi extrim sebaliknya
mengatakan bahwa tidak jadi soal kita dosa atau tidak dosa, Tuhan tetap mau
memakai kita. Ini jelas juga salah.
Yang benar adalah: Tuhan memang mau
memakai orang berdosa sebagai alatNya dalam pelayanan, tetapi makin orang itu
menyucikan dirinya makin Tuhan memakai dia / memberkati pelayanannya.
10) Agar
kita mendapat tempat yang tinggi di surga (Mat 5:19).
Mat 5:19 - “Karena
itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang
paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki
tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang
melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan
menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga”.
Surga ada tingkat-tingkatnya
(Mat 5:19 Luk 19:16-19 1Kor 3:15 Mat 20:20-28), dan demikian juga dengan
neraka (Mat 11:20-24).
Memang, kita bisa masuk ke surga karena
kita beriman (bukan karena kita taat), tetapi tempat / tingkatan kita di surga
ditentukan oleh ketaatan kita. Makin kita taat, makin tinggi tempat kita di
surga.
Tetapi perlu juga diingat bahwa dalam
kita mentaati Tuhan, kita tidak boleh mempunyai motivasi ‘supaya mendapat
tempat yang tinggi di sorga’. Ini adalah ketaatan yang didasari oleh pamrih.
-o0o-
Yesus: satu-satunya jalan ke surga
I) Yesus hanya merupakan salah satu jalan ke surga?
Ada pepatah yang mengatakan: ‘Ada
banyak jalan menuju ke Roma’. Pepatah ini mungkin benar untuk banyak hal. Dan
saya percaya bahwa pepatah ini berlaku untuk neraka. Memang, ada banyak jalan
menuju ke neraka (Yakinkah saudara bahwa saudara tidak sedang berada pada jalan
ke neraka ini?). Tetapi betul-betul menyedihkan kalau ada orang yang mengaku
sebagai orang kristen, apalagi sebagai hamba Tuhan, yang menerapkan pepatah ini
untuk surga.
Ada bermacam-macam perwujudan dari
kepercayaan sesat ini:
1) Ada
yang menyatakannya secara terang-terangan.
Perlu diketahui bahwa pada jaman ini
sudah ada pendeta-pendeta yang berani secara terang-terangan menunjukkan
pandangan sesat ini, bahkan tidak jarang ia menunjukkannya dengan disertai
serangan atau bahkan ejekan terhadap orang yang mempercayai / mengajarkan bahwa
Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga.
Contoh:
a) Pdt. Robert Setio, Ph. D. menuliskan dalam
warta tertulis sebuah renungan yang saya kutip di bawah ini:
“‘Apa yang pernah ada akan ada
lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi, tak ada sesuatu yang baru di
bawah matahari’ (Pengkhotbah 1:9).
Suara itu semakin lama semakin
keras. Seperti suara pasukan berkuda dalam medan peperangan yang semakin lama
semakin bergemuruh, riuh rendah, menyeramkan bagi yang mendengarnya. Suara apa
gerangan itu? Itu suara umat, umat beragama. Apa yang terjadi? Apa yang mereka
teriakan dengan gegap gempita? Ternyata mereka meneriakkan kata-kata ini:
‘tidak ada keselamatan lain, selain melalui agama kami’. Sementara yang lain
menambah dengan semangat yang kurang lebih sama: ‘agama kamilah yang paling
diperkenan Allah, agama kamilah yang paling benar’. Begitu keras dan riuh
rendahnya suara itu, sampai-sampai mereka yang tak tahu menahu bilang: ‘Kayak
kampanye pemilu, ya?!’
Tapi, yang berteriak-teriak datang
membela diri. Kata mereka: ‘kami bukannya mau kampanye, kami hanya menyatakan
kebenaran, itu saja, dan supaya saudara ketahui, kebenaran itu adalah agama
kami maka siapa saja yang ndak mau ikut agama kami pasti tidak dapat
dibenarkan’. Mereka terus menyerocos, ‘saudara tahu, Allah sebenarnya telah
memberikan penyataan khususnya bagi kami, ini istimewa lho. Sedang bagi yang
lain, Allah hanya memberikan penyataan umum yang samar-samar, tidak jelas dan
tentu saja tidak seistimewa penyataan yang telah diberikan pada kami’. Hal-hal
seperti ini mereka katakan dengan semangat penuh bak seorang prajurit kamikase
(prajurit Jepang yang siap bunuh diri demi Kaisar), tentu saja dengan satu
maksud yaitu supaya orang berbondong2 pindah ke agama mereka.
Namun benarkah agama kita lebih
istimewa dari yang lain? Benarkah orang yang beragama lain itu tidak selamat dan
agama mereka sia-sia? Belum tentu. Ya, belum tentu demikian, sebab, seperti
kata Pengkhotbah, ‘tidak ada sesuatu yang baru di bawah matahari’, artinya,
‘tidak ada sesuatu yang istimewa di dunia ini’. Semuanya sama saja. Apa yang
kita pikirkan, harapkan, doakan sebagai manusia, sama saja dengan apa yang
orang lain pikirkan, harapkan & doakan. Setiap orang memiliki pergumulan
dasar yang sama. ‘Sama-sama makan nasinya’, kata orang Indonesia. Kita
sama-sama menghirup udara yang sama, diterangi oleh matahari yang sama, bulan
dan bintang yang sama. Kita sama-sama dilahirkan, sama-sama mati. Mengapa kita
harus membedakan diri kita dengan yang lainnya? Keselamatan yang berlaku bagi
kita, mengapa tidak mungkin juga terjadi bagi orang lain, meskipun mereka berbeda
agama?”.
b) Pdt. Dr. Budyanto, Pendeta GKJW yang kini
menjabat Dekan Fakultas Teologi Universitas Duta Wacana, Yogyakarta menulis
dalam Majalah DUTA terbitan GKJW, bulan April 2000, hal 8-9, suatu artikel yang
berjudul ‘Pemikiran ulang Amanah Agung Yesus Kristus (Mat 28:19-20)’. Bunyinya
adalah sebagai berikut:
“Amanat Agung Yesus Kristus ini
biasanya dipahami sebagai perintah untuk mengabarkan Injil, dalam arti sempit
mengkristenkan umat lain, bahkan lebih sempit lagi menjadikan orang lain
menjadi warga gereja tertentu. Pandangan ini biasanya disertai dengan
keyakinan, bahwa keselamatan hanya ada dalam Yesus Kristus dan di luar Yesus
Kristus manusia akan binasa, seperti yang terdapat dalam Yohanes 14:6: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak
seorang pun datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku’. Dua ayat inilah
yang membuat gereja sangat bersikap eksklusif dan merasa diri sebagai umat
pilihan Allah. Yang lebih benar, lebih baik dari umat lain. Pemahaman ini akan
membuat gereja kesulitan dalam menjalankan tugas panggilannya di dunia ini.
Karena itu dua ayat ini perlu mendapat penjelasan ulang.
Pertama, Matius 28:19-20: ‘Pergilah,
jadikan semua bangsa murid-Ku dan baptiskanlah mereka dalam nama Bapa dan
Putera dan Roh Kudus. Dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang
Kuperintahkan kepadamu.’ Kata ‘baptiskanlah mereka’ selama ini dipahami
sebagai tanda bahwa seseorang menjadi orang Kristen atau menjadi anggota gereja
tertentu. Padahal baptis dalam Alkitab tidak dihubungkan dengan gereja, tetapi
dihubungkan dengan kematian dan kebangkitan Kristus, sebagai simbol seseorang
dipersekutukan dengan kematian dan kebangkitan Kristus (Rm. 6:3,4; Kol. 2:12),
sebagai simbol pembebasan dari dosa dan dilibatkannya manusia dalam hadirnya
kerajaan Allah dalam diri Kristus, yang mendatangkan syalom. Itulah sebabnya perkataan ini dihubungkan dengan menjadi
murid Kristus. Adapun menjadi murid Kristus itu berarti ‘mengajar melakukan apa
yang diperintahkan oleh Kristus, bukan mengajar perintah Kristus, tetapi
mengajar melakukan’.
Karena
itu penulis setuju dengan pendapat Moltmann yang mengatakan, misi Kristen itu
tidak lagi dipahami sebagai membaptiskan dan mengumpulkan orang
sebanyak-banyaknya menjadi warga gereja serta mendirikan gereja dimana-mana.
Itu adalah misi kuantitatif, yang lebih penting adalah misi yang kualitatif,
yaitu menulari manusia apa pun agamanya, dengan roh pengharapan, kasih dan
tanggung jawab kepada dunia dengan segala macam persoalannya. Agama harus
mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengatasi masalah manusia saat ini yaitu:
kelaparan, dominasi satu kelas terhadap kelas lain, imperialisme ideologi,
perang atom dan perusakan terhadap lingkungan hidup dan sebagainya.
Kedua, Yohanes 14:6: Kata
Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan
kebenaran dan hidup, tidak seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak
melalui Aku.’ Ayat inilah yang sering dipakai oleh kelompok Kristen
eksklusif sebagai dasar pemutlakan Yesus, bahkan pemutlakan agama Kristen,
bahwa tidak ada jalan lain menuju Bapa kalau tidak lewat Yesus Kristus atau
bahkan kalau tidak lewat gereja. Sedangkan kelompok pluralis cenderung
melupakan dan tidak menyinggung-nyinggung ayat ini, karena ayat ini sukar
dipahami dalam konteks pluralisme agama-agama. Secara eksklusif William Barclay
menafsirkan ayat ini sebagai berikut: Memang
banyak orang yang mengajar tentang jalan yang harus ditempuh, tetapi hanya
Yesuslah jalan itu dan di luar Dia manusia akan tersesat. Banyak orang yang
berbicara tentang kebenaran, tetapi hanya Yesuslah yang dapat mengatakan
‘Akulah kebenaran’ itu. Orang lain mengajarkan tentang jalan kehidupan, tetapi
hanya dalam Yesus orang menemukan kehidupan itu. Karena itu hanya Dia saja yang
dapat membawa manusia kepada Tuhan.
Tafsiran
Barclay ini bertolak belakang dengan hakikat gereja sebagai umat Allah, yang
sejajar dengan umat-umat lain dan bertolak belakang dengan semangat pluralisme
agama-agama. Mungkin lebih cocok dengan tafsiran Samartha yang mengatakan bahwa
dalam agama Kristen, Yesus Kristus memang Juru Selamat namun orang Kristen
tidak dapat mengklaim bahwa juru selamat hanya Yesus Kristus. Demikian pula
Yesus adalah jalan, tetapi jalan itu bukan hanya Yesus, seperti yang dikatakan
Kenneth Cracknell bahwa di luar agama Kristen-pun dikenal banyak jalan menuju
keselamatan.
Dalam
agama Yahudi dikenal istilah Halakhah,
yang secara hurufiah artinya berjalan. Kata ini merupakan istilah teknis dalam
pengajaran agama Yahudi yang berhubungan dengan semua materi hukum dan tatanan
hidup sehari-hari. Istilah ini diambil dari Keluaran 18:20: ‘Kemudian haruslah engkau mengajarkan kepada
mereka ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan yang memberitahukan kepada
mereka jalan yang harus mereka jalani dan pekerjaan yang harus mereka lakukan’.
Dalam agama Islam konsep jalan itu terdapat dalam Sura 1:5-7: ‘... Hanya Engkaulah yang kami sembah dan
hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan. Pimpinlah kami ke jalan yang lurus
(yaitu), jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka
...’
Dalam
agama Hindu juga dikenal adanya jalan menuju mokhsa, menuju kelepasan dari kelahiran kembali, menuju
keselamatan, yaitu Jnana marga atau
jalan pengetahuan, Karma marga atau
jalan perbuatan baik, serta Bhakti marga
yaitu jalan kesetiaan atau ibadah. Sedangkan dalam agama Budha dikenal Dhama pada, jalan kebenaran menuju nirwana.
Lalu
bagaimana hubungan jalan-jalan ini dengan Kristus yang adalah jalan? Pemahaman
ini bisa ditarik ke paradigma inklusif, artinya ada banyak jalan kecil-kecil (path), tetapi hanya satu jalan besar (way) yaitu jalan Kristus. Atau, ditarik
ke paradigma pluralis indiferen, artinya banyak jalan, termasuk jalan Kristus,
tetapi hanya ada satu tujuan yaitu Allah. Kalau kita memilih yang pertama,
memang tidak cocok dengan semangat pluralisme agama-agama, tetapi lebih sesuai dengan
teks Yohanes 14:6
Ada
banyak jalan tetapi hanya ada satu jalan yang menuju Bapa, yaitu jalan Kristus.
Kalau memilih alternatif kedua, hal itu sesuai dengan semangat pluralisme,
tetapi persoalan tentang ‘Tidak seorang sampai kepada Bapa, kalau tidak melalui
Aku’ tidak terpecahkan. Dengan memilih alternatif kedua, berarti menempatkan
Yesus sebagai jalan (cara) untuk mencapai suatu tujuan. Padahal menurut banyak
penafsir Yesus itu bukan jalan (cara) untuk mencapai tujuan, tetapi Ia sendiri
jalan sekaligus tujuan. Dalam teks dikatakan ‘Aku adalah ... (tiga kata
berikutnya mempunyai kedudukan yang sejajar) jalan, kebenaran dan hidup’. Bukan
Aku jalan menuju kebenaran dan menuju hidup, juga bukan Aku jalan kebenaran dan
jalan hidup.
Penulis
setuju bahwa di luar agama Kristen ada jalan (minhaj, marga, dhama pada), ada jalan kebenaran, ada keselamatan,
tetapi tidak berarti bahwa semua jalan itu sama saja, sehingga semua agama sama
saja. Juga tidak berarti bahwa jalan Yesus itu jalan yang luar biasa, sedangkan
jalan yang lain jalan biasa.
Lalu
persoalannya adalah bagaimana kalimat ‘Tidak
seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’ harus
ditafsirkan? Konteks ayat ini adalah: ketika itu Tuhan Yesus berkata kepada
para murid-Nya, Ia pergi untuk menyediakan tempat bagi murid-murid-Nya,
kemudian Ia akan kembali menjemput mereka, supaya di mana Yesus berada,
murid-murid juga berada di sana (Yohanes 14:3). Kemudian Thomas berkata, ‘Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau
pergi, jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?’. Dengan perkataan itu
Thomas ingin tahu jalannya supaya bisa sampai ke tempat itu dengan cara dan
kekuatannya sendiri. Kemudian Tuhan Yesus menjawab, ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak seorangpun datang kepada
Bapa kalau tidak melalui Aku’. Yang dimaksud Tuhan Yesus dengan perkataan
itu adalah Thomas tidak dapat datang ke tempat itu dengan usaha dan kekuatannya
sendiri. Kalau toh ia bisa datang di
tempat itu karena Tuhan Yesus yang membawa dia (Bdk. ay. 3 yang berkata: ‘Aku
akan datang kembali membawa kamu’). Dengan kata lain, kalau Thomas bisa datang
di tempat itu, semua itu semata-mata hanya karena anugerah Allah yang nyata
dalam kehadiran Yesus Kristus.
Jadi
persoalannya bukan di luar Kristus tidak ada jalan, tetapi bagi umat Kristen
kita bisa sampai ke tempat di mana Kristus berada, itu semata-mata karena
anugerah Allah. Inilah yang membedakan jalan yang ditempuh umat Kristen dan
jalan-jalan lainnya. Di sana bukan tidak ada jalan, di sana juga ada jalan,
jalan di sana bukan kurang baik, sedangkan di sini lebih baik, tetapi memang
jalan itu berbeda. Dengan demikian pemutlakan orang Kristen terhadap Yesusnya,
tidak harus membuat orang Kristen menjadi eksklusif, atau menyamakan saja semua
agama. Kita yakin seyakin-yakinnya bahwa hanya Yesus Kristuslah yang membawa
kita kepada keselamatan, tetapi kita juga tidak harus mengatakan di sana, dalam
agama-agama lain, sama sekali hanya ada kegelapan dan kesesatan. Kalau kita
sendiri tidak rela orang menganggap dalam kekristenan hanya ada kegelapan dan
kesesatan, mengapa hal yang sama kita tujukan kepada orang lain.
Apakah
pandangan ini tidak memperlemah semangat pekabaran Injil? Tidak, hanya harus
ada orientasi baru tentang Pekabaran Injil. Pekabaran Injil harus dipahami
seperti pemahaman Yesus Kristus sendiri: ‘Roh
Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar
baik (mengabarkan Injil) kepada orang-orang miskin, untuk memberitakan
pembebasan kepada orang-orang tawanan dan penglihatan bagi orang-orang buta,
untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat
Tuhan telah datang’ (Luk. 4:18,19).
Memberitakan
Injil tidak lagi dipahami sebagai kristenisasi, tetapi kristusisasi. Menambah
jumlah orang-orang yang diselamatkan dan menjadi anggota gereja bukan tujuan
pekabaran Injil, tetapi sebagai akibat atau buah pekabaran Injil: ‘Mereka disukai semua orang dan setiap hari
Tuhan menambahkan dengan orang-orang yang diselamatkan’ (Kis. 2:46). Buah
pekabaran Injil ini mungkin tidak segera kita nikmati dalam kehadiran mereka di
gereja, tetapi mungkin pada waktu dan di tempat lain.
Apakah
pemahaman pekabaran Injil ini tidak sama saja dengan pemahaman sebelumnya?
Tidak, pada pola pemahaman yang pertama mengesampingkan sikap toleransi yang
karenanya dapat menimbulkan kecurigaan bahkan konflik sosial. Sering
kekristenan mereka yang ‘bertobat’ lebih bersifat emosional. Sedangkan pola
pekabaran Injil kedua, sangat bersifat tenggang rasa, toleran dan bahkan
mungkin pekabaran Injil bisa dilakukan dengan kerja sama antar agama. Kalau
akhirnya ada yang menjadi anggota gereja, kekristenan mereka tidak bersifat
emosional, tetapi dengan kesadaran penuh.”.
c) Dalam majalah ‘PENUNTUN’ yang diterbitkan
oleh GKI, vol 2, No 6, Januari - Maret 1996, bagian ‘Kata Pengantar’ (hal v)
ada kata-kata sebagai berikut:
“Banyak orang sering semberono
menilai dengan negatif agama-agama lain yang mereka sendiri tidak hayati. Hal
paling minimal yang diperlukan dalam rangka mengenal orang-orang yang beragama
lain, yaitu membaca dan memahami Kitab Suci agama-agama lain, belum mereka
lakukan. Apalagi menghayati hidup seperti yang dihayati penganut agama lain itu
sendiri. Sikap seperti itu, tidak terkecuali, banyak ditemukan di dalam diri
orang-orang Kristen. Yang berpendidikan tinggi maupun yang tidak. Orang juga
sering memakai petobat-petobat baru untuk membuktikan betapa agama-agama semula
yang sudah ditinggalkan petobat-petobat baru itu adalah agama-agama yang kurang
sempurna, yang di dalamnya tidak terdapat kebenaran, atau, dalam ungkapan yang
sangat menusuk perasaan, berisi ajaran-ajaran sesat dari kuasa-kuasa kegelapan.
Tindakan jahat yang tidak penuh kasih semacam ini juga banyak ditemukan di
antara orang-orang Kristen. ... Pemahaman dan pendekatan yang simpatetik
terhadap pelbagai pandangan keselamatan, khususnya yang terdapat di dalam
agama-agama lain, diharapkan akan sedikit banyak mempengaruhi dengan
positif sikap dan pandangan orang Kristen terhadap agama-agama lain dan para
penganutnya. ... Tulisan Ioanes Rakhmat berupaya menunjukkan bahwa pandangan
yang sudah sangat berakar di dalam diri orang-orang Kristen bahwa di dalam
agama-agama lain tidak ditemukan karunia keselamatan dari Allah, adalah
pandangan yang sangat subyektif dan keliru”.
d) Dalam majalah ‘Penuntun’ terbitan GKI Jabar
(Vol. 2. No. 6, Januari - Maret 1996), ada sebuah artikel yang
ditulis oleh Pdt. Eka Darmaputera, Ph. D. yang berjudul ‘Boleh
diperbandingkan, jangan dipertandingkan’. Dan dalam artikel itu ada kata-kata
sebagai berikut:
“Sebuah dongeng Hindu. Ada seorang
raja yang adil, arif lagi bijaksana. Tiga orang puteranya, semua serba gagah,
tampan dan perkasa. Konon menyadari usianya yang kian uzur, sri baginda ingin
mempersiapkan segala sesuatu sebaik-baiknya sebelum ajal tiba. Demikianlah ia
memutuskan untuk membagi semua harta di kerajaannya menjadi tiga. Semua, tanpa
boleh ada yang tersisa atau terlupa. Masing-masing puteranya harus menerima
persis sepertiga. Tak ada yang lebih atau kurang. Supaya jangan ada yang
bangga, dan ada yang kecewa. Titah ini segera dilaksanakan tanpa masalah.
Sampai sang raja sendiri menyadari, bahwa ternyata masih ada satu yang tersisa.
Yaitu cincin yang selama ini melingkar di jari manisnya. Bagaimana membaginya?
Namun bukan sri baginda namanya bila tidak menemukan jalan keluar juga pada
akhirnya. Dengan diam-diam dan amat rahasia, pada suatu hari, dipanggilnya
pandai mas yang paling ahli di seluruh kerajaannya. Pandai mas itu
dititahkannya membuat dua buah cincin lagi. Syaratnya: sama persis dalam segala
hal dengan cincin yang semula. Ringkas cerita, persoalan teratasi. Namun
sementara. Sebab akhirnya, lama setelah baginda wafat, tiga pangeran itu toh
mafhum juga bahwa tidak semua dari tiga cincin yang ada itu ‘asli’. Mereka
segera bertengkar hebat sekali, masing-masing mengklaim bahwa cincin yang lain
adalah ‘tiruan’, dan cuma cincinnya sendiri yang ‘asli’. Pertengkaran itu pasti
akan berkelanjutan, bila mereka tidak segera menyadari bahwa apa yang mereka
lakukan itu pasti membuat hati mendiang ayah mereka terluka dan amat berduka. Terlebih
lagi, alangkah bodohnya yang mereka lakukan itu! Bertengkar menguras enerji dan
emosi untuk hal yang tak dapat mereka buktikan! Akhirnya kembali ke akal sehat
mereka. Mereka masing-masing bertekad merawat cincin mereka masing-masing.
Tanpa mempersoalkan, apalagi mempertengkarkan, mana yang ‘asli’ dan mana yang
‘palsu’. Sebab mengenai ini, hanya ayahanda tercinta saja yang mengetahuinya.
Untuk apa ‘dongeng’ tersebut? Untuk menolong kita memasuki pembicaraan yang
akan cukup rumit dan peka. Yaitu, ketika Redaksi Penuntun meminta saya menunjukkan mana di antara ketiga ‘cincin’
itu yang ‘asli’. Melalui dongeng di atas saya telah memberikan pratanda apa
yang bakal menjadi jawab saya nanti. Yang pertama-tama ingin saya katakan
adalah, permintaan itu aneh tetapi wajar. Bahkan, saya yakin, apa yang diminta
itu, adalah pertanyaan sebagian besar pembaca juga. Yaitu, setelah
artikel-artikel mengenai ajaran keselamatan dari pelbagai macam agama /
kepercayaan itu, kita pasti bertanya: manakah yang benar di antara ajaran yang
berbeda-beda itu? Begitu lazimnya pertanyaan itu, sehingga banyak orang tidak
merasa perlu bertanya terlebih dahulu: Tepatkah pertanyaan itu? Dan mungkinkah
menjawab pertanyaan itu? Ternyata cukup banyak juga yang menjawab: ‘Ya!
Pertanyaan itu bukan cuma tepat, tetapi juga perlu!’ Termasuk dalam kelompok
ini, adalah sebagian besar pemimpin serta penganut agama (Anda juga?). Yaitu
ketika dengan keyakinan yang tidak dibuat-buat, mereka berkata, ‘Anda mau tahu
mana yang benar dari antara ajaran yang bermacam-macam itu? Ya agama saya! Apa lagi?!’ Bila Anda mendengar
jawaban seperti itu, anjuran saya adalah jangan mendebatnya. Mengapa? Sebab
yang saya bayangkan adalah, Anda pasti akan bertanya: ‘Dari mana dan bagaimana
Anda tahu bahwa cuma agama Anda yang benar?’. Iya ‘kan?”
(hal 170,171).
“Orang-orang ini (dalam ilmunya)
‘memperbandingkan’ agama-agama tapi tidak ‘mempertandingkan’nya. Mereka tidak
berminat untuk mencari mana yang lebih benar dan lebih unggul. Dan semua itu
dilakukan dengan seilmiah serta seobyektif mungkin. Sebab itu biasanya enak dan
mengasyikkan berdiskusi dengan orang-orang dari kelompok ini! Toleran, terbuka,
dan simpatik! Berbeda dengan kelompok pertama.” (hal 173).
“Dengan tetap menghormati kekhasan
masing-masing agama, kita harus tetap mengatakan bahwa semua agama ada pada
dataran yang sama. Ada perbedaan, namun (dalam bahasa Inggris) ‘they are
different in degree, but not in kind’. Berbeda
dalam banyak hal, tapi tidak dalam hakikat. Secara hakiki, semua adalah satu
kategori.” (hal 174).
“Dengan membuat perbandingan itu,
kita dipaksa dan dilatih untuk terbuka dan rendah hati. Di samping itu, manfaat
yang sering tidak kita sadari adalah: kita tidak hanya dibuat lebih mengenal
kepercayaan orang lain, tetapi juga kepercayaan kita sendiri. Kita hanya dapat
membuat perbandingan, apabila kita mengenal dengan baik dan dengan benar ajaran
sendiri maupun ajaran orang lain, bukan? Sayang sekali, bagi banyak penganut
agama polemik dan apologetik masih lebih digemari ketimbang perbandingan dan dialog.
Padahal, dengan polemik dan apologetik, tanpa sadar kita terdorong untuk
melebih-lebihkan diri sendiri dan mencari-cari atau menekan-nekankan kelemahan
orang lain. Sikap yang tidak kristiani, bukan? Tanpa sadar kita tergiring untuk
semakin menutup diri. Kehilangan kesempatan untuk belajar dari kekurangan diri
sendiri dan kelebihan orang lain. Kehilangan kesempatan untuk diperkaya oleh
orang lain dan sekaligus menjadi berkat bagi orang lain! Sayang sekali! Tapi
itu yang sering terdengar. ‘Orang Kristen tidak perlu belajar apa-apa dari
siapa-siapa! Kita sudah punya Yesus!’ Menarik sekali kata-kata ini! Tetapi
naif! Sebab justru bila Anda benar-benar sudah punya Yesus maka, seperti Dia,
Anda akan tahu apa artinya kerendahan hati dan ‘mengosongkan diri’, terbuka
untuk belajar dari siapa saja! Justru bila Anda benar-benar sudah punya Yesus,
Anda akan dapat mendemonstrasikan iman yang seperti kanak-kanak bukan iman
Farisi yang penuh dengan keangkuhan hati!” (hal 174-175).
e) Dalam suatu camp GKJW saya pernah mengalami
suatu konfrontasi dengan Pdt. Bambang Roesena dari GKJW. Dalam acara tanya
jawab, saya ditanya apakah orang Katolik dan orang yang tidak pernah mendengar
Injil bisa selamat. Saya menjawab bahwa Katolik berbeda secara dasari dengan
Kristen, karena prinsip mereka adalah keselamatan karena iman dan perbuatan
baik. Karena salah secara dasari, maka tentu tidak bisa selamat. Tentang orang
yang tidak pernah mendengar Injil, saya juga katakan tidak selamat, berdasarkan
Ro 2:12 dan Ro 10:13-15a.
Pdt. Bambang Roesena lalu menanggapi
bahwa kita tidak boleh mempunyai theologia batu, tetapi harus theologia air.
Maksudnya kita harus flexible. Dari tanggapannya jelas terlihat bahwa ia tidak
mempercayai Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga.
2) Kadang-kadang
pandangan / ajaran sesat semacam ini terselubung di bawah slogan yang benar.
Misalnya ada pendeta / pengkhotbah / orang kristen yang kalau berdoa,
mengakhiri doanya dengan kata-kata ‘dalam nama Yesus Kristus, satu-satunya
Juruselamat dunia’. Tetapi mereka tidak pernah memberitakan Injil /
mendorong orang untuk percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat,
dan mereka tidak pernah mendorong orang untuk memberitakan Injil, dan kalau
kepada mereka ditanyakan apakah orang yang beragama lain itu pasti masuk ke
neraka, mereka menjawab ‘tidak’, atau ‘belum tentu’.
Pernyataan-pernyataan yang bertentangan
seperti itu juga ada dalam Gereja Roma Katolik.
Dalam ‘Catechism of the Catholic Church’ yang dikeluarkan tahun 1992 ada
pernyataan-pernyataan sebagai berikut:
a) No 161: “Believing in
Jesus Christ and in the One who sent him for our salvation is necessary for
obtaining salvation”
(= Percaya kepada Yesus Kristus dan kepada Yang mengutusNya untuk keselamatan
kita adalah perlu untuk mendapatkan keselamatan).
b) No 618 (bagian akhir): “Apart
from the cross there is no other ladder by which we may get to heaven” (= Terpisah dari salib tidak ada
tangga lain melalui mana kita bisa sampai ke surga).
Dari 2 pernyataan ini kelihatannya
mereka percaya bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga. Tetapi dalam
Catechism yang sama ternyata juga ada pernyataan-pernyataan yang bertentangan
dengan kedua pernyataan di atas, dan jelas menunjukkan kepercayaan bahwa di
luar Kristus ada keselamatan, dan dengan demikian Kristus bukanlah satu-satunya
jalan ke surga. Misalnya:
1. No 839b: “The Jewish
faith, unlike other non-Christian religions, is already a response to God’s
revelation in the Old Covenant. To the Jews ‘belong the sonship, the glory, the
covenants, the giving of the law, the worship, and the promises; to them belong
the patriarchs, and of their race, according to the flesh, is the Christ’, ‘for
the gifts and the call of God are irrevocable.’” [= Iman / kepercayaan Yahudi,
tidak seperti agama-agama non-Kristen yang lain, sudah merupakan suatu
tanggapan terhadap wahyu Allah dalam Perjanjian Lama. Orang-orang Yahudi
‘memiliki ke-anak-an, kemuliaan, perjanjian-perjanjian, pemberian hukum
Taurat, penyembahan, dan janji-janji; mereka memiliki kepala keluarga nenek
moyang mereka (Abraham, Ishak, Yakub dsb), dan Kristus, menurut daging, adalah
dari bangsa mereka’, ‘karena karunia-karunia dan panggilan Allah tidak dapat
dibatalkan.’].
2. No 841: “The Church’s
relationship with the Muslims. ‘The plan of salvation also includes those who
acknowledge the Creator, in the first place amongst whom are the Muslims; these
profess to hold the faith of Abraham, and together with us they adore the one,
merciful God, mankind's judge on the last day.’” (= Hubungan Gereja dengan
orang-orang Islam. ‘Rencana keselamatan juga mencakup mereka yang
mengakui sang Pencipta, dan di antara mereka yang ada di tempat pertama adalah
orang-orang Islam; mereka mengaku memegang / mempercayai iman Abraham, dan
bersama-sama dengan kita / kami mereka memuja / menyembah satu Allah yang penuh
belas kasihan, hakim umat manusia pada hari terakhir.’).
3. No 847b: “Those who,
through no fault of their own, do not know the Gospel of Christ or his Church,
but who nevertheless seek God with a sincere heart, and, moved by grace, try in
their actions to do his will as they know it through the dictates of their
conscience - those too may achieve eternal salvation” (= Mereka yang bukan karena salah
mereka sendiri, tidak mengetahui / mengenal Injil Kristus atau GerejaNya, tetapi
yang sekalipun demikian mencari Allah dengan hati yang tulus, dan, digerakkan
oleh kasih karunia, mencoba / mengusahakan dalam tindakan mereka untuk
melakukan kehendakNya, seperti yang mereka ketahui melalui perintah hati nurani
mereka - mereka juga bisa mencapai keselamatan yang kekal).
3) Juga
perlu diingat bahwa kadang-kadang pendeta / pengkhotbah yang mempunyai
pandangan sesat ini bersikap sebagai seekor bunglon. Dalam kalangan orang
Injili, ia menyatakan Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga, tetapi begitu
ia ada dalam kalangan orang yang segolongan dengan dia, ia menunjukkan warna
aslinya dan menyatakan Yesus hanya sebagai salah satu jalan ke surga.
4) Bisa
juga pandangan sesat ini diwujudkan oleh seorang pendeta / pengkhotbah dengan
mengijinkan atau bahkan mendorong jemaat untuk menyumbang / membantu agama
lain.
Waktu saya masih ada di Komisi Pemuda
GKI Sulung, saya pernah konfrontasi dalam acara Pemahaman Alkitab dengan Ny.
Kaligis Sm. Th. karena ia menceritakan tentang seorang kristen yang menyumbang
MTQ sebanyak Rp 500 juta, dan ia mengatakan hal itu sebagai sesuatu yang baik.
Ada bermacam-macam alasan yang
dikemukakan sebagai dasar untuk mengatakan bahwa Yesus hanyalah salah satu
jalan ke surga, dan orang yang tidak percaya kepada Yesuspun bisa masuk ke
surga.
Alasan-alasan yang sering dipakai
adalah:
1) Kita
tidak boleh menghakimi, hanya Allah yang berhak menghakimi.
2) Kita
tidak maha tahu, jadi kita tidak tahu apakah orang yang tidak percaya kepada
Yesus akan masuk ke neraka.
3) Kita
tidak boleh menghina orang yang non kristen / beragama lain. Kita hidup dalam
suatu masyarakat yang bersifat majemuk, bahkan yang mayoritas beragama lain,
dan karena itu kita harus bertoleransi terhadap agama lain. Sedangkan
kepercayaan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga merupakan sikap yang
sangat tidak toleran.
4) Mempercayai
Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga adalah sikap yang egois, tidak kasih
dan mau menangnya sendiri.
5) Orang
yang beragama lain banyak yang hidupnya saleh, masakan semua harus masuk ke
neraka?
II) Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga.
Dasar Kitab Suci bahwa Yesus adalah
satu-satunya jalan ke surga:
1) Ayat-ayat
Kitab Suci di bawah ini secara jelas menunjukkan bahwa Yesus adalah
satu-satunya jalan ke surga.
a) Yoh 14:6 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan
hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’”.
Ayat ini hanya mempunyai 3 kemungkinan:
1. Kitab Sucinya salah / ngawur. Yesus tidak
pernah mengatakan pernyataan ini, tetapi Kitab Suci mencatat seolah-olah Yesus
mengatakan pernyataan ini.
2. Kitab Sucinya betul; Yesus memang pernah
mengucapkan pernyataan ini. Tetapi Yesusnya berdusta, karena Ia menyatakan diri
sebagai satu-satunya jalan kepada Bapa padahal sebetulnya tidak demikian.
3. Kitab Sucinya betul, dan Yesusnya tidak
berdusta, sehingga Ia memang adalah satu-satunya jalan kepada Bapa / ke surga.
Renungkan: yang mana dari 3 kemungkinan
ini yang saudara terima? Kalau saudara menerima yang pertama atau yang kedua,
Sebaiknya saudara pindah agama saja, karena apa gunanya menjadi Kristen tetapi
mempercayai bahwa Kitab Sucinya salah / ngawur, atau Tuhannya pendusta!
b) Kis 4:12 - “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga
selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang
diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan”.
c) 1Yoh 5:11-12 - “Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan
hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam AnakNya. Barangsiapa
memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak
memiliki hidup”.
d) 1Tim 2:5 - “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi
pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus”.
Hanya orang sesat yang tidak menghargai
otoritas Kitab Suci dan yang ingin memutarbalikkan Kitab Suci yang bisa
menafsirkan bahwa ayat-ayat ini tidak menunjukkan Yesus sebagai satu-satunya
jalan ke surga.
Perhatikan bahwa Kis 4:12 itu
menyatakan bahwa ‘keselamatan
itu ada di dalam Yesus’, dan 1Yoh 5:11-12 menyatakan bahwa ‘hidup yang kekal itu ada di
dalam Yesus’.
Bayangkan Yesus sebagai sebuah kotak yang di dalamnya berisikan keselamatan /
hidup kekal. Kalau seseorang menerima kotaknya (Yesus), maka ia menerima isinya
(keselamatan / hidup yang kekal), dan sebaliknya kalau ia menolak kotaknya
(Yesus), otomatis ia juga menolak isinya (keselamatan / hidup yang kekal).
Perhatikan juga kata-kata ‘di bawah kolong langit ini’ dalam Kis 4:12, dan kata-kata ‘barangsiapa tidak memiliki Anak’ dalam 1Yoh 5:12 itu. Ini menunjukkan
bahwa tidak mungkin kata-kata ini ditujukan hanya untuk orang kristen.
Ayat-ayat tersebut di atas ini berlaku untuk seluruh dunia!
Juga perhatikan bahwa berbeda dengan
Yoh 14:6 yang diucapkan oleh Yesus kepada murid-muridNya (orang-orang yang
percaya / kristen), maka Kis 4:12 diucapkan oleh Petrus kepada orang-orang
Yahudi yang anti kristen! Jadi jelas bahwa ayat ini tidak mungkin dimaksudkan
hanya bagi orang kristen!
2) Yoh 8:24b
dan Wah 21:8 secara explicit menunjukkan bahwa orang yang tidak percaya
kepada Yesus akan mati dalam dosanya / masuk neraka.
Yoh 8:24b - “Jikalau kamu tidak percaya bahwa
Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu”.
Wah 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang
yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang
sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta,
mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh
api dan belerang; inilah kematian yang kedua”.
Dalam kontex Kitab Suci, ‘orang yang
tidak percaya’ artinya adalah ‘orang yang tidak percaya kepada Yesus’!
3) Dalam
Perjanjian Lama, Allah berulang kali hanya memberikan 1 jalan untuk
bebas dari hukuman, yang adalah TYPE / gambaran dari Kristus.
Contoh:
a) Bahtera
Nuh (Kej 6-8).
Pada jaman Nuh itu, kalau orang tidak
mau masuk ke dalam bahtera, maka tidak ada jalan lain baginya melalui mana ia
bisa selamat. Pada waktu banjir itu mulai meninggi, ia mungkin akan mencoba
naik pohon, naik atap rumah, naik gunung yang tinggi, dsb, tetapi ia akan tetap
mati, karena air bah itu merendam seluruh dunia bahkan gunung yang tertinggi
sekalipun (bdk. Kej 7:19-20). Jadi jelas bahwa bahtera itu adalah
satu-satunya jalan keselamatan.
b) Darah
pada ambang pintu (Kel 12:3-7,12-13,21-23,25-30
1Kor 5:7).
Pada waktu Allah mau menghukum orang
Mesir dengan membunuh semua anak sulung, Allah memberikan jalan melalui mana
bangsa Israel bisa lolos dari hukuman itu. Caranya adalah menyapukan darah
domba Paskah pada ambang pintu. Dan ini adalah satu-satunya jalan melalui mana
mereka bisa lolos dari hukuman Allah itu.
Selanjutnya, 1Kor 5:7b berbunyi: “Sebab anak domba Paskah kita juga
telah disembelih, yaitu Kristus”. Jadi, jelaslah bahwa anak domba Paskah yang darahnya
merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat itu, merupakan TYPE /
gambaran dari Kristus.
c) Ular
tembaga (Bil 21:4-9 Yoh 3:14-15).
Lagi-lagi dalam peristiwa ular tembaga,
pada waktu Israel berdosa dan dihukum oleh Tuhan dengan ular berbisa, Tuhan
memberikan hanya satu jalan keluar, yaitu dengan memandang kepada ular tembaga
itu. Kalau mereka menolak jalan itu dan mencari jalan yang lain, apakah dengan
berobat kepada tabib / dukun, atau dengan mengikat bagian yang digigit, atau
dengan mencari obat lain manapun juga, mereka pasti mati. Hanya kalau mereka
mau memandang kepada ular tembaga yang dibuat Musa barulah mereka bisa sembuh.
Juga perlu dingat bahwa Tuhan tidak menyuruh Musa untuk membuat banyak
patung ular tembaga, tetapi hanya satu patung ular tembaga!
Selanjutnya Yoh 3:14-15 berkata: “(14) Dan sama seperti Musa
meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan,
(15) supaya setiap orang yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal”.
Dari ayat ini terlihat bahwa ular
tembaga adalah TYPE / gambaran dari Kristus. Sama seperti ular tembaga itu
merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat itu, demikian juga Kristus
merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat ini.
4) Sikap
kita kepada Yesus merupakan sikap kita terhadap Allah / Bapa.
Luk 10:16 - “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia
mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa
menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku”.
Yoh 5:23 - “supaya semua orang menghormati
Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati
Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia”.
Yoh 15:23 - “Barangsiapa membenci Aku, ia
membenci juga BapaKu”.
Karena itu, orang tidak bisa menyembah
/ mentaati / melayani Allah, tetapi pada saat yang sama menolak Yesus. Menolak
Yesus berarti menolak Allah, dan tidak percaya kepada Yesus berarti tidak
percaya kepada Allah. Melihat pada semua ini bisakah orang yang tidak percaya
kepada Yesus masuk surga?
5) Yesus
adalah Allah sendiri, yang adalah tuan rumah / pemilik Kerajaan Surga.
Bagaimana mungkin orang yang tidak percaya kepadaNya, apalagi yang
menentangNya, bisa masuk ke surga, yang adalah milikNya?
6) Semua
manusia membutuhkan Penebus, karena semua manusia berdosa, dan dosa tidak bisa
ditebus dengan perbuatan baik / ketaatan.
a) Bahwa semua manusia berdosa dinyatakan oleh
Ro 3:23 yang berbunyi: “Karena
semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”.
b) Dan bahwa dosa tidak bisa ditebus dengan
perbuatan baik, dinyatakan oleh Gal 2:16a,21b yang berbunyi: “(16a) Kamu tahu, bahwa tidak
seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya
oleh karena iman dalam Kristus Yesus ... (21b) sekiranya ada kebenaran oleh
hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.
Illustrasi: Seseorang ditangkap polisi karena
melanggar peraturan lalu lintas dan 1 minggu setelahnya harus menghadap ke
pengadilan. Dalam waktu satu minggu itu ia lalu banyak berbuat baik untuk
menebus dosanya. Ia menolong tetangga, memberi uang kepada pengemis, dsb. Pada
waktu persidangan, ia membawa semua orang kepada siapa ia sudah melakukan
kebaikan itu sebagai saksi. Pada waktu hakim bertanya: ‘Benarkah saudara
melanggar peraturan lalu lintas?’, ia lalu menjawab: ‘Benar pak hakim, tetapi
saya sudah banyak berbuat baik untuk menebus dosa saya. Ini saksi-saksinya’.
Sekarang pikirkan sendiri, kalau hakim itu waras, apakah hakim itu akan
membebaskan orang itu? Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat bahwa dalam
hukum duniapun kebaikan tidak bisa menutup / menebus / menghapus dosa! Demikian
juga dengan dalam hukum Tuhan / Kitab Suci!
Karena itu sebetulnya semua manusia
membutuhkan Juruselamat / Penebus dosa. Dan Yesus adalah satu-satunya yang
pernah menebus dosa manusia. Kalau kita menolak Dia, maka kita harus membayar
sendiri hutang dosa kita, dan itu berarti kita harus masuk ke neraka
selama-lamanya.
7) Penderitaan
yang Yesus alami untuk menebus dosa manusia merupakan penderitaan yang luar
biasa hebatnya. Mengingat hebatnya penderitaan yang Yesus alami untuk menebus
dosa kita, kalau Yesus bukan satu-satunya jalan keselamatan, maka:
a) Tindakan Bapa merelakan AnakNya untuk mati
dengan cara yang begitu mengerikan hanya untuk memberikan satu tambahan
jalan ke surga betul-betul merupakan tindakan yang sangat kejam.
Illustrasi: Pada waktu untuk pertama kalinya anak
saya disuntik, anak itu menangis, saya merasa begitu kasihan kepadanya,
sehingga saya memeluk dia untuk mendiamkannya. Padahal anak itu disuntik dengan
suntikan mini yang jarumnya sangat kecil. Kalau saya bisa merasa kasihan pada
waktu anak saya ‘disakiti’ dengan jarum suntik itu, bayangkan bagaimana
perasaan Bapa pada waktu AnakNya yang tunggal itu dicambuki sampai hancur
punggungNya dan lalu dipakukan pada kayu salib. Kalau ada jalan lain untuk menyelamatkan
manusia, saya yakin bahwa Bapa tidak akan membiarkan AnakNya mengalami
penderitaan seperti itu. Tetapi karena memang tidak ada jalan lain, demi
kasihNya kepada manusia berdosa, Ia rela membiarkan AnakNya mengalami
penderitaan itu.
b) Tindakan Yesus untuk mati di salib untuk
memberikan satu tambahan jalan ke surga adalah tindakan konyol, bodoh
dan sia-sia. Ini sesuai dengan Gal 2:21b berbunyi: “... sekiranya ada kebenaran oleh
hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.
Illustrasi: Bayangkan bahwa saya dan anak saya
ada di lantai ketiga di sebuah bangunan bertingkat tiga, dan bangunan itu lalu
terbakar. Saya lalu menggendong anak saya dan melompat, dan sesaat sebelum
menyentuh tanah, saya melemparkan anak saya ke atas, maka anak saya selamat dan
saya mati. Kalau saat itu memang tidak ada jalan lain untuk selamat selain
melompat dari lantai tiga itu, maka mungkin sekali orang akan menganggap saya
sebagai pahlawan yang rela berkorban bagi anak saya. Tetapi kalau pada saat itu
sebetulnya ada banyak jalan yang lain, dan saya tetap ‘rela mengorbankan nyawa
saya’ demi anak saya, maka saya yakin bahwa orang akan menganggap tindakan itu
sebagai tindakan konyol dan bodoh.
Demikian juga dengan apa yang Yesus
lakukan bagi kita. Kalau memang ada jalan lain untuk selamat, dan Yesus tetap
rela berkorban bagi kita, Ia betul-betul konyol dan bodoh. Tetapi karena memang
tidak ada jalan lain, dan Yesus rela melakukan pengorbanan di atas kayu salib,
maka tindakanNya betul-betul merupakan tindakan kasih yang luar biasa.
8) Perintah
Yesus untuk menjadikan semua bangsa murid Yesus (Mat 28:19-20) menunjukkan
bahwa:
a) Yesus memang adalah satu-satunya jalan ke
surga.
Kalau memang Yesus bukan satu-satunya
jalan keselamatan, untuk apa ada perintah untuk memberitakan Injil / membawa
semua orang untuk datang kepada Yesus?
b) Orang yang tidak pernah mendengar tentang
Yesus juga akan binasa / masuk neraka! Kalau orang yang tidak pernah mendengar
Injil bisa masuk surga, maka untuk apa kita diperintahkan untuk memberitakan
Injil? Bahwa kita diperintahkan untuk memberitakan Injil dan menjadikan semua
bangsa murid Yesus, jelas menunjukkan bahwa orang yang tidak pernah mendengar
Injil juga pasti tidak bisa selamat. Pandangan ini didukung oleh beberapa
bagian Kitab Suci yang lain seperti:
1. Ro 2:12a - “Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan
binasa tanpa hukum Taurat”.
Dalam jaman Perjanjian Lama, orang di
luar Israel / Yahudi yang tidak pernah mempunyai hukum Taurat, dikatakan ‘binasa tanpa hukum Taurat’. Analoginya, dalam jaman Perjanjian
Baru, orang yang tidak pernah mendengar Injil, akan ‘binasa tanpa Injil’!
2. Ro 10:13-14 - “(13) Sebab, barangsiapa yang
berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. (14) Tetapi bagaimana mereka
dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka
dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana
mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?”.
Text ini membentuk suatu rantai. Orang
yang berseru kepada nama Tuhan akan selamat, tetapi ia tidak akan bisa berseru
kepada nama Tuhan kalau ia tidak percaya kepada Tuhan. Dan ia tidak akan bisa
percaya kepada Tuhan kalau ia tidak perneh mendengar tentang Dia. Dan ia tidak
akan bisa mendengar tentang Dia, kalau tidak ada yang memberitakan Injil
kepadaNya.
Jadi, kalau tidak ada orang yang
memberitakan Injil kepadanya, ia tidak bisa mendengar tentang Dia, sehingga
tidak percaya kepadaNya, sehingga tidak bisa berseru kepadaNya, sehingga tidak
bisa diselamatkan.
Dengan demikian jelaslah bahwa orang
yang tidak diinjili / tidak pernah mendengar tentang Yesus, pasti tidak
selamat. Fakta Kitab Suci inilah yang mendasari pengutusan misionaris ke
tempat-tempat yang belum pernah dijangkau Injil.
3. Yeh 3:18 - “Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti
dihukum mati! - dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa
untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap
hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan
menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu”.
Sesuatu hal lain yang perlu diingat
adalah bahwa dalam rasul-rasul melaksanakan perintah ini, mereka memberitakan
Injil kepada orang-orang yang sudah beragama sekalipun (agama Yahudi). Dan
bagaimanapun mereka diancam untuk tidak memberitakan Injil, mereka tetap
memberitakan Injil! (baca Kis 3:11-5:42).
Dari 8 point ini jelaslah bahwa pandangan yang mengatakan
bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga bukanlah fanatisme yang picik,
tetapi memang merupakan doktrin / kebenaran yang nyata sekali diajarkan dalam
Kitab Suci! Menolak kebenaran ini sama dengan menolak Kitab Suci / Firman
Tuhan! Mengejek orang kristen yang mempercayai kebenaran ini sama dengan
mengejek Kitab Suci / Firman Tuhan!
III) Konsekwensi dari doktrin / ajaran ini.
1) Kita
sendiri harus percaya dan menerima Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan, karena
tanpa itu kita menolak jalan satu-satunya ke sorga, sehingga kita tidak mungkin
bisa selamat.
2) Kita
harus mengusahakan supaya orang lain bisa mendengar tentang Yesus dan mau
percaya kepada Yesus, dengan cara memberitakan Injil kepada mereka, berdoa
supaya mereka bisa dan mau percaya kepada Yesus, dan melakukan segala usaha
yang bisa kita lakukan untuk mempertobatkan orang yang belum percaya kepada
Yesus.
Kita juga harus memberitakan Injil
khususnya kepada keluarga kita supaya mereka mau percaya kepada Yesus sebagai
Tuhan dan Juruselamat. Sebagai orang tua kristen, kita harus berusaha
mengarahkan anak-anak kita kepada Yesus. Ada orang tua kristen yang merasa
bangga dengan sikap mereka yang tidak memaksakan agama mereka kepada
anak-anaknya, dan membiarkan anak-anaknya memilih sendiri agama mereka. Saya
berpendapat bahwa hanya ada 2 kemungkinan tentang orang tua kristen yang
membiarkan anaknya tumbuh bebas dan memilih agamanya sendiri. Atau ia adalah
orang kristen KTP yang tidak percaya Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga,
atau ia adalah orang tua yang tidak mengasihi anaknya sehingga tidak peduli
kalau anaknya masuk ke neraka karena tidak punya Juruselamat. Pada umumnya
kemungkinan pertamalah yang benar.
Perhatikan bahwa hal ini dilakukan
bukan demi kepentingan kekristenan, tetapi demi kepentingan / keselamatan orang
yang diinjili tersebut.
3) Kita
juga harus mengusahakan supaya orang kristen yang lain juga mau dan bisa
memberitakan Injil.
Usahakan supaya gereja saudara
mengadakan kader Pekabaran Injil sehingga jemaat bisa diajar bagaimana caranya
memberitakan Injil.
Dengan ada lebih banyak orang kristen
yang memberitakan Injil maka jelas bahwa Injil akan lebih cepat tersebar, dan
lebih banyak orang bisa diselamatkan.
4) Orang
kristen yang menganggap bahwa Yesus hanyalah salah satu jalan ke surga
bukanlah orang yang bertoleransi terhadap agama lain, tetapi adalah orang
kristen yang tidak percaya pada Kitab Suci / Firman Tuhan, dan ini jelas adalah
orang kristen KTP. Tidak peduli betapa tingginya jabatan mereka dalam gereja,
bahkan sekalipun mereka adalah pendeta, beritakanlah Injil kepada mereka supaya
mereka bertobat.
Catatan: toleransi terhadap agama lain tidak
berarti bahwa kita lalu mengubah kepercayaan kita sendiri!
5) Orang
yang mengaku sebagai hamba Tuhan tetapi tidak mau mempercayai hal ini dan
bahkan mengajarkan sebaliknya, jelas adalah serigala yang berbulu domba
(Mat 7:15), atau nabi palsu, yang sedikitpun tidak menghormati otoritas
dari Kitab Suci!
6) Kalau
kita mengatakan bahwa orang yang tidak percaya kepada Yesus pasti masuk
neraka, maka kita bukan menghakimi, tetapi percaya pada kebenaran Kitab Suci!
Juga perlu dicamkan bahwa
Mat 7:1-2 yang berbunyi “(1) Jangan kamu menghakimi, supaya kamu
tidak dihakimi. (2) Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi,
kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan
kepadamu”, tidak berarti bahwa kita sama sekali tidak
boleh menghakimi / menilai kesalahan / kesesatan orang lain, karena kita juga harus memperhatikan
Yoh 7:24 yang berbunyi “Janganlah menghakimi menurut apa yang
nampak, tetapi hakimilah dengan adil”.
Juga
perhatikan ayat-ayat di bawah ini, yang menunjukkan bahwa orang kristen diberi
kuasa untuk menyatakan apakah seseorang diampuni oleh Allah atau tidak (tentu
saja pernyataan ini tergantung dari tanggapan orang itu terhadap penginjilan
yang kita lakukan).
·
Mat 16:18-19 - “(18)
Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini
Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya. (19)
Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini
akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di
sorga.’”.
·
Mat 18:18 - “Aku berkata
kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga
dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga”.
·
Yoh 20:23 - “Jikalau kamu mengampuni
dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada,
dosanya tetap ada”.
Mat 18:18
boleh dikatakan sama bunyinya dengan Mat 16:19. Dan kedua ayat itu boleh
dikatakan sama artinya dengan Yoh 20:23. Bedanya adalah, kalau Mat 16:19
itu diucapkan hanya kepada Petrus, maka Mat 18:18 dan Yoh 20:23 diucapkan
kepada semua murid.
7) Kalau
orang kristen percaya / menyatakan Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga,
itu bukan sikap egois, mau menang sendiri, tidak kasih kepada orang lain dsb.
Illustrasi: Bayangkan bahwa saya mempunyai sebuah
rumah dan saya memberikan hanya 1 pintu untuk masuk ke rumah itu. Si A saya
beri tahu bahwa kalau mau masuk ke rumah saya harus melalui pintu satu-satunya
itu. Kalau masuk melalui jendela atau naik tembok belakang atau masuk lewat
genteng, akan saya tembak. Lalu si A memberitakan hal itu kepada saudara supaya
saudara bisa masuk rumah saya dengan cara yang benar dan tidak ditembak. Apakah
si A ini egois, mau menang sendiri, tidak kasih kepada saudara?
Kepercayaan tentang Kristus sebagai
satu-satunya jalan ke surga bisa ada bersama-sama dengan kasih kepada orang non
kristen, dan ini diwujudkan dengan memberitakan Injil kepada orang non kristen
itu, supaya ia bisa diselamatkan.
8) Orang-orang
kristen yang sudah mendengar ajaran ini tetapi tetap berkata bahwa mereka tidak
tahu akan nasib orang yang tidak percaya Yesus dengan alasan bahwa mereka tidak
maha tahu dan hanya Allah yang maha tahu, bukanlah orang yang rendah hati,
tetapi adalah orang-orang tegar tengkuk yang tidak menghargai otoritas Kitab
Suci! Mereka bukannya tidak tahu, tetapi memang tidak mau tahu!
Tidak ada orang yang lebih buta dari pada orang yang tidak mau melihat!
9) Kita
perlu hati-hati dengan orang yang mengatakan ‘moga-moga Tuhan menyediakan jalan untuk selamat bagi
orang yang mati tanpa Kristus’. Kata-kata seperti ini tampaknya penuh kasih, tetapi jelas
merupakan kata-kata dari orang yang tidak percaya pada Firman Tuhan! Mengatakan
‘moga-moga orang
di luar Kristus bisa selamat’ adalah sama dengan mengatakan ‘moga-moga kata-kata Yesus dalam Yoh 14:6 itu
adalah salah / dusta’!
10) Kita tidak boleh mendukung:
a) Gereja-gereja sesat yang tidak mempercayai
Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan.
b) Gereja-gereja
yang tidak lagi memberitakan Injil.
Catatan: perlu diingat bahwa ada banyak gereja
yang masih mempunyai slogan yang injili, seperti Yesus adalah satu-satunya
Juruselamat dsb, tetapi itu tidak diwujudkan dengan ditekankannya Pemberitaan
Injil.
c) Gereja-gereja yang memberitakan Injil yang
sudah diselewengkan, seperti:
1. Social
Gospel (= Injil sosial), dimana penekan penginjilannya adalah pada bantuan
sosial, bukan pada pemberitaan Injil. Ini banyak terdapat dalam gereja-gereja
Protestan yang liberal. Mereka mempunyai komisi Pekabaran Injil, tetapi apa
yang dilakukan oleh komisi Pekabaran Injil tersebut hanyalah mendatangi panti
asuhan, tempat yang terkena bencana alam, dsb, dimana mereka lalu
membagi-bagikan uang, makanan, pakaian, dan lalu pulang. Perlu diingat bahwa fungsi
gereja bukanlah menjadi semacam sinterklaas, tetapi sebagai pemberita Injil /
Firman Tuhan! Juga perlu diingat bahwa orang-orang yang dilayani dengan
pelayanan seperti itu, sekalipun mereka merasa senang karena mendapatkan
pertolongan yang bersifat jasmani dan sementara, tetapi pada akhirnya tetap
akan masuk ke neraka, karena tidak percaya kepada Kristus, yang tidak pernah
diberitakan kepada mereka!
2. Yesus ditekankan sebagai dokter, pelaku
mujijat, pemberi berkat, tetapi tidak sebagai Juruselamat dan Tuhan. Ini banyak
terdapat dalam gereja Pentakosta / Kharismatik.
Jangan mendukung gereja-gereja seperti
ini baik dalam keuangan, tenaga / pikiran, pelayanan, publikasi, atau bahkan
kehadiran dan doa (kecuali mendoakan supaya mereka bertobat), karena mendukung
gereja sesat sama dengan mendukung setan!
Bandingkan dengan Gal 1:6-9 yang
menunjukkan pandangan Paulus terhadap orang yang memberitakan Injil yang
berbeda: “(6) Aku
heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia
Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, (7) yang
sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang
bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. (8) Tetapi sekalipun kami atau
seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang
berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. (9)
Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau
ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang
telah kamu terima, terkutuklah dia”.
Kalau mendukung gereja sesat sudah
tidak boleh, lebih-lebih mendukung agama lain! Ingat bahwa kita memang harus
mengasihi orang yang beragama lain. Ini diwujudkan dengan memberitakan Injil
kepada mereka, dan bahkan menolong mereka / menyumbang mereka kalau mereka
mendapatkan musibah / membutuhkan pertolongan. Tetapi kita tidak boleh
mendukung agama mereka!
Sebaliknya, dukunglah gereja-gereja /
hamba-hamba Tuhan yang betul-betul memberitakan Injil. Dukungan dibutuhkan baik
dalam doa, tenaga, pikiran, keuangan, publikasi, dsb. Ingat bahwa tidak
mendukung gereja yang benar, adalah sama dengan mendukung kesesatan!
Orang kristen KTP
Intro: dalam hal duniawi / jasmani, kalau kita tidak bisa
membedakan barang yang asli dan palsu, kita bisa rugi. Misalnya menerima uang
palsu. Demikian juga dalam dunia rohani. Misalnya gereja yang mengambil seorang
nabi palsu sebagai pendeta, atau menggunakan orang Kristen KTP sebagai majelis
/ guru sekolah minggu, atau orang kristen yang menikahi orang kristen KTP.
Tetapi paling celaka adalah ‘orang Kristen’ yang tidak menyadari kepalsuan
kekris-tenannya, atau dengan kata lain, orang Kristen KTP yang mengira dirinya
adalah orang Kristen sejati. Karena itu dalam pelajaran ini saya mengajak
saudara untuk membahas tentang persoalan ini.
I) Dasar Kitab Suci tentang adanya orang Kristen KTP.
Dalam Perjanjian Lama kita sudah
melihat adanya ‘orang kristen’ KTP, seperti Korah, Datan dan Abiram
(Bil 16), Akhan (Yos 7), raja Saul (1Sam 9-dst). Dalam
Perjanjian Baru kita juga melihat orang kristen KTP seperti Yudas Iskariot,
Ananias dan Safira (Kis 5), Simon tukang sihir (Kis 8:9-24), Diotrefes (3Yoh
9-10), dsb.
Dasar Kitab Suci yang lain tentang
adanya orang kristen KTP:
Mat 13:24-30,36-43 - perumpamaan
lalang di antara gandum.
Yoh 15:1-7 - ranting yang berbuah
dan yang tidak berbuah.
Yoh 6:66 - banyak ‘murid’ yang
berhenti ikut Yesus pada waktu dengar ajaran keras!
Mat 7:15-23 - nabi-nabi palsu yang
pada akhir jaman ditolak oleh Yesus.
1Yoh 2:18-19 - banyak antikristus
yang muncul dari kalangan kristen.
2Pet 2:1-3 - guru-guru palsu.
Ibr 6:4-6 - orang yang murtad.
Yudas 4,12 - orang-orang yang menyusup
ke dalam gereja.
Yak 2:17-20 - orang yang mengaku
beriman, tetapi tidak mempunyai perbuatan baik sebagai bukti pertobatan.
II) Perbedaan orang Kristen asli dengan orang Kristen KTP.
1) Orang
Kristen sejati harus mempunyai keyakinan keselamatan.
Dalam metode penginjilan E. E. (Evangelism Explosion / Ledakan
Penginjilan) ada 2 pertanyaan yang digunakan untuk mengetahui apakah yang akan
diinjili ini adalah orang yang sungguh-sungguh kristen atau tidak. Pertanyaan
pertama adalah: kalau kamu mati malam ini, yakinkah kamu bahwa kamu akan masuk
surga? Kalau jawabannya ‘tidak’, itu menunjukkan orang itu bukan kristen atau
bukan kristen yang sejati.
Memang, kalau saudara tidak yakin akan
selamat / masuk surga, saya yakin saudara memang belum selamat dan tidak akan
masuk surga (kecuali saudara bertobat dengan sungguh-sungguh). Dengan kata lain,
saudara adalah orang kristen KTP.
a) Kekristenan
memang mempunyai keyakinan keselamatan.
Apa dasar dari pandangan ini?
1. Kristen hanya mengandalkan iman kepada
Yesus Kristus untuk keselamatan.
Dalam agama lain
(termasuk Katolik) perbuatan baik menentukan keselamatan, atau setidaknya
mempunyai andil dalam keselamatan. Ini menyebabkan dari sudut agama itu sendiri
tidak mungkin ada keyakinan keselamatan, karena siapa yang bisa tahu banyaknya
dosa atau perbuatan baik yang ia lakukan selama hidupnya? Tetapi dalam
kekristenan, keselamatan didapatkan hanya karena iman kepada Yesus
sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan karena itu orang kristen bisa, dan bahkan
harus, mempunyai keyakinan keselamatan.
2. Adanya ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan
bahwa orang kristen harus yakin akan keselamatannya, seperti:
1Yoh 5:13
- “Semuanya ini
kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu,
bahwa kamu memiliki hidup yang kekal”.
Ro 8:16
- “Roh itu
bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah”.
Arti Ro 8:16 ini adalah bahwa Roh
Kudus meyakinkan kita yang percaya bahwa kita adalah anak Allah, dan kalau kita
yakin bahwa kita adalah anak Allah, maka kita pasti akan yakin akan keselamatan
kita.
3. Orang kristen sejati harus percaya bahwa
Kristus mati disalib untuk menebus semua dosanya, baik dosa asal, dosa
yang lalu, yang sekarang, maupun yang akan datang, tanpa kecuali. Hal ini
ditunjukkan oleh kata-kata ‘segala’ atau ‘semua’ dalam ayat-ayat di bawah ini:
Kol 2:13
- “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh
pelanggaran-mu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidup-kan
Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran
kita”.
1Yoh
1:7,9 - “(7) Tetapi jika kita hidup di dalam
terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan
seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, AnakNya itu, menyucikan kita dari
pada segala dosa. ... (9) Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah
setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan
kita dari segala kejahatan”.
Tit 2:14
- “yang telah menyerahkan diriNya bagi
kita untuk mem-bebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan
bagi diriNya suatu umat, kepunyaanNya sendiri, yang rajin berbuat baik”.
Yeh 36:25
- “Aku akan mencurahkan kepadamu air
jernih, yang akan mentahirkan kamu; dari segala kenajisanmu dan dari semua
berhala-berhalamu Aku akan mentahirkan kamu”.
Ada orang yang
percaya bahwa Kristus mati hanya untuk dosa-dosanya yang lalu saja, dan ia tidak
bisa percaya bahwa Kristus mati untuk menebus dosa-dosanya yang akan datang,
dengan alasan bahwa dosa-dosa itu belum terjadi. Orang seperti ini harus ingat
bahwa Kristus mati disalib sekitar 2000 tahun yang lalu, dan pada waktu itu
dosa-dosanya yang lampaupun belum terjadi. Kalau Ia bisa mati untuk dosa-dosa
itu, mengapa Ia tidak bisa mati untuk dosa-dosa yang akan datang?
Sekarang, bisakah
orang yang percaya bahwa Yesus mati menebus semua dosanya masih ragu-ragu akan
masuk surga? Dosa yang mana yang menyebabkan ia berpikir bahwa ia masih bisa
masuk neraka? Bukankah ia percaya semua dosanya sudah ditebus? ‘Percaya
bahwa Yesus mati untuk semua dosanya’ dan ‘takut kalau-kalau ia akan
masuk ke neraka / tidak yakin ia akan masuk surga’ adalah 2 hal yang kontradiksi
/ bertentangan, yang tidak mungkin bisa ada dalam diri seseorang secara
bersamaan. Jadi, kalau seseorang betul-betul percaya bahwa Yesus telah mati
untuk semua dosanya (yang lalu, yang sekarang, maupun yang akan datang, tanpa
kecuali), maka ia harus yakin akan masuk surga.
Dalam hidupnya ia memang masih berdosa
dan akan berbuat dosa lagi terus sampai ia mati. Tetapi kalau ia percaya bahwa
Kristus telah mati untuk semua dosanya, termasuk semua dosa-dosa yang akan
datang, maka tidak ada alasan bagi dia untuk meragukan keselamatannya.
Sebaliknya, kalau ia masih tidak yakin akan masuk surga atau masih takut
kalau-kalau akan masuk neraka, maka itu menunjukkan bahwa ia tidak percaya
bahwa Yesus telah mati untuk semua dosanya, dan ini menunjukkan bahwa ia
hanyalah orang kristen KTP.
Illustrasi: saudara mempunyai hutang kepada si A.
Si B merasa kasihan kepada saudara dan ia lalu membayar semua / seluruh hutang
itu, dan ia lalu memberitakan hal itu kepada saudara. Kalau saudara betul-betul
percaya kata-kata si B bahwa ia telah membayar seluruh hutang saudara kepada si
A, mungkinkah saudara masih takut untuk bertemu si A, dengan alasan takut
ditagih hutang? Kalau saudara masih takut, itu menunjukkan saudara tidak
percaya bahwa si B telah membayar seluruh hutang saudara.
Memang kebanyakan orang kristen yang
tidak yakin selamat itu, menganggap bahwa dirinya belum tentu selamat karena
dirinya masih banyak dosa. Kalau saudara adalah orang seperti ini, maka
pikirkan / renungkan hal-hal ini:
Saudara
percaya bahwa Yesus mati untuk semua dosa saudara yang banyak itu atau
tidak?
Saudara
mengandalkan keselamatan karena perbuatan baik saudara atau mengandalkan jasa
penebusan Kristus yang saudara terima dengan iman? Bdk. Kis 13:38-39 Ro 3:24,27-28
Gal 2:16,21 Ef 2:8-9.
Semua
orang kristen yang lain juga banyak dosa, bahkan mungkin lebih banyak dari
saudara. Mengapa mereka bisa yakin selamat sedangkan saudara tidak? Jelas ada
yang tidak beres dengan iman saudara!
‘Masih
banyak dosa’ bukan alasan yang sah untuk meragukan keselamatan. Alasan yang sah
untuk meragukan keselamatan adalah kalau dalam hidup saudara sama sekali
tidak ada pengudusan / perubahan hidup ke arah positif (lihat point 4 di
bawah).
b) Keyakinan keselamatan ini bukanlah
keyakinan yang dipaksakan, dimana orang itu berusaha meyakin-yakinkan
dirinya sendiri bahwa ia pasti akan masuk surga. Keyakinan yang benar datang /
diberikan oleh Roh Kudus. Ini terlihat dari Ro 8:16 yang sudah saya bahas
di atas, yang menunjukkan bahwa Roh
Kudus itu meyakinkan kita bahwa kita adalah anak-anak Allah. Karena
keyakinan ini diberikan oleh Roh Kudus, maka keyakinan ini akan
ada tanpa dipaksakan. Pada waktu ditanya: ‘Apakah kalau kamu mati kamu
yakin akan masuk surga?’, maka dengan hati yang sungguh-sungguh yakin, ia bisa
berkata ‘Ya!’.
Ada orang kristen yang kalau ditanya:
‘Kalau kamu mati, apakah kamu yakin kamu akan masuk surga?’, lalu menjawab: ‘Menurut
Kitab Suci begitu’. Saya sangat curiga dengan jawaban seperti ini. Memang
keyakinan dalam diri kita didasarkan pada Kitab Suci. Tetapi jawaban orang itu
bisa / mungkin menunjukkan bahwa sebetulnya ia sendiri tidak yakin, tetapi ia berusaha
yakin karena Kitab Suci mengatakan demikian.
c) ‘Keyakinan
keselamatan’ ini
berbeda dengan ‘keyakinan
bahwa Tuhan mengasihi saya’.
Memang 2 hal ini bisa ada bersamaan, tetapi bisa juga tidak. Kalau saudara sekedar
merasa bahwa Tuhan mengasihi saudara, tetapi saudara tidak yakin akan selamat /
masuk surga, saudara tetap adalah orang kristen KTP.
d) Sekalipun sebagai orang Reformed saya tidak
percaya bahwa orang kristen yang sejati bisa kehilangan keselamatan, tetapi
saya percaya bahwa orang kristen yang sejati bisa kehilangan keyakinan
keselamatan (bdk. Mat 11:2-6 yang menunjukkan bahwa Yohanes Pembaptis
mengalami kegoncangan iman yang hebat sampai meragukan ke-Mesias-an Yesus).
Kehilangan keyakinan keselamatan biasanya terjadi karena hidup dalam dosa, dan
/ atau tidak dijaganya persekutuan dengan Tuhan, dan ini mungkin sekali memang
diberikan oleh Tuhan dengan tujuan untuk mempertobatkan orang tersebut. Karena
itu, kalau dulu saudara betul-betul pernah yakin akan keselamatan saudara,
tetapi sekarang ragu-ragu lagi, maka introspeksilah diri saudara. Bertobatlah
dari dosa-dosa, dan kembalilah dekat dengan Tuhan.
Kalau saudara lulus dalam ‘testing’
pertama ini, dalam arti saudara betul-betul yakin akan keselamatan saudara,
jangan terlalu cepat merasa senang. Lihat dulu apakah saudara juga lulus dalam
testing-testing yang berikut.
2) Orang
Kristen yang sejati harus mempunyai pengertian yang benar tentang dasar-dasar
kekristenan / Injil (Mat 13:23 - tanah subur itu ‘mendengar firman itu dan
mengerti’).
Catatan: Perhatikan bahwa saya katakan
‘dasar-dasar kekristenan’, bukan doktrin-doktrin yang tinggi-tinggi seperti
Predestinasi, Tritunggal, dsb.
Ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam persoalan ini:
a) Tanpa mendengar dan mengerti Injil, seseorang
tidak mungkin bisa percaya kepada Yesus. Ini terlihat dari ayat-ayat di bawah
ini:
Ro 10:13-14 - “(13) Sebab, barangsiapa yang
berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. (14) Tetapi bagaimana mereka
dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana
mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia.
Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?”.
Ro 10:17 - “Jadi, iman timbul dari
pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus”.
Jadi, orang yang tidak pernah mendengar
Injil, atau orang yang tidak mau mendengar Injil atau bersikap acuh tak acuh
setiap kali mendengar Injil, tidak bisa percaya!
Demikian juga dengan orang gila dan
idiot, dan bayi di bawah 2-3 tahun, apalagi bayi yang masih ada dalam
kandungan, tidak bisa mengerti Firman Tuhan / Injil (ini saya katakan karena
ada hamba Tuhan yang mengajarkan untuk menginjili bayi, yang bahkan masih dalam
kandungan).
b) Apa
saja yang termasuk Injil / dasar-dasar kekristenan?
Kitab Suci menunjukkan bahwa ‘iman yang
menyelamatkan’ (saving faith) adalah
iman kepada Kristus, dan ini harus berhubungan dengan penebusan dosanya
dan bukan sekedar percaya bahwa Yesus ada, bisa menyembuhkan penyakit, bisa
melakukan mujijat, menolong dari problem, dsb.
Ini terlihat dari banyak ayat seperti:
Ro 3:25a - “Kristus Yesus telah ditentukan
Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya”.
NIV: ‘through faith in his blood’ (= melalui iman dalam / kepada
darahNya).
Ro 5:9
- “Lebih-lebih,
karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darahNya, kita pasti akan
diselamatkan dari murka Allah”.
Mat 1:21 - nama
‘Yesus’ diberikan karena Ia yang menyelamatkan umatNya dari dosa.
Jadi, pengertian minimal yang harus ada
pada seorang kristen adalah bahwa Yesus adalah Allah, yang telah menjadi
manusia, dan mati disalib untuk menebus dosa-dosanya, dan bahwa ia
diselamatkan bukan karena perbuatan baiknya, tetapi semata-mata karena
jasa penebusan Kristus, yang ia terima melalui iman.
c) Orang yang lulus pada testing pertama, tetapi
gagal pada testing yang kedua, tetap adalah orang Kristen KTP. Atau dengan kata
lain, orang yang ‘yakin selamat’ tetapi tidak mempunyai pengertian yang benar
tentang Injil, tetap adalah orang kristen KTP.
Dalam metode Penginjilan E. E. (Evangelism Explosion), kalau orang yakin
akan keselamatannya, maka diberikan pertanyaan kedua yang berbunyi: “kalau kamu mati malam ini dan
menghadap Tuhan, dan Tuhan bertanya: ‘Mengapa aku harus memasukkan kamu ke
surga?’, apa jawabmu?”.
Sebetulnya pertanyaan ini bisa disederhanakan men-jadi: ‘Mengapa kamu yakin selamat?’. Melalui jawaban atas pertanyaan ini
diharapkan kita bisa mengetahui benar tidaknya pengertian orang itu tentang
dasar kekristenan.
Kalau seseorang yakin akan
keselamatannya, tetapi pada waktu ditanya: ‘Mengapa kamu yakin selamat?’, ia
menjawab: ‘Karena aku sudah dibaptis’, atau, ‘Karena aku sudah rajin ke gereja
/ sudah berusaha hidup baik’, maka itu menunjukkan bahwa ia mempercayai
‘keselamatan karena perbuatan baik’, dan menunjukkan bahwa ia tidak
mengerti tentang Injil (karena Injil tidak pernah mengajarkan ajaran
keselamatan karena perbuatan baik, yang memang merupakan ajaran sesat), dan ini
menunjukkan bahwa ia tetap adalah seorang kristen KTP. Keyakinan keselamatannya
adalah keyakinan yang palsu!
3) Orang
Kristen yang sejati pasti mempunyai kerinduan / cinta dan sikap hormat / tunduk
pada Firman Tuhan.
Yoh 8:47 - “Barangsiapa
berasal dari Allah, ia mendengarkan firman Allah; itulah sebabnya kamu tidak
mendengarkannya, karena kamu tidak berasal dari Allah.’”.
Bandingkan
juga dengan Maz 119:16,20,24,40,70,72,77,92,113,119,127,
143,159 Kis 2:41-42 Kis 16:14
1Pet 2:2-3.
1Kor 2:14 - “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal
dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia
tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani”.
Tetapi kalau ia sudah dilahirbarukan
oleh Roh Kudus, apalagi sudah percaya kepada Kristus, maka ia pasti akan rindu
pada Firman Tuhan.
Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan tentang kerinduan pada Firman Tuhan ini:
‘Rindu terhadap
Firman Tuhan’ berbeda dengan sekedar ‘mau mendengar Firman Tuhan’
Kalau seseorang sekedar ‘mau mendengar
Firman Tuhan’, maka ia tidak akan terlalu mengusahakan hal itu. Kasarnya ia
akan mempunyai motto: ‘ada
Firman Tuhan baik, tidak ada ya sudah’.
Tetapi kalau seseorang betul-betul
rindu Firman Tuhan, maka ini akan diwujudkan dengan mencari Firman
Tuhan, baik itu Katekisasi, Pemahaman Alkitab, membaca Alkitab dalam Saat
Teduh, mengikuti Bible Camp, Seminar,
membeli dan membaca buku-buku rohani, dsb. Keadaannya akan mirip dengan orang
yang sedang jatuh cinta yang merindukan sang pacar. Ia rela meninggalkan apa
saja asal bisa bertemu dengan sang pacar. Pernahkah saudara mempunyai kerinduan
seperti ini terhadap Firman Tuhan?
Ini berbeda dengan
orang yang senang belajar, atau orang yang karena memang senang pada agama, lalu senang mendengar Firman Tuhan
(dan senang juga mendengar pelajaran agama lain). Yang seperti ini biasanya
tidak akan tahan lama, tetapi akan menjadi bosan.
‘Senang
mendengar khotbah’
belum tentu sama dengan ‘rindu
/ senang pada Firman Tuhan’.
Orang
yang senang mendengar khotbah karena khotbahnya penuh lelucon, cerita, atau
penghiburan, dsb, tidak berarti bahwa ia betul-betul rindu Firman Tuhan (bdk.
2Tim 4:3-4). Sebaliknya orang yang betul-betul rindu Firman Tuhan bisa
saja sangat tidak senang mendengar khotbah yang tidak ada isinya, khotbah yang
tanpa arah, dan apalagi khotbah yang sesat.
Seorang kristen yang
sejati bisa saja tidak menyenangi khotbah / Firman Tuhan yang tidak sesuai
dengan tingkat kerohaniannya. Misalnya, seorang bayi kristen, yang sebetulnya
rindu Firman Tuhan, bisa saja tidak menyenangi Firman Tuhan yang terlalu sukar
/ berat untuknya. Ini seperti bayi yang senang dengan susu, tetapi belum bisa
makan daging. Ini bukan menunjukkan kristen KTP, tetapi bayi kristen. Ia memang
sudah selamat, tetapi ia harus bertumbuh dan melatih diri untuk bisa mendengar
Firman Tuhan yang lebih sukar (1Kor 3:1-2
Ibr 5:11-14). Sebaliknya, orang kristen yang dewasa dalam iman, bisa
saja tidak menyenangi ‘susu’ / Firman Tuhan yang terlalu mudah / sederhana.
Orang kristen yang
IQnya / pendidikannya rendah juga bisa mengalami hal yang sama seperti bayi
kristen di atas, pada waktu menerima pelajaran Firman Tuhan yang terlalu sukar,
misalnya dengan menggunakan penguraian gramatika bahasa Yunani ataupun Inggris.
Sebaliknya orang yang IQnya tinggi /
berpendidikan tinggi bisa tidak senang atau merasa bosan pada waktu mendengar
Firman Tuhan yang disusun untuk orang yang berpendidikan rendah, misalnya
dengan digunakannya terlalu banyak illustrasi. Orang yang pandai ini sudah
mengerti sekalipun tanpa illustrasi, tetapi si pengkhotbah memberinya ilustrasi
lagi, dan bukan hanya satu tetapi beberapa. Ini bisa membosankan bagi dia,
padahal belum tentu ia tidak rindu Firman Tuhan!
Orang kristen sejati
yang dulu pernah rindu pada Firman Tuhan, bisa saja pada suatu saat rohaninya
mundur, terjerat kembali oleh dosa, dsb, sehingga kehilangan kerinduannya akan
Firman Tuhan. Ini tidak menunjukkan bahwa ia adalah orang kristen KTP. Orang
kristen KTP tidak pernah rindu pada Firman Tuhan.
Orang yang rindu
Firman Tuhan pasti akan merasakan sukacita dalam hati pada waktu
mendapat pengertian yang baru tentang Tuhan / Firman Tuhan, bahkan pada waktu
pengertian baru itu menegur dia. Sukacita ini berbeda dengan rasa senang yang
bersifat daging, yang muncul waktu mendengar lelucon dalam khotbah!
Kerinduan terhadap
Firman Tuhan ini juga harus disertai sikap hormat / tunduk pada Firman Tuhan.
4) Orang
Kristen yang sejati pasti mengalami pengudusan / perubahan hidup ke arah yang
positif (Yak 2:17,26).
Pemberian Roh Kudus
kepada orang yang percaya kepada Kristus menyebabkan terjadinya pengudusan,
karena Roh Kudus ini menghasilkan buah Roh (Gal 5:22-23). Pengudusan
langsung dimulai setelah percaya, dan merupakan proses yang tidak akan pernah
selesai seumur hidup kita. Tidak ada pengudusan dimana orangnya mendadak
menjadi suci / saleh luar biasa, misalnya yang dilakukan oleh kalangan
Kharismatik dengan menengking semua roh jahat dalam diri orang itu. Pengudusan
yang merupakan proses seumur hidup ini sesuai dengan gambaran ‘buah’, yang
mula-mula kecil dan perlahan-lahan menjadi makin besar dan makin matang.
Sekalipun orang yang sungguh-sungguh
beriman pasti mengalami pengudusan / pasti mempunyai perbuatan baik, tetapi
yang menyelamatkan dia bukanlah perbuatan baiknya tetapi imannya.
Karena pengudusan
merupakan buah dari Roh Kudus yang ada di dalam kita, maka pengudusan orang
kristen muncul dari dalam, bukan dipaksakan dari luar. Misalnya dalam
persoalan pergi ke gereja, ia akan melakukan hal itu bukan sekedar karena
didesak orang lain, tetapi karena hatinya memang ingin ke gereja. Demikian juga
dalam belajar Firman Tuhan, memberitakan Injil, dsb.
Pekerjaan Roh Kudus
yang menguduskan ini akan menyebabkan orang kristen itu mulai membenci dosa,
dan kebencian terhadap dosa ini akan terus bertumbuh, dan menyebabkan ia tidak
mungkin meremehkan dosa, atau bersikap santai / acuh tak acuh pada waktu ia
tahu bahwa ia telah berbuat dosa. Pada saat yang sama dalam diri orang itu akan
muncul dan bertumbuh suatu kecintaan pada kebenaran / kesucian. Kedua
hal ini bisa terlihat dari:
Maz 101:3
- “Tiada kutaruh di depan mataku perkara
dursila; perbuatan murtad aku benci, itu takkan melekat padaku”.
Maz 119:104
- “Aku beroleh pengertian dari
titah-titahMu, itulah sebabnya aku benci segala jalan dusta”.
Maz 119:128 - “Itulah
sebabnya aku hidup jujur sesuai dengan segala titahMu; segala jalan dusta aku
benci”.
Maz 119:163 - “Aku
benci dan merasa jijik terhadap dusta, tetapi TauratMu kucintai”.
Sikap
Yesus, rasul-rasul, nabi-nabi, orang-orang saleh pada waktu mereka marah karena
adanya dosa.
Pekerjaan Roh Kudus
yang menguduskannya ini menyebabkan orang itu akan mengalami konflik dalam
dirinya, yaitu konflik antara kecenderungan daging / manusia lamanya untuk
berbuat dosa, dan pekerjaan Roh Kudus yang mendorongnya pada kekudusan. Kadang-kadang
seakan-akan ada kebencian dan kecintaan sekaligus pada suatu dosa tertentu.
Ini sesuai dengan ayat-ayat di bawah ini:
Mat 26:41
- “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya
kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah”.
Gal 5:17
- “Sebab keinginan daging berlawanan
dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging -
karena keduanya bertentangan - sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa
yang kamu kehendaki”.
Ro 7:15-23 - “(15)
Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki
yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. (16) Jadi
jika aku perbuat apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa hukum
Taurat itu baik. (17) Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi
dosa yang ada di dalam aku. (18) Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di
dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang
ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. (19) Sebab bukan apa
yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak
aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. (20) Jadi jika aku berbuat
apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi
dosa yang diam di dalam aku. (21) Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku
menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. (22) Sebab di
dalam batinku aku suka akan hukum Allah, (23) tetapi di dalam anggota-anggota
tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan
membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota
tubuhku”.
Karena
itu, selama dalam diri saudara memang ada pengudusan / keinginan untuk mentaati
Tuhan, maka jangan menganggap daya tarik kepada dosa dalam diri saudara itu
sebagai bukti bahwa saudara adalah orang Kristen KTP.
Tidak adanya /
kurangnya pengudusan dalam satu / beberapa segi kehidupan, tidak / belum
menunjukkan bahwa orangnya adalah orang kristen KTP. Kalau ia adalah orang
kristen KTP, maka ia tidak mengalami pengudusan sama sekali, kecuali pengudusan
yang dipaksakan dari luar, yang sebetulnya bukanlah pengudusan.
Dalam menyoroti
pengudusan, yang disoroti bukanlah apakah orangnya saleh atau tidak, tetapi
apakah orangnya menjadi lebih baik atau tidak. Jadi, orang saleh yang
memang saleh dari kecil, tetapi tidak mengalami kemajuan dalam kesalehannya,
bukanlah orang kristen. Sebaliknya, sekalipun seorang kristen masih banyak
mempunyai kekurangan / kelemahan, tetapi kalau ia mengalami kemajuan dalam
pengudusannya, maka ia adalah orang kristen sejati.
Orang kristen yang
sejati bisa mengalami pengudusan, tetapi lalu terhenti. Karena itu ada
ayat-ayat seperti 2Pet 1:5-8 dan 1Tes 4:1,10 yang menyuruh kita untuk
berusaha melakukan pengudusan dengan lebih bersungguh-sungguh lagi. Ini tidak
menunjukkan bahwa ia adalah orang kristen KTP.
Orang yang mengalami
pengudusan biasanya justru merasa bahwa dirinya begitu kotor / berdosa (bdk.
Ro 7:18-19 1Tim 1:15b).
Mengapa? Karena pengudusan menyebabkan ia dekat dengan Tuhan yang maha suci,
dan itu otomatis akan menyebabkan ia merasa kotor. Disamping itu pengudusan
mensyaratkan pertumbuhan pengertian Firman Tuhan, dan pertumbuhan pengertian
Firman Tuhan ini juga membuat orangnya makin menyadari dosanya.
5) Orang
Kristen yang sejati pasti mempunyai keinginan untuk menyelamatkan orang lain
(Yoh 1:41,45 Mat 9:9-10 Kis 8:1-4
1Kor 9:16b).
Keinginan menyelamatkan orang lain itu
bisa diwujudkan dengan mengajaknya ke gereja, memberitakan Injil kepadanya,
mendoakannya, dan memberi kesaksian yang baik kepadanya.
Pulpit
Commentary: “The true
Christian is at heart a missionary, and his evangelic spirit will be seen in
his active life. If Christ calls any for himself, it is that he may send them
forth for the good of the world” (= Seorang
kristen yang sejati dalam hatinya adalah seorang misionaris, dan semangat
injilinya akan terlihat dalam kehidupan akitfnya. Jika Kristus memangggil
siapapun untuk diriNya sendiri, itu adalah supaya Ia bisa mengutusnya untuk
kebaikan dunia ini) - hal 425.
Charles Haddon Spurgeon: “I will not
believe that you have tasted of the honey of the gospel if you can eat it all
yourself”
(= Aku tidak akan percaya bahwa engkau sudah mengecap madu Injil jika engkau
bisa memakan sendiri semuanya) - ‘Morning and
Evening’, February 19, evening.
Kalau saudara sebetulnya mempunyai
beban untuk memberitakan Injil, tetapi takut melakukannya, maka itu mungkin
masih menunjukkan bahwa saudara adalah orang kristen sejati. Tetapi kalau
saudara sama sekali tidak mempunyai beban untuk memberitakan Injil /
menyelamatkan orang lain, itu menunjukkan bahwa saudara sendiri belum pernah
diselamatkan.
6) Satu
hal lagi yang bisa ditambahkan adalah orang kristen KTP seringkali merasa
jengkel / tersinggung kalau ia diinjili, apalagi kalau ditanya: ‘Apakah kamu
yakin akan masuk surga?’.
Orang kristen yang sejati, seharusnya
senang / bersukacita kalau orang kristen lain mentaati Tuhan (2Yoh 4 3Yoh 3-4). Karena itu, pada saat ia
melihat orang kristen memberitakan Injil, sekalipun penginjilan itu ditujukan
kepadanya, ia harus senang / bersukacita. Ia seharusnya memuji orang yang
memberitakan Injil itu dan mendorongnya untuk terus melakukannya kepada orang
lain, bukan lalu jengkel dan memarahinya, karena hal ini bisa menyebabkan orang
itu justru lalu berhenti mem-beritakan Injil.
III) Tanggapan kita.
1) Untuk
orang kristen yang sejati.
Kalau saudara adalah kristen yang
sejati, dan saudara bertemu dengan orang kristen merasa bahwa dirinya adalah
orang kristen KTP, dan saudara sendiri juga yakin adalah ia adalah orang
kristen KTP, maka:
a) Janganlah menghibur orang itu dengan
menutup-nutupi ke-kristen-KTP-an orang itu atau meyakinkan bahwa sebetulnya ia
adalah kristen sejati.
Ini bukan hanya merupakan suatu dusta,
tetapi juga merupakan tindakan ‘membunuh’ orang itu! Ini sama seperti seorang
dokter yang setelah mengetahui bahwa pasiennya terkena kanker, lalu berusaha
menghiburnya dengan mengatakan bahwa keadaannya baik-baik saja.
Hal yang seharusnya saudara lakukan
adalah meyakinkan bahwa ia adalah kristen KTP, belum diselamatkan, akan masuk
neraka kalau tidak bertobat.
b) Injililah
ia dan desak ia untuk percaya kepada Yesus.
Saudara harus rajin / tekun
memberitakan Injil kepadanya sambil banyak berdoa. Bandingkan dengan
Pengkhotbah 11:4-6 - “(4)
Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa
melihat awan tidak akan menuai. (5) Sebagaimana engkau tidak mengetahui jalan
angin dan tulang-tulang dalam rahim seorang perempuan yang mengandung, demikian
juga engkau tidak mengetahui pekerjaan Allah yang melakukan segala sesuatu. (6)
Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada
tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu
yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik”.
Catatan: ayat ini sebetulnya tidak khusus
berbicara tentang Pemberitaan Injil, tetapi bisa diterapkan pada Pemberitaan
Injil.
c) Sebelum orang itu bertobat, jangan memberi
pelayanan kepada orang itu, apalagi suatu jabatan yang penting, karena ini bisa
mengacaukan gereja.
2) Untuk
orang kristen KTP.
Kalau dari pelajaran di atas saudara
menyimpulkan bahwa diri saudara sendiri adalah orang kristen KTP, maka:
Ingatlah bahwa saya
memberitakan semua ini bukan karena saya membenci saudara, ingin memaki-maki
saudara dsb. Saya memberitakan semua ini justru karena saya mengasihi saudara,
dan saya ingin saudara menjadi orang kristen yang sejati dan sungguh-sungguh diselamatkan!
Bertobatlah dan
percayalah kepada Yesus. Keselamatan / hidup kekal bukan ada di dalam gereja,
tetapi di dalam Kristus (Kis 4:12
1Yoh 5:11-12).
Kalau saudara tidak
bisa percaya pada saat ini, maka teruslah berusaha mendengar Injil, karena “iman timbul dari pendengaran, dan
pendengaran akan firman Kristus” (Ro 10:17).
Illustrasi: suami istri yang ingin anak tetapi
belum mempunyai anak. Apa yang harus dilakukan? Berdoa dan seringlah melakukan
hubungan sex. Mengapa? Karena hubungan sex itu merupakan cara yang dipakai oleh
Tuhan untuk memberi anak. Demikian juga karena Injil dipakai oleh Tuhan untuk
mempertobatkan, maka orang kristen KTP harus sering mendengar Injil.