Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

FONDASI KRISTEN (1)

PDT.BUDI ASALI, M.DIV.

FONDASI KRISTEN (1)


Pelajaran dasar: FONDASI KRISTEN (1)


I) Pentingnya pelajaran dasar / katekisasi yang baik


Dalam Kisah Para Rasul 18:24-28 ada suatu cerita yang menarik yang menunjukkan betapa pentingnya pelajaran dasar yang baik bagi orang kristen, apalagi bagi seorang pelayan Tuhan / pemberita Firman Tuhan.

Kis 18:24-28 - “(24) Sementara itu datanglah ke Efesus seorang Yahudi bernama Apolos, yang berasal dari Aleksandria. Ia seorang yang fasih berbicara dan sangat mahir dalam soal-soal Kitab Suci. (25) Ia telah menerima pengajaran dalam Jalan Tuhan. Dengan bersemangat ia berbicara dan dengan teliti ia mengajar tentang Yesus, tetapi ia hanya mengetahui baptisan Yohanes. (26) Ia mulai mengajar dengan berani di rumah ibadat. Tetapi setelah Priskila dan Akwila mendengarnya, mereka membawa dia ke rumah mereka dan dengan teliti menjelaskan kepadanya Jalan Allah. (27) Karena Apolos ingin menyeberang ke Akhaya, saudara-saudara di Efesus mengirim surat kepada murid-murid di situ, supaya mereka menyambut dia. Setibanya di Akhaya maka ia, oleh kasih karunia Allah, menjadi seorang yang sangat berguna bagi orang-orang yang percaya. (28) Sebab dengan tak jemu-jemunya ia membantah orang-orang Yahudi di muka umum dan membuktikan dari Kitab Suci bahwa Yesus adalah Mesias.”.

Cerita ini adalah cerita tentang seorang yang bernama Apolos. Ada beberapa hal yang diceritakan tentang Apolos oleh text ini:

1)   Ia dikatakan ‘berasal dari Alexandria’ (ay 24).
Kota Alexandria mempunyai semacam sekolah theologia dan merupakan pusat ‘ahli theologia’ pada jaman itu. Mungkin sekali Apolos merupakan lulusan dari sekolah theologia itu.

2)   Juga dikatakan bahwa ia adalah seorang pengkhotbah yang ‘sangat mahir dalam soal-soal Kitab Suci’ (ay 24).

3)   Juga dikatakan bahwa ia ‘telah menerima pengajaran tentang jalan Tuhan’ (ay 25).

a)   Kata-kata ‘jalan Tuhan’ (ay 25) ataupun ‘jalan Allah’ (ay 26) jelas menunjuk pada kekristenan / Injil (bdk. Kis 9:2  18:26  19:9,23  22:4  24:14,22).

b)   Kata-kata ‘telah menerima pengajaran’ (ay 25) dalam bahasa Yunaninya adalah HEN KATECHEMENOS, dan dari kata KATECHEMENOS inilah diturunkan kata bahasa Inggris ‘catechism’ [= katekisasi / pelajaran dasar].

Jadi, Apolos sudah mendapatkan katekisasi / pelajaran dasar tentang kekristenan.

4)   Tetapi lalu dalam ay 25 dikatakan bahwa ia ‘hanya mengetahui baptisan Yohanes’ (ay 25). Ada hal-hal yang perlu diperhatikan tentang bagian ini:

a)   Kata-kata ‘baptisan Yohanes’ di sini adalah suatu synecdoche [= suatu gaya bahasa dimana yang sebagian mewakili seluruhnya, atau sebaliknya].
Misalnya:
1.   Kalau dikatakan bahwa Washington memaklumkan perang terhadap Moskow, tentu maksudnya Amerika Serikat memaklumkan perang terhadap Rusia.
2.   Kalau ada pemberitaan tentang pertandingan sepak bola dan dikatakan ‘Indonesia kalah’, yang dimaksudkan sebenarnya adalah ‘Kesebelasan Indonesia kalah’.
3.   Kalau dikatakan ‘mata Tuhan ada di segala tempat’ (Amsal 15:3), maksudnya adalah ‘Allah ada di segala tempat’.

Pada waktu dikatakan ‘baptisan Yohanes’, tidak mungkin yang dimaksudkan betul-betul hanya baptisan Yohanes saja. Masakan Apolos yang katanya ‘sangat mahir dalam soal-soal Kitab Suci’, dan yang adalah seorang pengkhotbah itu, hanya tahu tentang baptisan Yohanes saja? Pasti yang dimaksudkan adalah seluruh pelayanan Yohanes Pembaptis, termasuk pengajaran Firman Tuhan yang ia lakukan.

Bdk. Mat 21:23-27 - “(23) Lalu Yesus masuk ke Bait Allah, dan ketika Ia mengajar di situ, datanglah imam-imam kepala serta tua-tua bangsa Yahudi kepadaNya, dan bertanya: ‘Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepadaMu?’ (24) Jawab Yesus kepada mereka: ‘Aku juga akan mengajukan satu pertanyaan kepadamu dan jikalau kamu memberi jawabnya kepadaKu, Aku akan mengatakan juga kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu. (25) Dari manakah baptisan Yohanes? Dari sorga atau dari manusia?’ Mereka memperbincangkannya di antara mereka, dan berkata: ‘Jikalau kita katakan: Dari sorga, Ia akan berkata kepada kita: Kalau begitu, mengapakah kamu tidak percaya kepadanya? (26) Tetapi jikalau kita katakan: Dari manusia, kita takut kepada orang banyak, sebab semua orang menganggap Yohanes ini nabi.’ (27) Lalu mereka menjawab Yesus: ‘Kami tidak tahu.’ Dan Yesuspun berkata kepada mereka: ‘Jika demikian, Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu.’”.

Dalam text ini terjadi hal yang sama. Tidak mungkin yang dimaksudkan oleh Yesus dengan ‘baptisan Yohanes’ dalam ay 25 itu betul-betul hanya ‘baptisan Yohanes saja’. Pasti maksudnya adalah seluruh pelayanan Yohanes Pembaptis. Demikian juga dalam Kis 18:25 ini. Maksudnya, Apolos hanya mengetahui pelayanan / penga­jaran Yohanes Pembaptis.

b)   Kalau Apolos mengetahui ajaran dari Yohanes Pembaptis, maka jelaslah bahwa ia pasti tahu bahwa Yesus adalah Mesias, karena hal ini ada dalam ajaran Yohanes Pembaptis.

Yoh 1:29-36 - “(29) Pada keesokan harinya Yohanes melihat Yesus datang kepadanya dan ia berkata: ‘Lihatlah Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia. (30) Dialah yang kumaksud ketika kukatakan: Kemudian dari padaku akan datang seorang, yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada sebelum aku. (31) Dan aku sendiripun mula-mula tidak mengenal Dia, tetapi untuk itulah aku datang dan membaptis dengan air, supaya Ia dinyatakan kepada Israel.’ (32) Dan Yohanes memberi kesaksian, katanya: ‘Aku telah melihat Roh turun dari langit seperti merpati, dan Ia tinggal di atasNya. (33) Dan akupun tidak mengenalNya, tetapi Dia, yang mengutus aku untuk membaptis dengan air, telah berfirman kepadaku: Jikalau engkau melihat Roh itu turun ke atas seseorang dan tinggal di atasNya, Dialah itu yang akan membaptis dengan Roh Kudus. (34) Dan aku telah melihatNya dan memberi kesaksian: Ia inilah Anak Allah.’ (35) Pada keesokan harinya Yohanes berdiri di situ pula dengan dua orang muridnya. (36) Dan ketika ia melihat Yesus lewat, ia berkata: ‘Lihatlah Anak domba Allah!’”.

Yoh 3:26-30 - “(26) Lalu mereka datang kepada Yohanes dan berkata kepadanya: ‘Rabi, orang yang bersama dengan engkau di seberang sungai Yordan dan yang tentang Dia engkau telah memberi kesaksian, Dia membaptis juga dan semua orang pergi kepadaNya.’ (27) Jawab Yohanes: ‘Tidak ada seorangpun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga. (28) Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahuluiNya. (29) Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh. (30) Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil.”.

c)   Sekalipun Apolos tahu tentang Mesias dan pasti juga mengajarkan tentang Mesias, tetapi, dari kata-kata ‘ia hanya mengetahui baptisan Yohanes’, jelaslah bahwa ada sesuatu yang kurang dalam pengertian Apolos tentang dasar-dasar kekristenan / Injil. Kita tidak bisa tahu dengan pasti apa yang kurang dalam pengertian dan pengajaran Apolos itu, tetapi sesuatu yang kurang itu pastilah merupakan hal yang sangat penting (mungkin berhubungan dengan kematian atau kebangkitan Kristus), karena kalau tidak, Priskila dan Akwila tidak akan terlalu mempersoalkannya. Tetapi kenyataannya, mereka mempersoalkannya, dan mereka membawa Apolos ke rumah mereka dan mengajarnya lagi (ay 26).

Apakah kekurangan dalam pengertian Apolos ini menyebabkan ia mengajarkan hal-hal yang salah? Kekurangan pengertian memang memungkinkan terjadinya pengajaran hal-hal yang salah, tetapi dalam kasus Apolos ini tidak terjadi pengajaran hal-hal yang salah.

Ini terlihat dari ay 25 yang mengatakan: dengan teliti ia mengajar tentang Yesus’.
Kata-kata ‘dengan teliti’ ini merupakan terjemahan yang kurang tepat. Kata Yunani yang dipakai di sini adalah AKRIBOS.
KJV menterjemahkan: ‘diligently’ [= dengan rajin / tekun]. Ini terjemahan yang lebih salah lagi!
RSV/NIV/NASB menterjemahkan: ‘accurately’ [= dengan akurat / tepat], dan ini terjemahan yang benar.

Jadi, Apolos tidak mengajarkan sesuatu yang salah. Sebaliknya ia mengajar dengan akurat / tepat. Tetapi, ada hal-hal yang benar dan penting yang tidak dia ajarkan karena keterbatasan pengetahuannya.

Kalau saudara ingin tahu hasil dari pelayanan seperti itu, maka lihatlah Kis 19:1-7, yang dianggap oleh para penafsir sebagai orang-orang yang merupakan buah pelayanan Apolos pada saat itu.

Kis 19:1-7 - “(1) Ketika Apolos masih di Korintus, Paulus sudah menjelajah daerah-daerah pedalaman dan tiba di Efesus. Di situ didapatinya beberapa orang murid. (2) Katanya kepada mereka: ‘Sudahkah kamu menerima Roh Kudus, ketika kamu menjadi percaya?’ Akan tetapi mereka menjawab dia: ‘Belum, bahkan kami belum pernah mendengar, bahwa ada Roh Kudus.’ (3) Lalu kata Paulus kepada mereka: ‘Kalau begitu dengan baptisan manakah kamu telah dibaptis?’ Jawab mereka: ‘Dengan baptisan Yohanes.’ (4) Kata Paulus: ‘Baptisan Yohanes adalah pembaptisan orang yang telah bertobat, dan ia berkata kepada orang banyak, bahwa mereka harus percaya kepada Dia yang datang kemudian dari padanya, yaitu Yesus.’ (5) Ketika mereka mendengar hal itu, mereka memberi diri mereka dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. (6) Dan ketika Paulus menumpangkan tangan di atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka, dan mulailah mereka berkata-kata dalam bahasa roh dan bernubuat. (7) Jumlah mereka adalah kira-kira dua belas orang.”.

Dari Kis 19:1-7 itu terlihat bahwa Apolos cuma menghasilkan orang kristen KTP, yang akhirnya diiinjili ulang oleh Paulus sehingga bertobat dengan sungguh-sungguh.
Mengapa semua ini bisa terjadi pada seorang lulusan sekolah theologia / pengkhotbah? Jawabnya jelas adalah: karena ia mendapatkan katekisasi yang kurang baik!

Karena itu, Priskila dan Akwila membawa Apolos ke rumah mereka, dan ‘dengan teliti menjelaskan kepadanya Jalan Allah’ (ay 26). Ini boleh dikatakan merupakan pengulangan katekisasi, dan ini dilakukan terhadap seorang lulusan sekolah theologia / seorang pengkhotbah! Bahwa Apolos, sebagai seorang lulusan sekolah theologia, mau diajar lagi tentang pelajaran dasar kekristenan menunjukkan kerendahan hatinya yang luar biasa, yang patut ditiru.

Penerapan: apakah saudara malas belajar pelajaran dasar karena saudara adalah seorang majelis / guru Sekolah Minggu? Tirulah Apolos, yang sekalipun sudah lulus sekolah theologia, dan sudah menjadi seorang pengkhotbah, tetapi tetap mau diajar pelajaran dasar lagi.

Sekarang perhatikan bagaimana Akwila dan Priskila mengajar Apolos.
Ay 26b: “... setelah Priskila dan Akwila mendengarnya, mereka membawa dia ke rumah mereka dan dengan teliti menjelaskan kepadanya Jalan Allah.

Ay 26b ini kembali menggunakan kata-kata ‘dengan teliti’, seperti yang digunakan dalam ay 25. Tetapi sebetulnya dalam bahasa Yunani kata yang digunakan berbeda.

Ay 25-26: “(25) Ia telah menerima pengajaran dalam Jalan Tuhan. Dengan bersemangat ia berbicara dan dengan teliti ia mengajar tentang Yesus, tetapi ia hanya mengetahui baptisan Yohanes. (26) Ia mulai mengajar dengan berani di rumah ibadat. Tetapi setelah Priskila dan Akwila mendengarnya, mereka membawa dia ke rumah mereka dan dengan teliti menjelaskan kepadanya Jalan Allah.”.

Kalau ay 25 menggunakan kata Yunani AKRIBOS, maka ay 26 menggunakan kata Yunani AKRIBESSERON, yang merupakan the comparative form [= bentuk pembanding] dari kata Yunani AKRIBOS yang diguna­kan dalam ay 25. Jadi, kalau kata-kata ‘dengan teliti’ dalam ay 25 tadi seharusnya berarti ‘dengan akurat’, maka kata-kata ‘dengan teliti’ dalam ay 26 seharusnya berarti ‘dengan lebih akurat’ [RSV/NASB: ‘more accurately’ / ‘dengan lebih akurat’].

Apolos sudah menerima pelajaran tentang dasar kekristenan, dan ia bahkan sudah mengajarkannya dengan akurat. Tetapi Priskila dan Akwila menganggapnya masih kurang, sehingga mereka mengajar Apolos dengan lebih akurat lagi!

Kesimpulan: Katekisasi yang baik adalah sesuatu yang penting, karena hal ini bukan hanya akan mempengaruhi iman saudara (dan tentunya juga keselamatan saudara), tetapi juga pelayanan saudara atau iman dan keselamatan dari orang-orang yang saudara layani. Karena itu, jangan memilih sembarang katekisasi (yang pendek / singkat, di gereja yang terdekat dsb). Saudara harus me­mentingkan mutunya!
Kalau katekisasi yang kurang baik saja bisa mengaki­batkan hal-hal seperti itu, bagaimana kalau saudara tidak pernah ikut katekisasi?

II) Lamanya mengajar pelajaran dasar.


Dari Kis 18:11 kita bisa melihat bahwa di Korintus Paulus mengajar Firman Tuhan selama 18 bulan atau satu setengah tahun.
Kis 18:11 - “Maka tinggallah Paulus di situ selama satu tahun enam bulan dan ia mengajarkan firman Allah di tengah-tengah mereka.”.

Kata ‘di situ’ itu dimana? Bdk. Kis 18:1-2,18 - “(1) Kemudian Paulus meninggalkan Atena, lalu pergi ke Korintus. (2) Di Korintus ia berjumpa dengan seorang Yahudi bernama Akwila, yang berasal dari Pontus. Ia baru datang dari Italia dengan Priskila, isterinya, karena kaisar Klaudius telah memerintahkan, supaya semua orang Yahudi meninggalkan Roma. Paulus singgah ke rumah mereka. ... (18) Paulus tinggal beberapa hari lagi di Korintus. Lalu ia minta diri kepada saudara-saudara di situ, dan berlayar ke Siria, sesudah ia mencukur rambutnya di Kengkrea, karena ia telah bernazar. Priskila dan Akwila menyertai dia.”.

Jadi, semua ini terjadi di Korintus, karena baru dalam ay 18 Paulus meninggalkan Korintus.

Sekarang mari kita melihat beberapa ayat dalam surat Korintus untuk mengetahui apa pandangan Paulus tentang pelayanannya selama 18 bulan itu di Korintus.

1Kor 3:2,6,10 - “(2) Susulah yang kuberikan kepadamu, bukanlah makanan keras, sebab kamu belum dapat menerimanya. Dan sekarangpun kamu belum dapat menerimanya. ... (6) Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan. ... (10) Sesuai dengan kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku, aku sebagai seorang ahli bangunan yang cakap telah meletakkan dasar, dan orang lain membangun terus di atasnya. Tetapi tiap-tiap orang harus memperhatikan, bagaimana ia harus membangun di atasnya.”.

Dalam ay 2 ia mengatakan bahwa ia hanya memberi mereka susu, bukan makanan keras. Dalam ay 6 ia mengatakan ia hanya menanam [= memberitakan Injil], Apolos yang menyiram [= memberi pelajaran untuk menumbuhkan]. Dalam ay 10 ia mengatakan bahwa ia hanya meletakkan dasar, dan orang lain yang membangun.

Dalam waktu yang begitu lama (18 bulan!), ia cuma menanam, meletakkan dasar, dan memberi susu! Ini menunjukkan bahwa mengajar pelajaran dasar bukanlah hal yang mudah dan bisa dilakukan dengan cepat-cepat!
Ini harus dicamkan oleh para pemimpin gereja (majelis dan hamba Tuhan) dan para pengurus perseku­tuan, yang selalu ingin cepat-cepat membangun jemaat­nya dengan thema yang muluk-muluk / sukar, padahal di antara jemaatnya banyak bayi kristen, bahkan banyak orang kristen KTP!
Ini juga harus dicamkan oleh banyak orang yang tidak senang dengan katekisasi yang merupakan pelajaran dasar kekristenan, atau yang menghendaki supaya katekisasi itu dilakukan secara singkat!

Memang satu hal yang paling dibutuhkan untuk belajar Alkitab / Firman Tuhan adalah ketekunan. Tidak ada jalan pintas dalam belajar Alkitab, dimana dalam waktu beberapa bulan kita bisa menguasai Alkitab. Kita harus belajar dengan tekun, sedikit demi sedikit, sampai kita mati dan bertemu muka dengan muka dengan Pengarang dari Alkitab.

Dan pertama-tama kita harus mempunyai pengertian dasar yang baik. Itulah yang akan saya lakukan tiap kali saya berkhotbah di sini. Datanglah secara rutin, dan juga ajaklah orang-orang lain, supaya baik saudara maupun mereka juga bisa mempunyai pengertian dasar yang baik. Tuhan memberkati saudara.



-o0o-



KRISTEN & AGAMA LAIN


Amsal 14:12 - “Ada jalan yang disangka orang lurus, tetapi ujungnya menuju maut.”.

Yang dimaksud dengan ‘jalan’ dalam ayat ini tentu bukan jalan duniawi, tetapi jalan secara rohani. Dalam dunia ini ada banyak jalan, yaitu agama-agama yang beraneka ragam. Banyak orang yang berkata bahwa semua agama itu sama. Tetapi ini adalah pendapat yang salah. Memang kalau kita hanya melihat pada hukum-hukum moral / etika, maka semua agama mempunyai banyak persamaan, dan hanya sedikit perbedaan. Misalnya: semua agama melarang berdusta, berzinah, membenci / membunuh, kurang ajar kepada orang tua, dan sebagainya. Tetapi kalau kita melihat pada doktrin, maka semua agama berbeda, bahkan bertentangan satu dengan yang lainnya. Dan kristen, kalau itu mau disebut sebagai suatu agama, secara doktrinal merupakan agama yang paling berbeda dibandingkan dengan agama-agama yang lain.

Penerapan: Karena itu, kalau ada orang yang tidak senang doktrin, dan hanya senang pada ajaran-ajaran yang bersifat praktis seperti moral dan etika, sebetulnya tak terlalu jadi soal bagi orang itu apakah ia beragama kristen atau beragama lain, apakah ia mengikuti gereja kristen yang benar atau yang sesat.

Dan perbedaan-perbedaan antara Kristen dan agama-agama lain itu justru merupakan perbedaan-perbedaan yang bersifat prinsip / dasar, seperti:

I) Pengakuan terhadap Yesus Kristus.


Agama kristen mempercayai Yesus Kristus sebagai:

1)   Tuhan / Allah.
Sedangkan agama lain paling-paling hanya menganggap Yesus sebagai orang yang baik / saleh atau sebagai nabi.
Dalam hal ini harus diwaspadai ajaran dari sekte seperti Saksi Yehuwa, dan juga dari Gereja Orthodox Syria versi Bambang Noorsena, yang mengajarkan bahwa Yesus bukanlah ‘Tuhan’ tetapi ‘tuan’, bukanlah ‘Allah’ sungguh-sungguh tetapi hanya ‘allah kecil’. Ini sesat dan bukan ajaran kristen, karena kristen yang benar mempercayai Yesus betul-betul sebagai Allah dan Tuhan dalam arti kata yang setinggi-tingginya, setara dengan Bapa dan Roh Kudus.
Catatan: perlu diketahui  bahwa Gereja Orthodox Syria versi Bambang Noorsena menyimpang dalam hal ini dari Gereja Orthodox Syria yang asli.

2)   Juruselamat / Penebus dosa, yang membayar hutang dosa kita.
Jadi, Kristen mempercayai, sesuai dengan ajaran Kitab Suci, bahwa Yesus yang adalah Tuhan / Allah sendiri, karena kasihNya kepada manusia berdosa, mau menjadi manusia, dan lalu menderita dan mati di kayu salib untuk menebus dosa manusia. Kita yang berdosa, dan seharusnya kita yang dihukum, tetapi Yesus rela menjadi pengganti bagi kita, dan memikul hukuman kita, sehingga kalau kita percaya kepada Yesus, kita tidak akan dihukum, tetapi sebaliknya diselamatkan / diampuni.

Tidak ada agama lain yang mempunyai seorang Juruselamat / Penebus dosa. Prinsip dari semua agama-agama lain adalah:

a)   Manusia sendirilah yang harus membayar hutang dosanya sendiri.
Subhadra Bhiksu: A Buddhist Catechism: “No one can be redeemed by another. No God and no saint is able to shield a man from the consequences of evil doings. Every one of us must become his own redeemer.” [= Tak seorangpun bisa ditebus oleh orang lain. Tidak ada Allah dan tidak ada orang suci yang bisa membentengi seorang manusia dari konsekwensi dari tindakan jahat. Setiap orang dari kita harus menjadi penebusnya sendiri.] - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 590.

b)   Allah, karena Ia adalah maha pengasih dan penyayang, mengampuni manusia berdosa begitu saja tanpa ada penebusan ataupun penghukuman. Dari sudut pandang Kristen, ini menunjukkan Allah itu kehilangan keadilanNya.

Catatan: dalam persoalan pengakuan terhadap Yesus Kristus ini, Katolik sama dengan Kristen, karena Katolik juga mempercayai Yesus sebagai Tuhan / Allah, maupun sebagai Juruselamat / Penebus dosa.

II) Prinsip kekristenan adalah Allah mencari manusia.


Prinsip dari semua agama lain adalah manusia mencari Allah (dengan jalan membuang dosa, berbuat baik, berbakti, dsb).

Thomas Arnold: “The distinction between Christianity and all other systems of religion consists largely in this, that in these others, men are found seeking after God, while Christianity is God seeking after men.” [= Perbedaan antara Kekristenan dan semua sistim agama lain sebagian besar terletak di sini, yaitu bahwa dalam agama-agama lain, manusia didapati mencari Allah, sedangkan Kekristenan adalah Allah mencari manusia.] - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 95.

Untuk bisa mengetahui yang mana prinsip yang benar / yang sesuai dengan ajaran Kitab Suci kita, mari kita melihat beberapa point di bawah ini:

1)   Kej 3:6-9 - “(6) Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminyapun memakannya. (7) Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat. (8) Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman. (9) Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: ‘Di manakah engkau?’”.

Kalau kita melihat dalam Kej 3 ini, pada waktu Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, maka mereka tidak mencari Allah (Kej 3:6-7). Sebaliknya pada waktu mereka mendengar kedatangan Allah, maka mereka justru bersembunyi (Kej 3:8). Allahlah yang mencari mereka dengan memanggil: “Di manakah engkau?” (Kej 3:9). Ini tentu tidak berarti bahwa Allah tidak tahu dimana mereka berada. Allah hanya mau mereka datang kepadaNya dan mengaku dosa. Tetapi bagaimanapun juga di sini kita melihat suatu prinsip yang sudah ada sejak manusia jatuh ke dalam dosa untuk pertama kalinya, yaitu Allahlah yang mencari manusia dan bukan sebaliknya!

2)   Dalam Luk 19:10, Yesus berkata: “Sebab Anak Manusia datang untuk mencari dan menyelamatkan yang hilang.’”.
Istilah ‘Anak Manusia’ menunjuk kepada Yesus, yang juga adalah Allah sendiri. Jadi ayat ini lagi-lagi menunjukkan bahwa pada waktu manusia itu terhilang dalam dosa, Allah mencari manusia untuk menyelamatkannya.
Bdk. Yeh 34:16 - Yang hilang akan Kucari, yang tersesat akan Kubawa pulang, yang luka akan Kubalut, yang sakit akan Kukuatkan, serta yang gemuk dan yang kuat akan Kulindungi; Aku akan menggembalakan mereka sebagaimana seharusnya.”.
Tak ada domba hilang yang mencari gembalanya, gembalanyalah yang mencari domba yang hilang itu.

3)   Dalam Ro 3:11 dikatakan bahwa: “Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah.”.

Ro 3:11 ini perlu dicamkan khususnya pada waktu kita melihat ayat-ayat yang menyuruh manusia mencari Allah, seperti:
a)   1Taw 16:11 - “Carilah TUHAN dan kekuatanNya, carilah wajahNya selalu!”.
b)   Maz 27:8 - “Hatiku mengikuti firmanMu: ‘Carilah wajahKu’; maka wajahMu kucari, ya TUHAN.”.
c)   Maz 105:3-4 - “(3) Bermegahlah di dalam namaNya yang kudus, biarlah bersukahati orang-orang yang mencari TUHAN! (4) Carilah TUHAN dan kekuatanNya, carilah wajahNya selalu!”.
d)   Yes 55:6 - “Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepadaNya selama Ia dekat!”.
e)   Amos 5:4-6 - “(4) Sebab beginilah firman TUHAN kepada kaum Israel: ‘Carilah Aku, maka kamu akan hidup! (5) Janganlah kamu mencari Betel, janganlah pergi ke Gilgal dan janganlah menyeberang ke Bersyeba, sebab Gilgal pasti masuk ke dalam pembuangan dan Betel akan lenyap.’ (6) Carilah TUHAN, maka kamu akan hidup, supaya jangan Ia memasuki keturunan Yusuf bagaikan api, yang memakannya habis dengan tidak ada yang memadamkan bagi Betel.”.

Ayat-ayat yang menyuruh manusia mencari Allah ini, tidak menunjukkan bahwa manusia bisa mencari Allah, dan juga tidak menunjukkan bahwa ada manusia yang mencari Allah.
Manusia mungkin sekali ikut agama tertentu untuk mencari keselamatan. Mereka bisa saja mencari berkat Tuhan. Tetapi manusia tidak mungkin mencari Allah.

Tetapi benarkah manusia tidak akan pernah mencari Allah? Sebetulnya manusia bisa mencari Allah, tetapi itu baru bisa terjadi kalau Allah sudah terlebih dahulu mencari dia dan bekerja di dalam dirinya, sehingga ia lalu mencari Allah. Kalau Allah tidak mencari manusia lebih dulu dan bekerja di dalam diri manusia itu, maka manusia itu tidak akan mencari Allah.
Jadi, prinsip yang benar tetap adalah ‘Allah mencari manusia’, bukan ‘manusia mencari Allah’.

III) Keselamatan melalui iman kepada Yesus Kristus.


Dalam semua agama-agama lain, keselamatan didapatkan karena perbuatan baik, atau karena iman / percaya + perbuatan baik. Jadi, dalam semua agama-agama lain, perbuatan baik mempunyai andil untuk menyelamatkan manusia / membawa manusia ke surga.

Untuk menunjukkan hal itu, saya akan membahas secara singkat prinsip keselamatan dari agama-agama besar dalam dunia:

1)   Yudaisme / agama Yahudi.
Fritz Ridenour (tentang ajaran Yudaisme / agama Yahudi tentang ‘keselamatan’): “Anyone, Jew or not, may gain salvation through commitment to the one God and moral living.” [= Siapapun, orang Yahudi atau bukan, bisa mendapatkan keselamatan melalui komitmen kepada satu Allah dan hidup yang bermoral.] - ‘So What’s the Difference’, hal 63.

2)   Agama Hindu.
Fritz Ridenour (tentang keselamatan dalam agama Hindu): “Man is justified through devotion, meditation, good works and self-control.” [= Manusia dibenarkan melalui pembaktian, meditasi, perbuatan baik dan penguasaan diri sendiri.] - ‘So What’s the Difference’, hal 82.

3)   Agama Buddha.
Fritz Ridenour (tentang keselamatan dalam agama Buddha): “Man is saved by self-effort only.” [= Manusia diselamatkan hanya oleh usaha sendiri.] - ‘So What’s the Difference’, hal 92.

4)   Agama Islam.
Fritz Ridenour (tentang ajaran Islam tentang ‘keselamatan’): “Man earns his own salvation, pays for his own sins.” [= Manusia memperoleh keselamatannya sendiri, membayar untuk dosa-dosanya sendiri.] - ‘So What’s the Difference’, hal 72.
Catatan: kata ‘to earn’ sebetulnya berarti ‘memperoleh karena telah melakukan sesuatu’.

5)   Dalam agama-agama lain secara umum.
Fritz Ridenour: “Many religions and cults admit the problem of sin, but their solution is always different from Christianity’s. While Christianity says that the only salvation from sin is faith in Jesus Christ and His atoning death on the cross, other religions seek salvation through good works or keeping rules and laws.” [= Banyak agama dan sekte mengakui problem dosa, tetapi solusi mereka selalu berbeda dengan solusi dari kekristenan. Sementara kekristenan mengatakan bahwa satu-satunya keselamatan dari dosa adalah iman kepada Yesus Kristus dan kematianNya yang menebus di salib, agama-agama lain mencari keselamatan melalui perbuatan-perbuatan baik atau pemeliharaan peraturan-peraturan dan hukum-hukum.] - ‘So What’s the Difference’, hal 17.

6)   Agama Katolik.
Dalam persoalan ini Roma Katolik termasuk dalam kategori agama lain, karena dalam Roma Katolik:

a)   Baptisan dianggap mutlak perlu untuk keselamatan, padahal baptisan jelas termasuk perbuatan baik / ketaatan.

b)   Dipercaya adanya Mortal sin [= dosa besar / mematikan] dan Venial sin [= dosa kecil / remeh]. Mortal sin dianggap bisa menghancurkan keselamatan seseorang. Jadi, supaya tetap selamat seseorang harus menjauhi mortal sin. Lagi-lagi terlihat bahwa ketaatan seseorang punya andil dalam keselamatannya.

Bahwa Katolik menekankan pentingnya perbuatan baik untuk keselamatan / masuk surga, juga bisa terlihat dari kutipan-kutipan di bawah ini:
1.   Fritz Ridenour: “Roman Catholicism teaches that faith is just the beginning of salvation, so the believer must constantly work throughout his life to complete the process.” [= Roma Katolik mengajar bahwa iman hanyalah permulaan dari keselamatan, sehingga orang percaya harus terus menerus bekerja dalam sepanjang hidupnya untuk melengkapi proses itu.] - ‘So What’s the Difference’, hal 41.
2.   Fritz Ridenour: “The Catholic believes that good works are necessary for salvation.” [= Orang Katolik percaya bahwa perbuatan baik perlu untuk keselamatan.] - ‘So What’s the Difference’, hal 45.
3.   Fritz Ridenour (tentang keselamatan dalam Roma Katolik): “Salvation is secured by faith plus good works - as channeled through the Roman Catholic Church.” [= Keselamatan dipastikan oleh iman ditambah perbuatan baik - seperti yang disalurkan melalui Gereja Roma Katolik.] - ‘So What’s the Difference’, hal 45-46.

Dalam agama kristen / kekristenan, kita bisa selamat hanya karena iman / percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan sama sekali bukan karena perbuatan baik kita. Jadi, dalam agama kristen, sekalipun perbuatan baik itu juga harus dilakukan, tetapi perbuatan baik itu sama sekali tidak punya andil dalam menyelamatkan kita / membawa kita ke surga.

Bahwa Kitab Suci memang mengajarkan bahwa perbuatan baik sama sekali tidak mempunyai andil dalam keselamatan, terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:
a.   Kis 15:1-11 - “(1) Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ: ‘Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.’ (2) Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu. (3) Mereka diantarkan oleh jemaat sampai ke luar kota, lalu mereka berjalan melalui Fenisia dan Samaria, dan di tempat-tempat itu mereka menceriterakan tentang pertobatan orang-orang yang tidak mengenal Allah. Hal itu sangat menggembirakan hati saudara-saudara di situ. (4) Setibanya di Yerusalem mereka disambut oleh jemaat dan oleh rasul-rasul dan penatua-penatua, lalu mereka menceriterakan segala sesuatu yang Allah lakukan dengan perantaraan mereka. (5) Tetapi beberapa orang dari golongan Farisi, yang telah menjadi percaya, datang dan berkata: ‘Orang-orang bukan Yahudi harus disunat dan diwajibkan untuk menuruti hukum Musa.’ (6) Maka bersidanglah rasul-rasul dan penatua-penatua untuk membicarakan soal itu. (7) Sesudah beberapa waktu lamanya berlangsung pertukaran pikiran mengenai soal itu, berdirilah Petrus dan berkata kepada mereka: ‘Hai saudara-saudara, kamu tahu, bahwa telah sejak semula Allah memilih aku dari antara kamu, supaya dengan perantaraan mulutku bangsa-bangsa lain mendengar berita Injil dan menjadi percaya. (8) Dan Allah, yang mengenal hati manusia, telah menyatakan kehendakNya untuk menerima mereka, sebab Ia mengaruniakan Roh Kudus juga kepada mereka sama seperti kepada kita, (9) dan Ia sama sekali tidak mengadakan perbedaan antara kita dengan mereka, sesudah Ia menyucikan hati mereka oleh iman. (10) Kalau demikian, mengapa kamu mau mencobai Allah dengan meletakkan pada tengkuk murid-murid itu suatu kuk, yang tidak dapat dipikul, baik oleh nenek moyang kita maupun oleh kita sendiri? (11) Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga.’”.
Bdk. ay 11b dengan Ro 11:5-6 - “(5) Demikian juga pada waktu ini ada tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih karunia. (6) Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia.”.
b.   Ro 3:24,27-28 - “(24) dan oleh kasih karunia Allah telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. ... (27) Jika demikian, apa dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! (28) Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat.”.
c.   Ro 9:30-32a - “(30) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah memperoleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman. (31) Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu. (32a) Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan.”.
d.   Gal 2:16 - “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: ‘tidak ada seorangpun yang dibenarkan’ oleh karena melakukan hukum Taurat.”.
e.   Gal 3:6-11 - “(6) Secara itu jugalah Abraham percaya kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran. (7) Jadi kamu lihat, bahwa mereka yang hidup dari iman, mereka itulah anak-anak Abraham. (8) Dan Kitab Suci, yang sebelumnya mengetahui, bahwa Allah membenarkan orang-orang bukan Yahudi oleh karena iman, telah terlebih dahulu memberitakan Injil kepada Abraham: ‘Olehmu segala bangsa akan diberkati.’ (9) Jadi mereka yang hidup dari iman, merekalah yang diberkati bersama-sama dengan Abraham yang beriman itu. (10) Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis: ‘Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat.’ (11) Dan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat adalah jelas, karena: ‘Orang yang benar akan hidup oleh iman.’”.
f.    Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.”.
g.   Fil 3:7-9 - “(7) Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang kuanggap rugi karena Kristus. (8) Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, (9) dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan.”.
h.   Bahwa perbuatan baik tidak mempunyai andil dalam keselamatan seseorang, juga bisa terlihat dari selamatnya penjahat yang bertobat di atas kayu salib, padahal ia hanya percaya kepada Kristus (pada akhir hidupnya) dan boleh dikatakan tidak mempunyai perbuatan baik.
Luk 23:42-43 - “(42) Lalu ia berkata: ‘Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.’ (43) Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’”.

Catatan: point terakhir ini, bahwa manusia diselamatkan hanya melalui iman, akan saya bahas secara lebih terperinci lagi di kemudian hari.


-o0o-


DASAR KEKRISTENAN / INJIL


Hal-hal yang akan dibahas dalam bagian ini adalah:
1)         Dosa.
2)         Hukuman bagi manusia berdosa.
3)         Penebusan oleh Yesus Kristus, melalui kematian dan kebangkitanNya.
4)         Iman / percaya dan pertobatan.
5)   Gunanya perbuatan baik / ketaatan, dan apa hubungan perbuatan baik / ketaatan dengan iman.

I) Dosa.


1)   Pentingnya kesadaran akan dosa.

Kesadaran akan dosa adalah sesuatu yang sangat penting, karena kalau kita tidak menyadari bahwa kita adalah orang yang berdosa, maka kita tidak akan merasa butuh seorang Juruselamat.

Karena itu, kalau dalam pelajaran ini saudara sepertinya ‘ditelanjangi’ dosa-dosanya, maka:

a)         Jangan menjadi marah.
Yak 1:19-23 - “(19) Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah; (20) sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah. (21) Sebab itu buanglah segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu dan terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu. (22) Tetapi hendaklah kamu menjadi pelaku firman dan bukan hanya pendengar saja; sebab jika tidak demikian kamu menipu diri sendiri. (23) Sebab jika seorang hanya mendengar firman saja dan tidak melakukannya, ia adalah seumpama seorang yang sedang mengamat-amati mukanya yang sebenarnya di depan cermin.”.

Kontext dari ay 19 itu adalah dalam urusan mendengar Firman Tuhan. Jadi ayat itu memperingatkan kita supaya tidak cepat marah pada saat mendengar Firman Tuhan. Pada waktu mendengar Firman Tuhan seseorang bisa marah karena bermacam-macam alasan:
1.   Waktu pergi ke gereja, hatinya sudah sumpek. Mungkin karena di rumah bertengkar dengan istri, atau mungkin karena di jalan dipotong oleh becak / bemo, atau karena bermacam-macam hal lain yang terjadi sebelum orang itu datang ke gereja. Karena itu penting sekali kita datang ke gereja agak pagi, sekitar 15 menit sebelum kebaktian mulai, supaya bisa lebih menenangkan diri dari kemarahan tersebut.
2.   Khotbah itu menegur kehidupan saudara. Misalnya saudara sering korupsi dan pengkhotbahnya membicarakan hukum ‘jangan mencuri’. Atau saudara sering berzinah, dan pengkhotbah berbicara tentang hukum ‘jangan berzinah’ dan sebagainya. Saudara harus belajar untuk mau dengan senang hati mendengar teguran dari Firman Tuhan yang menyatakan dosa-dosa saudara. Dan juga, saudara harus ingat bahwa kalau pengkhotbah memberitakan suatu teguran yang didasarkan Firman Tuhan, maka sebetulnya teguran itu datang dari Tuhan, dan bukan dari pengkhotbah itu sendiri. Jadi, kalau saudara marah, saudara marah kepada Tuhan, dan bukan kepada pengkhotbah itu saja.
3.   Khotbah itu menyerang kepercayaan / doktrin / aliran saudara. Pada waktu saudara mendengar suatu ajaran yang bertentangan / berbeda dengan apa yang selama ini saudara percayai, jangan cepat-cepat menerima ataupun menolak / marah. Yang harus dilakukan adalah mendengar apa argumentasi / dasar Kitab Suci dari ajaran itu, lalu membandingkannya dengan apa argumentasi / dasar Kitab Suci dari apa yang selama itu saudara percayai. Kalau ajaran baru itu mempunyai argumentasi / dasar Kitab Suci yang lebih baik / kuat, maka saudara tidak boleh marah, atau bersikap acuh tak acuh, tetapi saudara harus menyesuaikan kepercayaan saudara dengan ajaran tersebut.
4.   Saudara merasa pengkhotbah itu cuma bisa berkhotbah tetapi dia sendiri tidak melakukan khotbahnya. Dalam kasus seperti ini, ingat bahwa:
a.   Seorang pengkhotbah harus mengkhotbahkan bukan hanya hal-hal yang bisa dia lakukan, tetapi juga hal-hal yang belum bisa ia lakukan. Kalau pengkhotbah hanya boleh mengkhotbahkan apa yang bisa ia lakukan dari Firman Tuhan, maka hanya sedikit yang bisa ia khotbahkan. Hukum terutama dalam Mat 22:37 tidak bisa dikhotbahkan oleh siapapun, karena tidak ada orang yang bisa melakukan hukum itu dengan sempurna! Seorang pengkhotbah harus mengkhotbahkan seluruh Firman Tuhan, dan tidak ada pengkhotbah yang bisa melakukan semua yang ia khotbahkan, kalau ia betul-betul mengkhotbahkan seluruh Firman Tuhan.
b.   Itu urusan pengkhotbah itu dengan Tuhan.
Ro 14:12 - “Demikianlah setiap orang di antara kita akan memberi pertanggungan jawab tentang dirinya sendiri kepada Allah.”.
c.   Saudara tetap wajib mendengar dan berusaha mentaati ajarannya yang benar itu.
Mat 23:1-3 - “(1) Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-muridNya, kataNya: (2) ‘Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. (3) Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.”.
Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah ‘menduduki kursi Musa’. Artinya ‘telah menjadi pengajar Firman Tuhan’. Dalam ay 3b Yesus mengatakan bahwa mereka hanya mengajar tetapi tidak melakukannya. Tetapi dalam ay 3a, Yesus tidak menyuruh murid-muridNya supaya tidak mendengar / mentaati mereka, tetapi sebaliknya, tetap menyuruh mereka mentaati ajaran itu (selama ajaran itu benar).

Ada saat dimana seseorang bukan hanya boleh marah, tetapi harus marah, pada saat mendengar suatu khotbah, yaitu pada saat pengkhotbah memberikan ajaran sesat. Tetapi perlu diingat bahwa kalau khotbah / ajaran itu sesat, maka sebetulnya itu bukanlah Firman Tuhan. Sabar pada waktu mendengar ajaran sesat, bukanlah sabar, tetapi bodoh / blo’on.

2Kor 11:4 - Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima.”.

Wah 2:2 - “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta.”.

Perhatikan bahwa dalam 2Kor 11:4 kesabaran seseorang pada waktu mendengar ajaran sesat justru dikecam, dan dalam Wah 2:2 ketidak-sabaran seseorang terhadap nabi-nabi palsu justru dipuji.

b)   Juga jangan berhenti mengikuti pelajaran ini dengan alasan saudara merasa tidak damai, tidak sukacita dsb.
Bandingkan dengan 2Kor 7:8-10 - “ (8) Jadi meskipun aku telah menyedihkan hatimu dengan suratku itu, namun aku tidak menyesalkannya. Memang pernah aku menyesalkan-nya, karena aku lihat, bahwa surat itu menyedihkan hatimu - kendatipun untuk seketika saja lamanya -, (9) namun sekarang aku bersukacita, bukan karena kamu telah berdukacita, melainkan karena dukacitamu membuat kamu bertobat. Sebab dukacitamu itu adalah menurut kehendak Allah, sehingga kamu sedikitpun tidak dirugikan oleh karena kami. (10) Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang mem-bawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian.”.

Sebaliknya bersyukurlah atas kesadaran terhadap dosa itu, dan bertekunlah dalam belajar Firman Tuhan, karena dengan makin menyadari dosa, saudara akan lebih mudah untuk percaya kepada Yesus dan diselamatkan.
Bahkan kalau saudara adalah orang yang sudah betul-betul percaya kepada Kristus, maka kesadaran akan dosa itu tetap merupakan sesuatu yang sangat penting, karena:
1.   Kesadaran terhadap dosa itu bisa memberikan kerendahan hati kepada saudara, dan menyebabkan saudara tidak sembarangan dalam menghakimi orang yang berbuat salah.
2.   Kesadaran terhadap dosa itu memungkinkan saudara menyesali dosa itu, minta ampun atasnya, bertobat darinya, dan lebih berjuang dalam pengudusan.

2)   Kitab Suci / Firman Tuhan adalah standard untuk menentukan dosa atau tidak.
Banyak orang menentukan sesuatu itu dosa atau tidak berdasarkan:

a)         Pandangan umum / manusia.
Ini jelas salah, karena seluruh dunia adalah orang berdosa sehingga sering terjadi bahwa suatu dosa dianggap benar oleh masyarakat, dan sebaliknya, sesuatu yang benar justru dicela / dikecam.
Illustrasi: Dalam kalangan orang gila, yang waras itu yang dianggap gila! Dalam gereja yang sudah meninggalkan Alkitab, orang kristen yang Injili / Alkitabiah dianggap sebagai orang extrim, fanatik, dsb.
Penerapan: Jangan melakukan sesuatu hanya karena semua orang menyetujuinya atau juga melakukannya, dan jangan menolak melakukan sesuatu hanya karena banyak orang menentang hal itu. Bisa saja, semua orang banyak itu salah semua! Kebenaran bukan demokrasi! Suara terbanyak belum tentu merupakan sesuatu yang benar! Pada jaman Yesus, hanya sedikit orang yang setuju dengan Dia, tetapi Dia yang benar!

b)         Suara hati / hati nurani.
Memang kadang-kadang suara hati masih bisa dijadikan standard, tetapi seringkali tidak bisa. Mengapa? Karena:

1.   Perlu diingat bahwa karena manusianya berdosa, maka suara hatinyapun ikut dikotori oleh dosa.
Tit 1:15 - “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis.”.
Karena itu suara hati / hati nurani tidak lagi bisa menjadi standard yang benar.

2.   Suara hati akan padam kalau tidak dituruti.
Seseorang yang mencuri / menyontek / berzinah untuk pertama kalinya, biasanya mendapatkan bahwa suara hatinya mengecam dirinya, sehingga ia menjadi gelisah, takut, berdebar-debar, dsb. Tetapi kalau ia meneruskan tindakan itu, maka lama-kelamaan suara hatinya akan diam.

3.   Suara hati sangat dipengaruhi pandangan sekitar / umum.
Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang suka mencaci maki / mengeluarkan kata-kata kotor, tidak akan ditegur oleh hati nuraninya pada waktu ia mengeluarkan makian / kata-kata kotor. Seseorang yang melakukan dosa yang sudah umum dilakukan orang di sekitarnya, seperti berdusta atau ngaret (terlambat), mungkin sekali suara hatinya tidak akan menegur dia.

Jadi jelaslah bahwa suara hati ini tidak bisa dijadikan standard yang akurat untuk menentukan apakah sesuatu tindakan itu dosa atau tidak.
Penerapan: Karena itu, janganlah saudara berani melakukan sesuatu hal, hanya karena perasaan / hati saudara tetap merasa enak! Sebaliknya, janganlah saudara tidak melakukan sesuatu hal, hanya karena hati / perasaan saudara merasa tidak enak.

Standard yang benar untuk menentukan apakah sesuatu itu dosa atau tidak adalah Kitab Suci / Firman Tuhan.

Ini terlihat dari:
a)   2Tim 3:16 - “Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.”.
Jadi ayat ini mengatakan bahwa salah satu fungsi Firman Tuhan adalah untuk menunjukkan kesalahan / dosa-dosa kita. Jadi Firman Tuhan itu seperti cermin bagi kita yang bisa kita pakai untuk melihat kejelekan-kejelekan kita sendiri.
b)   1Yoh 3:4 yang berkata bahwa “dosa adalah pelanggaran hukum Allah”.
c)         Ro 3:20b - “oleh hukum Taurat orang mengenal dosa”.

Illustrasi: Dalam setiap negara ada undang-undang. Apakah tindakan kita salah atau benar tidak didasarkan pada pandangan umum ataupun pandangan pribadi, tetapi didasarkan pada undang-undang tersebut. Tidak peduli hati / pikiran kita menganggap tindakan kita itu benar, ataupun seluruh masyarakat menganggap tindakan kita itu benar, tetapi kalau undang-undang menganggap kita salah, maka kita salah.
Kitab Suci / Firman Tuhan adalah undang-undang yang Allah berikan kepada kita, dan karena itu Kitab Suci / Firman Tuhan ini adalah standard hidup kita.

Jadi, kalau saudara mau melakukan sesuatu, maka jangan pedulikan pandangan umum ataupun hati nurani saudara, tetapi pikirkan lebih dulu bagaimana pandangan / ajaran Kitab Suci tentang hal itu. Kalau Kitab Suci menyetujuinya, maka lakukanlah; sebaliknya kalau Kitab Suci mengecamnya / menganggapnya sebagai dosa, maka janganlah melakukannya.

Satu hal lagi ingin saya tambahkan di sini: yaitu bahwa tindakan kita itu bisa bertentangan dengan Kitab Suci / Firman Tuhan secara explicit maupun secara implicit.
Contoh: perzinahan secara explicit bertentangan dengan hukum ‘jangan berzinah’. Pembunuhan secara explicit bertentangan dengan hukum ‘jangan membunuh’. Tetapi bagaimana dengan tindakan merokok? Tidak ada ayat Kitab Suci yang secara explicit bertentangan dengan tindakan ini. Tetapi ini tidak berarti bahwa orang Kristen boleh merokok. Ada hukum kasih dalam Mat 22:39 yang memerintahkan kita untuk mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri. Tindakan merokok jelas merusak diri sendiri, maupun orang-orang lain di sekitar si perokok itu, dan karena itu merupakan tindakan yang tidak mengasihi, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap orang-orang lain. Jadi, sekalipun tindakan merokok tidak bertentangan secara explicit dengan ayat manapun dalam Kitab Suci, tetapi tindakan itu bertentangan secara implicit dengan ayat Kitab Suci. Jadi itu tetap merupakan dosa.

3)   Macam-macam dosa:

a)         Dosa bisa dilakukan:
1.   Melalui perbuatan, seperti berzinah, membunuh, dsb.
2.   Melalui perkataan, seperti dusta, fitnah, mengeluarkan kata-kata kotor / cabul, memaki-maki, membicarakan kejelekan orang tanpa ada gunanya, dsb.
3.   Melalui hati / pikiran / motivasi yang berdosa, misalnya iri hati, benci, pergi ke gereja untuk cari pacar, memberi persembahan supaya diberkati oleh Tuhan, dsb.

b)         Dosa juga bisa dilakukan:
1.   Secara aktif, dimana kita melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah, misalnya kita berzinah, kita membunuh orang, dsb.
2.   Secara pasif, dimana kita tidak melakukan apa yang Allah perintahkan.
Yak 4:17 - “Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.”.
Contoh:
a.   Tidak pergi ke gereja pada hari Minggu (kecuali karena sakit).
b.   Tidak mau belajar Firman Tuhan / berdoa / memuji Tuhan / melayani Tuhan.
c.   Tidak mengasihi Tuhan dengan segenap hati, pikiran, perasaan (Mat 22:37). Saya kira setiap orang senantiasa berbuat dosa karena tidak mentaati hukum ini!
d.   Tidak mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri (Mat 22:39).
e.   Tidak menolong mereka yang membutuhkan pertolongan / layak ditolong, padahal kita bisa melakukannya (Amsal 3:27  Mat 25:42-45).

c)         Dosa juga bisa dilakukan:
1.   Dengan sengaja / disadari.
2.   Dengan tidak sengaja / tidak disadari.

Ada 2 hal yang perlu diperhatikan:
a.   Sekalipun dosa yang tidak disengaja lebih ringan dari dosa yang disengaja, tetapi dosa yang tidak disengaja itu tetap adalah dosa! (Kel 21:12-13  Im 4:1,13,22,27  Im 5:2-4,14,17  Bil 35:9-25  Ul 19:4-13  Luk 12:48).
Kel 21:12-13 - “(12) ‘Siapa yang memukul seseorang, sehingga mati, pastilah ia dihukum mati. (13) Tetapi jika pembunuhan itu tidak disengaja, melainkan tangannya ditentukan Allah melakukan itu, maka Aku akan menunjukkan bagimu suatu tempat, ke mana ia dapat lari.”.
Luk 12:47-48 - “(47) Adapun hamba yang tahu akan kehendak tuannya, tetapi yang tidak mengadakan persiapan atau tidak melakukan apa yang dikehendaki tuannya, ia akan menerima banyak pukulan. (48) Tetapi barangsiapa tidak tahu akan kehendak tuannya dan melakukan apa yang harus mendatangkan pukulan, ia akan menerima sedikit pukulan. Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.’”.
b.   Kesengajaan memperberat dosa, sehingga biarpun suatu dosa relatif kecil (seperti ngaret / terlambat, iri hati, berdusta, dsb), tetapi kalau terus menerus dilakukan dengan sengaja, ini diperhitungkan cukup berat!

4)   Hukum Taurat (10 Hukum Tuhan) adalah bagian Firman Tuhan yang mempunyai fungsi khusus dalam menunjukkan dosa-dosa kita.
Ro 3:20 - “Sebab tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa.”.
1Tim 1:8-11 - “(8) Kita tahu bahwa hukum Taurat itu baik kalau tepat digunakan, (9) yakni dengan keinsafan bahwa hukum Taurat itu bukanlah bagi orang yang benar, melainkan bagi orang durhaka dan orang lalim, bagi orang fasik dan orang berdosa, bagi orang duniawi dan yang tak beragama, bagi pembunuh bapa dan pembunuh ibu, bagi pembunuh pada umumnya, (10) bagi orang cabul dan pemburit, bagi penculik, bagi pendusta, bagi orang makan sumpah dan seterusnya segala sesuatu yang bertentangan dengan ajaran sehat (11) yang berdasarkan Injil dari Allah yang mulia dan maha bahagia, seperti yang telah dipercayakan kepadaku.”.

10 Hukum Tuhan ini terdapat dalam Kel 20:3-17 dan Ul 5:7-21.

Kel 20:3-17 - “(3) Jangan ada padamu allah lain di hadapanKu. (4) Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. (5) Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, (6) tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintahKu. (7) Jangan menyebut nama TUHAN, Allahmu, dengan sembarangan, sebab TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut namaNya dengan sembarangan. (8) Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat: (9) enam hari lamanya engkau akan bekerja dan melakukan segala pekerjaanmu, (10) tetapi hari ketujuh adalah hari Sabat TUHAN, Allahmu; maka jangan melakukan sesuatu pekerjaan, engkau atau anakmu laki-laki, atau anakmu perempuan, atau hambamu laki-laki, atau hambamu perempuan, atau hewanmu atau orang asing yang di tempat kediamanmu. (11) Sebab enam hari lamanya TUHAN menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh; itulah sebabnya TUHAN memberkati hari Sabat dan menguduskannya. (12) Hormatilah ayahmu dan ibumu, supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu. (13) Jangan membunuh. (14) Jangan berzinah. (15) Jangan mencuri. (16) Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu. (17) Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu.’”.

Sambil mempelajari arti dari 10 Hukum Tuhan itu, marilah kita membandingkannya dengan hidup kita sendiri supaya kita bisa mengetahui / menyadari dosa-dosa kita.

HUKUM 1: Jangan ada padamu allah lain di hadapanKu (Kel 20:3).

Penekanan hukum ini: obyek / tujuan penyembahan hanya satu yaitu Allah (tidak boleh ada allah lain).

Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:
·        Menyembah banyak allah / dewa, atau melakukan syncretisme / menggabungkan 2 agama atau lebih (1Raja 18:21).
Misalnya: meskipun sudah menjadi orang kristen, tetapi masih pergi ke G. Kawi, kelenteng, dsb. Atau, sudah menjadi orang kristen tetapi masih ikut kebatinan, menggunakan magic, dsb.
Ada orang kristen / hamba Tuhan yang begitu takut dengan tuduhan melakukan pengkristenan / kristenisasi, sehingga pada waktu mem-beritakan Injil, mereka berkata: ‘Aku tidak minta kamu pindah agama. Aku hanya minta kamu percaya kepada Kristus’. Kata-kata bodoh ini sama artinya dengan menyuruh seseorang menjadi seorang syncretist, yang jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum pertama ini!
·        Berdoa kepada roh-roh nenek moyang / orang tua.
·        Berdoa kepada Maria / orang suci.
·        Sembahyang di kuburan (Cing Bing), memberi sesajen, dsb.
·        menyembah manusia, baik pai-kwie maupun sungkem (bdk. Mat 4:10 - “Maka berkatalah Yesus kepadanya: ‘Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’”).
·        Menyimpan / mempercayai jimat, benda-benda G. Kawi / kelenteng seper­ti: Hu, Pat-kwa, kantong merah G. Kawi, dll.

Konsekwensi dari hukum 1 ini adalah bahwa Allah harus diutamakan / dikasihi lebih daripada apapun / siapapun juga, misalnya:
¨      diri sendiri (Luk 14:26b).
Luk 14:26 - “‘Jikalau seorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu”.
Perintah untuk ‘membenci’ di sini tentu tidak boleh diartikan betul-betul disuruh membenci. Maksudnya adalah ‘harus kurang mengasihi mereka / diri sendiri dibandingkan dengan Allah / Yesus’.
Bdk. Mat 10:37 - “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih dari padaKu, ia tidak layak bagiKu”.
Kalau saudara royal dalam mengeluarkan uang untuk diri sendiri (untuk makanan, pakaian, bepergian, dsb), tetapi pelit / kikir dalam memberi persembahan kepada Tuhan, maka saudara sudah mengutamakan diri sendiri lebih dari pada Tuhan.
¨      keluarga, seperti suami, istri, orang tua, anak, cucu, dsb (Luk 14:26a).
Setiap orang kristen memang mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga, dan ini tetap harus dilakukan.
1Tim 5:8 - “Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman”.
Tetapi ia tidak boleh melakukan semua itu begitu rupa sehingga menyingkirkan Tuhan.
¨      pekerjaan / uang (bdk. Mat 6:24).
Bdk. Mat 6:24 - “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon (= dewa uang).’”.
Orang kristen memang wajib untuk bekerja sehingga bisa mencukupi kebutuhannya sendiri dan keluarganya.
2Tes 3:10-12 - “(10) Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan. (11) Kami katakan ini karena kami dengar, bahwa ada orang yang tidak tertib hidupnya dan tidak bekerja, melainkan sibuk dengan hal-hal yang tidak berguna. (12) Orang-orang yang demikian kami peringati dan nasihati dalam Tuhan Yesus Kristus, supaya mereka tetap tenang melakukan pekerjaannya dan dengan demikian makan makanannya sendiri”.
Karena itu jangan menggunakan ayat seperti Mat 6:25-34 untuk menjadi orang malas yang tidak mau bekerja. Tetapi bagaimanapun juga kita tidak boleh mementingkan pekerjaan lebih dari Tuhan.
Kalau suatu pekerjaan harus dilakukan dengan melakukan dosa, baik itu dosa aktif seperti dusta atau bekerja pada hari Minggu, maupun itu dosa pasif seperti tidak bisa berbakti, tidak bisa belajar Firman Tuhan, tidak bisa melayani dsb, dan saudara tetap melakukan pekerjaan itu, maka jelas bahwa pekerjaan itu sudah menjadi ‘allah lain’ bagi saudara!
¨      boss / rekan bisnis.
¨      study / pelajaran sekolah.
Tentu saja pelajar / mahasiswa kristen juga harus belajar dengan baik, tetapi ia tidak boleh terus belajar sehingga mengabaikan kebaktian, saat teduh dsb.
¨      pacar / teman.
¨      hobby, seperti nonton bioskop, TV, olah raga, dsb.
¨      undangan pernikahan / HUT.
*        Kalau saudara membuang kebaktian, karena adanya undangan pernikahan / HUT, maka itu berarti saudara sudah mengutamakan undangan pernikahan lebih dari Tuhan.
*        Juga kalau misalnya hujan lebat saudara tidak berbakti, tetapi dengan curah hujan yang sama, saudara tetap bisa pergi untuk memenuhi undangan pernikahan, maka itu jelas menunjukkan bahwa saudara mengutamakan undangan pernikahan itu lebih dari pada Tuhan.
¨      handphone.
Harus diakui bahwa handphone memang merupakan sesuatu yang sangat menolong kita. Tetapi bagaimanapun handphone tidak boleh kita letakkan di atas Tuhan, misalnya dengan cara tetap menyalakan handphone pada waktu berbakti, ikut Pemahaman Alkitab, bersaat teduh / berdoa, dsb, dan begitu handphone berbunyi, kita langsung meninggalkan Tuhan dan menerima handphone tersebut.
Bdk. Mal 1:8 - “Apabila kamu membawa seekor binatang buta untuk dipersembahkan, tidakkah itu jahat? Apabila kamu membawa binatang yang timpang dan sakit, tidakkah itu jahat? Cobalah menyampaikannya kepada bupatimu, apakah ia berkenan kepadamu, apalagi menyambut engkau dengan baik? firman TUHAN semesta alam”.
Catatan: Kata ‘bupati’ seharusnya adalah ‘gubernur’.
Dalam Mal 1:8 ini Tuhan membandingkan sikap orang-orang Israel kepada Tuhan dengan sikap mereka kepada gubernur. Mereka tidak berani mempersembahkan binatang buta kepada seorang gubernur, tetapi anehnya, mereka berani melakukannya kepada Tuhan!
Dalam penggunaan handphone juga sama. Bayangkan saudara sedang berbicara dengan presiden, atau gubernur, atau walikota. Tahu-tahu handphone saudara berbunyi. Beranikah saudara meninggalkan presiden / gubernur / walikota itu untuk menerima handphone saudara? Saya yakin saudara tidak akan berani! Tetapi mengapa saudara berani melakukannya kalau saudara sedang berbakti / berbicara kepada Tuhan?
Saudara harus menghormati, mementingkan dan mengutamakan Tuhan di atas handphone, atau urusan apapun yang diberikan oleh handphone tersebut, dan karena itu matikanlah (atau setidaknya silent-kan tanpa getaran) handphone pada waktu melakukan segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan! Ini juga berlaku untuk telpon biasa dan pager / radio panggil.
¨      Gereja / aliran.
Kalau seseorang mendengar Firman Tuhan yang menyerang ajaran gerejanya / alirannya, dan ia memang tidak bisa menjawab serangan itu, karena memang serangan itu benar, tetapi ia tetap mengukuhi pandangan gereja / alirannya yang tidak bisa dipertahankan itu, maka ia sudah menempatkan gereja / alirannya di atas Tuhan dan firmanNya, dan dengan demikian menjadikan gereja / alirannya sebagai ‘allah lain’!
¨      pelayanan.
Bdk. Luk 10:38-42 - “(38) Ketika Yesus dan murid-muridNya dalam perjalanan, tibalah Ia di sebuah kampung. Seorang perempuan yang bernama Marta menerima Dia di rumahnya. (39) Perempuan itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria. Maria ini duduk dekat kaki Tuhan dan terus mendengarkan perkataanNya, (40) sedang Marta sibuk sekali melayani. Ia mendekati Yesus dan berkata: ‘Tuhan, tidakkah Engkau peduli, bahwa saudaraku membiarkan aku melayani seorang diri? Suruhlah dia membantu aku.’ (41) Tetapi Tuhan menjawabnya: ‘Marta, Marta, engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara, (42) tetapi hanya satu saja yang perlu: Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.’”.
Sekalipun kita melakukan pelayanan itu untuk Allah, tetapi kalau kita begitu sibuk dengan pelayanan sehingga tidak ada waktu untuk bersekutu dengan Tuhan (saat teduh / doa), dan tidak ada waktu untuk belajar Firman Tuhan, maka pelayanan itu menjadi ‘allah lain’ bagi kita.

Calvin: “if God have not alone the pre-eminence, His majesty is so far obscured.” [= jika Allah tidak sendirian mempunyai keutamaan, keagunganNya dikaburkan.] - hal 418.

Matthew Henry: “The sin against this commandment which we are most in danger of is giving the glory and honour to any creature which are due to God only. Pride makes a god of self, covetousness makes a god of money, sensuality makes a god of the belly; whatever is esteemed or loved, feared or served, delighted in or depended on, more than God, that (whatever it is) we do in effect make a god of” [= Dosa terhadap hukum ini yang paling membahayakan kita adalah memberikan kemuliaan dan hormat kepada makhluk ciptaan manapun, yang seharusnya adalah hak Allah saja. Kesombongan membuat dirinya sendiri suatu allah, ketamakan membuat uang sebagai allah, hawa nafsu membuat perut menjadi suatu allah; apapun yang dinilai atau dicintai, ditakuti atau dilayani, disenangi atau dibuat bergantung, lebih dari Allah, sebetulnya hal itu (apapun adanya itu) kita jadikan suatu allah].

Charles Haddon Spurgeon: “Anything becomes an idol when it keeps us away from God.” [= Segala sesuatu menjadi berhala kalau hal itu menjauhkan kita dari Allah.].

Augustine: “Christ is not valued at all unless he be valued above all.” [= Kristus tidak dihargai sama sekali kecuali Ia dihargai di atas semua] - ‘The Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 78.

Saya pernah membaca cerita tentang seorang pendeta di Inggris yang memberitahu pelayannya bahwa kalau ia sedang berdoa ia tidak mau diganggu oleh siapapun. Tetapi suatu hari ketika pendeta itu sedang berdoa, ada tamu datang, dan ketika si pelayan itu melihat tamu itu, ia lalu ‘membangunkan’ si pendeta dari doanya. Si pendeta memarahi pelayannya dengan berkata: ‘Bukankah sudah kuberitahu bahwa aku tidak mau diganggu kalau sedang berdoa?’. Tetapi pelayannya menjawab: ‘Tuan, tamu yang datang adalah anaknya raja’. Pendeta itu menjawab: ‘Saya tidak peduli dia anak raja. Beritahu dia untuk menunggu, karena saya sedang berbicara dengan Rajanya sendiri’.
Ini adalah contoh dimana seseorang betul-betul mengutamakan Tuhan!

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum pertama ini? Seandainya dalam Kitab Suci hanya ada satu hukum ini saja, maka dosa kita sudah bukan main banyaknya! Karena itu, setiap kita membutuhkan Yesus sebagai Juruselamat / Penebus dosa. Kalau kita tidak mempunyai Juruselamat / Penebus dosa, maka dosa-dosa kita gara-gara melanggar hukum pertama ini saja sudah lebih dari cukup untuk membawa kita ke neraka selama-lamanya! Sudahkan saudara mempunyai Yesus sebagai Juruselamat / Penebus dosa saudara? Kalau belum, datanglah kepada Dia, dan percayalah / terimalah Dia sebagai Juruselamat / Penebus dosa saudara!

HUKUM 2: Jangan membuat dan menyembah patung berhala (Kel 20:4-6).

Kel 20:4 melarang untuk membuat patung. Ada 2 kemungkinan untuk menafsirkan bagian ini:

a)   Kel 20:4 ditafsirkan secara terpisah dari Kel 20:5, tetapi yang dimaksud dengan ‘patung’ bukanlah patung biasa, tetapi ‘patung berhala’ [NIV/NASB: ‘an idol’ (= patung berhala)].

b)   Kel 20:4 dan Kel 20:5 tidak boleh dipisahkan sehingga berdiri sendiri-sendiri, tetapi harus ditafsirkan dalam suatu kesatuan. Jadi, yang dilarang bukanlah sekedar ‘membuat patung’, tetapi ‘membuat patung untuk disembah’.
Bdk. Im 26:1 - “‘Janganlah kamu membuat berhala bagimu, dan patung atau tugu berhala janganlah kamu dirikan bagimu; juga batu berukir janganlah kamu tempatkan di negerimu untuk sujud menyembah kepadanya, sebab Akulah TUHAN, Allahmu”.

Membuat patung, asal bukan patung berhala (seperti patung Buddha, Kwan Im, dsb) atau patung untuk disembah, bukanlah dosa. Ini terlihat dari beberapa bagian Kitab Suci dimana Tuhan sendiri menyuruh membuat patung, misalnya:
1.   Patung ular tembaga (Bil 21:4-9).
Tuhan sendiri yang menyuruh membuat patung ular ini, sehingga tindakan Musa membuat patung itu jelas bukan dosa. Memang akhirnya patung ini dihancurkan, tetapi itu terjadi karena akhirnya patung ini disembah (2Raja 18:4).
2.   Patung kerub di atas tutup tabut perjanjian (Kel 25:18-20).

Hal seperti ini perlu diketahui karena pada jaman ini ada banyak gereja atau hamba Tuhan yang begitu extrim dengan menyuruh menghancurkan seadanya patung, lebih-lebih kalau patungnya berbentuk naga atau orang yang matanya seperti mata setan, dsb.

Jadi, kalau hukum 1 mempersoalkan tujuan / obyek penyembahannya harus benar, maka hukum 2 ini menekankan cara penyembahannya juga harus benar. Sekalipun kita mempunyai obyek / tujuan penyembahan yang benar, yaitu Allah, tetapi kalau kita menyembahNya dengan cara yang salah, yaitu melalui patung, maka kita berdosa. Untuk itu perhatikan ayat-ayat di bawah ini:
a.   Kel 32 - ini cerita tentang bangsa Israel yang jatuh ke dalam penyembahan anak lembu emas. Sebetulnya tujuan mereka bukanlah menyembah anak lembu emas itu sendiri, tetapi menyembah Allah. Ini terlihat dari Kel 32:5 dimana Harun berkata: ‘Besok hari raya bagi TUHAN. Tetapi penyembahan terhadap Allah itu mereka lakukan melalui anak lembu emas / berhala, dan ini menyebabkan Tuhan murka dan menghukum mereka.
b.   Ul 12:4,31 - “(4) Jangan kamu berbuat seperti itu terhadap TUHAN, Allahmu. ... (31a) Jangan engkau berbuat seperti itu terhadap TUHAN, Allahmu”.
NIV: “You must not worship the LORD your God in their way” (= Kamu tidak boleh menyembah TUHAN Allahmu dengan cara mereka).
Ayat ini dengan jelas menunjukkan larangan penyembahan terhadap Allah dengan cara orang kafir / Kanaan (yaitu menyembah Allah menggunakan berhala).

Karena itu, jangan menganggap bahwa Allah mau menerima seadanya penyembahan yang dilakukan manusia menurut pemikiran dan khayalannya masing-masing.
Bdk. Yoh 4:23-24 - “(23) Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian. (24) Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus menyembahNya dalam roh dan kebenaran.’”.

Bandingkan juga dengan Kol 2:8,16-23 - “(8) Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turun-temurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kristus. ... (16) Karena itu janganlah kamu biarkan orang menghukum kamu mengenai makanan dan minuman atau mengenai hari raya, bulan baru ataupun hari Sabat; (17) semuanya ini hanyalah bayangan dari apa yang harus datang, sedang wujudnya ialah Kristus. (18) Janganlah kamu biarkan kemenanganmu digagalkan oleh orang yang pura-pura merendahkan diri dan beribadah kepada malaikat, serta berkanjang pada penglihatan-penglihatan dan tanpa alasan membesar-besarkan diri oleh pikirannya yang duniawi, (19) sedang ia tidak berpegang teguh kepada Kepala, dari mana seluruh tubuh, yang ditunjang dan diikat menjadi satu oleh urat-urat dan sendi-sendi, menerima pertumbuhan ilahinya. (20) Apabila kamu telah mati bersama-sama dengan Kristus dan bebas dari roh-roh dunia, mengapakah kamu menaklukkan dirimu pada rupa-rupa peraturan, seolah-olah kamu masih hidup di dunia: (21) jangan jamah ini, jangan kecap itu, jangan sentuh ini; (22) semuanya itu hanya mengenai barang yang binasa oleh pemakaian dan hanya menurut perintah-perintah dan ajaran-ajaran manusia. (23) Peraturan-peraturan ini, walaupun nampaknya penuh hikmat dengan ibadah buatan sendiri, seperti merendahkan diri, menyiksa diri, tidak ada gunanya selain untuk memuaskan hidup duniawi”.

Perhatikan penyembahan dan peraturan-peraturan dari ajaran sesat yang dibicarakan oleh Paulus dalam text di atas ini. Kelihatannya ada kerendahan hati, dan bahkan penuh hikmat, tetapi dikecam oleh Paulus, karena tidak sesuai dengan Kristus / Kitab Suci!

Thomas Manton: “It is idolatry not only to worship false gods in the place of the true God, but to worship the true God in a false manner” (= Adalah merupakan penyembahan berhala bukan hanya menyembah allah-allah palsu menggantikan tempat Allah yang benar, tetapi juga menyembah Allah yang benar dengan cara yang palsu / salah).

Bandingkan ini dengan kata-kata dari banyak orang: yang penting tujuannya benar, yaitu menyembah Allah, caranya berbeda tidak apa-apa. Ini jelas merupakan suatu omong kosong! Kitab Suci mengajar kita bahwa bukan tujuannya saja yang harus benar, tetapi caranya juga harus benar!

Contoh pelanggaran terhadap hukum ini (Catatan: ada hal-hal yang overlap / bertumpukan antara pelanggaran terhadap hukum pertama dan pelanggaran terhadap hukum kedua):

1.   Menyembah patung berhala.
Penyembahan terhadap patung berhala bukan hanya merupakan dosa, tetapi juga merupakan suatu kebodohan. Mengapa? Karena orang itu membuat patung, lalu menyembah patung buatan tangannya sendiri! Disamping itu, patung berhala itu merupakan benda mati, yang tidak bisa berbuat apa-apa. Bagaimana mungkin seseorang berdoa dan memohon kepadanya?
Ada beberapa ayat Kitab Suci yang menunjukkan kebodohan penyembahan berhala, seperti:
a.   Ul 4:28 - “Maka di sana kamu akan beribadah kepada allah, buatan tangan manusia, dari kayu dan batu, yang tidak dapat melihat, tidak dapat mendengar, tidak dapat makan dan tidak dapat mencium”.
b.   Maz 115:4-8 - “(4) Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas, buatan tangan manusia, (5) mempunyai mulut, tetapi tidak dapat berkata-kata, mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat, (6) mempunyai telinga, tetapi tidak dapat mendengar, mempunyai hidung, tetapi tidak dapat mencium, (7) mempunyai tangan, tetapi tidak dapat meraba-raba, mempunyai kaki, tetapi tidak dapat berjalan, dan tidak dapat memberi suara dengan kerongkongannya. (8) Seperti itulah jadinya orang-orang yang membuatnya, dan semua orang yang percaya kepadanya”.
c.   Yes 2:8 - “Negerinya penuh berhala-berhala; mereka sujud menyembah kepada buatan tangannya sendiri dan kepada yang dikerjakan oleh tangannya”.
d.   Yer 10:5 - “Berhala itu sama seperti orang-orangan di kebun mentimun, tidak dapat berbicara; orang harus mengangkatnya, sebab tidak dapat melangkah. Janganlah takut kepadanya, sebab berhala itu tidak dapat berbuat jahat, dan berbuat baikpun tidak dapat.’”.
e.   Hakim 6:25-32 - “(25) Pada malam itu juga TUHAN berfirman kepadanya: ‘Ambillah seekor lembu jantan kepunyaan ayahmu, yakni lembu jantan yang kedua, berumur tujuh tahun, runtuhkanlah mezbah Baal kepunyaan ayahmu dan tebanglah tiang berhala yang di dekatnya. (26) Kemudian dirikanlah mezbah bagi TUHAN, Allahmu, di atas kubu pertahanan ini dengan disusun baik, lalu ambillah lembu jantan yang kedua dan persembahkanlah korban bakaran dengan kayu tiang berhala yang akan kautebang itu.’ (27) Kemudian Gideon membawa sepuluh orang hambanya dan diperbuatnyalah seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya. Tetapi karena ia takut kepada kaum keluarganya dan kepada orang-orang kota itu untuk melakukan hal itu pada waktu siang, maka dilakukannyalah pada waktu malam. (28) Ketika orang-orang kota itu bangun pagi-pagi, tampaklah telah dirobohkan mezbah Baal itu, telah ditebang tiang berhala yang di dekatnya dan telah dikorbankan lembu jantan yang kedua di atas mezbah yang didirikan itu. (29) Berkatalah mereka seorang kepada yang lain: ‘Siapakah yang melakukan hal itu?’ Setelah diperiksa dan ditanya-tanya, maka kata orang: ‘Gideon bin Yoas, dialah yang melakukan hal itu.’ (30) Sesudah itu berkatalah orang-orang kota itu kepada Yoas: ‘Bawalah anakmu itu ke luar; dia harus mati, karena ia telah merobohkan mezbah Baal dan karena ia telah menebang tiang berhala yang di dekatnya.’ (31) Tetapi jawab Yoas kepada semua orang yang mengerumuninya itu: ‘Kamu mau berjuang membela Baal? Atau kamu mau menolong dia? Siapa yang berjuang membela Baal akan dihukum mati sebelum pagi. Jika Baal itu allah, biarlah ia berjuang membela dirinya sendiri, setelah mezbahnya dirobohkan orang.’ (32) Dan pada hari itu diberikan oranglah nama Yerubaal kepada Gideon, karena kata orang: ‘Biarlah Baal berjuang dengan dia, setelah dirobohkannya mezbahnya itu.’”.
Kenyataannya, Baal tidak (bisa) mengapa-apakan Gideon!

Tetapi mungkin ayat / text yang menunjukkan kebodohan penyembahan berhala secara paling menyolok adalah Yes 44:9-20 yang berbunyi sebagai berikut: “(9) Orang-orang yang membentuk patung, semuanya adalah kesia-siaan, dan barang-barang kesayangan mereka itu tidaklah memberi faedah. Penyembah-penyembah patung itu tidaklah melihat dan tidaklah mengetahui apa-apa; oleh karena itu mereka akan mendapat malu. (10) Siapakah yang membentuk allah dan menuang patung yang tidak memberi faedah? (11) Sesungguhnya, semua pengikutnya akan mendapat malu, dan tukang-tukangnya adalah manusia belaka. Biarlah mereka semua berkumpul dan bangkit berdiri! Mereka akan gentar dan mendapat malu bersama-sama. (12) Tukang besi membuatnya dalam bara api dan menempanya dengan palu, ia mengerjakannya dengan segala tenaga yang ada di tangannya. Bahkan ia menahan lapar sehingga habislah tenaganya, dan ia tidak minum air sehingga ia letih lesu. (13) Tukang kayu merentangkan tali pengukur dan membuat bagan sebuah patung dengan kapur merah; ia mengerjakannya dengan pahat dan menggarisinya dengan jangka, lalu ia memberi bentuk seorang laki-laki kepadanya, seperti seorang manusia yang tampan, dan selanjutnya ditempatkan dalam kuil. (14) Mungkin ia menebang pohon-pohon aras atau ia memilih pohon saru atau pohon tarbantin, lalu membiarkannya tumbuh menjadi besar di antara pohon-pohon di hutan, atau ia menanam pohon salam, lalu hujan membuatnya besar. (15) Dan kayunya menjadi kayu api bagi manusia, yang memakainya untuk memanaskan diri; lagipula ia menyalakannya untuk membakar roti. Tetapi juga ia membuatnya menjadi allah lalu menyembah kepadanya; ia mengerjakannya menjadi patung lalu sujud kepadanya. (16) Setengahnya dibakarnya dalam api dan di atasnya dipanggangnya daging. Lalu ia memakan daging yang dipanggang itu sampai kenyang; ia memanaskan diri sambil berkata: ‘Ha, aku sudah menjadi panas, aku telah merasakan kepanasan api.’ (17) Dan sisa kayu itu dikerjakannya menjadi allah, menjadi patung sembahannya; ia sujud kepadanya, ia menyembah dan berdoa kepadanya, katanya: ‘Tolonglah aku, sebab engkaulah allahku!’ (18) Orang seperti itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak mengerti apa-apa, sebab matanya melekat tertutup, sehingga tidak dapat melihat, dan hatinya tertutup juga, sehingga tidak dapat memahami. (19) Tidak ada yang mempertimbangkannya, tidak ada cukup pengetahuan atau pengertian untuk mengatakan: ‘Setengahnya sudah kubakar dalam api dan di atas baranya juga sudah kubakar roti, sudah kupanggang daging, lalu kumakan. Masakan sisanya akan kubuat menjadi dewa kekejian? Masakan aku akan menyembah kepada kayu kering?’ (20) Orang yang sibuk dengan abu belaka, disesatkan oleh hatinya yang tertipu; ia tidak dapat menyelamatkan jiwanya atau mengatakan: ‘Bukankah dusta yang menjadi peganganku?’”.

D. L. Moody: “A man must be greater than anything he is able to make or manufacture. What folly then to think of worshipping such things!” (= Seseorang pasti lebih besar dari apapun yang mampu ia buat atau hasilkan. Jadi alangkah tololnya untuk berpikir tentang penyembahan terhadap hal-hal seperti itu!) - ‘D. L. Moody On The Ten Commandments’, hal 33.

2.   Kepercayaan terhadap jimat, benda-benda keramat (seperti keris), Hu, kantong merah dari G. Kawi, Pat Kwa, dsb.

3.   Kepercayaan terhadap magic / sihir dan semua penggunaannya. Kalau saudara adalah orang yang senang menggunakan kuasa gelap untuk mendapatkan keinginan saudara, perhatikan kata-kata dalam Yes 47:9b - “Kepunahan dan kejandaan dengan sepenuhnya akan menimpa engkau, sekalipun banyak sihirmu dan sangat kuat manteramu.

4.   Menyembah / menghormati / mencium Kitab Suci.
Kita memang mempercayai dan menghormati Kitab Suci sebagai Firman Allah. Tetapi bukan bendanya / bukunya itu sendiri yang kita hormati, melainkan isinya.

5.   Menyembah / menghormati salib, patung Yesus / Maria / malaikat / orang suci (Gereja Katolik).

6.   Berdoa sambil menghadap pada salib atau sambil membayangkan Yesus.
D. L. Moody: “someone says, ‘I find pictures are a great help to me, and images. I know that they are not themselves sacred, but they help me in my devotion to fix my thoughts on God.’” (= seseorang berkata: ‘Aku mendapati gambar-gambar sebagai suatu pertolongan yang besar bagiku, dan juga patung-patung. Aku tahu bahwa dalam dirinya sendiri mereka tidak kudus / keramat, tetapi mereka menolongku dalam ibadahku untuk memusatkan pikiranku kepada Allah) - ‘D. L. Moody On The Ten Commandments’, hal 34.
Terhadap kata-kata seperti ini D. L. Moody menjawab dengan kata-kata sebagai berikut: Whatever comes between my soul and my Maker is not a help to me, but a hindrance. God has given different means of grace by which we can approach Him. Let us use these, and not seek for other things that He has distinctly forbidden” (= Apapun yang datang di antara jiwaku dan Penciptaku bukanlah suatu pertolongan bagiku, tetapi suatu halangan. Allah telah memberikan cara / jalan kasih karunia yang berbeda melalui mana kita bisa mendekati Dia. Hendaklah kita menggunakan hal-hal ini, dan tidak mencari hal-hal lain yang secara jelas telah Ia larang) - ‘D. L. Moody On The Ten Commandments’, hal 34.

7.   Menyembah roti dan anggur dalam Perjamuan Kudus.
Saya pernah pergi ke gereja dimana pada waktu mengadakan Perjamuan Kudus, pendeta dan majelisnya berlutut dan menyembah pada seluruh meja Perjamuan Kudus. Ini jelas juga salah. Roti dan anggur hanyalah lambang dari tubuh dan darah Kristus, bukan Kristusnya sendiri, sehingga penyembahan terhadap hal-hal itu merupakan penyembahan berhala.

8.   Berdoa sambil menggunakan yosua / kemenyan.
Sekalipun dalam Perjanjian Lama ada penggunaan kemenyan, tetapi dalam Perjanjian Baru semua itu tidak lagi diijinkan.

9.   Dalam Perjanjian Baru, ini mencakup semua penyembahan terhadap Allah yang dilakukan tanpa melalui Yesus (1Tim 2:5  Yoh 14:6).
Calvin: “although Moses only speaks of idolatry, yet there is no doubt but that by synecdoche, as in all the rest of the Law, he condemns all fictitious services which men in their ingenuity have invented” (= sekalipun Musa hanya berbicara tentang penyembahan berhala, tetapi tidak diragukan bahwa oleh suatu synecdoche, seperti dalam seluruh sisa hukum Taurat, ia mengecam semua ibadah khayalan yang telah manusia temukan dalam kepintaran mereka) - hal 107.

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum kedua ini?

HUKUM 3: Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan sembarangan / sia-sia (Kel 20:7).

1)         Nama TUHAN / YHWH.

Pertama-tama mungkin saudara perlu mengerti apa perbedaan arti kata ‘Allah’ dan ‘Tuhan’. Kata ‘Allah’ menunjuk pada jenisnya. Jadi, kalau kita adalah manusia, Mopi dan Bleki adalah anjing, Gabriel dan Mikhael adalah malaikat, maka Dia adalah Allah. Sedangkan kata ‘Tuhan’ menunjuk pada kedudukan / jabatan. Jadi, kalau saya adalah pendeta, si A adalah direktur, si B adalah sekretaris, SBY adalah presiden, maka Dia adalah Tuhan.

Selanjutnya, kita mempersoalkan kata ‘Tuhan’. Dalam Perjanjian Lama ada 2 jenis kata ‘Tuhan’. Kata ‘Tuhan’ (hanya huruf pertamanya saja yang adalah huruf besar) berasal dari kata Ibrani ADONAY, sedangkan kata ‘TUHAN’ (semua menggunakan huruf besar) berasal dari kata Ibrani YHWH, yang merupakan nama dari Allah.
Kel 3:15 - “Selanjutnya berfirmanlah Allah kepada Musa: ‘Beginilah kaukatakan kepada orang Israel: TUHAN, Allah nenek moyangmu, Allah Abraham, Allah Ishak dan Allah Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah namaKu untuk selama-lamanya dan itulah sebutanKu turun-temurun. Bdk. Kel 6:2  Yes 42:8  Yer 16:21.

Kadang-kadang muncul kata ‘ALLAH’ (semua dengan huruf besar) dalam Perjanjian Lama. Ini juga berasal dari kata Ibrani YHWH / YAHWEH. Kalau ada kata-kata Ibrani ADONAY YAHWEH, maka seharusnya terjemahannya adalah ‘Tuhan TUHAN’. Mungkin karena rasanya tidak enak, maka lalu diubah menjadi ‘Tuhan ALLAH’. Contoh: Kej 15:2 - “Abram menjawab: ‘Ya Tuhan ALLAH, apakah yang akan Engkau berikan kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai anak, dan yang akan mewarisi rumahku ialah Eliezer, orang Damsyik itu.’”.
KJV/RSV/NASB menterjemahkan ‘Lord GOD’ (= Tuhan ALLAH), tetapi NIV menterjemahkan ‘Sovereign Lord (= Tuhan yang berdaulat).

Sekarang mari kita mempersoalkan kata YHWH / YAHWEH, yang merupakan nama dari Allah itu. Yang benar sebetulnya bukan YAHWEH tetapi hanya YHWH. Mungkin saudara merasa heran dengan kata YHWH ini. Mengapa tidak ada huruf hidupnya? Bagaimana membacanya? Sebetulnya jaman sekarang ini tidak ada orang yang tahu dengan pasti bagaimana membaca nama itu, jadi pengucapan / penyebutan YAHWEH hanyalah sebuah tebakan. Perlu saudara ketahui bahwa dalam bahasa Ibrani sebetulnya tidak ada huruf hidup. Dalam abjad Ibrani ada 22 huruf, dan tidak satupun merupakan huruf hidup. Jadi mereka menulis dengan huruf mati saja, tetapi dalam pengucapannya tentu saja ada bunyi huruf hidup. Mungkin saudara merasa heran. Bagaimana mungkin orang bisa mengerti kalau hanya menggunakan huruf mati saja? Coba saudara pikirkan, kalau saudara menulis sms menggunakan handphone saudara, maka seringkali untuk menyingkat maka saudara membuang huruf-huruf hidup juga, bukan? Tetapi orang tetap bisa mengerti kata-kata yang ditulis tanpa huruf hidup. Jadi, kalau seseorang menguasai suatu bahasa, adalah mungkin baginya untuk mengerti, sekalipun kata-katanya ditulis tanpa huruf hidup.

Pada waktu Tuhan memperkenalkan namaNya kepada Israel / Musa, tentu mereka tahu bagaimana mengucapkan nama YHWH itu. Tetapi gara-gara adanya hukum ketiga ini, yang melarang untuk menggunakan nama Tuhan dengan sembarangan, Israel menjadi begitu takut mengucapkan nama Tuhan sehingga mereka tidak pernah mengucapkannya sama sekali. Setelah ratusan tahun berlalu, akhirnya tidak ada seorangpun yang tahu bagaimana mengucapkan nama tersebut. Kebanyakan orang menganggap bahwa pengucapannya adalah YAHWEH, tetapi tidak ada orang yang pasti tentang hal ini.

Lalu dari mana muncul istilah YEHOVAH? Seorang dosen saya mengatakan bahwa huruf-huruf hidup dari kata ADONAY diambil, dan dimasukkan disela-sela kata YHWH, sehingga didapatkan kata YAHOWAH, yang lalu dalam logat Jerman diucapkan YEHOWAH. Tetapi dalam Encyclopedia Britannica 2000 dikatakan bahwa huruf-huruf hidup dari kata Ibrani ELOHIM dan kata Ibrani ADONAY dimasukkan ke dalam kata YHWH itu sehingga didapat kata YEHOWAH. Dari penjelasan ini jelas bahwa pengucapan YEHOVAH sudah pasti merupakan pengucapan yang salah!
Catatan: Perlu saudara ketahui bahwa dalam bahasa Ibrani huruf V dan W adalah sama.

2)         Haruskah kita menggunakan nama YHWH / YAHWEH?
Sekarang ada gerakan dari sebagian orang Kristen yang menghendaki bahwa kata ‘TUHAN’ dalam Kitab Suci kita dikembalikan menjadi YAHWEH. Saya tidak keberatan kalau mereka menghendaki hal itu selama mereka tidak mengharuskan hal itu dan menyalahkan orang-orang yang tetap menggunakan istilah ‘Lord’ / ‘TUHAN’. Mengapa saya tidak setuju pengharusan penggunakan nama YAHWEH? Karena:
a)   LXX / Septuaginta (Perjanjian Lama yang diterjemahkan ke dalam bahasa Yunani) menterjemahkan kata YHWH itu dengan istilah Yunani KURIOS, yang artinya memang ‘Lord’ / ‘TUHAN’. Satu hal yang patut diperhatikan adalah: Yesus tidak pernah menyalahkan LXX / Septuaginta yang menggunakan kata Yunani KURIOS untuk nama YHWH itu.
b)   Perjanjian Baru sendiri, yang menggunakan bahasa asli bahasa Yunani, pada waktu mengutip ayat-ayat Perjanjian Lama yang menggunakan kata YHWH, menggantinya dengan kata Yunani KURIOS, yang artinya ‘Lord’ / ‘TUHAN’.
c)   Kalau Tuhan memang mengharuskan kita untuk menggunakan nama YHWH / YAHWEH, maka adalah aneh bahwa Ia mengijinkan pengucapan nama itu hilang sehingga jaman sekarang tidak ada orang yang tahu bagaimana mengucapkannya. Dan mengetahui bahwa nama itu hilang pengucapannya, pada waktu Yesus melayani selama 3 ½ tahun di dunia ini, mengapa Ia tidak memberitahu murid-muridNya bagaimana mengucapkan nama itu? Mungkin Yesus tidak pernah menggunakan nama itu, karena kalau Ia menggunakan nama itu, para murid pasti akan tahu bagaimana mengucapkan nama itu. Dan kalau para murid tahu, maka seluruh gereja sampai saat ini juga akan tahu. Tetapi kenyataannya tidak ada yang tahu bagaimana mengucapkan nama tersebut.
d)   Penyebutan YAHWEH belum tentu benar. Dan penyebutan Yehovah bahkan pasti salah. Lalu mengapa mengharuskan orang Kristen menggunakan nama yang pasti salah atau belum tentu benar?

3)   Hukum ketiga ini melarang untuk menyebut nama ‘TUHAN’ dengan sembarangan.

a)   Hukum ketiga ini bukan melarang kita menggunakan nama Tuhan sama sekali! Jadi, jangan menanggapinya secara extrim seperti yang dilakukan oleh bangsa Israel pada jaman dulu. Kalau ada gunanya, apalagi kalau itu merupakan penyebutan yang memuliakan Allah, maka tentu kita boleh menyebut / menggunakan nama Tuhan. Itu bukan penyebutan nama Tuhan dengan sembarangan / sia-sia.

b)   Sebetulnya kata ‘Tuhan’ dalam Kel 20:7 menunjuk kepada nama ‘YHWH’ / ‘Yahweh’ / ‘Yehovah’, tetapi saya berpendapat bahwa ini juga bisa diberlakukan terhadap kata ‘Tuhan’, ‘Allah’, ‘Yesus’, ‘Kristus’, ‘God’, ‘Lord’, dsb.

c)   Perlu diingat bahwa sikap / cara kita menggunakan nama Tuhan, menunjukkan sikap kita terhadap Tuhan sendiri.

d)   Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:

1.         Mencaci maki / menghujat / mengutuk Tuhan (Im 24:10-16,23).
Ayatnya akan kita baca di bawah nanti.

2.   Bersumpah dusta / mengutuk dengan menggunakan nama Tuhan,
Im 19:12 - “Janganlah kamu bersumpah dusta demi namaKu, supaya engkau jangan melanggar kekudusan nama Allahmu; Akulah TUHAN”.
Tetapi mungkin dipertanyakan: bukankah orang Kristen tidak boleh bersumpah sama sekali? Jawabannya: sebetulnya orang Kristen bukan dilarang bersumpah secara mutlak. Sepintas lalu, kata-kata Yesus dalam Mat 5:34a yang berbunyi: “Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah”, melarang sumpah secara mutlak. Tetapi saya berpendapat seperti pandangan Calvin dan banyak penafsir lain, yang mengatakan bahwa sebetulnya ayat ini tidak bisa diartikan bahwa Yesus melarang sumpah secara mutlak.
Calvin berpendapat bahwa kata-kata Yesus dalam Mat 5:34a ini tidak boleh dipisahkan dari kata-kata selanjutnya, yang menunjukkan sumpah yang bagaimana yang Ia maksud, yaitu sumpah demi langit, demi bumi, demi Yerusalem, demi kepalamu (Mat 5:34-36), yang oleh orang-orang Yahudi dianggap remeh / tak berarti. Jadi, yang dilarang adalah sumpah sembarangan.
Alasan-alasan yang menunjukkan bahwa sumpah tidak mungkin dilarang secara mutlak:

a.   Perjanjian Lama mengijinkan, bahkan mengharuskan sumpah, dalam hal-hal tertentu.
Ul 6:13 - “Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi namaNya haruslah engkau bersumpah.
Kel 22:7-8 - “(7) Apabila seseorang menitipkan kepada temannya uang atau barang, dan itu dicuri dari rumah orang itu, maka jika pencuri itu terdapat, ia harus membayar ganti kerugian dua kali lipat. (8) Jika pencuri itu tidak terdapat, maka tuan rumah harus pergi menghadap Allah untuk bersumpah, bahwa ia tidak mengulurkan tangannya mengambil harta kepunyaan temannya”.
Ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa sumpah diharuskan dalam hal-hal tertentu adalah Kel 22:10-11  Bil 5:11-28  1Raja 8:31-32.

Dan Yesus tidak mungkin bertentangan dengan Perjanjian Lama. Bdk. Mat 5:17-19 - “(17) ‘Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. (18) Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. (19) Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga”.

b.   Yes 45:23 - “Demi Aku sendiri Aku telah bersumpah, dari mulutKu telah keluar kebenaran, suatu firman yang tidak dapat ditarik kembali: dan semua orang akan bertekuk lutut di hadapanKu, dan akan bersumpah setia dalam segala bahasa.
Ayat ini menunjukkan bahwa sumpah seseorang demi nama Tuhan menunjukkan pengakuannya terhadap Allah yang benar!

c.   Pada waktu Yesus diadili oleh Sanhedrin, dan Ia disuruh berbicara di bawah sumpah, Ia bukannya menegur mereka yang menyuruhNya bersumpah, tetapi sebaliknya Ia mau menjawab, padahal tadinya Ia tidak mau berbicara.
Mat 26:63-64 - “(63) Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam Besar itu kepadaNya: ‘Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.’ (64) Jawab Yesus: ‘Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.’”.
Catatan: kata-kata ‘Engkau telah mengatakannya’ artinya adalah ‘Ya’.

d.   Bukan hanya dalam Perjanjian Lama, tetapi dalam Perjanjian Baru juga ada ayat yang kelihatannya mengijinkan sumpah.
Ibr 6:13-17 - “(13) Sebab ketika Allah memberikan janjiNya kepada Abraham, Ia bersumpah demi diriNya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih tinggi dari padaNya, (14) kataNya: ‘Sesungguhnya Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan akan membuat engkau sangat banyak.’ (15) Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya. (16) Sebab manusia bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengokohan baginya, yang mengakhiri segala bantahan. (17) Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusanNya, Allah telah mengikat diriNya dengan sumpah”.

e.   Dalam Wah 10:5-6 malaikat bersumpah.
Wah 10:5-6 - “Dan malaikat yang kulihat berdiri di atas laut dan di atas bumi, mengangkat tangan kanannya ke langit, dan ia bersumpah demi Dia yang hidup sampai selama-lamanya, yang telah menciptakan langit dan segala isinya, dan bumi dan segala isinya, dan laut dan segala isinya, katanya: ‘Tidak akan ada penundaan lagi!”.

f.    Paulus sering bersumpah.
Ro 1:9 - “Karena Allah, yang kulayani dengan segenap hatiku dalam pemberitaan Injil AnakNya, adalah saksiku, bahwa dalam doaku aku selalu mengingat kamu”.
Ro 9:1 - “Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus”.
1Kor 15:31 - “Saudara-saudara, tiap-tiap hari aku berhadapan dengan maut. Demi kebanggaanku akan kamu dalam Kristus Yesus, Tuhan kita, aku katakan, bahwa hal ini benar”.
2Kor 1:23 - “Tetapi aku memanggil Allah sebagai saksiku - Ia mengenal aku -, bahwa sebabnya aku tidak datang ke Korintus ialah untuk menyayangkan kamu”.
Gal 1:20 - “Di hadapan Allah kutegaskan: apa yang kutuliskan kepadamu ini benar, aku tidak berdusta”.
Fil 1:8 - “Sebab Allah adalah saksiku betapa aku dengan kasih mesra Kristus Yesus merindukan kamu sekalian”.
Betul-betul tidak terbayangkan bahwa Paulus, yang adalah rasul yang begitu saleh, bisa berulang kali bersumpah kalau sumpah memang dilarang secara mutlak.

Semua ini menunjukkan bahwa sumpah tidak dilarang secara mutlak. Dalam pengadilan, atau dalam hal-hal yang penting lainnya, kita boleh bersumpah.
Calvin bahkan mengatakan bahwa bersumpah bukan hanya boleh, tetapi itu bahkan merupakan suatu pengakuan bahwa Allah itu lebih tinggi dari kita dan dengan demikian merupakan suatu penghormatan terhadap Allah.
Bdk. Ibr 6:13,16 - “(13) Sebab ketika Allah memberikan janjiNya kepada Abraham, Ia bersumpah demi diriNya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih tinggi dari padaNya, ... (16) Sebab manusia bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengokohan baginya, yang mengakhiri segala bantahan”.
Yang dilarang adalah bersum­pah secara sembarangan, untuk hal-hal yang tidak penting. Ini tetap salah, sekalipun hal yang dikatakan itu merupakan kebenaran. Hal ini ditekankan lagi secara lebih khusus dalam Mat 5:37 - “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat”.

3.   Calvin menganggap bahwa hukum ketiga ini juga dilanggar pada waktu seseorang bersumpah demi nama dewa / allah lain atau berdoa kepada dewa / allah lain.
Kel 23:13 - “Dalam segala hal yang Kufirmankan kepadamu haruslah kamu berawas-awas; nama allah lain janganlah kamu panggil, janganlah nama itu kedengaran dari mulutmu.’”.
Tentu maksud dari ayat ini bukan kalau kita sekedar menyebut nama dewa / allah lain itu, tetapi kalau kita berdoa kepadanya atau bersumpah demi namanya, atau melakukan apapun sambil menyebut namanya, yang menunjukkan kepercayaan / penghormatan / penyembahan kepadanya.
Bdk. Zef 1:4-6 - “(4) Aku akan mengacungkan tanganKu terhadap Yehuda dan terhadap segenap penduduk Yerusalem. Aku akan melenyapkan dari tempat ini sisa-sisa Baal dan nama para imam berhala, (5) juga mereka yang sujud menyembah di atas sotoh kepada tentara langit dan mereka yang menyembah dengan bersumpah setia kepada TUHAN, namun di samping itu bersumpah demi Dewa Milkom, (6) serta mereka yang berbalik dari pada TUHAN, yang tidak mencari TUHAN dan tidak menanyakan petunjukNya.’”.

4.   Penyebutan nama Allah dengan sembarangan / sia-sia / tidak hormat.
Misalnya:
·         seruan-seruan (kebiasaan) dengan menggunakan nama Tuhan seperti: ‘Masya Allah’, ‘Aduh Allah’, ‘Ya Allah’, ‘O Allah’, dsb, juga merupakan pelanggaran terhadap hukum ketiga ini. Dalam bahasa Inggris hal seperti ini juga sering dilakukan, misalnya dengan kata-kata ‘My God’, ‘My Lord’, ‘Jesus’, ‘Jesus Christ’. dan sebagainya. Mengatakan ‘Insya Allah’ (= Jika Allah menghendaki), sebetulnya bukan dosa, asal kita betul-betul memaksudkan hal itu. Tetapi kalau kita mengucapkannya hanya sebagai basa basi, maka itu juga termasuk menyebut nama Allah dengan sia-sia.
·         menggunakan nama Tuhan untuk lelucon / percakapan yang tidak ada gunanya.
Contoh: ada sebuah gereja yang mengeluarkan warta gereja berisikan lelucon yang berjudul ‘kuda kristen’. Ceritanya adalah sebagai berikut: Ada sebuah gereja yang mempunyai seekor kuda, dan kuda ini adalah kuda kristen. Kuda itu disebut kuda kristen karena ia dilatih untuk berjalan kalau mendengar kata-kata ‘Puji Tuhan’, dan berhenti kalau mendengar kata ‘Haleluya’. Suatu hari seorang pendeta tamu, yang adalah pendeta dari gereja Pentakosta, menaiki kuda itu setelah diajar tentang kata sandi yang diperlukan untuk menjalankan dan menghentikan kuda itu. Ia lalu berkata ‘Puji Tuhan’, dan kuda itu lalu mulai berjalan. Ia berkata lagi ‘Puji Tuhan’ berkali-kali dan kuda itu berlari makin lama makin cepat. Tiba-tiba pendeta itu melihat bahwa di depannya ada suatu sungai. Ia menjadi panik sehingga lupa kata sandi untuk menghentikan kudanya. Ia lalu memejamkan matanya dan berdoa: ‘Tuhan tolong hentikan kuda ini, Haleluya, Amin’. Kuda itu mendengar kata ‘Haleluya’ dalam doa pendeta itu dan ia berhenti, persis di tepi sungai. Pendeta itu membuka matanya dan melihat kuda itu berhenti persis di tepi sungai, dan ia lalu berseru ‘Puji Tuhan’, dan ‘byur’, ia dan kudanya masuk ke sungai!
Boleh jadi cerita ini lucu, tetapi apa manfaatnya? Sedikitpun tidak ada! Dan karena itu ini termasuk cerita yang menggunakan nama Allah secara sembarangan! Karena itu jangan menceritakan cerita-cerita seperti ini, kecuali kalau saudara sedang mengajar tentang hukum ke 3 ini!
·         mengatakan ‘Haleluya / Puji Tuhan’ sekedar sebagai suatu kebiasaan sehingga hanya keluar dari mulut, tanpa hatinya betul-betul memuji Tuhan.
·         menyanyi memuji Tuhan atau berdoa tetapi hanya dengan mulut saja, tidak dengan hati.
·         R. L. Dabney menganggap bahwa penggunaan ayat-ayat Kitab Suci secara tidak hormat juga melangar hukum ketiga ini. Demikian juga semua ibadah lahiriah atau yang dilakukan tanpa dijiwai.
Karena itu, jangan bergurau dengan menggunakan ayat-ayat Kitab Suci!

Ada orang Kristen yang tahu bahwa dengan hal-hal di atas ini mereka melanggar hukum ketiga ini, tetapi mereka terus melakukannya dengan alasan bahwa itu sudah menjadi kebiasaan yang sukar / tidak bisa dihentikan. Kalau saudara adalah orang seperti itu perhatikan kata-kata di bawah ini.
Thomas Manton (tentang Yak 5:12): “thy custom will not excuse thee; if it be thy custom to sin, it is God’s custom to destroy sinners” (= kebiasaanmu tidak akan memaafkan kamu; kalau itu merupa­kan kebiasaanmu untuk berdosa, maka adalah kebiasaan Allah untuk menghancurkan orang-orang berdosa) - ‘James’, hal 436.

4)   Pelanggaran terhadap hukum ketiga ini merupakan suatu dosa yang tidak remeh!
Ada banyak orang Kristen yang sekalipun tahu / mengerti bahwa mereka tidak boleh menggunakan nama Tuhan sekarang sembarangan, tetapi mereka tetap melakukannya, karena mereka menganggapnya sebagai dosa yang kecil / remeh. Kalau saudara menganggap bahwa pelanggaran terhadap hukum ini adalah dosa remeh, maka:

a)   Ingatlah bahwa dosa remehpun tidak boleh dibiarkan dalam hidup kita.

b)   Pelanggaran terhadap hukum ketiga ini bukan dosa remeh.
Untuk itu perhatikanlah hal-hal ini:

1.   Dalam 10 hukum Tuhan, hukum ini diletakkan pada urutan nomer 3!

2.   Kel 20:7b mengatakan: “TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut namaNya dengan sembarangan”.

3.   Dalam Perjanjian Lama, orang yang melanggar hukum ini dijatuhi hukuman mati.
Im 24:10-16,23 - “(10) Pada suatu hari datanglah seorang laki-laki, ibunya seorang Israel sedang ayahnya seorang Mesir, di tengah-tengah perkemahan orang Israel; dan orang itu berkelahi dengan seorang Israel di perkemahan. (11) Anak perempuan Israel itu menghujat nama TUHAN dengan mengutuk, lalu dibawalah ia kepada Musa. Nama ibunya ialah Selomit binti Dibri dari suku Dan. (12) Ia dimasukkan dalam tahanan untuk menantikan keputusan sesuai dengan firman TUHAN. (13) Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Musa: (14) ‘Bawalah orang yang mengutuk itu ke luar perkemahan dan semua orang yang mendengar haruslah meletakkan tangannya ke atas kepala orang itu, sesudahnya haruslah seluruh jemaah itu melontari dia dengan batu. (15) Engkau harus mengatakan kepada orang Israel, begini: Setiap orang yang mengutuki Allah harus menanggung kesalahannya sendiri. (16) Siapa yang menghujat nama TUHAN, pastilah ia dihukum mati dan dilontari dengan batu oleh seluruh jemaah itu. Baik orang asing maupun orang Israel asli, bila ia menghujat nama TUHAN, haruslah dihukum mati. ... (23) Demikianlah Musa menyampaikan firman itu kepada orang Israel, lalu dibawalah orang yang mengutuk itu ke luar perkemahan, dan dilontarilah dia dengan batu. Maka orang Israel melakukan seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa”.

4.   Yesus berkata dalam Mat 12:36-37 - “(36) Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. (37) Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum.’”.

5)   Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum ketiga ini? Dosa-dosa saudara karena melanggar hukum ketiga ini lebih dari cukup untuk membawa saudara ke neraka selama-lamanya! Karena itu percayalah kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara! Dan kalau saudara sudah percaya, buanglah semua pelanggaran terhadap hukum ketiga ini dari hidup saudara, bahkan, muliakanlah Allah dengan mulut / lidah saudara!! Tuhan memberkati saudara.

HUKUM 4: Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat (Kel 20:8-11).

1)   Alasan / latar belakang hukum ini: Tuhan menciptakan alam semesta dalam 6 hari, dan Ia beristirahat pada hari ke 7, lalu menguduskan (memisahkan) hari ke tujuh itu (Kej 2:1-3).

2)         Perubahan Sabat dari Sabtu menjadi Minggu.
Hari Sabat sebetulnya adalah hari Sabtu, tapi sejak kebangkitan Tuhan Yesus, orang-orang kristen berbakti pada hari pertama / hari Minggu (Yoh 20:19  Kis 20:7  1Kor 16:2). Disamping itu, perlu kita ingat bahwa hari Pentakosta (Kis 2:1-13), yang merupakan ‘hari berdirinya gereja’, juga jatuh pada hari Minggu (bdk. Im 23:15-16  Ul 16:9).
Bandingkan dengan Wah 1:10 dimana istilah ‘hari Tuhan’ juga dianggap menunjuk pada hari Minggu.

Homer Hailey: “The ante-Nicene writers who wrote after John followed a consistent pattern in considering ‘the first day,’ ‘the Lord’s day,’ the ‘resurrection day,’ and the day of meeting, Sunday, as identical. Ignatius (30-107 A.D.) writes, ‘Let every friend of Christ keep the Lord’s day as a festival, the resurrection day, the queen and chief of all the days (of the week)’ (A-N-F, I, p. 63). Justin (110-165 A.D.), writing of the day which the saints met for worship identified it as ‘Sunday ... the first day ... and Jesus Christ our Saviour on the same day rose from the dead’ (I, p. 168). The teaching of the Twelve (120-190 A.D.): ‘But every Lord’s day do ye gather yourselves, and break bread’ (VII, p. 381). Clement (153-217 A.D.), writing agonist (against?) Gnostics, identifies the Lord’s day with the resurrection, saying, ‘He, in fulfillment of the precept, according to the Gospel, keeps the Lord’s day ... glorifying the Lord’s resurrection’ (II, p. 545). Tertullian (145-220 A.D.) identifies ‘the Lord’s day’ as ‘every eighth day’ (III, p. 70). Constitution of the Holy Apostles (250-325 A.D.): ‘And on the day of our Lord’s resurrection, which is the Lord’s day, meet more diligently’ (VII, p. 423); and ‘on the day of the resurrection of the Lord, that is, the Lord’s day, assemble yourselves together, without fail’ (ibid. p. 471)” [= Penulis-penulis sebelum Nicea yang menulis setelah Yohanes meng-ikuti pola yang konsisten dalam menganggap ‘hari pertama’, ‘hari Tuhan’, ‘hari kebangkitan’, dan hari pertemuan, Minggu, sebagai identik. Ignatius (30-107 M) menulis: ‘Hendaknya setiap teman Kristus memelihara hari Tu-han sebagai suatu perayaan, hari kebangkitan, ratu dan kepala dari semua hari (dari suatu minggu)’ (A-N-F, I, hal 63). Justin (110-165 M), menulis tentang hari dimana orang-orang kudus bertemu untuk kebaktian menyebutnya sebagai ‘Minggu ... hari yang pertama ... dan Yesus Kristus Juruselamat kita bangkit dari antara orang mati pada hari yang sama’ (I, hal 168). The teaching of the Twelve (120-190 M): ‘Tetapi setiap hari Tuhan kamu berkumpul dan memecahkan roti’ (VII, hal 381). Clement (153-217 M), menulis menentang Gnostics, mengidentikkan hari Tuhan dengan kebangkitan, dengan berkata: ‘Ia, dalam penggenapan ajaran / perintah, sesuai dengan Injil, memelihara hari Tuhan ... memuliakan kebangkitan Tuhan’ (II, hal 545). Tertullian (145-220 M) mengidentikkan / menyebut ‘hari Tuhan’ sebagai ‘setiap hari ke 8’ (III, hal 70). Constitution of the Holy Apostles (250-325 M): ‘Dan pada hari kebangkitan Tuhan, yang adalah hari Tuhan, bertemulah dengan makin rajin’ (VII, hal 423); dan ‘pada hari kebangkitan Tuhan, yaitu, hari Tuhan, kumpulkanlah dirimu bersama-sama, tanpa gagal (jangan pernah gagal untuk bertemu)’ (ibid. hal 471)] - hal 107.

William Barclay: “By early in the second century the Sabbath had been abandoned and the Lord’s Day was the accepted Christian day” (= Pada awal abad kedua hari Sabat telah ditinggalkan dan hari Tuhan diterima sebagai hari Kristen) - hal 43.

Philip Schaff: “The universal and uncontradicted Sunday observance in the second century can only be explained by the fact that it had its roots in apostolic practice” (= Ibadah pada hari Minggu yang bersifat universal dan tak ditentang pada abad kedua hanya bisa dijelaskan oleh fakta bahwa itu mempunyai akarnya dalam praktek rasuli) - ‘History of the Christian Church’, vol I, hal 478.

R. L. Dabney: “After the resurrection of Christ, the perpetual Divine obligation of a religious rest was transferred to the first day of the week, and thence to the end of the world, the Lord’s day is the Christian Sabbath, by Divine and apostolic appointment” (= Setelah kebangkitan Kristus, kewajiban Ilahi yang kekal tentang istirahat agamawi dipindahkan ke hari pertama dari suatu minggu, dan dari sana sampai akhir jaman, hari Tuhan adalah Sabat Kristen, oleh penetapan Ilahi dan rasuli) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 367-368.

Bagian ini penting untuk diingat kalau saudara menghadapi orang Advent, yang berkeras bahwa hari untuk berbakti haruslah Sabtu, yang merupakan hari Sabat Perjanjian Lama.

3)         Larangan dan keharusan pada hari Sabat:

a)   Kita tidak boleh melakukan pekerjaan sehari-hari (Kel 20:9-10 bdk. Yer 17:21-27).

1.       Kita bukannya tidak boleh melakukan apa-apa pada hari Sabat.
Jadi, ajaran para ahli Taurat dan orang Farisi, yang boleh dikatakan melarang segala sesuatu pada hari Sabat, dan yang menyebabkan hari Sabat menjadi beban yang sangat berat, adalah salah. Yang tidak boleh dilakukan adalah pekerjaan sehari-hari. Bahkan pada masa sibuk (masa ujian, dsb), kita harus tetap memelihara hari Sabat. Ini terlihat dari Kel 34:21 - “Enam harilah lamanya engkau bekerja, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah engkau berhenti, dan dalam musim membajak dan musim menuai haruslah engkau memelihara hari perhentian juga”.

2.   Kita boleh berbuat baik / menolong orang pada hari Sabat (Mat 12:9-12).
Karena itu janganlah menggunakan hukum Sabat ini sebagai alasan untuk tidak menolong orang yang membutuhkan pertolongan.

3.         Kita boleh melayani Tuhan pada hari Sabat (Mat 12:5).
Bahkan sebetulnya hari Sabat diadakan supaya saudara bebas dari pekerjaan sehari-hari sehingga bisa berbakti dan melayani Tuhan.

b)   Pegawai / pelayan / anak juga harus istirahat / libur.

1.   Kita tidak boleh mempekerjakan pegawai  / pelayan (Kel 20:10).
Ada tempat-tempat yang boleh tetap buka pada hari Sabat, seperti rumah sakit, apotik. Tetapi ada syaratnya, yaitu:
a.   Para pegawai yang dipekerjakan pada hari itu harus mempunyai hari Sabat / istirahat sendiri di luar hari Sabat yang umum (hari Minggu).
b.   Mereka tetap membuka tempat-tempat itu bukan dengan motivasi untuk mencari uang, tetapi untuk melayani / menolong orang.

2.   Kita juga tidak boleh menyuruh anak kita untuk belajar!
Mereka juga membutuhkan istirahat! Ada 6 hari untuk bekerja / belajar bagi mereka; biarkan mereka beristirahat pada hari Sabat. Ini perlu dicamkan oleh para orang tua, khususnya mereka yang kadang-kadang menghukum anaknya dengan melarang pergi ke gereja dan menyuruhnya belajar di rumah, karena anak itu mendapatkan nilai / rapor yang jelek. Hukumlah anak dengan cara lain, bukan dengan menyuruh mereka melanggar peraturan Sabat!

c)   Kita harus berbakti kepada Tuhan di gereja (Im 19:30  26:2  Luk 4:16).
Berbakti kepada Tuhan, bukanlah sekedar merupakan anjuran, tetapi merupakan suatu keharusan. Jadi, kalau kita tidak melakukannya, kita berdosa.

1.   Seseorang mengatakan: “After looking at the earth for six days we need the Lord’s day to look up” (= Setelah melihat pada bumi / dunia selama 6 hari, kita membutuhkan hari Tuhan untuk melihat ke atas).

2.   Yang dimaksud ‘gereja’ adalah persekutuan orang kristen, bukan gedungnya. Jadi, sekalipun kebaktian itu tidak diadakan di gedung gereja, tetapi di restoran, hotel, rumah, dsb, itu tidak jadi soal. Ingat bahwa orang kristen abad pertama juga tidak mempunyai gedung gereja, sehingga banyak yang berbakti di rumah-rumah yang digunakan sebagai tempat berbakti.

3.   Juga kita harus memilih gereja yang benar, yang betul-betul percaya, tunduk dan mengajarkan Firman Tuhan, sebagai tempat kita berbakti.
Bahwa tidak semua ‘gereja’ adalah ‘gereja’ di hadapan Tuhan, terlihat dari istilah ‘jemaah Iblis’ [NIV: ‘a synagogue of Satan’ (= sinagog Setan)] dalam Wah 2:9 dan Wah 3:9, dan juga dari istilah ‘rumahmu (bukan ‘rumahKu’ atau ‘rumah BapaKu’) yang digunakan oleh Yesus untuk menunjuk kepada Bait Allah (Mat 23:38).
Perlu diingat bahwa kalau kita berbakti di gereja yang tidak benar, apalagi yang sesat, maka:
a.   Tuhan tidak menganggap bahwa saudara sudah berbakti kepadaNya.
b.   Kita mendukung dan memberi semangat kepada gereja sesat itu.
Kalau saudara segan untuk meninggalkan gereja saudara, padahal saudara tahu bahwa gereja saudara itu sesat, saudara perlu merenungkan pertanyaan ini secara serius: ‘Apakah aku mengikut Kristus, atau mengikut gerejaku?’.

4.   Ada orang-orang yang berbakti kepada Tuhan di rumahnya sendiri (membaca Kitab Suci sendiri, berdoa sendiri, menyanyi sendiri, dsb). Dengan adanya Mimbar agama Kristen di TV pada hari Minggu, hal ini bisa dilakukan oleh makin banyak orang. Tetapi ini bukan cara berbakti yang benar, dan ini terlihat dari:
*        Ul 12:5-7 - “(5) Tetapi tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, dari segala sukumu sebagai kediamanNya untuk menegakkan namaNya di sana, tempat itulah harus kamu cari dan ke sanalah harus kamu pergi. (6) Ke sanalah harus kamu bawa korban bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan persepuluhanmu dan persembahan khususmu, korban nazarmu dan korban sukarelamu, anak-anak sulung lembu sapimu dan kambing dombamu. (7) Di sanalah kamu makan di hadapan TUHAN, Allahmu, dan bersukaria, kamu dan seisi rumahmu, karena dalam segala usahamu engkau diberkati oleh TUHAN, Allahmu”.
*        adanya Kemah Suci atau Bait Suci.
Kalau Tuhan memang menghendaki setiap orang percaya berbakti sendiri-sendiri di rumah masing-masing, untuk apa didirikan Kemah Suci / Bait Allah?
*        adanya hamba-hamba Tuhan.
Kalau memang Tuhan menghendaki setiap orang percaya berbakti di rumahnya masing-masing, apa gunanya Tuhan menetapkan adanya hamba Tuhan / gembala (Ef 4:11), penatua dan diaken (1Tim 3:1-13), dsb?
*        tidak bisanya kita bersekutu dengan saudara seiman, kalau kita berbakti sendiri di rumah masing-masing. Perlu diingat bahwa Kristen sangat menekankan persekutuan dengan saudara seiman.
Ibr 10:25 - “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat”.

5.   Jangan membolos dari kebaktian hari Minggu, dengan alasan:
*        ada tamu.
*        arisan / pertemuan RT / RW.
*        bekerja / lembur.
*        belajar.
*        piknik / keluar kota.
*        pergi ke pesta HUT.
*        ada acara dari ‘para-church’ (persekutuan, dsb).
Para pemimpin maupun pengikut dari para-church ini harus menyadari bahwa para-church didirikan untuk mendukung gereja, dan bukannya untuk menyaingi gereja. Karena itu mereka seharusnya tidak mengadakan acara pada hari Minggu!
*        ikut ‘kebaktian’ Pernikahan.
Ingat bahwa upacara pernikahan di gereja sebetulnya bukanlah suatu kebaktian! Saya berpendapat bahwa hari Minggu bukanlah hari untuk menikah, tetapi untuk berbakti. Orang kristen sebaiknya tidak menikah pada hari Minggu! Mengapa? Karena ini bukan hanya menyebabkan pengantinnya tidak bisa berbakti, tetapi juga menyebabkan banyak orang berdosa karena membolos dari kebaktian.

Alasan yang sah untuk tidak pergi ke kebaktian adalah kalau saudara sakit, dan itupun tentu bukan sembarang sakit. Sakitnya harus cukup berat (sehingga memang tidak memungkinkan saudara untuk berbakti) atau menular. Sedangkan alasan yang lain adalah kalau terjadi hal-hal yang memang sangat extrim, seperti banjir yang hebat atau kerusuhan.

Satu hal lain yang perlu disadari adalah bahwa membolos dari kebaktian Minggu, bukan hanya merupakan suatu dosa, tetapi juga merupakan suatu tindakan yang sangat kurang ajar kepada Tuhan.
Illustrasi: Ada seorang melihat seorang pengemis. Ia kasihan dan ingin memberinya uang. Dalam kantongnya ada 7 keping uang, dan ia lalu memberikan 6 keping kepada pengemis itu, dan menyisakan 1 keping untuk dirinya sendiri. Tetapi pengemis itu, yang melihat bahwa orang itu menyisakan satu keping untuk dirinya sendiri, lalu menyambar sisa yang 1 keping itu, dan lari. Ini betul-betul menunjukkan orang yang kurang ajar bukan? Tetapi itu coba bandingkan dengan analoginya: Allah mempunyai 7 hari, dan ia memberikan 6 hari bagi kita untuk bekerja, belajar, mengurus urusan-urusan kita dsb. Ia hanya menyisakan satu hari bagi diriNya sendiri, yaitu hari Sabat. Tetapi kita sering lalu menyambar hari yang satu itu dari tangan Allah, dan tetap menggunakannya untuk diri kita sendiri! Apa bedanya orang yang membolos dari kebaktian dengan pengemis yang kurang ajar tadi?

4)         Hukuman bagi pelanggar hukum hari Sabat.
Pelanggaran terhadap peraturan Sabat merupakan dosa yang berat, karena pada jaman Perjanjian Lama, orang yang melanggar peraturan Sabat dijatuhi hukuman mati (Kel 31:14-15  Bil 15:32-36). Sekarang renungkan: kalau saudara melihat seseorang mencuri dan seorang lain membolos dari kebaktian / bekerja pada hari Sabat, yang mana yang saudara anggap lebih jahat / lebih memalukan? Saya yakin bahwa hampir semua orang di dunia ini akan menganggap bahwa yang mencuri itulah yang dosanya lebih berat / lebih memalukan. Tetapi Kitab Suci tidak menjatuhkan hukuman mati kepada pencuri, melainkan hanya hukuman denda (Kel 22:1), sedangkan terhadap pelanggar peraturan Sabat, Kitab Suci menjatuhkan hukuman mati. Karena itu jelaslah bahwa Kitab Suci / Tuhan menganggap bahwa pelanggaran peraturan Sabat adalah dosa yang lebih besar dari pada mencuri! Karena itu jangan remehkan pelanggaran terhadap hukum ini!

5)         Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum keempat ini?

HUKUM 5: Hormatilah ayahmu dan ibumu (Kel 20:12).

Calvin berpendapat bahwa hukum ini tidak hanya berlaku untuk orang tua, tetapi untuk semua otoritas di atas kita, seperti:
·         pemerintah (Ro 13:1-2  1Pet 2:13-14).
·         majikan / boss (Ef 6:5).
·         pimpinan gereja (Kis 23:1-5)
·         suami (Ef 5:22).
·         guru / dosen / pimpinan di sekolah.

Sekalipun saya setuju bahwa sebagai orang kristen kita harus mentaati dan menghormati semua otoritas di atas kita, tetapi saya berpendapat bahwa hukum ke 5 ini khusus berhubungan dengan orang tua. Alasan saya: dalam Kitab Suci, hukum ke 5 ini selalu diterapkan dalam hubungan orang tua dengan anak (Mat 15:4-6  Ef 6:2-3).

Kol 3:20 mengatakan bahwa anak harus taat kepada orang tua ‘dalam segala hal’. Tetapi kalau kita menafsirkan bagian ini dengan melihat ayat-ayat lain dalam Kitab Suci, maka kita harus memberi perkecualian, yaitu kalau mereka memberikan perintah yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Kalau mereka memerintahkan sesuatu yang dilarang oleh Firman Tuhan, atau melarang kita melakukan apa yang diperintahkan oleh Firman Tuhan, maka berlaku hukum: “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia” (Kis 5:29). Tetapi dalam hal itupun kita harus tetap menghormati mereka (tidak boleh menolak untuk taat dengan cara yang kurang ajar)!

Perlu juga diketahui bahwa dalam Perjanjian Lama orang yang melanggar hukum ini juga dijatuhi hukuman mati (Kel 21:15,17  Im 20:9  Ul 21:18-21). Karena itu:
¨      jangan meremehkan dosa ini!
¨      orang tua harus mengajar anaknya untuk hormat dan taat kepada mereka, dan bukannya membiarkan anak untuk berlaku kurang ajar terhadap mereka!

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum kelima ini?

HUKUM 6: Jangan membunuh (Kel 20:13).

Hukum ini berhubungan hanya dengan sesama manusia. Sekalipun merusak tanaman atau membunuh binatang secara sembarangan (tanpa ada gunanya) bisa dikatakan sebagai sesuatu yang salah, tetapi itu bukan merupakan pelanggaran terhadap hukum ini. Alasannya: Ro 13:9 dan Mat 22:37-39 menghubungkan hukum ini dengan sesama manusia.

Ro 13:9 - “Karena firman: jangan berzinah, jangan membunuh, jangan mencuri, jangan mengingini dan firman lain manapun juga, sudah tersimpul dalam firman ini, yaitu: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!”.
Mat 22:37-40 - “(37) Jawab Yesus kepadanya: ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. (38) Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. (39) Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (40) Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.’”.

Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:

1)         Membunuh orang secara fisik.
Ini sudah jelas, jadi tak perlu dijelaskan lagi. Yang akan saya jelaskan justru adalah perkecualiannya. Ada pembunuhan secara fisik yang tidak bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum ke 6 ini, bahkan bisa dikatakan sebagai tidak berdosa, yaitu:

a)   Pembunuhan yang dilakukan dalam rangka pembelaan diri pribadi, dimana situasinya adalah ‘membunuh atau dibunuh’.
Dasar Kitab Suci untuk ini adalah:
1.   Mat 22:39 yang mengharuskan kita untuk juga mengasihi diri sendiri. Kalau kita membiarkan diri kita dibunuh, maka itu berarti kita tidak mengasihi diri kita sendiri.
2.   Kel 22:2-3 - “(2) Jika seorang pencuri kedapatan waktu membongkar, dan ia dipukul orang sehingga mati, maka si pemukul tidak berhutang darah; (3) tetapi jika pembunuhan itu terjadi setelah matahari terbit, maka ia berhutang darah. Pencuri itu harus membayar ganti kerugian sepenuhnya; jika ia orang yang tak punya, ia harus dijual ganti apa yang dicurinya itu”.
Ini suatu hukum yang kelihatan aneh, sehingga banyak yang menafsirkan bahwa di sini pencuri yang kepergok itu menye-rang pemilik rumah, dan sebagai tindakan bela diri pemilik rumah membunuh pencuri itu. Bandingkan dengan terjemahan NIV tentang Kel 22:2 yang berbunyi: “If a thief is caught breaking in and is struck so that he dies, the defender is not guilty of bloodshed” (= Jika seorang pencuri kedapatan waktu mencuri dan dipukul sehingga mati, pembela diri itu tidak bersalah melakukan pencurahan darah).
3.   Neh 4:11-14 - “(11) Tetapi lawan-lawan kami berpikir: ‘Mereka tidak akan tahu dan tidak akan melihat apa-apa, sampai kita ada di antara mereka, membunuh mereka dan menghentikan pekerjaan itu.’ (12) Ketika orang-orang Yahudi yang tinggal dekat mereka sudah sepuluh kali datang memperingatkan kami: ‘Mereka akan menyerang kita dari segala tempat tinggal mereka,’ (13) maka aku tempatkan rakyat menurut kaum keluarganya dengan pedang, tombak dan panah di bagian-bagian yang paling rendah dari tempat itu, di belakang tembok, di tempat-tempat yang terbuka. (14) Kuamati semuanya, lalu bangun berdiri dan berkata kepada para pemuka dan para penguasa dan kepada orang-orang yang lain: ‘Jangan kamu takut terhadap mereka! Ingatlah kepada Tuhan yang maha besar dan dahsyat dan berperanglah untuk saudara-saudaramu, untuk anak-anak lelaki dan anak-anak perempuanmu, untuk isterimu dan rumahmu.’”.
4.   Ester 9 menunjukkan bahwa pada waktu orang Yahudi mau dibasmi, mereka membela diri, dan membunuh orang-orang yang mau membunuh mereka. Dan tindakan ini tidak pernah disalahkan / dikecam oleh Tuhan.
5.   Alasan lain adalah: kalau kita membiarkan diri dibunuh, maka nanti si pembunuh itu juga harus dihukum mati, sehingga akan ada 2 orang yang mati. Sedangkan kalau kita membunuhnya sebagai tindakan bela diri, yang mati hanya satu orang.

Banyak orang tidak setuju bahwa orang Kristen diijinkan membela diri berdasarkan:

1.   Mat 5:39b yang berbunyi: “Janganlah melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu”. Tetapi perlu diingat bahwa Mat 5:39 meng-gunakan istilah ‘menampar’ yang jelas tidak membahayakan jiwa, bukannya ‘membacok’, ‘menusuk’, ‘mengepruk’, dsb. Jadi, Mat 5:39 berlaku untuk serangan yang tidak membahayakan jiwa kita.

2.   Mat 26:51-52 - “(51) Tetapi seorang dari mereka yang menyertai Yesus mengulurkan tangannya, menghunus pedangnya dan menetakkannya kepada hamba Imam Besar sehingga putus telinganya. (52) Maka kata Yesus kepadanya: ‘Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang”.

Pertama-tama, ayat ini tidak cocok untuk digunakan, karena pada saat itu Yesus tidak sedang diserang, hanya mau ditangkap.

Selanjutnya:
a.   Kata-kata Yesus dalam ay 52 ini mempunyai arti umum sebagai berikut: siapa yang berperang, pada pihak manapun, sangat mungkin untuk menjadi korban dari kebencian / permusuhan tersebut. Kalau diambil arti ini, hanya menunjukkan resiko dari perang / perkelahian, bukan larangan mutlak.
b.   Kata-kata Yesus dalam ay 52 ini diberi arti kedua oleh Adam Clarke. Dalam bagian ini, sekalipun kata-kata itu diucapkan oleh Yesus kepada Petrus, tetapi bagian akhirnya menunjuk kepada orang-orang Yahudi dan Romawi, yang pada saat itu sedang ‘menggunakan pedang’ terhadap Dia. Jadi, maksud dari kata-kataNya kepada Petrus adalah: ‘Kamu tidak perlu menggunakan pedang. Mereka menggunakan pedang terhadap Aku, dan karena itu mereka akan binasa oleh pedang. Bapa yang akan membasmi mereka. Kamu tidak perlu menggunakan pedangmu’.
Kalau diambil arti kedua ini, maka jelas bahwa ini sama sekali tidak melarang orang Kristen membela diri.
c.   Kata-kata Yesus dalam ay 52 ini menunjukkan bahwa Yesus tidak mau kekristenan dimajukan ataupun dibela dengan menggunakan kekerasan. Yesus dan para murid pada saat itu sedang ada dalam missi agama, dan karena itu Ia melarang penggunaan kekerasan.
Bdk. 2Kor 10:3-4 - “(3) Memang kami masih hidup di dunia, tetapi kami tidak berjuang secara duniawi, (4) karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng”. Bdk. juga dengan Ef 6:17 yang mengatakan Firman Tuhan adalah pedang Roh.
Jadi, kata-kata Yesus itu tidak berlaku umum. Jelas tidak berlaku kalau kita diserang dalam keadaan biasa (bukan sedang menjalankan missi agama).
d.   Kata-kata Yesus dalam ay 52 ini diucapkan Yesus karena yang pada saat itu mau menangkap Yesus adalah alat negara / pemerintah yang berkuasa saat itu (Romawi). Orang Kristen harus tunduk kepada pemerintah (bdk. Ro 13:1), dan karena itu, Ia melarang Petrus menggunakan pedang. Jelas berbeda dengan kasus dimana kita diserang oleh orang biasa yang bukan termasuk pemerintah / alat negara.

3.   Alasan bahwa pada waktu Yesus ditangkap dan dibunuh, Ia tidak melawan / membela diri. Tetapi perlu diingat bahwa Yesus memang datang ke dunia untuk mati menebus dosa kita. Kalau waktu ditangkap dan mau dibunuh Ia melawan, bagaimana mungkin Ia menebus dosa kita? Juga perlu dicamkan bahwa tidak setiap tindakan Yesus harus kita teladani. Misalnya bahwa Ia berpuasa 40 hari, atau bahwa Ia tidak pernah kawin / pacaran, jelas tidak bisa dijadikan pedoman hidup kita. Jadi, tindakan Yesuspun harus kita tafsirkan bersama ayat-ayat Kitab Suci yang lain, untuk mengetahui apakah tindakan itu harus diteladani atau tidak.

Kalau pembelaan diri diijinkan, maka jelas bahwa belajar ilmu bela diri, selama tidak ada unsur-unsur yang tidak alkitabiah seperti tenaga dalam dsb, juga diijinkan!

b)   Pembunuhan dalam perang / pembelaan diri nasional.
Kalau pembelaan diri pribadi diijinkan, maka jelas pembelaan diri secara nasional (bukan agresi ke negara lain!) juga harus diijinkan. Hal lain yang mendukung diijinkannya pembelaan diri nasional adalah bahwa Kitab Suci (bahkan Perjanjian Baru) tidak melarang seseorang menjadi tentara (bdk. Luk 3:14  Kis 10:1 - orang-orang ini tidak diperintahkan untuk berhenti menjadi tentara).

Kis 10:1-2,7 - “(1) Di Kaisarea ada seorang yang bernama Kornelius, seorang perwira pasukan yang disebut pasukan Italia. (2) Ia saleh, ia serta seisi rumahnya takut akan Allah dan ia memberi banyak sedekah kepada umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Allah. ... (7) Setelah malaikat yang berbicara kepadanya itu meninggalkan dia, dipanggilnya dua orang hambanya beserta seorang prajurit yang saleh dari orang-orang yang selalu bersama-sama dengan dia”.

Calvin (tentang Kis 10:7): “‘A godly soldier.’ ... And in the mean season, those brain-sick fellows are condemned who cry that it is unlawful for Christians to carry weapons. For these men were warriors, and yet godly, and when they embrace Christ they forsake not their former kind of life; they cast not away their armor as hurtful, nor yet forsake their calling (= ).

c)   Penjatuhan dan pelaksanaan hukuman mati, asal hal ini dilakukan berdasarkan kebenaran / keadilan.
Banyak orang kristen yang tidak menyetujui adanya hukuman mati, dengan alasan bahwa itu merupakan sesuatu yang tidak kasih, tidak menghargai nyawa manusia, tidak alkitabiah, tidak kristiani, dan juga karena mereka menganggap bahwa orang yang dihukum mati itu tidak diberi kesempatan bertobat. Tetapi semua ini merupakan pandangan yang salah, karena:
1.   Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru jelas menyetujui adanya hukuman mati (Kej 9:6  Kel 21:15  Im 20:10  Bil 35:31  Ul 13:5  Ro 13:4)!
Kej 9:6 - “Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambarNya sendiri”.
Kel 21:15 - “Siapa yang memukul ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati”.
Im 20:10 - “Bila seorang laki-laki berzinah dengan isteri orang lain, yakni berzinah dengan isteri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzinah itu”.
Bil 35:31 - “Janganlah kamu menerima uang tebusan karena nyawa seorang pembunuh yang kesalahannya setimpal dengan hukuman mati, tetapi pastilah ia dibunuh”.
Ul 13:5 - “Nabi atau pemimpi itu haruslah dihukum mati, karena ia telah mengajak murtad terhadap TUHAN, Allahmu, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir dan yang menebus engkau dari rumah perbudakan - dengan maksud untuk menyesatkan engkau dari jalan yang diperintahkan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk dijalani. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu”.
Ro 13:4 - “Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat”.
2.   Paulus menyatakan bahwa ia rela dihukum mati kalau ia memang layak untuk itu.
Kis 25:11 - Jadi, jika aku benar-benar bersalah dan berbuat sesuatu kejahatan yang setimpal dengan hukuman mati, aku rela mati, tetapi, jika apa yang mereka tuduhkan itu terhadap aku ternyata tidak benar, tidak ada seorangpun yang berhak menyerahkan aku sebagai suatu anugerah kepada mereka. Aku naik banding kepada Kaisar!’”.
3.   Kalau seorang pembunuh tidak dihukum mati, maka kita tidak menghargai nyawa dari korban pembunuhan tersebut.
John Stott: “Those who campaign for the abolition of the death penalty on the ground that human life (the murderer’s) should not be taken tend to forget the value of the life of the murderer’s victim” [= Mereka yang berkampanye untuk penghapusan hukuman mati dengan dasar bahwa nyawa / kehidupan manusia (dari si pembunuh) tidak boleh diambil, cenderung untuk melupakan nilai dari nyawa / kehidupan dari korban dari si pembunuh] - ‘The Message of the Sermon of the Mount’, hal 83.
4.   Larangan adanya hukuman mati dengan alasan bahwa orang yang dihukum mati tidak diberi kesempatan bertobat, merupakan alasan yang salah. Orang yang dijatuhi hukuman mati tetap mempunyai kesempatan bertobat, karena saat di antara penjatuhan keputusan hukuman mati dan pelaksanaan hukuman mati itu, bisa ia pergunakan untuk bertobat dan percaya kepada Yesus. Kalau ia melakukan hal itu, sekalipun ia mati, ia tetap selamat / masuk surga.

2)   Euthanasia (= pembunuhan karena ‘belas kasi­han’), baik secara aktif maupun pasif.
Misalnya: orang yang sudah sakit berat dan tidak ada harapan untuk sembuh, lalu dibunuh oleh dokter (aktif), atau dibiarkan mati tanpa diberi pertolongan (pasif).

3)         Bunuh diri (bdk Mat 22:39  Kis 16:27-28).
Ingat bahwa diri kita diciptakan oleh Tuhan, dan karenanya adalah milik Tuhan. Jadi kita tidak berhak membunuh diri kita sendiri.

4)   Melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, seperti ngebut, dsb.

5)   Tidak mau menjaga kesehatan / melakukan hal-hal yang merusak kesehatan, seperti:
a)   Sakit tetapi tidak mau ke dokter / minum obat.
b)   Tidak mau berpantang demi kesehatannya (misalnya punya tekanan darah tinggi tetapi terus makan makanan yang asin, dsb).
c)   Merokok (termasuk menjadi perokok pasif).
d)   Menggunakan narkotik, ecstasy, pil koplo, dsb.
e)   Menggunakan minuman keras secara berlebihan.

6)         Abortus / pengguguran kandungan.
Di USA, mulai tahun 1973-1986 terjadi 20 juta aborsi! Ini lebih banyak dari penduduk Los Angeles dan New York City digabung menjadi satu!
Bagaimanapun kecilnya, bayi dalam kandungan itu sudahlah merupakan seorang manusia. Karena itu pengguguran kandungan jelas merupakan pembunuhan.
Dalam memutuskan pengguguran, biasanya yang diperhitungkan ada-lah ibu dari si bayi, sedangkan si bayi tidak diperhitungkan. Misalnya: ibunya mengandung di luar nikah, atau mengandung karena pemer-kosaan. Dari pada ibunya malu, si bayi digugurkan. Ini salah! Bayinya harus diperhitungkan. Apa salahnya bayi itu sehingga harus dibunuh?
Kadang-kadang orang melakukan abortus karena dokter berkata anak itu akan lahir cacat. Perlu diingat bahwa kalau abortus bisa dibenarkan berdasarkan alasan ini, maka konsekwensinya adalah: anak dan orang dewasa yang cacat juga boleh dibunuh!

Dalam Buletin ‘Disciples’, terbitan Perkantas Jatim, Edisi April - Juni 2000, hal 12, ada suatu artikel yang menarik yang berhubungan dengan abortus, yang saya kutip di bawah ini:
“Seandainya anda setuju aborsi .....
1.   Ada seorang pendeta dan istrinya yang sangat, sangat miskin. Mereka mempunyai 14 anak. Sekarang mereka mengetahui bahwa sang istri sedang mengandung anak mereka ke 15. Mereka hidup dalam kemiskinan yang amat sangat. Mengingat kemiskinan dan ledakan penduduk dunia, apakah anda menganjurkan dia untuk aborsi?
2.   Seorang ayah sakit sniffles, sang ibu kena TBC. Mereka punya 4 anak, pertama buta, kedua meninggal, ketiga tuli, keempat kena TBC. Sang ibu mengandung lagi, apakah anda menganjurkan aborsi?
3.   Seorang lelaki kulit putih memperkosa dan menghamili seorang gadis kulit hitam yang berusia 13 tahun. Jika anda orangtua kandung dari gadis itu apakah anda menganjurkan aborsi?
4.   Seorang pemudi hamil. Dia belum menikah. Tunangannya bukanlah ayah dari bayi tersebut, dan ia hendak meninggalkan gadis tersebut. Apakah anda menganjurkan aborsi?”.

Di bawah artikel itu, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu ditulis secara terbalik, dan berbunyi sebagai berikut:
1.   Ketahuilah jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda baru saja membunuh John Wesley, seorang penginjil besar pada abad ke 19.
2.   Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda baru saja membunuh Beethoven, seorang komposer lagu-lagu rohani ternama didunia.
3.   Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda baru saja membunuh Ethel Waters, seorang penyanyi black Gospel ternama didunia.
4.   Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda telah membunuh Yesus, Juruselamat kita.

7)   Penggunaan alat KB tertentu, yang sifatnya abortive / menggugurkan (menghancurkan sel telur dan sperma yang sudah bertemu), seperti spiral. Alat KB lain yang bersifat mencegah pertemuan sperma dengan sel telur, tidak dilarang.

8)         Proses pembuatan bayi tabung.
Sebetulnya saya berpendapat bahwa pembuatan bayi tabung tidak salah, selama pembuatannya menggunakan sperma dan sel telur dari sepasang suami istri. Tetapi biasanya dalam proses pembuatan bayi tabung, tidak dibuat hanya satu bayi tetapi beberapa bayi, dan nanti hanya dipilih salah satu sedangkan yang lain dimusnahkan. Pemusnahan bayi-bayi yang lain ini yang termasuk dalam pembunuhan.

9)         Benci.
1Yoh 3:15 - “Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia. Dan kamu tahu, bahwa tidak ada seorang pembunuh yang tetap memiliki hidup yang kekal di dalam dirinya”.

10)      Marah / mencaci maki.
Mat 5:21-22 - “(21) Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. (22) Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala”.
Ada 2 hal yang perlu diperhatikan:
a)   Tidak semua kemarahan adalah pelanggaran terhadap hukum ke 6 ini. Bandingkan dengan Ef 4:26 - Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu”. Kata-kata yang saya garis-bawahi itu jelas menunjukkan bahwa marah belum tentu merupakan dosa. Yesus juga pernah marah, seperti dalam Mark 3:5 dan Yoh 2:13-17, tetapi Kitab Suci toh berkata bahwa Yesus tidak berdosa (Ibr 4:15). Mengapa? Karena Yesus marah dengan kemarahan yang suci, yang bukan dilandasi oleh kebencian tetapi oleh kasih. Demikian juga kalau orang tua marah kepada anaknya yang berbuat salah, ini tentu tidak bisa dikatakan sebagai dosa. Tetapi ada kemarahan yang dilandasi oleh kebencian, dan ini jelas adalah dosa / pelanggaran terhadap hukum ke 6.
b)   Kata ‘kafir’ dalam Mat 5:22a diterjemahkan ‘Raca’ oleh NIV, dan dalam catatan kaki dikatakan bahwa ini adalah suatu istilah bahasa Aramaic yang merupakan istilah yang menghina. Sedangkan kata ‘jahil’ dalam Mat 5:22b oleh NIV diterjemahkan sebagai ‘fool’ (= tolol). Sama seperti dengan kemarahan, mengatakan ‘kafir’ atau ‘tolol’ tidak selalu bisa dianggap sebagai dosa. Dalam Mat 23:17 Yesus memaki para ahli Taurat dan orang Farisi dengan istilah ‘orang bodoh’ yang dalam bahasa Yunaninya sama dengan istilah yang diterjemahkan ‘tolol’ dalam Mat 5:22b itu. Tetapi toh Yesus dikatakan sebagai tidak berdosa. Jadi jelaslah bahwa tidak semua pengucapan ‘kafir’ atau ‘tolol’ dianggap sebagai pelanggaran hukum ke 6. Kalau kita memaki seseorang sebagai luapan kebencian / emosi yang tidak terkendali, maka barulah kita melanggar hukum ke 6 ini.

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum ke 6 ini?

HUKUM 7: Jangan berzinah (Kel 20:14).

Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:

1)   Melakukan hubungan sex di luar pernikahan (pelacuran, dsb).
Dalam Ul 25:11-12 ada hukum yang kelihatannya aneh, yang bunyinya adalah sebagai berikut: “(11) ‘Apabila dua orang berkelahi dan isteri yang seorang datang mendekat untuk menolong suaminya dari tangan orang yang memukulnya, dan perempuan itu mengulurkan tangannya dan menangkap kemaluan orang itu, (12) maka haruslah kaupotong tangan perempuan itu; janganlah engkau merasa sayang kepadanya.’”.
Perempuan itu melihat suaminya berkelahi, lalu bermaksud menolong suaminya dengan menangkap kemaluan lawan suaminya itu. Hukum Taurat ini mengatakan bahwa tangan perempuan itu harus dipotong. Hukum ini menunjukkan betapa keramatnya alat kelamin di hadapan Allah. Kalau perempuan yang memegang alat kelamin lelaki lain dalam sikon seperti itu (bukan karena nafsu!) harus dihukum dengan dipotong tangannya, apalagi kalau ia melakukannya dalam suatu perselingkuhan / perzinahan (dengan berahi / nafsu)! Dan jelas ini bukan hanya berlaku bagi perempuan saja, tetapi juga bagi laki-laki!

2)   Melakukan hubungan sex sebelum pernikahan (dengan pacar / tunangan).
a)   Hubungan sex sebelum pernikahan tetap adalah dosa, sekalipun pernikahan sudah kurang 1 hari!
b)   Kitab Suci tidak memberikan batasan orang pacaran, selain dari dilarangnya hubungan sex. Jadi, sukar untuk berbicara tentang hal ini secara mutlak. Mungkin sekali Ul 25:11-12 yang sudah saya jelaskan di atas bisa menjadi dasar untuk melarang memegang alat kelamin pacarnya. Ada juga yang berdasarkan Mat 5:28 bahkan melarang orang berciuman. Tetapi saya berpendapat ini terlalu extrim.

3)         Poligami atau poliandri  / beristri atau bersuami lebih dari satu.
a)   Seseorang hanya boleh menikah lagi, kalau pasangannya sudah mati.
Ro 7:2-3 - “(2) Sebab seorang isteri terikat oleh hukum kepada suaminya selama suaminya itu hidup. Akan tetapi apabila suaminya itu mati, bebaslah ia dari hukum yang mengikatnya kepada suaminya itu. (3) Jadi selama suaminya hidup ia dianggap berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain; tetapi jika suaminya telah mati, ia bebas dari hukum, sehingga ia bukanlah berzinah, kalau ia menjadi isteri laki-laki lain”.
Jadi, jangan mempunyai pandangan negatif sedikitpun tentang orang yang menikah lagi setelah pasangannya meninggal dunia!
b)   Kalau ada orang yang sudah terlanjur mempunyai lebih dari satu istri, dan ia lalu menjadi kristen, maka saya berpendapat bahwa ia harus menceraikan istri ke 2 dstnya, tetapi harus tetap membiayai hidup mereka. Mengapa? Karena hanya pernikahan pertama yang sah di hadapan Allah, sedangkan pernikahan kedua dstnya adalah perzinahan. Karena itu, pada waktu ia bertobat / menjadi orang kristen, ia harus membuang semua perzinahan itu.

4)   Bercerai, kecuali kalau terjadi perzinahan (Mat 5:32  Mat 19:9).
Mat 5:32 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah”.
Mat 19:9 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’”.
Perzinahan merupakan satu-satunya alasan yang sah untuk bercerai. Kalau terjadi perzinahan, perceraian diijinkan, bukan diharus­kan.

5)   Pernikahan dengan orang yang bercerai, kecuali kalau perceraian itu adalah perceraian yang sah (terjadi karena ada perzinahan).
Luk 16:18 - “Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.’”.
Catatan: Kalau ada orang sudah menceraikan istrinya, dan lalu menikah lagi dengan perempuan lain, maka Kitab Suci justru melarang orang itu kembali dengan istri pertamanya (rujuk).
Ul 24:1-4 - “(1) ‘Apabila seseorang mengambil seorang perempuan dan menjadi suaminya, dan jika kemudian ia tidak menyukai lagi perempuan itu, sebab didapatinya yang tidak senonoh padanya, lalu ia menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu, sesudah itu menyuruh dia pergi dari rumahnya, (2) dan jika perempuan itu keluar dari rumahnya dan pergi dari sana, lalu menjadi isteri orang lain, (3) dan jika laki-laki yang kemudian ini tidak cinta lagi kepadanya, lalu menulis surat cerai dan menyerahkannya ke tangan perempuan itu serta menyuruh dia pergi dari rumahnya, atau jika laki-laki yang kemudian mengambil dia menjadi isterinya itu mati, (4) maka suaminya yang pertama, yang telah menyuruh dia pergi itu, tidak boleh mengambil dia kembali menjadi isterinya, setelah perempuan itu dicemari; sebab hal itu adalah kekejian di hadapan TUHAN. Janganlah engkau mendatangkan dosa atas negeri yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu”.

6)   Pikiran-pikiran cabul, menginginkan / membayangkan hubungan sex dengan orang yang bukan suami / istrinya.
Mat 5:28 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya”.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan:
a)   Masturbasi / onani termasuk di sini.
Menurut pendapat saya, sebetulnya bukannya masturbasi itu sendiri yang salah, tetapi fantasi sex yang boleh dikatakan selalu menyertai masturbasi. Ini jelas bertentangan dengan Mat 5:28 itu. Tetapi ada kemungkinan bahwa seseorang melakukan masturbasi, tetapi tidak bersalah, yaitu:
1.   Kalau ia bisa melakukannya tanpa fantasi sex. Ini rasanya tidak masuk akal, tetapi saya pernah berdiskusi dengan seseorang yang mengatakan bahwa ia bisa melakukan masturbasi tanpa membayangkan apa-apa. Kalau ini memang bisa dilakukan, saya berpendapat tidak ada dasar apapun untuk menentang masturbasi seperti ini.
2.   Kalau ia melakukan masturbasi itu dengan membayangkan istri / suaminya sendiri, mungkin pada saat ia terpisah jauh dari pasangannya. Dengan istri atau suaminya sendiri, melakukan hubungan sexpun tidak apa-apa, apalagi hanya membayang-kan hubungan sex dengan dia.
b)   ‘Wet dream’ (= mimpi basah) bukanlah dosa, karena ini bukan pikiran dalam keadaan sadar, tetapi dalam mimpi. Memang Im 15:1-18 menganggap lelehan yang keluar itu menajiskan orang itu, tetapi ini adalah ceremonial law (= hukum yang berhubungan dengan upacara agama), yang tidak lagi berlaku saat ini (bdk. Ef 2:15).
c)   Supaya tidak membangkitkan pikiran cabul dalam diri lawan jenis kita, kita tidak seharusnya berpakaian sedemikian rupa sehingga merangsang orang lain, karena dengan demikian, kita menjatuhkan orang lain ke dalam dosa ini. Ini khususnya berlaku untuk perempuan.

7)   Membaca buku-buku cabul, nonton Blue Film, mempercakapkan hal-hal yang cabul.
1Kor 6:18 - Jauhkanlah dirimu dari percabulan! Setiap dosa lain yang dilakukan manusia, terjadi di luar dirinya. Tetapi orang yang melakukan percabulan berdosa terhadap dirinya sendiri”.
Ef 4:29 - Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia”.
Ef 5:3-4 - “(3) Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus. (4) Demikian juga perkataan yang kotor, yang kosong atau yang sembrono--karena hal-hal ini tidak pantas--tetapi sebaliknya ucapkanlah syukur”.

8)         Perkosaan.
Ul 22:23-27 - “(23) Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan--jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia, (24) maka haruslah mereka keduanya kamu bawa ke luar ke pintu gerbang kota dan kamu lempari dengan batu, sehingga mati: gadis itu, karena walaupun di kota, ia tidak berteriak-teriak, dan laki-laki itu, karena ia telah memperkosa isteri sesamanya manusia. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu. (25) Tetapi jikalau di padang laki-laki itu bertemu dengan gadis yang telah bertunangan itu, memaksa gadis itu tidur dengan dia, maka hanyalah laki-laki yang tidur dengan gadis itu yang harus mati, (26) tetapi gadis itu janganlah kauapa-apakan. Gadis itu tidak ada dosanya yang sepadan dengan hukuman mati, sebab perkara ini sama dengan perkara seseorang yang menyerang sesamanya manusia dan membunuhnya. (27) Sebab laki-laki itu bertemu dengan dia di padang; walaupun gadis yang bertunangan itu berteriak-teriak, tetapi tidak ada yang datang menolongnya”.
Catatan: jangan menekankan kata-kata yang saya garis bawahi (‘di kota’ dan ‘di padang’). Yang ditekankan adalah: apakah memungkinkan bagi gadis itu untuk berteriak minta tolong atau tidak. Kata ya, ia bersalah karena tidak berteriak. Kalau tidak, ia tidak bersalah.

9)         Incest / perzinahan dalam keluarga.
Im 18:6-18 - “(6) Siapapun di antaramu janganlah menghampiri seorang kerabatnya yang terdekat untuk menyingkapkan auratnya; Akulah TUHAN. (7) Janganlah kausingkapkan aurat isteri ayahmu, karena ia hak ayahmu; dia ibumu, jadi janganlah singkapkan auratnya. (8) Janganlah kausingkapkan aurat seorang isteri ayahmu, karena ia hak ayahmu. (9) Mengenai aurat saudaramu perempuan, anak ayahmu atau anak ibumu, baik yang lahir di rumah ayahmu maupun yang lahir di luar, janganlah kausingkapkan auratnya. (10) Mengenai aurat anak perempuan dari anakmu laki-laki atau anakmu perempuan, janganlah kausingkapkan auratnya, karena dengan begitu engkau menodai keturunanmu. (11) Mengenai aurat anak perempuan dari seorang isteri ayahmu, yang lahir pada ayahmu sendiri, janganlah kausingkapkan auratnya, karena ia saudaramu perempuan. (12) Janganlah kausingkapkan aurat saudara perempuan ayahmu, karena ia kerabat ayahmu. (13) Janganlah kausingkapkan aurat saudara perempuan ibumu, karena ia kerabat ibumu. (14) Janganlah kausingkapkan aurat isteri saudara laki-laki ayahmu, janganlah kauhampiri isterinya, karena ia isteri saudara ayahmu. (15) Janganlah kausingkapkan aurat menantumu perempuan, karena ia isteri anakmu laki-laki, maka janganlah kausingkapkan auratnya. (16) Janganlah kausingkapkan aurat isteri saudaramu laki-laki, karena itu hak saudaramu laki-laki. (17) Janganlah kausingkapkan aurat seorang perempuan dan anaknya perempuan. Janganlah kauambil anak perempuan dari anaknya laki-laki atau dari anaknya perempuan untuk menyingkapkan auratnya, karena mereka adalah kerabatmu; itulah perbuatan mesum. (18) Janganlah kauambil seorang perempuan sebagai madu kakaknya untuk menyingkapkan auratnya di samping kakaknya selama kakaknya itu masih hidup”.
Im 20:11-12,17,19-21 - “(11) Bila seorang laki-laki tidur dengan seorang isteri ayahnya, jadi ia melanggar hak ayahnya, pastilah keduanya dihukum mati, dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri. (12) Bila seorang laki-laki tidur dengan menantunya perempuan, pastilah keduanya dihukum mati; mereka telah melakukan suatu perbuatan keji, maka darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri. ... (17) Bila seorang laki-laki mengambil saudaranya perempuan, anak ayahnya atau anak ibunya, dan mereka bersetubuh, maka itu suatu perbuatan sumbang, dan mereka harus dilenyapkan di depan orang-orang sebangsanya; orang itu telah menyingkapkan aurat saudaranya perempuan, maka ia harus menanggung kesalahannya sendiri. ... (19) Janganlah kausingkapkan aurat saudara perempuan ibumu atau saudara perempuan ayahmu, karena aurat seorang kerabatnya sendirilah yang dibuka, dan mereka harus menanggung kesalahannya sendiri. (20) Bila seorang laki-laki tidur dengan isteri saudara ayahnya, jadi ia melanggar hak saudara ayahnya, mereka mendatangkan dosa kepada dirinya, dan mereka akan mati dengan tidak beranak. (21) Bila seorang laki-laki mengambil isteri saudaranya, itu suatu kecemaran, karena ia melanggar hak saudaranya laki-laki, dan mereka akan tidak beranak”.
1Kor 5:1 - “Memang orang mendengar, bahwa ada percabulan di antara kamu, dan percabulan yang begitu rupa, seperti yang tidak terdapat sekalipun di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, yaitu bahwa ada orang yang hidup dengan isteri ayahnya”.

10)      Penyimpangan-penyimpangan sex (sexual deviation), seperti:
a)   Homosex.
Im 18:22 - “Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian”.
Im 20:13 - “Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri”.
Ro 1:26-27 - “(26) Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. (27) Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka”.
b)   Bestiality / Zoophilia / hubungan sex dengan binatang.
Kel 22:19 - “Siapapun yang tidur dengan seekor binatang, pastilah ia dihukum mati”.
Im 18:23 - “Janganlah engkau berkelamin dengan binatang apapun, sehingga engkau menjadi najis dengan binatang itu. Seorang perempuan janganlah berdiri di depan seekor binatang untuk berkelamin, karena itu suatu perbuatan keji”.
Im 20:15-16 - “(15) Bila seorang laki-laki berkelamin dengan seekor binatang, pastilah ia dihukum mati, dan binatang itupun harus kamu bunuh juga. (16) Bila seorang perempuan menghampiri binatang apapun untuk berkelamin, haruslah kaubunuh perempuan dan binatang itu; mereka pasti dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri”.
Tetapi oral sex, sekalipun dianggap berdosa oleh banyak orang, tidak pernah dikecam / dilarang oleh Kitab Suci, tentu saja selama hal itu dilakukan oleh pasangan suami istri. Kalau saudara menganggap ini sesuatu yang tidak wajar, maka perlu dipertanyakan: tidak wajar menurut siapa? Saya pernah membaca suatu majalah yang mengadakan angket tentang hal ini dan ternyata lebih banyak pasangan yang melakukan oral sex dari pada yang tidak!

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum ketujuh ini?

HUKUM 8: Jangan mencuri (Kel 20:15).

Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:
1)   Mengambil sesuatu yang bukan miliknya sendiri tanpa ijin, baik besar maupun kecil.
2)   Mencuri waktu dalam bekerja, misalnya: datang terlambat, pulang terlalu pagi, kerja malas-malasan.
3)   Tidak mengembalikan barang / uang yang dipinjam (bdk. Maz 37:21).
4)   Mencuri dengan menggunakan ukuran / timbangan yang tidak cocok (Im 19:35-36  Amsal 11:1  20:10  Yeh 45:10-12  Mikha 6:10-11).
5)   Korupsi (Luk 3:13  Yoh 12:6).
6)   Menaikkan bon / kwitansi (Luk 3:13).
7)   Mencuri nilai dengan cara tidak jujur pada  waktu ulangan / ujian.
8)   Mencuri air / listrik / telpon / pajak.
9)   Menyalahgunakan fasilitas kantor / perusahaan, seperti telpon, mobil, dsb, untuk kepentingan pribadi.
10) Tidak memberikan persembahan persepuluhan.
Persembahan persepuluhan adalah milik Tuhan (Im 27:30), dan karena itu kalau kita tidak memberikannya kepada Tuhan, kita mencuri / merampok milik Tuhan (Mal 3:6-12 - kata ‘menipu’ di sini seharusnya adalah ‘merampok’).
Satu hal lain yang perlu diketahui tentang persembahan persepuluhan ialah bahwa persembahan persepuluhan harus diberikan kepada gereja. Ini ditunjukkan oleh ayat-ayat di bawah ini:
a)   Ul 12:5-6 - “(5) Tetapi tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu, dari segala sukumu sebagai kediamanNya untuk menegakkan namaNya di sana, tempat itulah harus kamu cari dan ke sanalah harus kamu pergi. (6) Ke sanalah harus kamu bawa korban bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan persepuluhanmu dan persembahan khususmu, korban nazarmu dan korban sukarelamu, anak-anak sulung lembu sapimu dan kambing dombamu”.
b)   Neh 10:37-38 - “(37) Dan tepung jelai kami yang mula-mula, dan persembahan-persembahan khusus kami, dan buah segala pohon, dan anggur dan minyak akan kami bawa kepada para imam, ke bilik-bilik rumah Allah kami, dan kepada orang-orang Lewi akan kami bawa persembahan persepuluhan dari tanah kami, karena orang-orang Lewi inilah yang memungut persembahan-persepuluhan di segala kota pertanian kami. (38) Seorang imam, anak Harun, akan menyertai orang-orang Lewi itu, bila mereka memungut persembahan persepuluhan. Dan orang-orang Lewi itu akan membawa persembahan persepuluhan dari pada persembahan persepuluhan itu ke rumah Allah kami, ke bilik-bilik rumah perbendaharaan.
c)   Mal 3:10 - Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumahKu dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan”.
Jadi, persembahan persepuluhan merupakan suatu kewajiban bagi setiap orang kristen terhadap gereja dan dengan demikian persembahan persepuluhan tidak boleh diberikan kepada apapun / siapapun selain gereja, seperti:
1.   Orang miskin, korban bencana alam, yatim piatu, dsb.
Tetapi bagaimana dengan Ul 26:12 - “‘Apabila dalam tahun yang ketiga, tahun persembahan persepuluhan, engkau sudah selesai mengambil segala persembahan persepuluhan dari hasil tanahmu, maka haruslah engkau memberikannya kepada orang Lewi, orang asing, anak yatim dan kepada janda, supaya mereka dapat makan di dalam tempatmu dan menjadi kenyang”?
Ul 26:12 tidak berarti bahwa persembahan persepuluhan boleh diberikan kepada orang miskin. Perhatikan baik-baik ayat itu dan saudara akan melihat bahwa persembahan persepuluhan itu bukannya diberikan kepada orang miskin, tetapi bisa dikatakan digunakan untuk pesta makan bersama dengan orang miskin di Bait Allah. Pada jaman sekarang, ini lebih tepat dikontextualisasikan sebagai ‘acara gereja’.
2.   ‘para church’.
Perlu diketahui bahwa ‘para church’, seperti STRIS / LRII, PERKANTAS, dan persekutuan-persekutuan dan lembaga-lembaga kristen lainnya, tetap bukan merupakan ‘church’ (= gereja), dan karena itu persembahan persepuluhan tidak boleh diberikan kepada mereka.
3.   Hamba Tuhan.
Saudara harus memberikannya kepada gereja dan biarlah gereja itu yang memberikannya sebagai biaya hidup hamba Tuhan.
Apakah ini berarti bahwa orang kristen tidak boleh menyumbang / memberi persembahan kepada orang miskin, korban bencana alam, yatim piatu, ‘para church’ dan hamba Tuhan? Tentu boleh, tetapi jangan menggunakan yang 10 %, tetapi gunakanlah 90 % sisanya! Yang 10 % tidak boleh diganggu gugat dan harus diberikan kepada gereja!
Juga dalam memberikannya ke gereja, saudara harus memilih gereja yang benar, bukan seadanya gereja, karena memberikan persembahan persepuluhan kepada gereja yang sesat adalah sama dengan memberikannya kepada setan.
11) Menjadi tukang tadah barang curian.
Amsal 29:24 (NASB): ‘He who is a partner with a thief hates his own life’ (= Ia yang menjadi partner dengan seorang pencuri membenci hidupnya / nyawanya sendiri).
Kalau saudara membeli barang curian, maka sebetulnya saudara sudah menjadi partner dengan pencurinya, dan ini jelas merupakan dosa! Karena itu jangan sembarangan membeli barang di loakan, yang saudara tahu berasal dari pencurian.
12) Pembajakan cassette, buku, CD dan sebagainya. Dengan melakukan hal-hal ini kita mencuri hak cipta dari si pencipta barang tersebut.
13) Kleptomania.
Ini adalah penyakit jiwa yang menyebabkan orangnya mencuri. Cirinya adalah:
a)   Tindakan mencuri itu muncul karena dorongan hati yang tiba-tiba (impulse), bukan dengan perencanaan.
b)   Ia mencuri tanpa alasan. Jadi, bukan karena membutuhkan barang yang dicuri itu, atau karena mau menjualnya, dsb.
Sekalipun ini adalah penyakit kejiwaan, saya berpendapat bahwa ini tetap adalah dosa. Bukankah homosex juga adalah penyakit kejiwa-an? Tetapi itu tetap dikecam oleh Kitab Suci. Lalu mengapa Klepto-mania tidak?

14) Menahan / mengambil sesuatu yang kita temukan, padahal kita mengetahui pemiliknya dan bisa mengembalikannya.
Kalau kita menemukan sesuatu, yang tidak bisa diketahui pemiliknya, maka kita boleh memilikinya. Ini bukan pencurian. Tetapi kalau kita mengetahui siapa pemiliknya, dan kita bisa mengembalikannya, kita harus mengembalikannya. Kalau kita menahannya / mengambilnya dalam kasus seperti itu, kita adalah pencuri!
Bdk. Ul 22:1-3 - “(1) ‘Apabila engkau melihat, bahwa lembu atau domba saudaramu tersesat, janganlah engkau pura-pura tidak tahu; haruslah engkau benar-benar mengembalikannya kepada saudaramu itu. (2) Dan apabila saudaramu itu tidak tinggal dekat denganmu dan engkau tidak mengenalnya, maka haruslah engkau membawa hewan itu ke dalam rumahmu dan haruslah itu tinggal padamu, sampai saudaramu itu datang mencarinya; engkau harus mengembalikannya kepadanya. (3) Demikianlah harus kauperbuat dengan keledainya, demikianlah kauperbuat dengan pakaiannya, demikianlah kauperbuat dengan setiap barang yang hilang dari saudaramu dan yang kautemui; tidak boleh engkau pura-pura tidak tahu.
Dalam majalah berjudul ‘Reader’s Digest’, June 2001, hal 37-41, ada artikel sebagai berikut:
Reader’s Digest menyebarkan di kota-kota besar di beberapa negara sebanyak 1.100 dompet, berisikan uang senilai $ 50 dalam mata uang lokal, disertai dengan nama, alamat dan nomor telpon dari si pemilik.
Dompet-dompet itu disebarkan di tempat-tempat yang bervariasi, seperti tempat telpon umum, di depan bangunan kantor, toko-toko, tempat parkir, restoran, dan bahkan tempat ibadah. Juga pada saat suatu dompet ditinggalkan di suatu tempat, dompet itu diawasi dari jauh, untuk melihat reaksi dari si penemu dompet.

Hasil total, 44 % dari dompet-dompet itu tidak kembali.
Hasil terperinci:
1.   Denmark & Norwegia          kembali 100 %.
Sampai diberi komentar: apakah perlu di sana orang mengunci pintu rumah?
2.   Singapura                                         kembali 90 %.
3.   Australia & Jepang              kembali 70 %.
4.   Amerika Serikat                                kembali 67 %.
5.   Inggris                                                            kembali 65 %.
6.   Belanda                                                         kembali 50 %.
7.   Jerman                                                           kembali 45 %.
8.   Rusia                                                             kembali 43 %.
9.   Filipina                                                           kembali 40 %.
10. Itali                                                                  kembali 35 %.
11. Cina                                                               kembali 30 %.
12. Mexico                                                           kembali 21 %.

Hal yang menarik adalah bahwa kadang-kadang orang kaya tidak mengembalikan dompet itu, sebaliknya orang miskin, yang betul-betul membutuhkan, justru mengembalikannya.
Di Lausanne, Swiss, seorang wanita berpakaian bagus, memakai mantel dan sepatu hak tinggi, sedang berjalan dengan anaknya perempuan. Perempuan itu membungkuk untuk mengambil dompet itu, lalu mereka berdua berpandang-pandangan, dan perempuan itu lalu memasukkan dompet itu ke kantongnya, dan tidak mengembalikannya.
Sebaliknya seorang bangsa Albania, yang lari dari Kosovo dan bekerja sebagai pelayan restoran di Swiss, mengembalikan dompet itu sambil berkata: ‘Saya tahu betapa keras / berat seseorang harus bekerja untuk mendapatkan uang sebanyak itu’.
Juga seorang Kanada menemukan uang itu, dan ia lalu berpikir: ‘Mungkin pemiliknya adalah seorang cacat, yang membutuhkan uang ini lebih dari saya’. Ia lalu mengembalikan uang itu, padahal ia sendiri adalah orang miskin yang bekerja sebagai seorang pemulung kaleng-kaleng minuman untuk didaur-ulang.
Ada seorang wanita di North Carolina, Amerika Serikat, yang pada waktu menemukan dompet itu, mula-mula berpikir: ‘Aku bisa menggunakan uang ini’. Tetapi ia lalu melihat ada foto seorang bayi dalam dompet itu, dan lalu berpikir bahwa pemilik dompet ini lebih membutuhkan uang ini dari aku. Dan ia lalu mengembalikan dompet itu.
Ada beberapa orang yang mengembalikan dompet itu karena mereka sendiri pernah kehilangan dompet dan tidak kembali. Seorang di Belanda mengembalikan dompet itu sambil berkata: ‘Pada saat saya adalah seorang anak, saya kehilangan dompet saya di taman hiburan, dan tidak pernah kembali. Saya tidak mau pemilik dompet ini merasakan hal yang sama’.

Bagaimana pengembalian dompet di kalangan orang-orang yang religius?
Seorang wanita muslim Malaysia, yang sekalipun sama sekali tidak kaya, tanpa ragu-ragu sesaatpun, mengembalikan uang itu. Ia berkata: ‘Sebagai orang Islam, saya sadar akan pencobaan dan bagaimana mengalahkannya’.
Di Taipei, seorang pemeluk agama Buddha yang sungguh-sungguh, menemukan dompet itu dan langsung mengembalikannya, dan ia berkata: ‘Adalah kewajibanku untuk melakukan perbuatan baik’.
Di Rusia, seorang wanita yang dibayar untuk mengajar anak-anak di rumah, mengembalikan dompet itu untuk mentaati salah satu dari 10 hukum Tuhan. Ia berkata: ‘Beberapa tahun yang lalu, mungkin aku sudah mengambilnya, tetapi sekarang aku sudah berubah secara total. Seperti dikatakan: Janganlah mengingini milik sesamamu’.
Tetapi di Mexico, sedikitnya 2 orang kristen (katolik) mengambil dompet itu, melihat isinya, lalu membuat tanda salib, dan tidak mengembalikannya.
Reader's Digest memberi komentar: “The cash, they must have decided, was heaven-sent” (= Mereka pasti memutuskan / menganggap bahwa uang tunai itu dikirim dari surga) - hal 40.

Artikel itu ditutup dengan kata-kata sebagai berikut: “For the rest of you, those who kept the cash, you’ve got our number - and we know where you live” (= Untuk kalian yang lain, yang menahan uang tunai itu, kalian punya nomer telpon kami - dan kami tahu dimana kalian tinggal) - hal 41.

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum kedelapan ini?

HUKUM 9: Jangan bersaksi dusta (Kel 20:16 bdk. Im 19:11).

Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:

1)         Dusta yang dilakukan dengan:
a)   Lidah.
Contoh:
1.   Dalam bisnis / dagang.
bdk. Amsal 20:14 - “‘Tidak baik! Tidak baik!’, kata si pembeli, tetapi begitu ia pergi, ia memuji dirinya”.
2.   Fitnah / meneruskan kabar angin yang belum tentu benar, apalagi tentang hamba Tuhan.
bdk. 1Tim 5:19 - “Janganlah engkau menerima tuduhan atas seorang penatua kecuali kalau didukung dua atau tiga orang saksi”.
3.   Dusta tentang usia anak, supaya dapat discount.
b)   Tulisan.
Contoh:
1.   Memalsu tanda tangan.
2.   Mengubah umur / tahun kelahiran pada waktu mengambil SIM.
3.   Menaikkan bon / kwitansi.
4.   Mahasiswa yang mau dititipi absensi oleh teman yang bolos kuliah.
5.   Mengisi formulir pendaftaran secara tidak jujur; biasanya dalam persoalan gaji orang tua, gajinya direndahkan.
6.   Menandatangani pernyataan yang tidak benar.
7.   Memberi surat sakit, padahal tidak sakit.
c)   Sikap / pura-pura (bdk. 1Sam 21:10-15, dimana Daud berpura-pura gila).
Contoh:
pura-pura sakit / sedih.
bersikap munafik.

Dusta tetap dilarang:
¨      baik hal itu merugikan orang lain atau tidak.
Contoh: berkata kepada pengemis: ‘Tidak punya uang’, padahal saudara punya uang. Sekalipun ini tidak merugikan siapa-siapa, ini tetap merupakan dosa.
¨      sekalipun hal itu diperintahkan oleh orang tua / boss! Memang yang memerintahkan salah, tetapi yang melaksanakan juga salah.
¨      sekalipun hal itu dilakukan untuk tujuan yang baik. Jangan percaya pada apa yang disebut ‘white lie’ (= dusta putih). Ingat bahwa tujuan yang baik tidak menghalalkan cara yang tidak baik!
Ironside: “Men are in the habit of distinguishing between different types of lies. Some lies are called ‘white lies,’ and some are called ‘black lies.’. But my Bible tells me, ‘All liars shall have their part in the lake which burneth with fire and brimstone’ (Rev. 21:8). It does not make any distinction between white, black, and gray lies” [= Manusia biasa membedakan antara jenis-jenis dusta yang berbeda. Sebagian dusta disebut ‘dusta putih’, dan sebagian disebut ‘dusta hitam’. Tetapi Alkitab saya memberi tahu saya: ‘... semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; ...’ (Wah 21:8). Alkitab tidak membuat pembedaan apapun antara dusta-dusta putih, hitam dan abu-abu] - ‘Timothy, Titus, & Philemon’, hal 26.
¨      sekalipun itu dilakukan terhadap orang yang brengsek.
Robert L. Dabney: “... God, and not the hearer, is the true object on whom any duty of veracity terminates. God always has the right to expect truth from me, however unworthy the person to whom I speak” (= ... Allah, dan bukan pendengarnya, merupakan obyek / tujuan yang benar terhadap siapa kewajiban kejujuran ditujukan. Allah selalu mempunyai hak untuk mengharapkan kebenaran dari aku, tidak peduli betapa tidak berharganya orang kepada siapa aku berbicara) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 425.

2)   Gereja yang merencanakan bahwa suatu acara akan dimulai pk. 19.00, tetapi mengumumkannya kepada jemaat bahwa acara dimulai pk. 18.30, karena memperkirakan bahwa jemaat bakal ngaret / terlambat. Ini salah, bukan hanya karena ini merupakan suatu dusta, tetapi juga justru malah mendidik jemaat untuk datang terlambat.

3)   Tidak menepati janji, baik kepada Tuhan (Pengkh 5:3-4), maupun ke-pada manusia (bdk. Maz 15:4).
Dan sebagainya 5:3-4 - “(3) Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu. (4) Lebih baik engkau tidak bernazar dari pada bernazar tetapi tidak menepatinya”.
Maz 15:4 - “yang memandang hina orang yang tersingkir, tetapi memuliakan orang yang takut akan TUHAN; yang berpegang pada sumpah, walaupun rugi.
Misalnya:
tidak menepati janji pada waktu camp, KKR, dan sebagainya
tidak menepati janji pacaran / pernikahan. Ini mungkin yang paling banyak / sering dilanggar!
tidak menepati janji untuk bertemu atau untuk hal yang remeh sekalipun.
tidak menepati janji untuk menelpon kembali. Saya sering ditelpon orang, dan pada waktu pembantu / istri memberitahu orang itu bahwa saya tidak ada, maka orang itu berkata bahwa nanti jam sekian ia akan menelpon kembali. Dalam pengalaman saya, kemungkinannya 90 % atau lebih, orang itu tidak menelpon pada jam yang telah ia janjikan.

4)         Sinterklaas / Santa Claus.
Penggabungan Sinterklaas / Santa Claus dengan Natal merupakan hal yang menyedihkan dan salah, bukan hanya karena sebetulnya kedua hal itu sama sekali tidak ada hubungannya, tetapi terutama mengingat bahwa Sinterklas / Santa Claus adalah dongeng / takhyul yang bersifat dusta dan Natal adalah peristiwa historis / fakta dalam Kitab Suci. Tetapi celakanya banyak gereja dan orang kristen yang menggabungkan kedua hal ini.
Catatan: Encyclopedia Britannica 2000 mengatakan bahwa Santa Claus dilatar-belakangi oleh seseorang yang bernama Santo Nikolas, yang dikatakan hidup pada abad ke 4. Tetapi Encyclopedia Britannica 2000 mengatakan bahwa keberadaannya tidak pernah dibuktikan oleh dokumen sejarah manapun. Sedangkan Sinterklaas, yang merupakan versi Belanda, jelas-jelas merupakan dusta.

5)   Membual, menambah-nambahi cerita, termasuk dalam khotbah / pemerintah-beritaan Firman Tuhan. Banyak pengkhotbah berbuat dosa dengan cara ini! Juga banyak orang kristen, yang sekalipun maksudnya baik, tetapi dalam bersaksi menceritakan dusta.

6)         Memfitnah.
Mungkin ini adalah bentuk dusta yang paling kejam! Tetapi celakanya banyak orang kristen sering memfitnah, baik secara sengaja, maupun tidak sengaja (menceritakan berita yang disangka benar, tetapi ternyata tidak benar).

7)   Dusta / fitnah bisa dilakukan dengan menceritakan setengah kebenaran (half truth).
Memang tidak setiap kali kita menceritakan sesuatu, kita harus menceri­takan seluruh kebenaran. Tetapi seringkali, kalau kebenaran tidak diceritakan seluruhnya tetapi hanya sebagian saja, itu bisa merugikan / menjatuhkan nama orang lain. Dalam hal ini, sekalipun hal yang kita ceritakan itu bukan dusta, tetapi kita tetap memfitnah orang yang kita ceritakan itu. Misalnya kalau saudara bertemu dengan saya pada waktu saya pergi ke bioskop dengan istri saya dan seorang wanita lain, dan saudara lalu menceritakan kepada orang-orang lain bahwa saya pergi dengan seorang wanita lain (tanpa menceritakan tentang ikut sertanya istri saya), maka itu jelas adalah half truth yang bersifat memfitnah!
Karena itu kalau saudara ingin menceritakan sesuatu maka pikirkanlah lebih dulu, apakah dengan membuang bagian-bagian tertentu saudara tidak sedang menjelekkan nama orang lain.
Dusta dengan menceritakan setengah kebenaran ini juga bisa dilakukan oleh orang kristen yang dalam bersaksi hanya menceritakan hal-hal yang enak / berkat yang mereka alami dari Tuhan, tetapi sengaja menyembunyikan / tidak mengakui hal-hal yang tidak enak yang mereka alami dalam mengikuti Kristus.

8)   Dusta / fitnah juga bisa dilakukan dengan mengubah nada bicara / mimik wajah!
Misalnya: kalau si A berka­ta kepada saudara: ‘si B itu gila’. Ia mengatakan hal itu dengan wajah tersenyum, dan tidak betul-betul bermaksud memaki si B. Tetapi saudara lalu menyampaikan hal itu kepada si B dengan berkata: ‘Si A berkata: kamu itu gila!’, dengan nada membentak dan wajah yang marah, maka sebetulnya saudara sedang memfitnah si A!
Karena itu setiap kali saudara menceritakan tentang apa yang dikatakan oleh orang lain, perhatikanlah apakah nada dan mimik wajah saudara sesuai dengan aslinya!

Catatan: Jujur tidak berarti bahwa kita harus membuka semua rahasia! Kita boleh merahasiakan, tetapi tidak boleh berdusta.

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum kesembilan ini? Kalau saudara tahu bahwa saudara sudah sering / banyak berdusta, maka jangan menganggapnya sebagai dosa yang remeh, karena Wah 21:8 mengatakan bahwa semua pendusta akan masuk ke dalam lautan yang menyala-nyala dengan api dan belerang! Juga perhatikan Kis 5:1-11, dimana Ananias dan Safira dihukum mati oleh Tuhan karena berdusta.

HUKUM 10: Jangan mengingini milik sesamamu (Kel 20:17).

Tidak semua keinginan adalah dosa. Keinginan yang dilarang oleh hukum ini adalah keinginan yang didasari oleh iri hati.

Contoh pelanggaran dari hukum ini:
·         ingin kaya seperti tetangga.
·         ingin mobil, TV, video seperti tetangga.
·         ingin kecantikan orang lain.
·         ingin suami / istri / pacar orang lain.
·         ingin kepandaian / bakat orang lain.

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum kesepuluh ini?

Hal-hal yang perlu diketahui tentang 10 Hukum Tuhan:

1)         10 Hukum Tuhan ini berlaku sampai akhir jaman.
Mat 5:17-19 - “(17) ‘Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. (18) Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. (19) Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga”.

2)   Mat 22:37-40 menunjukkan bahwa 10 Hukum Tuhan ini dapat disimpulkan dalam 2 hukum saja, yaitu:
Kasih kepada Allah.
Kasih kepada sesama manusia.
Mat 22:37-40 - “(37) Jawab Yesus kepadanya: ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. (38) Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. (39) Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (40) Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.’”.

3)   Tujuan 10 Hukum Tuhan.

10 Hukum Tuhan diberikan bukan sebagai jalan untuk pergi ke surga! Tujuan 10 Hukum Tuhan yang terutama adalah me-nyadarkan kita akan dosa kita. Sudahkah saudara sadar akan banyaknya dosa saudara?

II) Hukuman dosa.


Pada waktu Adam jatuh ke dalam dosa, maka dosanya mempunyai akibat yang menimpa seluruh umat manusia, karena ia merupakan wakil dari seluruh umat manusia.

Akibat dosa Adam:

1)   Penderitaan.

a)         Orang perempuan merasa sakit waktu melahirkan (Kej 3:16).

b)         Pekerjaan menjadi sukar (Kej 3:17-19a).
Sebetulnya pekerjaan itu sendiri bukanlah hukuman dosa, karena pekerjaan sudah ada sebelum dosa ada (Kej 2:15). Tetapi sebelum ada dosa, pekerjaan tidak sukar, dan setelah dosa ada, pekerjaan menjadi sukar, dan ini merupakan sebagian hukuman dosa.

c)         Rasa gelisah, takut, kuatir, tidak damai (Kej 3:7-10  Yes 48:22).
Yes 48:22 berbunyi: “‘Tidak ada damai sejahtera bagi orang-orang fasik!’ firman TUHAN”.
Dalam kontex Kitab Suci, yang dimaksud dengan ‘orang fasik’ bukan sekedar penjahat, pembunuh, dsb, tetapi semua orang yang belum percaya kepada Yesus.

Tuhan sudah mendesign manusia sedemikian rupa sehingga ia hanya bisa hidup bahagia, damai, sukacita, kalau ia hidup dalam persekutuan dengan Allah. Kalau ia keluar dari design ini dan tidak mempunyai persekutuan dengan Allah, maka hidupnya pasti tidak akan damai, sukacita, bahagia. Paling-paling ia bisa mem-punyai kesenangan duniawi yang bersifat semu dan sementara, tetapi damai dan sukacita sejati tidak akan mungkin ia miliki.

Kesimpulan: Jadi, penderitaan sebagai hukuman dosa ini mencakup baik penderitaan fisik / jasmani, maupun penderitaan batin.

Catatan: Sekalipun dosa dihukum dengan penderitaan, tetapi penderitaan tidak selalu merupakan hukuman dari dosa. Kadang-kadang penderitaan merupakan hukuman dari dosa, seperti misalnya dalam kasus Gehazi (2Raja 5:25-27), tetapi kadang-kadang tidak, seperti dalam kasus Ayub, dan juga dalam kasus orang buta dalam Yoh 9:1-3. Karena itu, pada waktu menghadapi orang yang mengalami penderitaan, jangan sembarangan menghakiminya dengan mengatakan bahwa ia menderita pasti karena dosa.

2)   Putus hubungan dengan Allah (Kej 3:23  Yes 59:2).
Yes 59:2 - “tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu”.
Karena Allah itu suci, Ia tidak bisa bersatu dengan manusia yang berdosa.

3)   Kematian (Kej 3:19).
Kematian ini bisa datang setiap saat, dan tidak akan bisa dihindari.
Illustrasi: ada dongeng kuno tentang seorang pedagang di Bagdad. Suatu hari ia suruh pelayannya pergi ke pasar. Pelayan itu kembali dengan muka pucat ketakutan. Tuannya bertanya: ‘Ada apa?’. Pelayan itu menjawab: ‘Tuan, aku bertemu dengan maut. Maut itu melihat aku, lalu menggerak-gerakkan tangannya secara menakutkan. Tuan, aku takut sekali, tolong pinjami aku kuda, supaya aku bisa lari’. Tuan itu bertanya: ‘Kamu mau lari kemana?’. ‘Aku mau lari ke kota Samarra’. Tuan itu kasihan dan lalu meminjamkan kudanya dan pelayan itu lari ke kota Samarra. Tuan itu lalu merasa penasaran, dan ia lalu pergi ke kota untuk mencari maut itu. Waktu bertemu dengan maut, ia lalu bertanya: ‘Hai maut, mengapa kamu menakut-nakuti pelayanku?’. Maut menjawab: ‘Aku tidak menakut-nakuti dia. Aku hanya heran melihat dia di pasar di kota Bagdad ini, karena aku mempunyai perjanjian untuk bertemu dengan dia malam ini di kota Samarra’.
Kalau kematian datang pada saudara malam ini, siapkah saudara?

4)   Semua manusia menjadi manusia berdosa.
Ro 5:18a,19a - “(18a) Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, ... (19a) Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, ...”.
Jelas bahwa yang dimaksud dengan ‘satu pelanggaran’ dan ‘ketidak-taatan satu orang’ adalah dosa pertama Adam. Jadi, ayat ini mengatakan bahwa gara-gara dosa pertama Adam, maka semua manusia menjadi orang berdosa di hadapan Tuhan. Mengapa? Karena Adam, yang adalah manusia pertama, dianggap sebagai wakil dari seluruh umat manusia oleh Allah.
Illustrasi: Kalau Indonesia mengirimkan team sepak bola ke luar negeri untuk suatu pertandingan, maka pada waktu team itu kalah, orang berkata ‘Indonesia kalah’. Kita tidak ikut main sepak bola, tetapi tetap dianggap kalah, karena wakil kita kalah.

Ada agama lain yang percaya bahwa pada waktu lahir, manusia itu suci. Tetapi kekristenan tidak mempercayai hal seperti itu. Kekristenan menga-takan bahwa sejak lahir, bahkan pada waktu masih dalam kandungan, manusia sudah adalah orang berdo­sa. Inilah yang disebut dosa asal / original sin. Ayat-ayat lain yang menjadi dasar dosa asal ini adalah:
a)   Maz 51:7 - “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku”.
b)   Ayub 25:4 - “Bagaimana manusia benar di hadapan Allah, dan bagai-mana orang yang dilahirkan perempuan itu bersih?”.
c)   Maz 58:4 - “Sejak lahir orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan pendusta-pendusta telah sesat”.
d)   Yes 48:8b - “orang menyebutkan engkau: pemberontak sejak dari kandungan”.

5)   Semua manusia ada di bawah murka Allah.
Yoh 3:36 - “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya”.
Kata ‘tetap’ di sini menunjukkan bahwa dari semula (sejak orang itu lahir), murka Allah itu sudah ada di atasnya. Kalau ia percaya kepada Yesus, maka murka itu dicabut, tetapi kalau ia tidak percaya / tidak taat, maka murka Allah itu tetap ada di atasnya.

Ef 2:1-3 - “(1) Kamu dahulu sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosamu. (2) Kamu hidup di dalamnya, karena kamu mengikuti jalan dunia ini, karena kamu mentaati penguasa kerajaan angkasa, yaitu roh yang sekarang sedang bekerja di antara orang-orang durhaka. (3) Sebenarnya dahulu kami semua juga terhitung di antara mereka, ketika kami hidup di dalam hawa nafsu daging dan menuruti kehendak daging dan pikiran kami yang jahat. Pada dasarnya kami adalah orang-orang yang harus dimurkai, sama seperti mereka yang lain.
Bagian yang saya garisbawahi itu, terjemahan hurufiahnya adalah seperti yang diberikan oleh NASB: “and were by nature children of wrath, even as the rest” (= dan secara alamiah adalah anak-anak kemurkaan, sama seperti yang lain).
Jadi, ini menunjukkan bahwa manusia itu secara alamiah, maksudnya sejak lahir, adalah orang yang dimurkai oleh Allah.

Kita lahir sebagai manusia berdosa, dan karena itu sejak kita lahir, kita sudah ada di bawah murka Allah. Kita tidak lahir di daerah netral! Kita lahir di bawah murka Allah! Karena itu, kalau saudara tidak mau datang dan percaya kepada Yesus untuk mendapatkan pengampunan dosa dan perdamaian dengan Allah, maka secara otomatis saudara akan menuju ke neraka dimana saudara akan mengalami / merasakan murka Allah secara penuh.

6)   Semua manusia condong / lebih senang pada dosa, dan tidak bisa berbuat baik.
Karena kita lahir sebagai orang yang berdosa, maka kita mempunyai kecenderungan untuk berbuat dosa. Ini bisa terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:
Kej 6:5 - “Ketika dilihat TUHAN bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata, ...”.
Kej 8:21b - “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya”.

Illustrasi: Makhluk yang lahir sebagai monyet akan secara otomatis melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh monyet. Demikian juga makhluk yang dilahirkan sebagai orang berdosa akan secara otomatis melakukan hal-hal yang biasa dilakukan oleh orang berdosa.

Contoh:
·         kalau ada guru tidak masuk karena sakit, murid-muridnya malah senang.
·         kalau dipukul, kita cenderung membalas daripada mengam­puni.
·         kalau mendengar Firman Tuhan selama 1 jam sudah merasa capai, tetapi kalau nonton film 3 jam tidak apa-apa.
·         kalau membaca Kitab Suci merasa mengantuk, tetapi kalau membaca novel, buku silat, majalah dsb, tahan berjam-jam.
·         anak kecil diajar mengasihi, hidup disiplin, dsb, sukar sekali. Tetapi kalau diajar untuk mencaci-maki orang, gampang sekali.

Sebetulnya, manusia berdosa itu bukan hanya cenderung kepada dosa, tetapi bahkan sama sekali tidak bisa berbuat baik, dan selalu berbuat dosa saja. Ini sebetulnya sudah terlihat dari Kej 6:5 di atas, tetapi lebih terlihat lagi dari Tit 1:15 yang berbunyi: “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.

Kalau saudara sudah bisa mempunyai kerinduan untuk melakukan hal-hal yang baik, seperti pergi ke gereja, mendengar Firman Tuhan, dsb, maka itu bisa terjadi karena Roh Kudus sudah bekerja dalam diri saudara (melahir-barukan dan mengubahkan saudara). Tanpa pekerjaan Roh Kudus, saudara tidak akan senang / rindu pada apa yang baik.

1Kor 2:14 - “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani”.

7)   Neraka (Ro 6:23  Wah 21:8).
Yang ini bukan hanya merupakan akibat / hukuman terhadap dosa Adam saja, tetapi dosa setiap orang, karena Ro 6:23a berbunyi: “Sebab upah dosa ialah maut. ‘Maut’ dalam Ro 6:23 ini tidak hanya menunjuk pada kematian biasa, tetapi menunjuk pada kematian kedua / penghukuman kekal di neraka.
Wah 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.

Hal-hal yang perlu diketahui tentang neraka.

a)         Neraka itu merupakan suatu tempat yang nyata dan betul-betul ada.
Ada ajaran / orang yang tidak percaya adanya neraka, seperti:

1.   Ajaran Saksi Yehuwa, yang begitu menekankan kasih Allah sehingga mengatakan bahwa Allah yang kasih itu tidak mung­kin menghukum manusia selama-lamanya di dalam neraka. Mereka percaya bahwa Allah akan memusnahkan manusia berdosa tetapi tidak menghukum mereka dalam neraka.
Untuk ini perlu diingat bahwa sekalipun Allah itu kasih, Ia juga adalah suci dan adil sehingga Ia membenci dosa dan harus menghukum orang berdosa. Ini sesuai dengan Nahum 1:3 yang berbunyi: “TUHAN itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah” (bdk. Kel 34:6-7).

2.   Pandangan yang berkata bahwa neraka adalah penderitaan yang kita alami di dunia ini.
Dalam suatu buku Saat Teduh ada cerita sebagai berikut:
“An evangelist once encountered a skeptic who, when asked to receive Christ, said, ‘I’m not afraid of Hell - all the Hell we get is here on earth! The preacher’s reply was quick and devastating, ‘I’ll give you three reasons why this cannot be Hell! First, I am a Christian, and there are no Christians in Hell! Secondly, there is a place just around the corner where you can slake your thirst, but there is no water in Hell! Thirdly, I have been preaching Christ to you, and there is no Gospel in Hell!’” (= Suatu kali seorang penginjil bertemu dengan seorang skeptik yang, pada waktu diminta untuk menerima Kristus, berkata: ‘Aku tidak takut pada neraka - Neraka yang kita dapatkan adalah di sini di dunia ini!’. Jawaban pengkhotbah itu cepat dan bersifat menghancurkan: ‘Aku akan memberimu 3 alasan mengapa ini tidak mungkin adalah neraka! Pertama, aku adalah seorang Kristen, dan tidak ada orang Kristen dalam neraka! Kedua, ada tempat di dekat sudut itu dimana kamu bisa memuaskan kehausanmu, tetapi tidak ada air dalam neraka! Ketiga, aku telah memberitakan Kristus kepadamu, dan tidak ada Injil dalam neraka!’) - ‘Bread For Each Day’, September 14.
Perlu diketahui bahwa penderitaan dalam dunia, yang bagaimana-pun hebatnya, hanyalah semacam cicipan dari hukuman / siksaan yang luar biasa hebatnya dalam neraka.
Karena itu kalau saudara mau bunuh diri untuk lari dari penderitaan dunia ini, maka ingatlah bahwa itu akan menyebabkan saudara justru akan masuk ke dalam neraka selama-lamanya, dimana saudara akan mengalami penderitaan yang jauh lebih hebat dari penderitaan saudara dalam dunia ini!

Perlu saudara ingat bahwa kalau neraka itu tidak ada, maka:
a.   Semua ayat-ayat Kitab Suci yang berbicara tentang neraka adalah salah dan harus dibuang dari Kitab Suci!
b.   Allah juga tidak ada. Mengapa bisa demikian? Semua orang harus mengakui bahwa dalam dunia ini ada banyak ketidakadilan, misalnya: orang saleh justru miskin, orang jahat justru jaya, orang kaya dan berkedudukan menindas orang miskin yang rendah, dsb. Juga ada banyak dosa yang tidak dihukum, mungkin karena dosa itu tidak diketahui orang lain, atau karena pintarnya orangnya mempermainkan hukum. Andaikata neraka tidak ada, maka semua ketidakadilan dan dosa ini tidak dibereskan! Dengan demikian Allah itu tidak adil, dan kalau Allah itu tidak adil, Ia bukanlah Allah. Jadi kalau saudara tidak mempercayai adanya neraka, saudara harus menjadi orang yang atheis!

Kalau saudara tidak percaya adanya neraka, saya justru yakin bahwa saudara akan masuk ke neraka. Pada saat itu saudara akan percaya akan adanya neraka, tetapi sudah terlambat!

b)   Neraka adalah tempat dimana orang terpisah dari Allah selama-lamanya, tanpa bisa dipulihkan kembali.
2Tes 1:9 - “Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatan-Nya”.
Perhatikan bahwa istilah ‘kebinasaan’ dalam ayat tersebut di atas tidaklah berarti bahwa orangnya dimusnahkan. Bagian terakhir dari ayat itu menjelaskan apa arti dari kata ‘kebinasaan’ itu, yaitu ‘dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya’. Dan ini berlangsung selama-lamanya!
Mungkin dalam pandangan orang kafir, terpisah dari Allah itu bukanlah suatu penderitaan. Tetapi perlu diingat bahwa terpisahnya manusia dengan Allah adalah sumber dari segala penderitaan. Pada waktu Adam dan Hawa masih suci, mereka hidup dekat dengan Allah, dan mereka bahagia. Tetapi pada waktu mereka berdosa, hubungan mereka dengan Allah putus, sehingga mulai muncul segala macam penderitaan.
Juga dalam Maz 16:11 dikatakan: “... di hadapanMu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kananMu ada nikmat senantiasa”.
NIV: “You will fill me with joy in your presence, with eternal pleasures at your right hand” (= Engkau akan mengisi aku dengan sukacita di dalam kehadiranMu, dengan kesenangan yang kekal di tangan kananMu).
Ayat ini menunjukkan bahwa kalau seseorang dekat dengan Tuhan, maka ada sukacita dan kebahagiaan. Secara implicit ayat ini menunjukkan bahwa kalau seseorang terpisah dari Allah, ia tidak akan mempunyai sukacita ataupun kebahagiaan. Ia memang bisa menda-patkan sukacita / kebahagiaan duniawi yang bersifat semu dan sementara. Tetapi sukacita dan kebahagiaan yang sejati, tidak akan pernah ia miliki.
Karena itu, pada waktu seseorang masuk neraka, dan ia dijauhkan dari hadirat Allah selama-lamanya, itu jelas menunjukkan akan adanya penderitaan yang juga bersifat kekal!

c)         Neraka adalah tempat penyiksaan / penderitaan yang:

1.   Luar biasa hebatnya.
Ini ditunjukkan oleh:
a.   kata ‘siksaan’ (Mat 25:46  Yudas 7  Wah 14:11  20:10).
b.   orang kaya ‘menderita sengsara’, ‘sangat kesakitan’, dan ‘sangat menderita’ (Luk 16:23,24,25).
c.   kata-kata ‘ratap dan kertak gigi’ (Mat 8:12  13:42,50  22:13b).
Ada yang beranggapan bahwa ‘kertak gigi’ itu dilakukan karena mereka marah kepada Allah yang menyiksa mereka dengan begitu hebat. Tetapi saya beranggapan bahwa kertak gigi itu dilaku­kan untuk menahan sakit yang begitu hebat yang mereka derita. Yang manapun arti yang benar, tetap menunjukkan bahwa orang-orang ini mengalami penderitaan yang luar biasa.
d.   simbol-simbol tentang neraka, yaitu:
(1) api (Mat 3:12b  13:42,50  25:41  Mark 9:43-48  Luk 16:24  Yudas 7  Wah 14:11  19:20  20:10  21:8).
Ini merupakan simbol yang paling umum, dan penggunaan simbol api jelas menunjukkan suatu siksaan yang sangat menyakitkan. Kalau saudara terkena api sekitar 1-2 detik, itu sudah sangat menyakitkan. Kalau 15-30 detik, itu sudah merupakan luka bakar yang sangat parah dan menyakitkan. Bisakah saudara bayangkan bagaimana rasanya kalau saudara dibakar secara kekal?
(2) ulat-ulat bangkai (Mark 9:43-48).
Pernah terjadi ada orang yang mengalami kecelakaan mobil, sehingga lumpuh total karena syarafnya terjepit pada tulang belakangnya. Di rumah sakit ia terus terbaring pada punggungnya (tidak dibolak balik, karena takut syarafnya yang terjepit itu akan bertambah parah dan membunuh dia), dan akhirnya punggung itu membusuk dan ada zet / ulat bangkainya. Dalam keadaan hidup orang itu merasakan penderi­taan yang begitu hebat karena zet itu menggerogoti tubuhnya! Akhirnya dia mati dan terbebas dari siksaan ulat bangkai duniawi itu. Tetapi kalau seseorang masuk ke neraka, hal seperti ini akan berlangsung selama-lamanya!
(3) kegelapan yang paling gelap (Mat 8:12  Mat 22:13b).
Ini menggambarkan keadaan dalam penjara Romawi yang ada di bawah tanah di mana sama sekali tidak ada cahaya. Ini menyebabkan seseorang merasa stress, tidak ada harapan, depresi dsb, sehingga bisa gila, bunuh diri, dsb. Dan ini merupakan tempat penderitaan yang luar biasa hebatnya. Kalau tidak demikian, tentu orang Romawi tidak akan menciptakan tempat hukuman semacam itu.
Sekarang, apakah api, ulat bangkai, dan kegelapan ini adalah sesuatu yang bersifat hurufiah atau simbol? Ada penafsir yang menganggap bahwa api adalah sesuatu yang hurufiah / bukan simbol. Argumentasinya:
“Fire is evidently the only word in human language which can suggest the anguish of perdition. It is the only word in the parable of the wheat and the tares which our Lord did not interpret (Matt. 13:36-43). He said: ‘The field is the world,’ ‘the enemy ... is the devil,’ ‘the harvest is the end of the world,’ ‘the reapers are the angels.’ But we look in vain for such a statement as, ‘the fire is ...’ The only reasonable explanation is that fire is not a symbol. It perfectly describes the reality of the eternal burnings” [= Api jelas merupakan satu-satunya kata dalam bahasa manusia yang bisa menunjukkan penderitaan dari penghukuman akhir / neraka. Itu adalah satu-satunya kata dalam perumpamaan gandum dan lalang yang tidak ditafsirkan oleh Tuhan kita (Mat 13:36-43). Ia berkata: ‘ladang ialah dunia’, ‘musuh ... ialah Iblis’, ‘waktu menuai ialah akhir zaman’, ‘para penuai ialah malaikat’. Tetapi kita mencari dengan sia-sia pernyataan seperti ini, ‘api ialah ...’. Satu-satunya penjelasan yang masuk akal adalah bahwa api bukanlah simbol. Itu secara sempurna menggambarkan kenyataan dari pembakaran kekal] - S. Maxwell Coder, ‘Jude: The Acts of The Apostates’, hal 82.

Tetapi banyak penafsir yang beranggapan bahwa semua ini (api, ulat bangkai, kegelapan) adalah simbol! Ini terlihat dari:
·         ‘api’ dan ‘kegelapan’ tidak mungkin bisa bersatu.
·         pada waktu Kitab Suci menggambarkan surga digunakan simbol (Wah 21:11-21), karena bahan-bahan di surga itu jelas tidak ada di dunia (bdk. 1Kor 2:9). Kalau sorga digambarkan dengan simbol, saya juga percaya bahwa neraka juga digambarkan dengan simbol.
Tetapi satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan ialah: jangan sekali-kali hal ini membuat saudara meng-anggap bahwa kalau demikian neraka tidaklah terlalu me-nakutkan. Pemikiran ‘Toh semua itu hanya simbol, jadi tidak perlu terlalu kita takuti’ adalah pemikiran yang sangat bodoh dan keliru. Perlu saudara ingat bahwa pada waktu Kitab Suci menggambarkan surga dengan simbol, Kitab Suci menggambarkannya dengan simbol yang indah. Kalau simbolnya indah / mulia, maka aslinya tentu lebih indah / lebih mulia lagi. Sebaliknya pada waktu Kitab Suci meng-gambarkan tentang neraka, maka Kitab Suci menggunakan simbol-simbol yang mengerikan. Kalau simbolnya mengeri-kan, maka aslinya tentu lebih mengerikan lagi!

2.   Bersifat kekal / selama-lamanya, tanpa ada akhir, pengurangan (ingat bahwa hukuman di neraka bukanlah hukuman yang bersifat memperbaiki, tetapi betul-betul hukuman, dan karenanya tidak ada pengurangan) ataupun istirahat dari hukuman tersebut.

Bahwa hukuman di neraka bersifat kekal / tidak ada akhirnya digambarkan oleh:
kata-kata ‘api yang tidak terpadamkan (Mat 3:12b Mark 9:43b,48).
kata-kata ‘api yang kekal (Mat 25:41  Yudas 7).
kata-kata ‘siksaan yang kekal (Mat 25:46).
kata-kata siang malam tidak henti-hentinya (Wah 14:11).
kata-kata siang malam sampai selama-lamanya (Wah 20:10).
kata-kata ‘ulat-ulatnya tidak akan mati (Mark 9:44,46,48).
tidak bisanya orang kaya menyeberang ke surga karena adanya jurang yang tidak terseberangi (Luk 16:26).
William G. T. Shedd: “Had Christ intended to teach that future punishment is remedial and temporary, he would have compared it to a dying worm, and not to an undying worm; to a fire that is quenched, and not to an unquenchable fire” (= Andaikata Kristus bermak­sud untuk mengajar bahwa hukuman yang akan datang itu bersi­fat memperbaiki dan sementara, Ia akan membanding-kannya dengan ulat yang bisa mati, dan bukannya dengan ulat yang tidak bisa mati; dengan api yang bisa padam, dan bukannya dengan api yang tidak dapat dipadamkan) - ‘Shedd’s Dogmatic Theology’, vol II, hal 681.

Bahwa di neraka tidak ada pengurangan ataupun istirahat dari hukuman / penderitaan terlihat dari:
tidak bisanya Lazarus memberi air kepada orang kaya (Luk 16:24-26). Andaikata Lazarus bisa memberikan air itu, itu menunjukkan adanya istirahat dari penderitaan atau pe-ngurangan penderitaan. Tetapi ternyata hal itu tidak bisa dilakukan.
Wah 14:11 - ‘siang malam mereka tidak henti-hentinya disik­sa’. Kata ‘tidak henti-hentinya’ ini oleh KJV/RSV/NIV/NASB diterjemahkan ‘no rest’ (= tidak ada istirahat).
Illustrasi: Seorang wanita yang mau melahirkan anak, juga mengalami kesakitan yang hebat, tetapi rasa sakit itu tidak datang terus menerus. Ada ‘istirahat’ dari rasa sakit itu, dan ini tentu menyebabkan penderitaan itu jauh berkurang dibanding-kan kalau sama sekali tidak ada istirahat.

Jonathan Edwards, dalam khotbahnya yang berjudul ‘Sinners in the Hands of an Angry God’ (= Orang berdosa dalam tangan Allah yang murka), berkata:
“It is everlasting wrath. It would be dreadful to suffer this fierceness and wrath of Almighty God one moment; but you must suffer it to all eternity” (= Ini adalah murka yang kekal. Adalah sesuatu yang menakutkan / mengerikan untuk menderita  kehebatan dan murka Allah yang mahakuasa ini untuk satu saat saja; tetapi kamu harus menderitanya sampai kekal).
“... you will absolutely despair of ever having any deliver­ance, any end, any mitigation, any rest at all” (= ... kamu akan benar-benar putus asa untuk bisa mendapatkan pembebasan, akhir, pengurangan / peringanan hukuman, istirahat).
“You will know certainly that you must wear out long ages, millions of millions of ages, in wrestling and conflicting with this almighty merciless vengeance; and then when you have so done, when so many ages have actually been spent by you in this manner, you will know that all is but a point to what remains. So that your punishment will indeed be infi­nite” (= Kamu pasti akan tahu bahwa kamu akan menjalani zaman-zaman yang panjang, ber-juta-juta zaman, dalam pergumulan dan pertentangan dengan pembalasan hebat tanpa belas kasihan ini; dan bila kamu telah menjalaninya, bila begitu banyak zaman telah kamu lalui dengan cara ini, maka kamu akan tahu bahwa semua itu hanyalah satu titik dibandingkan dengan waktu yang tersisa. Dengan demikian hukumanmu itu betul-betul tidak terbatas).

2 hal di atas ini, yaitu bahwa penderitaan di neraka itu luar biasa hebatnya dan bersifat kekal / selama-lamanya, membuat neraka itu begitu mengerikan. Andaikata penderitaannya hebat tetapi bersifat sementara, atau penderitaannya kekal tetapi tidak terlalu hebat, maka mungkin neraka tidaklah terlalu mengerikan. Tetapi kombinasi / gabungan dari 2 hal itu betul-betul menyebabkan neraka itu sangat mengerikan.

Satu hal lagi yang saudara perlu ingat adalah: kalau kita sedang senang / mengalami sesuatu yang enak, maka waktu terasa berlalu dengan cepat. Sebaliknya, kalau kita sedang menderita / sakit, maka waktu terasa begitu lama. Jadi sebetulnya, kalaupun hukuman di neraka itu berlangsung ‘hanya’ 100 tahun saja, maka karena penderitaan yang luar biasa hebatnya itu, waktu yang 100 tahun itu akan terasa seperti selama-lamanya / kekal. Apalagi kalau hukuman di neraka itu memang bersifat kekal; jadi berapa lama rasanya?

Karena itu tidak heran kalau Yesus berkata tentang Yudas (yang pasti akan masuk neraka) sebagai berikut: “... celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan” (Mat 26:24).

Sekarang, selagi saudara masih hidup, masih ada waktu untuk bertobat. Tetapi kalau saudara sudah mati dan masuk ke neraka, tidak ada kesempatan untuk bertobat. Ajaran yang mengatakan bahwa seseorang yang mati tanpa percaya Yesus akan diberi kesempatan kedua (second chance) karena mereka akan diinjili oleh Yesus sendiri, adalah ajaran sesat yang bertentangan dengan:
Luk 16:19-31 yang menunjukkan bahwa orang kaya yang telah masuk ke neraka itu menyesal, tetapi tidak ada gunanya.
Maz 88:12 berbunyi: “Dapatkah kasihMu diberitakan di dalam kubur, dan kesetiaanMu di tempat kebinasaan?”.
Kalau saudara membaca Maz 88:11-13, saudara bisa melihat bahwa rentetan pertanyaan dalam ayat-ayat tersebut semuanya harus dijawab dengan ‘tidak’.
Penekanan Kitab Suci bahwa orang harus bertobat dan percaya Yesus secepatnya.
2Kor 6:2 - “Sebab Allah berfirman: ‘Pada waktu Aku berkenan, Aku akan mendengarkan engkau, dan pada hari Aku menyelamatkan, Aku akan menolong engkau.’ Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu.
Penekanan pemberitaan Injil kepada orang yang belum percaya.
Mat 28:19 - “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus”.
Kalau memang nanti akan ada kesempatan yang kedua, kita tidak perlu memberitakan Injil pada saat ini. Toh orang yang mati tanpa Kristus akan diinjili oleh Yesus. Tetapi kenyataannya, Yesus memerintahkan kita untuk memberitakan Injil, dan ini menunjukkan bahwa tidak akan ada kesempatan kedua dalam kehidupan yang akan datang.

III) Kematian dan kebangkitan Yesus.


Sebelum saya membahas tentang karya penyelamatan yang Yesus lakukan bagi kita, terlebih dulu saya ingin membahas tentang diri Yesus sendiri. Setelah inkarnasi, Yesus adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Ini akan saya bahas dalam point A) dan B) di bawah ini.

A)  Yesus adalah Allah.

Bukti bahwa Yesus adalah Allah:

1)   Yesus disebut ‘Anak Allah’.
Sebutan ‘Anak Allah’ harus diartikan menurut pengertian orang di sana pada jaman itu, bukan menurut pengertian orang di sini pada jaman ini!
Sebutan ‘Anak Allah’ ini tidak berarti bahwa mula-mula ada Allah, yang lalu beranak. Kalau diartikan seperti itu, jelas menunjukkan bahwa Yesus itu tidak kekal, sehingga Ia pasti bukan Allah.
Sebutan ‘Anak Allah’ bagi Yesus berarti bahwa Ia mempunyai hakekat yang sama dengan Allah Bapa dan itu berarti bahwa Ia adalah Allah sendiri (Yoh 5:18  10:33  19:7).
Yoh 5:18 - “Sebab itu orang-orang Yahudi lebih berusaha lagi untuk membunuhNya, bukan saja karena Ia meniadakan hari Sabat, tetapi juga karena Ia mengatakan bahwa Allah adalah BapaNya sendiri dan dengan demikian menyamakan diriNya dengan Allah.
Catatan: Kata-kata ‘menyamakan diri’ seharusnya adalah ‘menyetarakan diri’.
Semua orang Yahudi tahu makna dari pengakuan Yesus sebagai Anak Allah ini. Penyetaraan diri dengan Allah ini mereka anggap sebagai penghujatan terhadap Allah dan karena itu mereka berusaha membunuh Dia.

2)   Kitab Suci secara explicit mengatakan demikian (Yes 9:5  Yoh 1:1  Ro 9:5  Fil 2:5b-7  Titus 2:13  Ibr 1:8  2Pet 1:1  1Yoh 5:20).
·         Yes 9:5 - “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai”.
Perhatikan ayat Natal ini. Dalam ayat ini Yesus disebutkan sebagai ‘Allah yang perkasa’!
·         Yoh 1:1 - “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah”.
Kata ‘Firman’ (bahasa Yunani: LOGOS) di sini jelas menunjuk kepada Yesus. Ini terlihat dari Yoh 1:14a yang mengatakan bahwa ‘Firman itu telah menjadi manusia’ dan dari Yoh 1:14b yang menyebutNya sebagai ‘Anak Tunggal Allah’. Dan Yoh 1:1 ini secara explicit mengatakan bahwa Firman / Yesus itu adalah Allah.
·         Ro 9:5 - “Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam keadaanNya sebagai manusia, yang ada di atas segala sesuatu. Ia adalah Allah yang harus dipuji sampai selama-lamanya. Amin!”.
·         Fil 2:5b-7 berbunyi sebagai berikut: “(5b) ... Kristus Yesus, (6) yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, (7) melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia”.
Istilah ‘dalam rupa Allah’ dan ‘kesetaraan dengan Allah’ sudah jelas menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah.
·         Tit 2:13 - “dengan menantikan penggenapan pengharapan kita yang penuh bahagia dan penyataan kemuliaan Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita Yesus Kristus.
Bagian terakhir dari ayat ini (yang saya garis bawahi) memungkinkan 2 cara pembacaan:
(Allah yang Mahabesar) dan (Juruselamat kita Yesus Kristus).
Kalau dipilih pembacaan yang ini, maka ayat ini membicarakan 2 pribadi, yang pertama adalah ‘Allah yang Mahabesar’, dan yang kedua adalah ‘Juruselamat kita Yesus Kristus’. Dengan demikian ayat ini tidak menunjukkan Yesus sebagai Allah.
(Allah yang Mahabesar dan Juruselamat kita), Yesus Kristus.
Kalau dipilih pembacaan yang ini, maka ayat ini hanya membicarakan satu pribadi, yaitu Yesus Kristus, yang digambarkan sebagai ‘Allah yang Mahabesar’ maupun sebagai ‘Juruselamat kita’.
Dengan demikian ayat ini menunjukkan Yesus sebagai ‘Allah yang besar’ (kata ‘maha’ sebetulnya tidak ada). Jadi, Yesus bukan ‘allah kecil’ seperti dalam ajaran Saksi Yehuwa!
NIV memilih pilihan kedua karena NIV menterjemahkannya sebagai berikut: ‘while we wait for the blessed hope - the glorious appearing of our great God and Savior, Jesus Christ’ (= sementara kita menantikan pengharapan yang mulia - penampilan yang mulia dari Allah kita yang besar dan Juruselamat kita, Yesus Kristus).
·         Ibr 1:8 - “Tetapi tentang Anak Ia berkata: ‘TakhtaMu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaanMu adalah tongkat kebenaran”.
Kata-kata tentang Anak’ bisa diterjemahkan kepada Anak’.
KJV: ‘But unto the Son he saith’ (= Tetapi kepada Anak Ia berkata).
Calvin (hal 44) juga menterjemahkan Ibr 1:8 seperti KJV dan demikian juga dengan John Owen (‘Hebrews: The Epistle of Warning’, hal 10).
Jadi, ayat ini menunjukkan bahwa Allah berbicara kepada Anak / Yesus, dan menyebutnya sebagai ‘Allah’!
·         2Pet 1:1 - “Dari Simon Petrus, hamba dan rasul Yesus Kristus, kepada mereka yang bersama-sama dengan kami memperoleh iman oleh karena keadilan Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus.
NASB: “... by the righteousness of our God and Savior, Jesus Christ” (= oleh kebenaran Allah dan Jurusela­mat kita, Yesus Kristus).
Jadi di sini Yesus disebut dengan istilah ‘Allah dan Juruselamat kita’.
·         1Yoh 5:20 - “Akan tetapi kita tahu, bahwa Anak Allah telah datang dan telah mengaruniakan pengertian kepada kita, supaya kita mengenal Yang Benar; dan kita ada di dalam Yang Benar, di dalam AnakNya Yesus Kristus. Dia adalah Allah yang benar dan hidup yang kekal”.
Dalam ayat ini Yesus Kristus disebut dengan istilah ‘Allah yang benar’!

3)   Kitab Suci memberikan nama-nama / gelar-gelar ilahi untuk Yesus (Yes 9:5  Yer 23:5-6  Yer 33:14-16  Mat 1:23  2Tim 1:10  Ibr 1:8,10).
Beberapa dari ayat-ayat ini saya jelaskan di bawah ini:
·         Yes 9:5 - “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai”.
Ayat ini jelas merupakan suatu nubuat tentang Kristus, dan dalam ayat itu Ia disebut sebagai ‘Allah yang perkasa’.
·         Yer 23:5-6 - “(5) Sesungguhnya, waktunya akan datang, demikianlah firman TUHAN, bahwa Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. Ia akan memerintah sebagai raja yang bijaksana dan akan melakukan keadilan dan kebenaran di negeri. (6) Dalam zamannya Yehuda akan dibebaskan, dan Israel akan hidup dengan tenteram; dan inilah namanya yang diberikan orang kepadanya: TUHAN-keadilan kita.
Yang dimaksudkan dengan ‘tunas adil bagi Daud’ dalam text ini jelas adalah Yesus. Jadi ayat ini jelas juga merupakan nubuat tentang Kristus, dan dalam ayat itu Kristus disebut sebagai ‘TUHAN keadilan’, dimana kata ‘TUHAN’ tersebut dalam bahasa Ibraninya adalah YHWH / YAHWEH. Ini adalah ayat-ayat yang sangat penting dalam menghadapi orang-orang Saksi Yehuwa karena dalam ayat-ayat ini Yesus Kristus disebut dengan sebutan YHWH / YAHWEH.
Perlu diketahui bahwa dalam Kitab Suci sebutan ‘ADONAY’ (= Tuhan / Lord) bisa digunakan untuk seseorang yang bukan Allah (Misalnya dalam Yes 21:8). Demikian juga dengan sebutan Ibrani ‘ELOHIM’ [= Allah / God(s)], atau sebutan Yunani THEOS (= God / Allah), bisa digunakan untuk menunjuk kepada dewa dan bahkan manusia (Misalnya: Kel 4:16  Kel 7:1  Kel 12:12  Kel 20:3,23  Hakim 16:23-24  1Raja 18:27  Maz 82:1,6  Kis 28:6). Tetapi sebutan YHWH / YAHWEH (= TUHAN / LORD) tidak pernah digunakan untuk siapapun selain Allah, karena YAHWEH adalah nama Allah (Kel 3:15  Yes 42:8)!
Maz 83:19 - “supaya mereka tahu bahwa Engkau sajalah yang bernama TUHAN, Yang Mahatinggi atas seluruh bumi”.
NIV menterjemahkan secara berbeda.
NIV: Let them know that you, whose name is the LORD - that you alone are the Most High over all the earth (= Biarlah mereka mengetahui bahwa Engkau, yang namaNya adalah TUHAN - bahwa Engkau saja adalah Yang Maha Tinggi atas seluruh bumi).
Tetapi KJV/RSV/NASB menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia.
KJV: ‘That men may know that thou, whose name alone is JEHOVAH, art the most high over all the earth’ (= Supaya manusia bisa mengetahui bahwa Engkau sendiri yang namaNya adalah Yehovah, adalah yang maha tinggi atas seluruh bumi).
RSV: ‘Let them know that thou alone, whose name is the LORD, art the Most High over all the earth’ (= Biarlah mereka mengetahui bahwa Engkau saja, yang namanya adalah TUHAN, adalah Yang Maha Tinggi atas seluruh bumi).
NASB: That they may know that Thou alone, whose name is the LORD, Art the Most High over all the earth (= Supaya mereka bisa mengetahui bahwa Engkau saja, yang namanya adalah TUHAN, adalah Yang Maha Tinggi atas seluruh bumi).
Karena itu, kalau Yesus disebut dengan istilah YAHWEH / YEHOVAH, itu jelas menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah sendiri.
·         Dalam Perjanjian Lama, sebutan ‘Juruselamat’ dan ‘Penebus / Penolong’ ditujukan kepada Allah (Yes 43:3,11  Yes 45:15  Yer 14:8  Hos 13:4), tetapi dalam Perjanjian Baru, sebutan itu ditujukan kepada Yesus (2Tim 1:10  Tit 1:4  Tit 2:13  Tit 3:6  2Pet 1:11  2Pet 2:20  2Pet 3:18).
·         Dalam Mat 1:23 Yesus disebut dengan istilah Immanuel, yang artinya adalah ‘God with us’ (= Allah dengan kita).
·         Bandingkan Mark 5:18-20 dengan Luk 8:38-39.
Mark 5:18-20 - “(18) Pada waktu Yesus naik lagi ke dalam perahu, orang yang tadinya kerasukan setan itu meminta, supaya ia diperkenankan menyertai Dia. (19) Yesus tidak memperkenankannya, tetapi Ia berkata kepada orang itu: ‘Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekampungmu, dan beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau!’ (20) Orang itupun pergilah dan mulai memberitakan di daerah Dekapolis segala apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya dan mereka semua menjadi heran”.
Luk 8:38-39 - “(38) Dan orang yang telah ditinggalkan setan-setan itu meminta supaya ia diperkenankan menyertaiNya. Tetapi Yesus menyuruh dia pergi, kataNya: (39) ‘Pulanglah ke rumahmu dan ceriterakanlah segala sesuatu yang telah diperbuat Allah atasmu.’ Orang itupun pergi mengelilingi seluruh kota dan memberitahukan segala apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya”.
Yesus yang menyembuhkan orang itu. Tetapi dalam Mark 5:19 Yesus menyuruh orang itu untuk menceritakan apa yang diperbuat Tuhan atasnya, sedangkan dalam Luk 8:39 Ia menyuruh orang itu untuk menceritakan apa yang diperbuat Allah alasnya. Lalu bagaimana tanggapan orang itu? Baik Markus maupun Lukas mengatakan bahwa orang itu lalu memberitakan apa yang diperbuat Yesus atasnya (Mark 5:20  Luk 8:39). Jadi, jelas bahwa ‘Yesus’ dan ‘Tuhan’ / ‘Allah’ bisa dibolak-balik dan itu berarti Yesus adalah Tuhan / Allah!
1Kor 2:8 menyebut Yesus sebagai ‘the Lord of glory’ (= Tuhan kemuliaan / Tuhan yang mulia).
Albert Banes dalam tafsirannya tentang 1Kor 2:8 mengatakan bahwa:
dalam Maz 24:7-10, YAHWEH disebut / diberi gelar ‘the King of glory’ (= Raja kemuliaan).
Maz 24:7-10 - “(7) Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan! (8) ‘Siapakah itu Raja Kemuliaan?’ ‘TUHAN, jaya dan perkasa, TUHAN, perkasa dalam peperangan!’ (9) Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan! (10) ‘Siapakah Dia itu Raja Kemuliaan?’ ‘TUHAN semesta alam, Dialah Raja Kemuliaan!’ Sela”.
Perhatikan bahwa kata ‘TUHAN’ semua hurufnya menggunakan huruf besar, dan ini menunjukkan bahwa itu berasal dari kata Ibrani YHWH yang merupakan nama dari Allah.
dalam Kis 7:2, Allah disebut / diberi gelar ‘the God of glory’ (= Allah yang maha mulia / Allah kemuliaan).
Kis 7:2 - “Jawab Stefanus: "Hai saudara-saudara dan bapa-bapa, dengarkanlah! Allah yang Mahamulia telah menampakkan diriNya kepada bapa leluhur kita Abraham, ketika ia masih di Mesopotamia, sebelum ia menetap di Haran”.
Lit: ‘the God of glory’ (= Allah kemuliaan).
Jadi, kalau sekarang dalam 1Kor 2:8 Yesus disebut dengan ‘the Lord of glory’ (= Tuhan kemuliaan), maka Barnes menganggap itu sebagai gelar ilahi yang diberikan kepada Yesus, dan ini membuktikan bahwa Ia adalah Allah sendiri.
·         Dalam Ibr 1:8,10 Allah menyebut Yesus / Anak dengan sebutan ‘Allah’ dan ‘Tuhan’.
Ibr 1:8,10 - “(8) Tetapi tentang Anak Ia berkata: ‘TakhtaMu, ya Allah, tetap untuk seterusnya dan selamanya, dan tongkat kerajaanMu adalah tongkat kebenaran. ... (10) Dan: ‘Pada mulanya, ya Tuhan, Engkau telah meletakkan dasar bumi, dan langit adalah buatan tanganMu”.
Di atas sudah saya jelaskan bahwa kata-kata ‘tentang Anak’ bisa diterjemahkan ‘kepada Anak’. Jadi, dalam text ini Allah berbicara kepada Yesus, dan menyebutNya sebagai ‘Allah’ dan ‘Tuhan’!

4)   Kitab Suci menunjukkan bahwa Yesus mempunyai sifat-sifat ilahi seperti:

a)   Kekal (Mikha 5:1b  Yoh 1:1  Yoh 8:58  Yoh 10:10  Yoh 17:5  Ibr 1:11-12  Wah 1:8,17-18  Wah 22:13).
Mikha 5:1 - “Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagiKu seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala.
Ayat ini jelas merupakan suatu nubuat tentang Kristus, mengatakan ‘yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala’.
Yoh 1:1,14 - “(1) Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. ... (14) Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaanNya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran”.
Dari ay 14nya terlihat bahwa yang dimaksud dengan ‘Firman’ di sini adalah Yesus. Dan ay 1nya mengatakan bahwa Firman / Yesus itu sudah ada ‘pada mulanya’.
Yoh 8:58 - “Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.’”.
Catatan: kata ‘telah’ yang saya coret itu salah, seharusnya kata itu tidak ada!
Ayat mengatakan bahwa Yesus ada sebelum Abraham jadi, padahal Abraham hidup lebih dari 2000 tahun sebelum Kris­tus lahir.
Yoh 10:10 - “Pencuri datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan; Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan”.
Ayat ini, dan banyak ayat Kitab Suci yang lain, mengata­kan bahwa Yesus ‘datang’. Ini menunjuk pada saat kelahiran Yesus. Tidak dikatakan ‘dilahirkan’ tetapi ‘datang’, karena ‘datang’ menunjukkan bahwa Ia sudah ada sebelum saat itu.
Yoh 17:5 - “Oleh sebab itu, ya Bapa, permuliakanlah Aku padaMu sendiri dengan kemuliaan yang Kumiliki di hadiratMu sebelum dunia ada”.
Ayat ini mengatakan bahwa Yesus memiliki kemuliaan di hadapan hadirat Allah sebelum dunia ada.
Ibr 1:11-12 - “(11) Semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada, dan semuanya itu akan menjadi usang seperti pakaian; (12) seperti jubah akan Engkau gulungkan mereka, dan seperti persalinan mereka akan diubah, tetapi Engkau tetap sama, dan tahun-tahunMu tidak berkesudahan.’”.
*        Perhatikan kata-kata ‘semuanya itu akan binasa, tetapi Engkau tetap ada. ... tetapi Engkau tetap sama, dan tahun-tahunMu tidak berkesudahan’.
*        Bahwa bagian ini menunjuk kepada Yesus adalah sesuatu yang jelas, karena Ibr 1:10-12 merupakan sambungan dari Ibr 1:8-9 (dihubungkan oleh kata ‘dan’ pada awal Ibr 1:10), dan Ibr 1:8 berkata ‘tentang Anak’, yang bisa diterjemahkan ‘kepada Anak’.
Wah 1:8 - “‘Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa.’”.
Wah 1:17 - “(17) Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kakiNya sama seperti orang yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kananNya di atasku, lalu berkata: ‘Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, (18) dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut”.
Wah 22:13 - “Aku adalah Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian, Yang Awal dan Yang Akhir.’”.
Wah 1:8 dan Wah 22:13 menyebut Yesus sebagai ‘Alfa dan Omega’ (huruf pertama dan terakhir dalam abjad Yunani), dan Wah 1:17 dan Wah 22:13 mengatakan bahwa Ia adalah ‘Yang Awal dan Yang Akhir’, dan Wah 22:13 juga mengatakan bahwa Yesus adalah ‘Yang pertama dan Yang terkemudian’, dan semua ini jelas menunjukkan bahwa Ia ada dari selama-lamanya sampai selama-lamanya. Lalu Wah 1:18 mengatakan bahwa Ia ‘hidup, sampai selama-lamanya’.

b)   Suci / tak berdosa.
2Kor 5:21 - Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah”.
Ibr 4:15 - “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.

c)   Mahakuasa.
Mujijat-mujijat yang Ia lakukan, seperti membangkitkan orang mati, menyembuhkan orang sakit, memberi makan 5000 orang lebih dengan 5 roti dan 2 ikan, menenangkan badai, mengubah air menjadi anggur, berjalan di atas air, mengusir setan, dsb, me-nunjukkan kemaha-kuasaanNya.
Memang nabi-nabi dan rasul-rasul tertentu juga melakukan banyak mujijat, tetapi ada beberapa perbedaan:
1.   Tidak ada nabi / rasul yang bisa melakukan mujijat sesuai kehendaknya sendiri, tetapi Kristus bisa.
Yoh 5:21 - “Sebab sama seperti Bapa membangkitkan orang-orang mati dan menghidupkannya, demikian juga Anak menghidupkan barangsiapa yang dikehendakiNya.
2.   Nabi melakukan mujijat bukan dengan kuasanya sendiri tetapi dengan kuasa Allah, sedangkan rasul juga demikian karena mereka melakukan mujijat dengan menggunakan nama Yesus. Alkitab bahkan mengatakan secara explicit bahwa rasul-rasul menerima kuasa dari Yesus untuk melakukan mujijat-mujijat (Luk 9:1). Tetapi Yesus melakukan mujijat dengan kuasaNya sendiri (bdk. Yoh 10:18), dan Ia tidak pernah menggunakan nama orang lain untuk melakukan mujijat.
Luk 9:1 - “Maka Yesus memanggil kedua belas muridNya, lalu memberikan tenaga dan kuasa kepada mereka untuk menguasai setan-setan dan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit”.
Yoh 10:18 - “Tidak seorangpun mengambilnya dari padaKu, melainkan Aku memberikannya menurut kehendakKu sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari BapaKu.’”.
3.   Tidak ada seorangpun pernah melakukan mujijat sebanyak / sehebat yang Yesus lakukan.
Yoh 15:24 - “Sekiranya Aku tidak melakukan pekerjaan di tengah-tengah mereka seperti yang tidak pernah dilakukan orang lain, mereka tentu tidak berdosa. Tetapi sekarang walaupun mereka telah melihat semuanya itu, namun mereka membenci baik Aku maupun BapaKu”.

d)   Mahatahu.
Mat 9:4 - “Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka, lalu berkata: ‘Mengapa kamu memikirkan hal-hal yang jahat di dalam hatimu?”.
Mat 12:25 - “Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata kepada mereka: ‘Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa dan setiap kota atau rumah tangga yang terpecah-pecah tidak dapat bertahan”.
Yoh 2:24-25 - “(24) Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diriNya kepada mereka, karena Ia mengenal mereka semua, (25) dan karena tidak perlu seorangpun memberi kesaksian kepadaNya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia.
Yoh 6:64 - “Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya.’ Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia.

e)   Mahaada.
Ini terlihat dari Yoh 1, yang mula-mula menyatakan bahwa Firman / Yesus itu pada mulanya bersama-sama dengan Allah (Yoh 1:1), tetapi lalu menunjukkan bahwa Firman / Yesus itu lalu menjadi manusia dan diam di antara kita (Yoh 1:14). Tetapi anehnya Yoh 1:18 mengatakan bahwa Firman / Yesus itu masih ada di pangkuan Bapa.
Yoh 1:1,14,18 - “(1) Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. ... (14) Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaanNya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepadaNya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. ... (18) Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakanNya”.
Yoh 1:18 (NIV): “... but God the only Son, who is at the Father’s side ...” (= ... tetapi satu-satunya Allah Anak, yang ada di sisi Bapa).
Perhatikan bentuk present tense ‘is’ yang digunakan oleh NIV. Bukan ‘was’ (bentuk lampau), tetapi ‘is’ (bentuk present)!
Kemahaadaan Yesus juga jelas terlihat dari janji yang Ia berikan dalam Mat 18:20 dan Mat 28:20b.
Mat 18:20 - “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam NamaKu, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.’”.
Mat 28:20 - “dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.’”.
Dengan adanya janji seperti itu, kalau Ia tidak mahaada, maka Ia pasti adalah seorang pendusta!

f)    Tidak berubah.
Ibr 13:8 - “Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya”.
Bahwa ‘tidak berubah’ mereka sifat Allah terlihat dari ayat seperti Mal 3:6 - “Bahwasanya Aku, TUHAN, tidak berubah, dan kamu, bani Yakub, tidak akan lenyap”.

5)   Kitab Suci menunjukkan bahwa Yesus melakukan pekerjaan-pekerjaan ilahi seperti:
a)   Penciptaan (Yoh 1:3,10  1Kor 8:6  Kol 1:16  Ibr 1:2,10).
b)   Pengampunan dosa (Mat 9:2-7).
c)   Penghancuran segala sesuatu (Ibr 1:10-12).
d)   Pembaharuan segala sesuatu (Fil 3:21  Wah 21:5).
e)   Penghakiman pada akhir jaman (Mat 25:31-32  Yoh 5:22,27).
Bahwa Yesus akan menjadi Hakim pada akhir jaman, menunjuk-kan bahwa Ia juga adalah Allah sendiri. Mengapa? 
1.   Jumlah manusia yang pernah hidup dalam dunia ini sejak dari jaman Adam dan Hawa sampai kedatangan Kristus yang keduakalinya adalah begitu banyak.
Kalau Kristus bukanlah Allah sendiri, bagaimana mungkin Ia bisa menghakimi begitu banyak manusia itu dengan adil?
2.   Karena ada begitu banyaknya faktor yang harus dipertimbang-kan dalam menjatuhkan hukuman kepada orang-orang berdosa (ingat bahwa neraka bukanlah semacam ‘masyarakat komunis’ dimana hukuman semua orang sama), seperti:
a.   Banyaknya dosa yang dilakukan seseorang. Orang yang dosanya sedikit tentu tidak bisa disamakan hukumannya dengan orang yang dosanya banyak.
b.   Tingkat dosanya.
Misalnya, dosa membunuh dan mencuri tentu tidak sama hukumannya (bdk. Kel 21:12  dan Kel 22:1).
c.   Tingkat pengetahuannya.
Makin banyak pengetahuan Firman Tuhan yang dimiliki seseorang, makin berat hukumannya kalau ia berbuat dosa (Luk 12:47-48).
d.   Kesengajaannya.
Dosa sengaja dan tidak sengaja tentu juga berbeda hukumannya (Kel 21:12-14).
e.   Pengaruh dosa yang ditimbulkan.
Kalau seseorang yang mempunyai kedudukan tinggi dalam gereja berbuat dosa, maka pengaruh negatif yang ditimbulkan akan lebih besar dari pada kalau orang kristen biasa berbuat dosa. Dan karena itu hukumannya juga lebih berat. Hal ini bisa terlihat dari kata-kata Yesus yang menunjukkan bahwa para ahli Taurat pasti akan menerima hukuman yang lebih berat (Mark 12:40b  Luk 20:47b).
f.    Apa yang menyebabkan seseorang berbuat dosa.
Seseorang yang mencuri tanpa ada pencobaan yang terlalu berarti tentu lebih berat dosanya dari pada orang yang mencuri karena membutuhkan uang untuk mengobati anaknya yang hampir mati. Hal ini bisa terlihat dari ayat-ayat Kitab Suci yang mengecam orang-orang yang melakukan dosa tanpa sebab / alasan, seperti dalam Maz 25:3b  Maz 35:19  Maz 69:5  Maz 119:78,86. Juga dari ayat-ayat Kitab Suci yang mengecam orang yang mencintai / mencari dosa, seperti Maz 4:3.
3.   Demikian juga pada saat mau memberi pahala kepada orang-orang yang benar, pasti ada banyak hal yang harus dipertim-bangkan, seperti:
a.   Banyaknya perbuatan baik yang dilakukan.
b.   Jenis perbuatan baik yang dilakukan.
c.   Besarnya pengorbanan pada waktu melakukan perbuatan baik. Yesus berkata bahwa janda yang memberi 2 peser memberi lebih banyak dari semua orang kaya yang memberi persembahan besar, karena janda itu memberikan seluruh nafkahnya (Luk 21:1-4).
d.   Motivasinya dalam melakukan perbuatan baik itu, dsb.
Untuk bisa melakukan semua ini dengan benar, maka Hakim itu haruslah seseorang yang maha tahu, maha bijaksana dan maha adil, dan karena itu Ia harus adalah Allah sendiri!
Charles Hodge: “As Christ is to be the judge, as all men are to appear before him, as the secrets of the hearts are to be the grounds of judgment, it is obvious that the sacred writers believed Christ to be a divine person, for nothing less than omniscience could qualify any one for the office here ascribed to our Lord” (= Karena Kristus akan menjadi Hakim, karena semua orang akan menghadap di hadapanNya, karena rahasia dari hati adalah dasar penghakiman, jelaslah bahwa penulis-penulis sakral / kudus percaya bahwa Kristus adalah Pribadi ilahi, karena hanya kemahatahuan yang bisa memenuhi syarat bagi siapapun untuk jabatan / tugas yang di sini dianggap sebagai milik Tuhan kita) - ‘I & II Corinthians’, hal 501.

Karena itu adalah sesuatu yang aneh kalau ada orang-orang yang percaya bahwa Yesus akan menjadi Hakim pada akhir jaman, tetapi tidak mempercayai bahwa Yesus adalah Allah sendiri!

6)         Kitab Suci memberikan kehormatan ilahi kepada Yesus seperti:
·         Penghormatan.
Yoh 5:23 - “supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia”.
·         Kepercayaan.
Yoh 14:1 - “‘Janganlah gelisah hatimu; percayalah kepada Allah, percayalah juga kepadaKu”.
·         Pengharapan.
1Kor 15:19 - “Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia”.
·         Penyejajaran namaNya dengan pribadi-pribadi lain dari Allah Tritunggal.
Mat 28:19 - “Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.
2Kor 13:13 - “Kasih karunia Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian”.

7)   KesatuanNya dengan Bapa seperti yang dinyatakan oleh ayat-ayat di bawah ini:
·         Yoh 10:30 - “Aku dan Bapa adalah satu”.
·         Yoh 14:7-10a - “(7) Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal BapaKu. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia’. (8) Kata Filipus kepadaNya: ‘Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami.’ (9) Kata Yesus kepadanya: ‘Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. (10a) Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku?.

Dalam tafsirannya tentang Yoh 17:10 (“dan segala milikKu adalah milikMu dan milikMu adalah milikKu”), Calvin memberikan suatu penerapan yang indah tentang kesatuan Bapa dan Anak dalam hidup / iman kita.
Calvin: “All these things are spoken for the confirmation of our faith. We must not seek salvation anywhere else than in Christ. But we shall not be satisfied with having Christ, if we do not know that we possess God in him. We must therefore believe that there is such unity between The Father and the Son as makes it impossible that they shall have anything separate from each other” (= Semua hal-hal ini dikatakan untuk meneguhkan iman kita. Kita tidak boleh mencari keselamatan di tempat lain manapun juga selain di dalam Kristus. Tetapi kita tidak akan puas dengan memiliki Kristus, jika kita tidak mengetahui bahwa kita memiliki Allah dalam Dia. Karena itu kita harus percaya bahwa ada suatu kesatuan sedemikian rupa antara Bapa dan Anak sehingga membuatnya mustahil bahwa yang satu mempunyai apapun terpisah dari yang lainnya) - hal 174.

8)   Yesus sendiri mengakui bahwa Ia adalah Allah / Anak Allah (Yoh 5:23  Yoh 10:30  Yoh 14:7-10  Yoh 15:23  Mat 26:63-64).
Memang kalau seseorang mengaku bahwa dirinya adalah Allah / Anak Allah, itu tidak / belum berarti bahwa ia memang betul-betul adalah Allah. Bisa saja bahwa ia adalah seorang pendus­ta. Tetapi Yesus bukan hanya mengaku bahwa diriNya adalah Allah / Anak Allah, tetapi Ia juga rela mati demi pengakuan tersebut!
Ada seorang penulis buku yang menggunakan hal ini untuk membuktikan keilahian Yesus dengan cara sebagai berikut:

                       Yesus = Allah / Anak Allah
 



            Tidak benar                              Benar
 



    Tahu              Tidak tahu
 



Pendusta        Orang gila                 Allah / Anak Allah
Orang tolol

Keterangan:
Yesus mengaku sebagai Allah / Anak Allah, dan Ia mau mati untuk pengakuan itu.
Ada 2 kemungkinan tentang pengakuan itu, yaitu: TIDAK BENAR atau BENAR.
Kalau pengakuan itu TIDAK BENAR, maka ada 2 kemungkinan lagi yaitu: Yesus TAHU bahwa pengakuanNya tidak benar, atau Yesus TIDAK TAHU bahwa pengakuanNya tidak benar.
Kalau Yesus tahu bahwa pengakuannya tidak benar, maka Ia pasti adalah seorang PENDUSTA, bahkan ORANG TOLOL (karena Ia mau mati untuk suatu dusta).
Kalau Yesus tidak tahu bahwa pengakuanNya tidak benar, maka Ia pasti adalah ORANG GILA, karena hanya orang gila yang tidak mengerti apa yang Ia sendiri katakan.
Kalau pengakuan Yesus tersebut adalah BENAR, maka Yesus adalah ALLAH / ANAK ALLAH.

Jadi sekarang, hanya ada beberapa pilihan untuk saudara:
·         Yesus adalah pendusta / orang tolol.
·         Yesus adalah orang gila.
·         Yesus betul-betul adalah Allah / Anak Allah.
Yang mana yang menjadi pilihan saudara?
Yesus jelas bukan pendusta, karena Ia tidak pernah berdusta. Ia jelas juga bukan orang tolol, karena bagaimana mungkin banyak orang mau mengikuti orang tolol? Dan setiap kali berdebat atau dijebak oleh para tokoh agama, Ia selalu bisa mengatasinya. Itu jelas menunjukkan Ia sama sekali bukan orang tolol. Ia pasti juga bukan orang gila, karena seandainya Ia gila tidak akan ada orang yang mau mengikutiNya. Juga, seandainya Ia gila, para tokoh agama tidak akan mempedulikanNya pada waktu Ia mengaku sebagai Mesias atau sebagai Anak Allah. Bahwa hal itu menyebabkan mereka menganggapNya menghujat Allah, jelas menunjukkan bahwa mereka tahu bahwa Ia tidak gila. Kalau 3 kemungkinan pertama sudah dibuktikan salah, maka yang tersisa adalah kemungkinan terakhir, yaitu bahwa Ia memang betul-betul adalah Allah / Anak Allah!

C. S. Lewis: “A man who was merely a man and said the sort of things Jesus said wouldn’t be a great moral teacher. He’d either be a lunatic ... or else he’d be the Devil of Hell. You must make your choice. Either this man was, and is, the Son of God, or else a madman or something worse” (= Seseorang yang adalah semata-mata seorang manusia dan mengucapkan hal-hal seperti yang Yesus katakan, bukanlah seorang guru moral yang agung. Atau ia adalah seorang gila ... atau ia adalah Iblis dari Neraka. Kamu harus menentukan pilihanmu. Atau orang ini adalah Allah, baik dulu maupun sekarang, atau ia adalah orang gila atau sesuatu yang lebih jelek lagi).

9)   Setan mengakui bahwa Yesus adalah Allah / Anak Allah dan setan tunduk kepada Yesus.
Mat 8:28-32 - “(28) Setibanya di seberang, yaitu di daerah orang Gadara, datanglah dari pekuburan dua orang yang kerasukan setan menemui Yesus. Mereka sangat berbahaya, sehingga tidak seorangpun yang berani melalui jalan itu. (29) Dan mereka itupun berteriak, katanya: ‘Apa urusanMu dengan kami, hai Anak Allah? Adakah Engkau ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?’ (30) Tidak jauh dari mereka itu sejumlah besar babi sedang mencari makan. (31) Maka setan-setan itu meminta kepadaNya, katanya: ‘Jika Engkau mengusir kami, suruhlah kami pindah ke dalam kawanan babi itu.’ (32) Yesus berkata kepada mereka: ‘Pergilah!’ Lalu keluarlah mereka dan masuk ke dalam babi-babi itu. Maka terjunlah seluruh kawanan babi itu dari tepi jurang ke dalam danau dan mati di dalam air”.

10) Kitab Suci memerintahkan penyembahan terhadap Yesus.

Dalam Ibr 1:6 Allah sendiri berkata bahwa malaikat-malaikat harus menyembah Anak / Yesus.
Ibr 1:6 - “Dan ketika Ia membawa pula AnakNya yang sulung ke dunia, Ia berkata: ‘Semua malaikat Allah harus menyembah Dia.’”.

Yesus sendiri mau disembah dan disebut Tuhan / Allah.
Mat 14:33 - “Dan orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya: ‘Sesungguhnya Engkau Anak Allah.’”.
Mat 28:9,17 - “(9) Tiba-tiba Yesus berjumpa dengan mereka dan berkata: ‘Salam bagimu." Mereka mendekatiNya dan memeluk kakiNya serta menyembahNya. ... (17) Ketika melihat Dia mereka menyembahNya, tetapi beberapa orang ragu-ragu”.
Yoh 9:38 - “Katanya: ‘Aku percaya, Tuhan!’ Lalu ia sujud menyembahNya.
Yoh 20:28 - “Tomas menjawab Dia: ‘Ya Tuhanku dan Allahku!’”.

Padahal Yesus sendiri berkata bahwa kita hanya boleh menyembah Allah (Mat 4:10).
Mat 4:10 - “Maka berkatalah Yesus kepadanya: ‘Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’”.

Dalam Perjanjian Lama memang ada banyak penyembahan terhadap manusia, seperti raja, nabi dan sebagainya. Tetapi sejak Yesus mengucapkan Mat 4:10, penyembahan hanya boleh dilakukan terhadap Allah. Karena itu rasul-rasul menolak sembah (Kis 10:25-26  Kis 14:14-18), dan bahkan malaikatpun menolak sembah, dan berusaha mengalihkan sembah itu kepada Allah (Wah 19:10  Wah 22:8-9). Herodes menerima penghormatan ilahi sehingga dihukum mati oleh Tuhan (Kis 12:20-23).
Jadi, orang / makhluk yang nggenah / saleh pasti menolak sembah kalau ia memang bukan Allah. Orang yang bukan Allah tetapi mau menerima sembah, jelas bukan orang nggenah / saleh.
Karena itu, kalau Yesus menerima sembah, dan bahkan menerima sebutan Tuhan / Allah bagi diriNya, maka hanya ada 2 pilihan: atau Dia adalah orang yang kurang ajar / nabi palsu, atau Dia adalah Allah sendiri! Yang mana yang saudara pilih?

Saya sudah memberikan banyak bukti yang menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah sendiri. Sudahkah saudara percaya bahwa Yesus adalah Allah sendiri? Kalau tidak, saudara bukan orang Kristen! Kalau ya, itu bagus. Tetapi saya ingin bertanya lagi: apakah hidup saudara saudara arahkan sesuai dengan kepercayaan tersebut? Apakah saudara berusaha makin mengenal Dia (dengan belajar Firman Tuhan), mentaati Dia, melayani Dia, memuliakan Dia? Kalau tidak, ingat bahwa iman tanpa perbuatan adalah mati!

B)  Yesus adalah manusia.

1)   Setelah inkarnasi (kristen percaya pada inkarnasi, bukan pada reinkarnasi!), maka Yesus adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia (100% Allah dan 100% manusia), tetapi Ia hanya 1 pribadi.

Herschel H. Hobbs: “It is just as great a heresy to deny His humanity as to deny His deity” (= Menyangkal kemanusiaanNya adalah sama sesatnya dengan menyangkal keilahianNya) - ‘The Epistles of John’, hal 21.

2)         Bukti bahwa Yesus adalah manusia:

a)   Ia disebut ‘orang’ / ‘seorang manusia’ (Yoh 8:40  Kis 2:22  Ro 5:15  1Kor 15:21).

b)   Ia menyebut diriNya sendiri ‘Anak Manusia’ (Mat 24:44).

c)   Kitab Suci mengatakan bahwa Ia telah menjadi manusia / daging (Yoh 1:14  1Tim 3:16  Ibr 2:14  1Yoh 4:2).
Semua ayat-ayat ini sebetulnya terjemahan hurufiahnya menggunakan kata ‘daging’. Ini merupakan suatu synecdoche (= gaya bahasa dimana yang sebagian mewakili seluruhnya), yang bukan hanya menunjuk pada daging / tubuh manusia, tetapi pada seluruh manusia. Dengan demikian ayat-ayat tersebut tidak boleh diartikan bahwa Kristus hanya mempunyai tubuh manusia tetapi tidak mempunyai jiwa / roh manusia.

d)   Kitab Suci menggambarkan Kristus sebagai seseorang yang:

1.         Mempunyai tubuh (darah, daging, dan tulang) dan jiwa / roh.

·         Bahwa Kristus betul-betul mempunyai tubuh (darah, daging, tulang) ditunjukkan oleh ayat-ayat seperti Mat 26:26,28  Luk 24:39  Ibr 2:14.

·         Bahwa Kristus mempunyai jiwa / roh ditunjukkan oleh:

¨      ayat-ayat seperti Mat 26:38  Mat 27:50  Luk 23:46  Yoh 11:33  Yoh 12:27  Yoh 13:21  1Yoh 3:16.
Dalam Mat 26:38 kata ‘hati’ seharusnya adalah ‘jiwa’ (bahasa Yunani: PSUCHE).
Dalam Mat 27:50 dan Luk 23:46, kata ‘nyawa’ seharus-nya adalah ‘roh’ (bahasa Yunani: PNEUMA).
Dalam Yoh 11:33 kata ‘hati’ seharusnya adalah ‘roh’.
Dalam Yoh 12:27 Kitab Suci Indonesia memberikan ter-jemahan yang benar, yaitu ‘jiwaKu’.
Dalam Yoh 13:21 terjemahan hurufiahnya adalah: ‘was troubled in spirit’ (= terganggu / susah dalam roh).
Dalam 1Yoh 3:16 kata ‘nyawa’ seharusnya adalah ‘jiwa’.

¨      adanya pikiran manusia (Mat 24:36  Luk 2:40,52), perasaan manusia (Mat 8:10  Mat 9:36  Mat 26:37,38  Mark 3:5  Mark 6:6  Luk 7:9  Yoh 11:33,35  Yoh 12:27), dan kehendak manusia (Mat 26:39). Ini semua jelas menunjukkan adanya jiwa / roh manusia.

2.         Mengalami pertumbuhan / perkembangan.
Luk 2:40,52 - “(40) Anak itu bertambah besar dan menjadi kuat, penuh hikmat, dan kasih karunia Allah ada padaNya. ... (52) Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmatNya dan besarNya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia”.

3.   Mengalami segala sesuatu yang dialami oleh manusia-manusia yang lain (kecuali dalam hal melakukan dosa), seperti: lahir (Luk 2:7), lapar (Mat 4:2), haus (Yoh 4:7  Yoh 19:28), letih (Yoh 4:6), tidur (Mat 8:24), penderitaan (Ibr 2:10,18  Ibr 5:8), dan mati (Yoh 19:30).

e)   Ayat-ayat seperti Ro 8:3  Fil 2:7-8  Ibr 2:14-17 jelas menunjukkan bahwa Yesus sungguh-sungguh adalah manusia.
Ro 8:3 - “Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah. Dengan jalan mengutus AnakNya sendiri dalam daging, yang serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa, Ia telah menjatuhkan hukuman atas dosa di dalam daging”.
Fil 2:7-8 - “(7) melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (8) Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib”.
Ibr 2:14-17 - “(14) Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka, supaya oleh kematianNya Ia memusnahkan dia, yaitu Iblis, yang berkuasa atas maut; (15) dan supaya dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut. (16) Sebab sesungguhnya, bukan malaikat-malaikat yang Ia kasihani, tetapi keturunan Abraham yang Ia kasihani. (17) Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudaraNya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa”.

3)         Keberatan terhadap kemanusiaan Yesus dan jawabannya:

a)   Ada orang yang mengatakan bahwa kalau Yesus adalah manusia yang suci, maka sebetulnya Ia bukan manusia, karena semua manusia berdosa. Untuk menjawab keberatan ini perlu diketahui bahwa dosa tidak termasuk dalam hakekat manusia. Sebelum jatuh ke dalam dosa, Adam dan Hawa sudah adalah manusia!

b)   Ada juga yang mengatakan bahwa Yesus bukanlah manusia yang sama seperti kita karena dalam pembuahannya tidak digunakan air mani laki-laki. Untuk menjawab serangan ini, kita bisa menunjuk pada Adam dan Hawa, yang dalam pembentukannya juga tidak menggunakan air mani laki-laki. Bahkan boleh dikatakan bahwa dalam pembentukan mereka tidak ada pembuahan apapun. Tetapi mereka tetap adalah manusia sungguh-sungguh, sama seperti kita.
Seseorang pernah berkata bahwa Allah bisa dan pernah mencipta manusia dengan 4 cara:
·         Tanpa menggunakan laki-laki ataupun perempuan, yaitu pada waktu Ia menciptakan Adam.
·         Tanpa menggunakan perempuan tetapi dengan menggunakan laki-laki, yaitu pada waktu Ia menciptakan Hawa.
·         Tanpa menggunakan laki-laki tetapi dengan menggunakan perempuan, yaitu pada waktu Ia menciptakan manusia Yesus.
·         Dengan menggunakan laki-laki dan perempuan, yaitu pada waktu Ia menciptakan semua manusia selain Adam, Hawa, dan manusia Yesus.
Jadi kesimpulannya, bahwa manusia Yesus diciptakan oleh Allah hanya dengan menggunakan seorang perempuan, tidak menyebabkan Ia bukanlah manusia yang sejati.

4)         Hal yang perlu diwaspadai.

Sesuatu yang penting sekali untuk diwaspadai / diperhatikan adalah: Ada banyak ayat yang menunjukkan keilahian Kristus, dan ada banyak ayat yang menunjukkan kemanusiaan Kristus. Kita tidak boleh menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan keilahian Kristus untuk membuktikan bahwa Ia bukanlah manusia, dan kita juga tidak boleh menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan kema­nusiaan Kristus untuk membuktikan bahwa Ia bukanlah Allah!

Illustrasi: Saya adalah seorang pendeta, tetapi pada saat yang sama saya juga adalah seorang olahragawan. Kadang-kadang saya memakai toga dan memimpin Perjamuan Kudus, sehingga saya terlihat sebagai pendeta. Tetapi kadang-kadang saya memakai celana pendek, kaos, dan sepatu olah raga, sehingga saya terlihat sebagai olahragawan. Tidak ada orang yang pada waktu melihat saya memakai toga, menganggap itu sebagai bukti bahwa saya bukan olahragawan, dan sebaliknya, waktu melihat saya memakai pakaian olah raga, menganggap itu sebagai bukti bahwa saya bukan pendeta!
Analoginya, karena Yesus adalah Allah dan manusia, maka kita tidak boleh menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan keilahian Yesus untuk membuktikan bahwa Ia bukan manusia, atau menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan kemanusiaan Yesus untuk membuktikan bahwa Ia bukan Allah!

Para Saksi Yehuwa sering menggunakan ayat-ayat yang menunjukkan kemanusiaan Kristus untuk membuktikan bahwa Kris­tus bukanlah Allah.
Misalnya:
·         Mat 24:36 - “Tetapi tentang hari dan saat itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa sendiri.’”.
Ayat ini merupakan ayat yang menunjukkan pikiran manusia yang terbatas dalam diri Yesus, tetapi dipakai sebagai bukti bahwa Yesus bukanlah Allah.
·         Yoh 14:28 - “Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada BapaKu, sebab Bapa lebih besar dari pada Aku.
Ayat ini jelas juga menekankan Yesus sebagai manusia (pikiran manusialah yang saat itu timbul), tetapi sering dipakai untuk membuktikan bahwa Yesus bukanlah Allah, atau bahwa Yesus lebih rendah dari pada Allah.
·         Ibr 5:8 yang mengatakan bahwa Yesus ‘telah belajar menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya’, yang jelas juga menunjukkan Yesus sebagai manusia, dipakai untuk menunjukkan bahwa Yesus bukanlah Allah, karena Allah tidak perlu belajar.
·         Mat 4:1-11 yang menunjukkan bahwa Yesus dicobai, dipakai sebagai dasar untuk mengatakan bahwa Yesus bukanlah Allah, karena Allah tidak bisa dicobai (bdk. Yak 1:13).
·         Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa Yesus berdoa, juga mereka pakai untuk membuktikan bahwa Ia bukanlah Allah, karena Allah tidak perlu berdoa.

5)         Mengapa Yesus menjadi manusia?
a)   Karena Ia mau memikul hukuman dosa manusia (Ibr 2:14-17).
Andaikata Ia mau memikul hukuman dosa malaikat, maka Ia harus menjadi malaikat. Tetapi karena Ia mau memikul hukuman dosa manusia, maka Ia harus menjadi manusia.
b)   Supaya bisa menjadi pengantara antara Allah dan manusia.
1Tim 2:5 - “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus”.
c)   Supaya bisa menjadi teladan bagi kita (Yoh 13:14-15).
d)   Supaya bisa mati.
Upah dosa ialah maut / kematian (Ro 6:23). Allah tidak bisa mati. Jadi supaya bisa memikul hukuman dosa yaitu kematian, Yesus menjadi manusia.

Setelah membahas tentang diri Yesus, sekarang saya akan membahas karya Yesus untuk menyelamatkan kita. Ini akan saya bahas dalam point C) dan D) di bawah ini.

C) Kematian Yesus untuk menebus dosa manusia.

Allah itu kasih, dan karena itu Ia ingin manusia bebas dari hukuman dosa. Tetapi Allah tidak bisa menghapuskan / mengampuni dosa begitu saja, karena Ia juga adalah Allah yang adil, yang harus menghukum setiap orang berdosa. Kalau Allah mau manusia bebas dari hukuman dosa, maka Allah sendiri harus menanggung / memikul hukuman dosa itu bagi manusia. Dengan kata lain Allah harus menjadi substitute / pengganti dalam memikul hukuman dosa. Karena itulah, maka Allah lalu menjadi manusia (yaitu Yesus) dan Ia sen­diri  menanggung hukuman yang Ia sendiri jatuhkan. Jadi, pada waktu Yesus ada di atas kayu salib, Ia menanggung / memikul hukuman dosa manusia (Yes 53:4-6).

Bahwa Kristus adalah substitute / pengganti kita dalam memikul hukuman dosa, terlihat dari:

1)         Ayat-ayat Kitab Suci seperti 2Kor 5:15 dan Yes 53:4-6.

Yes 53:4-6 - “(4) Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggung-nya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. (5) Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. (6) Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian.
Catatan: kata-kata ‘penyakit’ dan ‘sembuh’ tidak boleh diartikan secara jasmani, tetapi secara rohani. Jadi ‘penyakit’ menunjuk pada penyakit rohani, yaitu dosa, dan ‘sembuh’ menunjuk pada kesembuhan rohani, yaitu penerimaan pengampunan dosa / pembenaran.

2Kor 5:15 - “Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka.

Catatan: dalam ayat ini ada kata-kata ‘Kristus telah mati untuk semua orang’ dan ‘telah mati dan dibangkitkan untuk mereka’, dimana kata ‘untuk’ dalam bahasa Yunaninya adalah HUPER yang berarti: ‘for’ (= untuk); ‘in behalf of’ (= untuk kepentingan), ‘for the sake of’ (= demi).

2)   Kristus tidak berdosa (2Kor  5:21  Ibr 4:15).
Andaikata Ia berdosa, maka pada saat Ia mati, Ia mengalami hukuman untuk diriNya sendiri. Tetapi karena Ia suci, maka pada saat Ia mati, Ia mengalaminya untuk kita!

3)   Jenis hukuman mati yang Ia alami adalah penyaliban, bukan pemenggalan, perajaman, dsb.
Mengapa harus salib? Karena salib adalah hukuman yang terkutuk, dan dengan mengalami kematian yang terkutuk itu, Ia menanggung kutuk yang seharusnya untuk kita (Gal 3:10b,13 bdk. Ul 21:23).
Gal 3:10b - “Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat”.
Gal 3:13 - “Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: ‘Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!’”.
Ul 21:22-23 - “(22) ‘Apabila seseorang berbuat dosa yang sepadan dengan hukuman mati, lalu ia dihukum mati, kemudian kaugantung dia pada sebuah tiang, (23) maka janganlah mayatnya dibiarkan semalam-malaman pada tiang itu, tetapi haruslah engkau menguburkan dia pada hari itu juga, sebab seorang yang digantung terkutuk oleh Allah; janganlah engkau menajiskan tanah yang diberikan TUHAN, Allahmu, kepadamu menjadi milik pusakamu.’”.

Memang sebetulnya kematian karena hukuman gantung juga merupakan kematian yang terkutuk, tetapi kalau Kristus mati karena hukuman gantung, maka Ia tidak mencurahkan darah. Padahal pencurahan darah itu harus ada, karena:
a)   Dengan demikian Ia menggenapi Type / gambaran domba korban dosa dalam Perjanjian Lama.
b)   Tanpa pencurahan darah tidak ada pengampunan dosa (Ibr 9:22).
Jadi, Kristus tidak boleh mati karena hukuman gantung, tetapi harus karena penyaliban.

4)   Penderitaan yang luar biasa yang Ia alami.
Kalau kita masuk neraka untuk menerima hukuman karena dosa-dosa kita, maka jelas bahwa kita akan mengalami hukuman yang luar biasa! Kristus menjadi substitute / pengganti kita, dan karena itu Ia harus mengalami penderitaan yang luar biasa. Kristus memang mengalami penderitaan yang luar biasa hebatnya, yaitu:

a)   Pencambukan.
Untuk bisa mengerti betapa hebatnya pencambukan yang Kristus alami bagi kita, mari kita melihat 2 buah kutipan di bawah ini.

William Hendriksen: “The Roman scourge consisted of a short wooden handle to which several thongs were attached, the ends equipped with pieces of lead or brass and with sharply pointed bits of bone. The stripes were laid especially on the victim’s back, bared and bent. Generally two men were employed to administer this punishment, one lashing the victim from one side, one from the other side, with the result that the flesh was at times lacerated to such an extent that deep-seated veins and arteries, sometimes even entrails and inner organs, were exposed. Such flogging, from which Roman citizens were exempt (cf Acts 16:37), often resulted in death” [= Cambuk Romawi terdiri dari gagang kayu yang pendek yang diberi beberapa tali kulit, yang ujungnya dilengkapi dengan potongan-potongan timah atau kuningan dan potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Pencambukan diberikan terutama pada punggung korban, yang ditelanjangi dan dibungkuk­kan. Biasanya 2 orang dipekerjakan untuk melaksanakan hukuman ini, yang seorang mencambuki dari satu sisi, yang lain mencambuki dari sisi yang lain, dengan akibat bahwa daging yang dicambuki itu kadang-kadang koyak / sobek sedemikian rupa sehingga pembuluh darah dan arteri yang terletak di dalam, kadang-kadang bahkan isi perut dan organ bagian dalam, menjadi terbuka / terlihat. Pencambukan seperti itu, yang tidak boleh dilakukan terhadap warga negara Romawi (bdk. Kis 16:37), sering berakhir dengan kematian].

William Barclay: “Roman scourging was a terrible torture. The victim was stripped; his hands were tied behind him, and he was tied to a post  with his back bent double and conven­iently exposed to the lash. The lash itself was a long leather thong, studded at intervals with sharpened pieces of bone and pellets of lead. Such scourging always preceded crucifixion and ‘it reduced the naked body to strips of raw flesh, and inflamed and bleeding weals’. Men died under it, and men lost their reason under it, and few remained conscious to the end of it” [= Pencambukan Romawi adalah suatu penyiksaan yang hebat. Korban ditelanjangi, tangannya diikat kebelakang, lalu ia diikat pada suatu tonggak dengan punggungnya dibungkukkan sehingga terbuka terhadap cambuk. Cambuk itu sendiri adalah suatu tali kulit yang panjang, yang ditaburi dengan potongan-potongan tulang dan butiran-butiran timah yang runcing. Pencambukan seperti itu selalu mendahului penyaliban dan ‘pencambukan itu men­jadikan tubuh telanjang itu menjadi carikan-carikan daging mentah, dan bilur-bilur yang meradang dan berdarah’. Ada orang yang mati karenanya, dan ada orang yang kehilangan akalnya (menjadi gila?) karenanya, dan sedi­kit orang bisa tetap sadar sampai akhir pencambukan].

Sebetulnya saudara dan sayalah yang seharusnya dicambuki sebagai hukuman atas dosa-dosa kita, tetapi Kristus telah memikul hukuman kita. Dengan demikian kalau kita mau percaya kepadaNya, kita bebas dari hukuman dan menda-patkan hidup yang kekal.

b)   Penyaliban.
Untuk bisa mengerti betapa hebatnya penyaliban yang Kristus alami bagi kita, mari kita melihat 2 buah kutipan di bawah ini.

Pulpit Commentary: “Nails were driven through the hands and feet, and the body was supported partly by these and partly by a projecting pin of wood called the seat. The rest for the feet, often seen in picture, was never used” (= Paku-paku menembus tangan dan kaki, dan tubuh disangga / ditopang sebagian oleh paku-paku ini dan sebagian lagi oleh sepotong kayu yang menonjol yang disebut ‘tempat duduk’. Tempat pijakan kaki, yang sering terlihat dalam gambar, tidak pernah digunakan).

William Barclay: “When they reached the place of crucifixion, the cross was laid flat on the ground. The prisoner was stretched upon it and his hands nailed to it. The feet were not nailed, but only loosely bound. Between the prisoner’s legs projected a ledengane of wood called the saddle, to take his weight when the cross was raised upright - otherwise the nails would have torn through the flesh of the hands. The cross was then lifted upright and set in its socket - and the criminal was left to die ... Some­times prisoners hung for as long as a week, slowly dying of hunger and thirst, suffering sometimes to the point of actual madness” [= Ketika mereka sampai di tempat penyaliban, salib itu ditidurkan di atas tanah. Orang hukuman itu direntangkan di atasnya, dan tangannya dipakukan pada salib itu. Kakinya tidak dipakukan, tetapi hanya diikat secara longgar. Di antara kaki-kaki dari orang hukuman itu (diselangkangannya), menonjol sepotong kayu yang disebut sadel, untuk menahan berat orang itu pada waktu salib itu ditegakkan - kalau tidak maka paku-paku itu akan merobek daging di tangannya. Lalu salib itu ditegakkan dan dimasukkan di tempatnya - dan kriminil itu dibiarkan untuk mati ... Kadang-kadang, orang-orang hukuman tergantung sampai satu minggu, mati perlahan-lahan karena lapar dan haus, menderita sampai pada titik dimana mereka menjadi gila].

Catatan: William Barclay menganggap bahwa yang dipaku hanyalah tangan saja. Kaki hanya diikat secara longgar, tetapi tidak dipaku. Ini ia dasarkan pada:
·         tradisi.
·         Yoh 20:25,27 yang tidak menyebut-nyebut tentang bekas paku pada kaki.
Tetapi saya tidak setuju dengan Barclay, dan saya berpendapat bahwa Yesus dipaku bukan hanya tangannya, tetapi juga kakinya. Alasan saya:
¨      penulis-penulis lain ada yang mengatakan bahwa tra­disinya tak selalu seperti yang dikatakan oleh Barclay (misalnya penulis dari Pulpit Commentary yang saya kutip di atas). Juga tentang pemakuan kaki ini caranya tidak selalu sama. Kadang-kadang kedua kakinya dipaku menjadi satu, dan kadang-kadang kedua kakinya dipaku sendiri-sendiri secara terpisah.
¨      Maz 22, yang adalah mazmur / nubuat tentang salib (baca seluruh mazmur itu dan perhatikan ay 2,8-9,16,17b,19 yang jelas menunjukkan bahwa ini adalah Mazmur tentang salib), berkata pada ay 17b: ‘mereka menusuk tangan dan kakiku.
Jamieson, Fausset & Brown (tentang Yoh 19:18): The feet, though not always nailed, but simply bound, to the upright beam, were almost certainly so in this case (Ps. 22:16).” [= Kaki, sekalipun tidak selalu dipaku, tetapi hanya diikat pada tiang yang vertikal, dalam kasus ini hampir pasti dipaku (Maz 22:17)].
¨      Dalam Luk 24:39-40, Tuhan Yesus menunjukkan tangan dan kakiNya! Pasti karena ada bekas pakunya!

Sama seperti pencambukan, penyaliban adalah hukuman yang sebetulnya dijatuhkan kepada kita. Tetapi Yesus sudah me-mikulnya bagi kita sehingga kita tidak lagi perlu dihukum, asal kita mau percaya kepada Yesus!

Selanjutnya Barclay mengutip seorang yang bernama Klausner sebagai berikut: “The criminal was fastened to his cross, already a bleeding mass from the scourging. There he hung to die of hunger and thirst and exposure, unable even to defend himself from the torture of the gnats and flies which settled on his naked body and on his bleeding wounds” [= Kriminil itu dilekatkan / dipakukan pada salib; pada saat itu ia sudah penuh dengan darah karena pencambukan. Di sana ia tergantung untuk mati karena lapar, haus dan kepanasan, bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri dari siksaan dari nyamuk dan lalat yang hinggap pada tubuhnya yang telanjang dan pada luka-lukanya yang berdarah].

Barclay lalu mengatakan: “It is not a pretty picture but that is what Jesus Christ suffered - willingly - for us” (= Itu bukanlah suatu gambaran yang bagus, tetapi itulah yang diderita oleh Yesus Kristus - dengan sukarela - bagi kita).

Ada satu hal yang harus diwaspadai kalau kita mendengar tentang hebatnya penderitaan yang Yesus alami bagi kita, yaitu kalau kita sekedar merasa kasihan kepadaNya. Dalam Luk 23:27-32 bisa kita lihat bahwa ada banyak perempuan merasa kasihan dan menangisi Yesus, yang lalu justru ditegur oleh Yesus. Dan Pulpit Commentary mengomentari peris­tiwa ini dengan berkata: “He does not want our pity. This would be a wasted and mistaken sentiment” (= Ia tidak membutuhkan / menghendaki belas kasihan kita. Ini adalah suatu perasaan yang sia-sia dan salah).
Yesus berkorban bagi saudara bukan supaya saudara merasa kasihan kepadaNya, tetapi supaya saudara percaya kepadaNya dan diselamatkan! Kalau saudara hanya mempunyai perasaan kasihan kepada Yesus, tetapi tidak percaya kepadaNya, saudara sudah ditipu oleh setan. Dengan adanya perasaan kasihan itu saudara seakan-akan adalah orang yang pro Yesus, tetapi ketidakpercayaan saudara membuktikan bahwa saudara tetap adalah orang yang anti Yesus!

5)   Kristus menolak anggur bius (Mat 27:34).
Banyak penafsir beranggapan bahwa Ia menolak anggur itu, karena:
·         anggur itu mengandung sejenis ramuan bius, yang bisa mengu-rangi rasa sakit.
·         Ia sadar bahwa saat itu Ia sedang menggantikan kita dalam memikul hukuman dosa, dan karena itu Ia tidak mau rasa sakitnya dikurangi. Ia mau memikul 100 % hukuman dosa kita!

6)   Kristus mengalami kehausan (Yoh 19:28 bdk. Maz 22:16).
Ingat bahwa orang di neraka pasti mengalami kehausan yang luar biasa. Bandingkan dengan kehausan dari orang kaya di neraka dalam Luk 16:23-24. Kristus menggantikan kita memikul hukuman itu, dan karenanya Ia harus mengalami kehausan yang luar biasa. Ini menyebabkan kita tidak perlu mengalami kehausan di neraka, asal kita mau percaya kepada Yesus!

7)   Kristus mengalami keterpisahan dengan Allah (Mat 27:46).
Keterpisahan dengan Allah merupakan hukuman dosa (Yes 59:1-2  2Tes 1:9). Kristus menggantikan kita memikul hukuman dosa, dan karena itu Ia harus mengalami keterpisahan dengan Allah / BapaNya. Inilah ‘neraka’ yang Ia pikul bagi kita!

8)   Kristus mati.
Upah dosa ialah maut (Ro 6:23), dan karena itu Kristus, yang menggantikan kita untuk memikul hukuman dosa, harus mengalami kematian.

Kristus memang telah menderita dan mati sebagai substitute / pengganti orang berdosa. Tetapi ini tidak ada gunanya bagi saudara kalau saudara tidak percaya dan menerima Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan dalam kehidupan saudara!

D)  Kebangkitan Yesus.

1)         Arti kebangkitan Yesus.

a)   Musuh (Iblis dan maut) sudah dikalahkan (Kej 3:15).
Kej 3:15 - “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.’”.
Ini merupakan suatu nubuat. Pada waktu Yesus menderita dan mati di kayu salib, maka Iblis meremukkan tumitNya. Sedangkan pada saat Ia bangkit dari antara orang mati, maka Ia meremukkan kepala Iblis.

·         Baik Iblis maupun maut sebetulnya sudah dikalahkan pada waktu Yesus bangkit dari antara orang mati. Tetapi seka­rang Iblis dan maut masih diberi kesempatan untuk mena­kut-nakuti / menggoda manusia. Pada kedatangan Kristus yang kedua nanti, barulah maut dihancurkan selama-lamanya (1Kor 15:53-55  Wah 21:4) dan Iblis dibuang ke dalam neraka (2Tes 2:8  Wah 20:10), sehingga tidak lagi bisa menggoda kita. Ini adalah sesuatu yang sudah pasti akan terjadi, dan hal ini bahkan diketahui dan diakui oleh setan sen­diri (Mat 8:29).

·         Karena itu orang kristen tidak boleh takut kepada setan maupun kepada kematian. Orang kristen memang tetap akan mengalami kematian jasmani, tetapi bagi orang kristen kematian itu bukan lagi merupakan hukuman dosa, tetapi merupakan pintu gerbang menuju surga.

b)   Hutang dosa telah dibayar lunas dan pembayarannya telah diterima oleh Allah.

·         Yesus membayar hutang dosa kepada Allah, bukan kepada setan!
Ini perlu ditekankan karena adanya ajaran yang mengatakan bahwa pada waktu manusia jatuh ke dalam dosa, manusia menjadi milik setan. Karena itu Yesus mati untuk membayar kepada setan supaya bisa mendapatkan manusia kembali. Ini adalah ajaran yang salah / sesat, karena pada waktu manusia berbuat dosa, manusia berbuat dosa kepada Allah, bukan kepada setan. Karena itu pembayaran hutang dosa jelas harus ditujukan kepada Allah. Setan sama sekali tidak berhak menerima pembayaran hutang dosa itu!

·         Kalau pembayaran itu tidak diterima oleh Allah, atau kalau hutang dosa itu belum lunas, maka Yesus harus tetap ada di dalam kematian yang merupakan upah dosa (Ro 6:23). Bahwa Ia bisa bangkit, menunjukkan bahwa pembayaran hutang itu telah diterima oleh Allah, dan hutang dosa manusia sudah betul-betul lunas. Karena itu, fakta bahwa Yesus sudah bangkit dari antara orang mati, menjamin keselamatan kita!

c)   Menunjukkan apa yang akan dialami oleh orang-orang yang percaya kepada Kristus. Kebangkitan Kristus merupakan pola yang akan diikuti oleh orang yang percaya kepadaNya (Ro 6:4,5,8  1Kor 6:14  1Kor 15:20-23  2Kor 4:14  Fil 3:21  Kol 2:12  1Tes 4:14).

d)   Menunjukkan bahwa Yesus adalah Anak Allah (Ro 1:4).

2)         Penyangkalan terhadap kebangkitan Yesus.

a)   Yesus sebetulnya tidak bangkit, tetapi mayatNya dicuri oleh murid-muridNya (Mat 28:11-15).
Pandangan ini tidak masuk akal, sebab:
·         Adanya batu besar yang menutup kubur, meterai, dan pen-jagaan yang ketat (Mat 27:62-66).
Perlu diingat bahwa pada jaman itu penjaga yang lalai dalam tugasnya menghadapi hukuman mati (bdk. Kis 12:19  Kis 16:27). Karena itu tidak mungkin para penjaga kubur Yesus itu lalai dalam menjaga kubur sehingga mayat Yesus bisa dicuri.
·         Kain kapan tetap ada dalam kuburan (Yoh 20:5-7).
Kalau murid-murid mencuri mayat Tuhan Yesus, pasti mereka tidak akan berlama-lama di dalam kubur. Mereka pasti tidak akan membuka kain kapan itu di dalam kuburan, tetapi akan membawa mayat Yesus beserta kain kapannya.
·         Selama 40 hari, berulang-ulang Yesus menampakkan diri.
·         Murid-murid mati syahid untuk Yesus.
Kalau murid-murid mencuri mayat Yesus, mereka pasti tahu bahwa Yesus adalah seorang pendusta, dan tidak mungkin mereka mau mati untuk seorang pendusta.
·         Kalau memang ada pencuri yang mencuri mayat Yesus pada waktu penjaga-penjaga sedang tertidur, dari mana para penjaga itu tahu bahwa yang mencuri adalah murid-murid Yesus? Dan kalaupun dari penyelidikan mereka akhirnya bisa tahu hal itu, mengapa mereka tidak berusaha menang­kap murid-murid Yesus untuk mendapatkan mayat Yesus kembali?

b)   Yesus tidak bangkit, tapi mayatNya dicuri oleh tentara Romawi / para pemimpin agama.
Pandangan ini juga tidak masuk akal, sebab:
·         Pada saat murid-murid mengatakan bahwa Yesus sudah bangkit, pencuri mayat itu dengan mudah bisa menunjukkan mayat Yesus, dan membuktikan bahwa Yesus tidak bangkit. Tetapi ternyata hal ini tidak pernah mereka lakukan.
·         Selama 40 hari, berulang-ulang Yesus menampakkan diri.

c)   Yesus tidak bangkit, tetapi sadar dari pingsanNya.
Pandangan ini juga tidak masuk akal, sebab:
·         Yesus mengalami luka-luka berat, baik karena pencambukan, penyaliban, maupun penusukan tombak.
·         Yesus ada dalam kubur seorang diri, tanpa makanan, minuman, obat-obatan, dan tidak ada dokter atau perawat yang menolongNya. Dalam situasi seperti ini, bagaimana mungkin Yesus justru jadi ‘sembuh’ setelah hari yang ketiga?

d)   Yesus tidak bangkit, tetapi keluar dari persembunyianNya, sedang-kan yang mati disalib adalah orang lain yang mirip Yesus.
Pandangan ini juga tidak masuk akal, sebab:
·         Orang-orang yang membenci Yesus tidak mungkin keliru menyalibkan orang lain, karena orang yang benci pada seseorang pasti mengingat wajah musuhnya.
·         Murid-murid yang mencintai Yesus juga tidak mungkin keliru mengenali Guru mereka, sehingga mereka menjadi takut setelah Yesus mati.
·         Waktu Yesus ‘keluar dari persembunyianNya’, mayat Yesus palsu seharusnya tetap ada di dalam kubur. Tetapi kenyataannya adalah: kubur itu kosong.

e)   Yesus tidak bangkit, murid-murid hanya mengalami halusina­si. 
Pandangan ini juga tidak masuk akal, sebab:
·         Murid-murid tidak pernah mengharapkan kebangkitan Yesus.
·         ‘Halusinasi’ itu bisa dilihat oleh banyak orang sekali­gus.
·         Dalam ‘halusinasi’ itu Yesus bisa bercakap-cakap, bisa dipegang, dan juga bisa makan (Luk 24:36-43).

f)    Yesus bangkit, bukan secara jasmani, tetapi secara rohani (pandangan dari Saksi Yehuwa).
Pandangan ini juga tidak masuk akal, sebab:
·         Apa gerangan yang dimaksud dengan kebangkitan rohani? Roh Yesus tidak pernah mati! Ia memang pernah mengalami kematian rohani, yaitu pada waktu Ia ditinggal oleh Bapanya (Mat 27:46). Tetapi dalam arti sebenarnya ‘roh’ tidak bisa mati!
·         Kubur Yesus kosong, dan ini menunjukkan bahwa Yesus pasti bangkit secara jasmani.
·         Setelah kebangkitan, Yesus bisa makan (Luk 24:41-43), bisa dilihat / dipegang (Mat 28:9  Luk 24:38-40  Yoh 20:27).

3)         Pentingnya kepercayaan pada kebangkitan Yesus.
Kepercayaan akan kebangkitan Yesus adalah sesuatu yang sangat penting, sebab:

a)   Kebangkitan Yesus dinyatakan secara sangat jelas oleh Kitab Suci, sehingga tidak percaya pada kebangkitan Yesus berarti sama dengan tidak percaya pada Kitab Suci / Firman Tuhan.

b)   Orang yang tidak percaya pada kebangkitan Yesus, tidak akan selamat.
Ro 10:9 - “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan”.
Karena itu, Paulus dalam penginjilannya sangat mementingkan berita tentang kebangkitan Yesus (1Kor 15:3-4).

4)         Hubungan antara kematian dan kebangkitan Kristus.
Salib, kematian dan penguburan Kristus kelihatannya menunjukkan kelemahan dan kekalahan. Tetapi kebangkitan Kristus betul-betul menunjukkan kemenanganNya, dan kebangkitanNya menyebabkan kematianNya mempunyai kuasa dan manfaat dalam hidup kita (1Kor 15:14,17).
Karena itu, kematian dan kebangkitan Kristus tidak boleh dipisahkan. Kitab Suci dalam banyak bagian menyebutkan kema­tian dan kebangkitan Kristus sekaligus (Ro 4:25  Ro 6:4  2Kor 13:4  Fil 3:10).
Memang ada bagian-bagian Kitab Suci yang hanya berbicara tentang kematian atau kebangkitan saja. Pada saat kita meli­hat bagian yang hanya berbicara tentang kematian Kristus, kita harus juga mengingat kebangkitanNya. Sebaliknya, pada saat kita melihat bagian yang hanya berbicara tentang kebang­kitan Kristus, kita juga harus meng-ingat kematianNya.

Calvin: “So then, let us remember that whenever mention is made of His death alone, we are to understand at the same time what belongs to His resurrection. Also, the same synecdoche applies to the word ‘resurrection’: whenever it is mentioned separately from death, we are to understand it as including what has to do especially with His death” (= Jadi, marilah kita mengingat bahwa kalau hanya disebutkan tentang kematian­Nya, kita harus mengartikan pada saat yang sama, apa yang termasuk dalam kebangkitanNya. Juga synecdoche yang sama berlaku terhadap kata ‘kebangkitan’: kalau kata itu disebut­kan terpisah dari kematian, kita harus menafsirkan kata itu beserta apa yang termasuk dalam kematianNya) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter XVI, No 13.

Contoh:
·         Ro 10:9 mengatakan bahwa orang yang percaya bahwa Yesus sudah bangkit dari antara orang mati, akan diselamatkan. Ini tentu tidak boleh diartikan bahwa orang itu tidak perlu percaya tentang kematian Kristus untuk menebus dosanya.
·         Ibr 2:14 mengatakan bahwa oleh kematianNya Yesus memusnahkan Iblis. Ini rasanya tidak cocok, dan karenanya kata ‘kematian’ di sini harus diartikan mencakup juga akan ‘kebang­kitan’ Yesus.

IV) Iman dan Pertobatan.


A)  Kita diselamatkan oleh ‘iman saja’, bukan oleh ‘perbuatan baik’ atau ‘iman dan perbuatan baik’.
Salah satu semboyan reformasi adalah SOLA FIDE, yang artinya ‘only faith’ (= hanya iman). Jadi, yang menyelamatkan kita hanyalah iman. Perbuatan baik sama sekali tidak mempunyai andil untuk menyelamatkan / membawa kita kesurga.

1)         Perbuatan baik tidak bisa menyelamatkan kita. Mengapa?

a)   Karena manusia di luar Kristus sama sekali tidak bisa berbuat baik.
Kita lahir sebagai orang yang berdosa, dan karena itu kita mempunyai kecenderungan untuk berbuat dosa. Ini menyebabkan manusia di luar Kristus itu sebetulnya sama sekali tidak bisa berbuat baik. Hal ini bisa terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:
Kej 6:5 - “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala (bukan ‘sebagian’ tetapi ‘segala’) kecenderungan hatinya selalu (bukan ‘kadang-kadang’ / ‘sering’ tetapi ‘selalu’) membuahkan kejahatan semata-mata.
Kej 8:21b - “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya.
Ro 6:20 - “Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran.
Ro 8:7-8 - “(7) Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. (8) Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.
Tit 1:15 - “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.

Ini menunjukkan bahwa segala sesuatu yang dilakukan orang yang tidak beriman adalah dosa. Jadi, tindakan-tindakan yang kelihatannya baik sekalipun (seperti menolong orang miskin, dsb) tetap dianggap dosa. Mengapa?

1.         Karena tindakan itu tidak lahir dari iman.
Ro 1:5b - ‘percaya dan taat’. Ini salah terjemahan.
NASB: ‘the obedience of faith’ (= ketaatan dari iman).
NIV: ‘the obedience that comes from faith’ (= ketaatan yang datang dari iman).
Inilah ketaatan yang betul-betul adalah ketaatan, yaitu ketaatan yang lahir dari iman kepada Yesus, atau datang dari iman kepada Yesus.

2.   Karena tindakan itu tidak dilakukan berdasarkan kasih kepada Allah / Yesus.
Yoh 14:15 - “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu”.

3.         Karena tindakan itu tidak dilakukan untuk memuliakan Allah.
1Kor 10:31 - “Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah”.

Suatu ‘ketaatan / perbuatan baik’, yang dilakukan oleh orang yang tidak percaya kepada Yesus, dan dilakukan bukan karena hati yang mengasihi Tuhan, dan dilakukan bukan untuk kemuliaan Allah, pada dasarnya adalah ‘ketaatan / perbuatan baik’ yang dilakukan tanpa mempedulikan Allah. Sekarang pikirkan sendiri, bisakah perbuatan demikian disebut baik?

b)   Firman Tuhan memberikan gambaran yang menjijikkan tentang kehidupan manusia di hadapan Allah.

1.         Kesalehan manusia digambarkan seperti kain kotor.
Yes 64:6a - “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala kesalehan kami seperti kain kotor.
Perhatikan bahwa Yesaya bukan mengatakan ‘segala dosa kami seperti kain kotor’. Ia mengatakan ‘segala kesalehan kami seperti kain kotor’. Ia juga tidak mengatakan sebagian kesalehan kami seperti kain kotor’. Ia mengatakan segala kesalehan kami seperti kain kotor’.
Jadi, sebetulnya semua kesalehan orang percayapun seperti kain kotor di hadapan Allah!

2.         Dosa / kejahatan manusia digambarkan seperti cemar kain.
Sekarang, kalau ‘segala kesalehan’ kita digambarkan seperti ‘kain kotor’ di hadapan Allah, bagaimana dengan ‘dosa’ kita? Perhatikan ayat di bawah ini.
Yeh 36:17 - “‘Hai anak manusia, waktu kaum Israel tinggal di tanah mereka, mereka menajiskannya dengan tingkah laku mereka; kelakuan mereka sama seperti cemar kain di hadapanKu”.
Dosa / kejahatan kita digambarkan seperti ‘cemar kain’. Apakah ‘cemar kain’ itu? NIV menterjemahkannya: a woman’s monthly uncleanness’ (= kenajisan bulanan dari seorang perempuan).
Bandingkan juga dengan Im 15:20,24 - “(20) Segala sesuatu yang ditidurinya selama ia cemar kain menjadi najis. Dan segala sesuatu yang didudukinya menjadi najis juga. ... (24) Jikalau seorang laki-laki tidur dengan perempuan itu, dan ia kena cemar kain perempuan itu, maka ia menjadi najis selama tujuh hari, dan setiap tempat tidur yang ditidurinya menjadi najis juga”.
Untuk kata ‘cemar kain’ yang pertama (ay 20) NIV menterjemahkan her period’ (= masa datang bulannya), sedangkan untuk kata ‘cemar kain’ yang kedua (ay 24) NIV menterjemahkan ‘her monthly flow’ (= aliran bulanannya).
Jadi kelihatannya yang dimaksudkan dengan ‘cemar kain’ itu adalah cairan darah yang dikeluarkan seorang perempuan pada saat datang bulan.

Dengan demikian Kitab Suci menggambarkan segala kesalehan kita seperti kain kotor, dan menggambarkan dosa / kejahatan kita seperti cairan yang dikeluarkan oleh seorang perempuan pada saat mengalami datang bulan! Merupakan suatu kegilaan kalau kita berpikir bahwa dengan hal-hal menjijikkan itu kita bisa layak untuk masuk surga!

Siapapun yang menganggap dirinya suci atau lumayan baik, dan bisa mengusahakan kesucian / kekudusan dengan kekuatannya sendiri, apalagi bisa layak masuk surga dengan perbuatan baiknya sendiri, harus merenungkan bagian ini!

Keberatan: tetapi mengapa dalam Kitab Suci kadang-kadang diceritakan tentang orang yang saleh, tak bercacat, seperti Nuh, Ayub, Zakharia, dsb?

Jawab: Itu harus diartikan hanya dalam perbandingan dengan orang-orang lain di sekitar mereka. Tetapi kalau kehidupan mereka dibandingkan dengan Firman Tuhan / Kitab Suci, maka jelas mereka tetap penuh dengan dosa.

c)   Seandainya ia bisa berbuat baik, perbuatan baik itu tidak bisa menghapuskan dosa.
Bahwa dosa tidak bisa ditebus dengan perbuatan baik, dinyatakan oleh Gal 2:16,21 yang berbunyi: “Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus ... sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.

Illustrasi: Seseorang ditangkap polisi karena melanggar peraturan lalu lintas dan 1 minggu setelahnya harus menghadap ke pengadilan. Dalam waktu satu minggu itu ia lalu banyak berbuat baik untuk menebus dosanya. Ia menolong tetangga, memberi uang kepada pengemis, dsb. Pada waktu persidangan, ia membawa semua orang kepada siapa ia sudah melakukan kebaikan itu sebagai saksi. Pada waktu hakim bertanya: ‘Benarkah saudara melanggar peraturan lalu lintas?’, ia lalu menjawab: ‘Benar pak hakim, tetapi saya sudah banyak berbuat baik untuk menebus dosa saya. Ini saksi-saksinya’. Sekarang pikirkan sendiri, kalau hakim itu waras, apakah hakim itu akan membebaskan orang itu? Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat bahwa dalam hukum duniapun kebaikan tidak bisa menutup / menebus / menghapus dosa! Demikian juga dengan dalam hukum Tuhan / Kitab Suci!

2)   Ayat-ayat yang menunjukkan bahwa keselamatan itu hanya karena iman adalah:
Ro 3:24 - “dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus”.
Perhatikan kata ‘dengan cuma-cuma’ di sini. Kalau perbuatan baik punya andil dalam membawa kita ke surga, tidak mungkin ada kata ‘dengan cuma-cuma’ di sini.
Ro 3:27-28 - “(27) Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! (28) Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat”.
Gal 2:16,21 - “(16) Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus. Sebab itu kamipun telah percaya kepada Kristus Yesus, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam Kristus dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. Sebab: ‘tidak ada seorangpun yang dibenarkan’ oleh karena melakukan hukum Taurat. ... (21) Aku tidak menolak kasih karunia Allah. Sebab sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.
Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri”.
Fil 3:8-9 - “(8) Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus, (9) dan berada dalam Dia bukan dengan kebenaranku sendiri karena mentaati hukum Taurat, melainkan dengan kebenaran karena kepercayaan kepada Kristus, yaitu kebenaran yang Allah anugerahkan berdasarkan kepercayaan.
Ro 9:30-10:3 - “(9:30) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Ini: bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah beroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman. (9:31) Tetapi: bahwa Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai kepada hukum itu. (9:32) Mengapa tidak? Karena Israel mengejarnya bukan karena iman, tetapi karena perbuatan. Mereka tersandung pada batu sandungan, (9:33) seperti ada tertulis: ‘Sesungguhnya, Aku meletakkan di Sion sebuah batu sentuhan dan sebuah batu sandungan, dan siapa yang percaya kepadaNya, tidak akan dipermalukan.’ (10:1) Saudara-saudara, keinginan hatiku dan doaku kepada Tuhan ialah, supaya mereka diselamatkan. (10:2) Sebab aku dapat memberi kesaksian tentang mereka, bahwa mereka sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi tanpa pengertian yang benar. (10:3) Sebab, oleh karena mereka tidak mengenal kebenaran Allah dan oleh karena mereka berusaha untuk mendirikan kebenaran mereka sendiri, maka mereka tidak takluk kepada kebenaran Allah”.
Kis 15:1-11 - “(1) Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-saudara di situ: ‘Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.’ (2) Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk membicarakan soal itu. (3) Mereka diantarkan oleh jemaat sampai ke luar kota, lalu mereka berjalan melalui Fenisia dan Samaria, dan di tempat-tempat itu mereka menceriterakan tentang pertobatan orang-orang yang tidak mengenal Allah. Hal itu sangat menggembirakan hati saudara-saudara di situ. (4) Setibanya di Yerusalem mereka disambut oleh jemaat dan oleh rasul-rasul dan penatua-penatua, lalu mereka menceriterakan segala sesuatu yang Allah lakukan dengan perantaraan mereka. (5) Tetapi beberapa orang dari golongan Farisi, yang telah menjadi percaya, datang dan berkata: ‘Orang-orang bukan Yahudi harus disunat dan diwajibkan untuk menuruti hukum Musa.’ (6) Maka bersidanglah rasul-rasul dan penatua-penatua untuk membicarakan soal itu. (7) Sesudah beberapa waktu lamanya berlangsung pertukaran pikiran mengenai soal itu, berdirilah Petrus dan berkata kepada mereka: ‘Hai saudara-saudara, kamu tahu, bahwa telah sejak semula Allah memilih aku dari antara kamu, supaya dengan perantaraan mulutku bangsa-bangsa lain mendengar berita Injil dan menjadi percaya. (8) Dan Allah, yang mengenal hati manusia, telah menyatakan kehendakNya untuk menerima mereka, sebab Ia mengaruniakan Roh Kudus juga kepada mereka sama seperti kepada kita, (9) dan Ia sama sekali tidak mengadakan perbedaan antara kita dengan mereka, sesudah Ia menyucikan hati mereka oleh iman. (10) Kalau demikian, mengapa kamu mau mencobai Allah dengan meletakkan pada tengkuk murid-murid itu suatu kuk, yang tidak dapat dipikul, baik oleh nenek moyang kita maupun oleh kita sendiri? (11) Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan sama seperti mereka juga.’”.
Bdk. ay 11b dengan Ro 11:5-6 - “(5) Demikian juga pada waktu ini ada tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih karunia. (6) Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia.
Jelas terlihat bahwa Sidang Gereja Yerusalem membenarkan Paulus dan Barnabas yang mengajarkan keselamatan hanya oleh iman saja, dan menyalahkan orang-orang kristen Yahudi, yang menekankan bahwa untuk selamat, mereka juga harus mentaati hukum Taurat (ay 1).
Luk 23:42-43 - “(42) Lalu ia berkata: ‘Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.’ (43) Kata Yesus kepadanya: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.’”.
Penjahat yang boleh dikatakan tak punya perbuatan baik sama sekali ini, dan bahkan tak pernah ke gereja, belum dibaptis, dsb, ternyata dijamin keselamatannya oleh Yesus, hanya karena ia percaya kepada Yesus.

3)         Konsekwensi dari ajaran ini.
Kalau saudara ingin diselamatkan / masuk surga, jangan mengusahakannya dengan berbuat baik, taat, membuang dosa, berbakti, ke gereja, dibaptis, dan sebagainya. Kalau saudara ingin diselamatkan / masuk surga, saudara harus percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara! Maukah saudara?

B)  Beberapa hal yang penting tentang ‘iman yang menyelamatkan’ (saving faith).

1)   Iman adalah kepercayaan yang didasarkan pada Firman Tuhan / janji Tuhan.

Kej 15:5-6 - “(5) Lalu TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: ‘Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.’ Maka firmanNya kepadanya: ‘Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.’ (6) Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran”.
Kata-kata ‘percayalah Abram kepada Tuhan’ jelas menunjukkan kepercayaan Abram terhadap Firman Tuhan yang diucapkan oleh Tuhan kepadanya dalam Kej 15:5.

Ro 10:17 - “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus”.

Jadi, orang yang beriman adalah orang yang percaya pada apa yang Alkitab katakan tentang Kristus, seperti:
Yesus adalah sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia.
Yesus mati disalib untuk menebus dosa manusia.
Yesus bangkit dari antara orang mati.
Yesus naik ke surga dan akan datang kembali sebagai Hakim.
Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga (Yoh 14:6  Kis 4:12  1Yoh 5:11-12).
Saudara mungkin sudah tahu / mengerti tentang hal-hal ini, tetapi sudahkah saudara mempercayainya?

2)   Iman yang menyelamatkan (saving faith) mempunyai Yesus Kristus sebagai obyek.

Jadi, orang yang beriman bukan sekedar percaya apa yang Kitab Suci katakan tentang Kristus, tetapi juga harus percaya kepada Kristus. Saudara mungkin sudah percaya tentang Kristus, tetapi sudahkan saudara percaya kepada Kristus?

3)   Penekanan dari iman yang menyelamatkan (saving faith) adalah kepercayaan kepada Kristus sebagai Juruselamat / Penebus dosa.

Jaman sekarang banyak orang percaya kepada Yesus hanya sebagai dokter, pelaku mujijat, penyembuh, pemberi berkat, penolong dalam kesukaran, dsb, tetapi tidak kepada Yesus sebagai Juruselamat / Penebus. Ini bukan iman yang menye-lamatkan!
Perlu saudara ingat bahwa malaikat menyuruh Yusuf memberi nama ‘Yesus’ kepada anak yang akan dilahirkan Maria, karena ‘Dialah yang akan menyelamatkan umatNya dari dosa mereka’ (Mat 1:21). Jadi, Yesus harus ditekankan sebagai Juruselamat / Penebus dosa!
Disamping itu, dalam 1Kor 15:19 Paulus berkata: “Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala manusia”.
Kalau saudara hanya percaya kepada Yesus sebagai dokter, pelaku mujijat, penyembuh, pemberi berkat, penolong dalam kesukaran, dsb, jelas bahwa saudara hanya berharap kepada Kristus untuk hidup ini saja! Dengan demikian, maka menurut Paulus / Firman Tuhan, saudara adalah orang yang paling malang dari segala manusia! Memang dalam hidup kita sekarang ini, kita juga berharap kepada Kristus, tetapi kita terutama harus berharap kepadaNya untuk hidup yang akan datang. Kalau kita mempercayai Kristus sebagai Juruselamat / Penebus dosa kita, maka kita yakin bahwa pada waktu kita mati, kita tidak akan masuk neraka / dihukum (bdk. Ro 8:1), tetapi akan masuk ke surga. Jadi, ‘kepercayaan kepada Kristus sebagai Juruselamat / Penebus dosa’ sangat berhubungan dengan ‘pengharapan kepada Kristus untuk hidup yang akan datang’.

4)         Iman yang benar harus mencakup:

a)   Pikiran.
Ini berarti bahwa:

1.   Orangnya harus mempunyai pengetahuan / pengertian yang benar tentang dasar kekristenan (Ro 10:13-14,17  Mat 13:23).
Dalam perumpamaan tentang seorang penabur yang menabur benih di 4 golongan tanah dalam Mat 13, hanya tanah golongan ke 4 (tanah yang subur), yang jelas menunjuk kepada orang kristen yang sejati, yang dikatakan ‘mengerti’ firman yang diberitakan itu (Mat 13:23)!
Ingat bahwa orangnya tidak harus mengerti tentang doktrin / hal yang sukar atau yang tinggi-tinggi, seperti doktrin Allah Tritunggal dsb, tetapi ia harus mengerti tentang dasar kekristenan, yaitu Injil. Misalnya:
a.   Bahwa ia adalah orang berdosa yang seharusnya masuk neraka.
b.   Bahwa Yesus adalah Allah yang menjadi manusia dan lalu mati disalib menebus dosanya.
c.   Bahwa ia diselamatkan karena jasa penebusan Kristus yang ia terima melalui iman, bukan karena ia berbuat baik.

2.   Otak orang itu harus percaya / bisa menerima pada apa yang diketahui / dimengerti. Ini merupakan persetujuan intelektual / logika.

b)   Emosi / perasaan.
Tidak cukup hanya mengerti dan percaya secara inte­lektual saja. Perasaan juga harus terlibat. Misalnya:
1.   Adanya perasaan sedih karena dosa / menyakiti hati Tuhan.
2.   Merasakan kasih Allah.
3.   Yakin akan penebusan Kristus.
4.   Merasa sukacita karena penebusan Kristus, dsb.

Kontras dengan ini adalah sikap acuh tak acuh terhadap dosa, Kitab Suci / kebenaran, surga / neraka, dan bahkan terhadap Tuhan sendiri. Juga keragu-raguan akan penebusan Kristus, dan keragu-raguan akan keselamatannya sendiri.

c)   Kemauan / kehendak.
Sekalipun pikiran sudah mengerti dan percaya, dan perasaan sudah terlibat, tetapi kalau kehendak kita tidak terlibat, dalam arti kita tidak mau ikut Kristus, kita bukan orang kristen.
Bandingkan dengan pemuda kaya dalam Mat 19:21-22 - “(21) Kata Yesus kepadanya: ‘Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.’ (22) Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya”.
Bahwa orang itu pergi dengan sedih menunjukkan bahwa ia sebetulnya mempercayai apa yang Yesus katakan. Tetapi ia lebih memilih harta dari pada Yesus atau hidup kekal, dan karena itu 8ia tidak mau ikut Yesus.

Dalam Luk 15:17-20, pertobatan anak bungsu mengandung 3 elemen tersebut di atas.
Luk 15:17-20 - “(17) Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. (18) Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, (19) aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. (20) Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia”.
Kata-kata ‘ia menyadari keadaannya’ menunjukkan bahwa inteleknya terlibat. Lalu kata-kata yang ia rencanakan untuk katakan kepada bapanya menunjukkan bahwa emosinya terlibat. Dan tindakan konkritnya untuk bangkit dan pergi kepada bapanya menunjukkan bahwa kemauannya juga terlibat!

5)   Iman yang benar juga tidak akan mempunyai serep kepercayaan / agama lain.
Tuhan tidak pernah menyenangi syncretisme (penggabungan 2 agama atau lebih). Ini terlihat misalnya dalam 1Raja 18:21  Yosua 24:14-15  Kel 20:3-5.
Dalam persoalan keselamatan, kalau saudara berkata bahwa saudara percaya kepada Kristus, tetapi saudara masih tetap mempercayai kepercayaan / agama lain, maka itu berarti bahwa iman saudara kepada Kristus itu sebetulnya tidak ada.

Illustrasi: Kalau saudara membawa ban serep dalam mobil saudara itu berarti bahwa saudara tidak percaya kepada ban mobil saudara, dalam arti saudara menganggap ban bisa gembos, sehingga perlu ban serep. Kalau saudara naik kereta api, tentu tidak akan membawa ban serep, karena percaya bahwa ban tidak bisa gembos. Demikian juga kalau saudara betul-betul percaya kepada Kristus tentang keselamatan saudara, maka saudara akan membuang semua kepercayaan / agama lain. Ini termasuk kebatinan, kepercayaan kepada Maria, jimat / berhala, dan semua agama lain.

6)   Iman yang sejati / sungguh-sungguh harus diikuti oleh pertobatan dari dosa / perubahan hidup.
Yak 2:17,26 - “(17) Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. ... (26) Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati”.

Mengapa demikian? Karena orang yang betul-betul percaya kepada Yesus, pasti menerima Roh Kudus.
Ef 1:13-14 - “(13) Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikanNya itu. (14) Dan Roh Kudus itu adalah jaminan bagian kita sampai kita memperoleh seluruhnya, yaitu penebusan yang menjadikan kita milik Allah, untuk memuji kemuliaanNya”.

Dan Roh Kudus itu akan mengeluarkan buah Roh, yang menyebabkan hidup orang itu akan dikuduskan / disucikan (Gal 5:22-23).

Kalau ada orang yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang percaya, tetapi hidupnya tidak berubah, maka itu menunjukkan bahwa ia tidak mempunyai Roh Kudus. Dan kalau ia tidak mem­punyai Roh Kudus, itu berarti ia belum percaya.

Tetapi ingat satu hal penting ini: Sekalipun iman yang sejati pasti diikuti oleh adanya ketaatan / perbuatan baik / pengudusan, tetapi yang menyebabkan kita diselamatkan adalah imannya, dan sama sekali bukan perbuatan baiknya.

Illustrasi:
sakit ® obat ® sembuh ® olah raga / bekerja
dosa ® iman ® selamat ® taat / berbuat baik

Apa yang menyebabkan sembuh? Tentu saja obat, bukan olah raga / bekerja. Olah raga / bekerja hanya merupakan bukti bahwa orang itu sudah sembuh. Karena itu kalau seseorang berkata bahwa ia sudah minum obat dan sudah sembuh, tetapi ia tetap tidak bisa berolah raga / bekerja, maka pasti ada yang salah dengan obatnya.
Demikian juga dengan orang berdosa. Ia selamat karena iman, bukan karena perbuatan baik. Tetapi kalau seseorang berkata bahwa ia sudah beriman dan sudah selamat, tetapi dalam hidupnya sama sekali tidak ada perbuatan baik / ketaatan, maka pasti ada yang salah dengan imannya.

Juga kalau kita melihat pada garis waktu, maka akan terlihat dengan jelas bahwa imanlah, dan bukannya perbuatan baik, yang menye-babkan kita diselamatkan.

 



----------------------------------------------------------------------------------------
 tak ada perbuatan baik                            ada perbuatan baik
       (Ro 6:20)





                                           selamat

Luk 19:9 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham.”.

William Hendriksen: “Good works have never saved anybody. Yet without them no one has a right to claim that he is a Christian” (= Perbuatan baik tidak pernah menyelamatkan siapapun. Tetapi tanpa perbuatan baik tidak seorangpun mempunyai hak untuk mengclaim bahwa ia adalah orang Kristen) - ‘Romans’, hal 114.

C)  Hal-hal yang akan diterima oleh orang-orang yang mempunyai iman yang sejati:

1)         Pengampunan dosa.
Kis 10:43 - “Tentang Dialah semua nabi bersaksi, bahwa barangsiapa percaya kepadaNya, ia akan mendapat pengampunan dosa oleh karena namaNya”.
Semua dosa-dosa pada masa yang lalu diampuni (termasuk dosa asal), dan di samping itu, tersedia pengampunan untuk dosa-dosa yang akan datang.
Orang kristen memang tidak mungkin hidup suci (1Yoh 1:8,10). Ada kelompok orang Kristen yang percaya bahwa dalam hidup sekarang ini ada orang Kristen yang bisa mencapai kesucian. Ini mereka dasarkan pada 1Yoh 3:9 - “Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak berbuat dosa lagi; sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia dan ia tidak dapat berbuat dosa, karena ia lahir dari Allah”. Tetapi 1Yoh 3:9 tidak berarti bahwa orang kristen bisa hidup tanpa dosa. Yang dimaksud dalam 1Yoh 3:9 adalah bahwa orang kristen tidak mungkin hidup dalam dosa terus-menerus. Ini terlihat dari terjemahan versi NIV di bawah ini.
1Yoh 3:9 (NIV) - “No one who is born of God will con­tinue to sin, because God’s seed remains in him; he can not go on sinning (= Tidak seorangpun yang dilahirkan Allah akan terus-menerus berbuat dosa, karena benih Allah tinggal dalam dia; ia tidak bisa terus berbuat dosa).

Kalau orang kristen jatuh ke dalam dosa, ia hanya perlu mengaku dosanya kepada Allah dan dosanya akan diampuni (1Yoh 1:9). Tetapi, ia harus mengakui dengan hati yang betul-betul menyesal / bertobat (Maz 51:19).
Ia tidak perlu mengundang Kristus masuk ke dalam hatinya lagi! Sekali Kristus / Roh Kudus masuk ke dalam hatinya / hidupnya, Ia tidak akan keluar lagi. Ini terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:
Yoh 14:16 - “Aku akan minta kepada Bapa, dan Ia akan memberikan kepadamu seorang Penolong yang lain, supaya Ia menyertai kamu selama-lamanya.
Ibr 13:5 - “Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: ‘Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.’”.

2)         Pembenaran / justification.
Ro 5:1 - “Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Tuhan kita Yesus Kristus”.

Ro 5:18-19 - “(18) Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. (19) Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar.
Yang dimaksud dengan ‘satu perbuatan kebenaran’ atau ‘ketaatan satu orang’ adalah kebenaran / ketaatan Yesus Kristus.

Dalam dunia hanya ada 2 golongan manusia:

a)   Orang-orang yang ada ‘di dalam Adam’.
Semua manusia ada ‘di dalam Adam’ sejak lahir. Dan semua  yang ada di dalam Adam ini dianggap najis / berdosa oleh Allah.

b)   Orang-orang yang ada ‘di dalam Kristus’.
Kalau seseorang yang ada ‘di dalam Adam’ lalu percaya kepada Kristus, maka ia  berpindah kedudukan menjadi ‘di dalam Kristus’. Sekarang, kebenaran Kristus diberlakukan atas dia, sehingga ia tidak lagi dianggap najis / berdosa oleh Allah, tetapi dianggap sebagai orang benar.

Calvin: “Hence, in order to partake the miserable inheritance of sin, it is enough for thee to be man, for it dwells in flesh and blood; but in order to enjoy the righteousness of Christ it is necessary for thee to be a believer; for a participation of him is attained only by faith” (= Jadi, untuk mengambil bagian dalam warisan dosa yang menyedihkan, cukup bagimu untuk menjadi manusia, karena itu tinggal dalam daging dan darah; tetapi untuk menikmati kebenaran Kristus engkau harus menjadi orang percaya; karena pengambilan bagian dari Dia didapatkan hanya dengan iman).

Jadi, untuk bisa masuk ke neraka cukup bagi saudara untuk berdiam diri. Sejak lahir saudara ada di dalam Adam, sehingga dengan berdiam diri saja, itu sudah cukup untuk membawa saudara ke dalam neraka. Tetapi kalau saudara ingin masuk surga, saudara harus percaya kepada Yesus dan menerimaNya sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara!

3)         Keselamatan / hidup yang kekal.
Yoh 3:16 - “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, tetapi beroleh hidup yang kekal”.
Kis 16:31 - “Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu”.

a)   Kita mendapatkan keselamatan / hidup yang kekal itu pada saat kita percaya, bukan pada saat kita mati.
Pada saat Zakheus bertobat / percaya kepada Yesus, maka Luk 19:9 berkata: “Kata Yesus kepadanya: ‘Hari ini telah terjadi kese-lamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham’”.
Jadi, bukannya pada saat mati Zakheus baru diselamatkan, tetapi pada saat ia percaya kepada Yesus!

b)   Keselamatan itu tidak bisa hilang!
Dalam dunia theologia ada 2 aliran yang sangat bertentangan dalam persoalan ini. Ajaran Arminianisme percaya bahwa seseorang bisa murtad dan kehilangan keselamatannya; tetapi ajaran Calvinisme / Reformed percaya bahwa keselamatan tidak bisa hilang, dan menurut saya inilah yang benar.
Dasar Kitab Suci bahwa keselamatan tidak bisa hilang:
1.   Yoh 6:39 - “Dan Inilah kehendak Dia yang telah mengutus Aku, yaitu supaya dari semua yang telah diberikanNya kepadaKu jangan ada yang hilang, tetapi supaya Kubangkitkan pada akhir zaman”.
2.   Yoh 10:27-30 - “(27) Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, (28) dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorangpun tidak akan merebut mereka dari tanganKu. (29) BapaKu, yang memberikan mereka kepadaKu, lebih besar dari pada siapapun, dan seorangpun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. (30) Aku dan Bapa adalah satu.’”.
3.   Yoh 11:25-26 - “(25) Jawab Yesus: ‘Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepadaKu, ia akan hidup walaupun ia sudah mati, (26) dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepadaKu, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?’”.
4.   Ro 5:8-10 - “(8) Akan tetapi Allah menunjukkan kasihNya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa. (9) Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darahNya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah. (10) Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian AnakNya, lebih-lebih kita, yang sekarang telah diperdamaikan, pasti akan diselamatkan oleh hidupNya!”.
5.   Ro 8:29-30 - “(29) Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya.
6.   Ro 8:38-39 - “(38) Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, (39) atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.
7.   1Kor 1:8-9 - “(8) Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus. (9) Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan AnakNya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia.
8.   2Kor 1:21-22 - “(21) Sebab Dia yang telah meneguhkan kami bersama-sama dengan kamu di dalam Kristus, adalah Allah yang telah mengurapi, (22) memeteraikan tanda milikNya atas kita dan yang memberikan Roh Kudus di dalam hati kita sebagai jaminan dari semua yang telah disediakan untuk kita.
9.   Fil 1:6 - “Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus”.
10. 1Pet 1:5 - “Yaitu kamu, yang dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kamu menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinyatakan pada zaman akhir”.
11. 1Pet 5:10 - “Dan Allah, sumber segala kasih karunia, yang telah memanggil kamu dalam Kristus kepada kemuliaanNya yang kekal, akan melengkapi, meneguhkan, menguatkan dan mengokohkan kamu, sesudah kamu menderita seketika lamanya”.
12. Yudas 24 - “Bagi Dia, yang berkuasa menjaga supaya jangan kamu tersandung dan yang membawa kamu dengan tak bernoda dan penuh kegembiraan di hadapan kemuliaanNya”.

Beberapa serangan terhadap doktrin ini dan jawabannya:

a.         Bagaimana dengan orang yang ‘murtad’?

Jawab: Orang yang murtad menunjukkan bahwa ia tidak pernah sungguh-sungguh percaya kepada Kristus
Yoh 8:31 - “Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: ‘Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu”.
Kalau seseorang murtad, maka jelas bahwa ia tidak tetap dalam firman. Dan kalau ia tidak tetap dalam firman, menurut kata-kata Yesus di atas ini, ia bukan benar-benar murid Yesus!
1Yoh 2:18-19 - “(18) Anak-anakku, waktu ini adalah waktu yang terakhir, dan seperti yang telah kamu dengar, seorang antikristus akan datang, sekarang telah bangkit banyak antikristus. Itulah tandanya, bahwa waktu ini benar-benar adalah waktu yang terakhir. (19) Memang mereka berasal dari antara kita, tetapi mereka tidak sungguh-sungguh termasuk pada kita; sebab jika mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita, niscaya mereka tetap bersama-sama dengan kita. Tetapi hal itu terjadi, supaya menjadi nyata, bahwa tidak semua mereka sungguh-sungguh termasuk pada kita”.
2Yoh 9 - “Setiap orang yang tidak tinggal di dalam ajaran Kristus, tetapi yang melangkah keluar dari situ, tidak memiliki Allah. Barangsiapa tinggal di dalam ajaran itu, ia memiliki Bapa maupun Anak”.

Bdk. Mat 24:24 - “Sebab Mesias-mesias palsu dan nabi-nabi palsu akan muncul dan mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga”.
Kata-kata ‘sekiranya mungkin’ jelas menunjukkan bahwa itu tidak mungkin! Setan menggunakan banyak hal untuk menyesatkan manusia, tetapi kalau orang itu adalah orang pilihan, ia tidak mungkin disesatkan!

b.         Bagaimana dengan Mat 7:21-23?
Mat 7:21-23 - “(21) Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. (22) Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.

Jawab:
·         Mat 7:21-23 juga menunjuk pada orang-orang yang belum pernah sungguh-sungguh percaya kepada Kristus. Karena itu, dalam ay 23, Kristus berkata: ‘Aku tidak pernah mengenal kamu’. Seandainya orang itu pernah menjadi orang kristen yang sejati dan lalu murtad, Yesus tidak bisa mengatakan ‘Aku tidak pernah mengenal kamu’. Ia seharusnya mengatakan ‘dulu Aku kenal kamu, tetapi sekarang tidak’!
·         Disamping itu kalau saudara melihat seluruh kontex, yaitu Mat 7:15-23 maka saudara bisa melihat dengan jelas bahwa dalam seluruh kontex ini Yesus membicarakan nabi-nabi palsu (ay 15), dan karena itu jelas menunjuk pada orang, yang sekalipun mempunyai jabatan tinggi, tetapi adalah orang kristen KTP.
Mat 7:15-23 - “(15) ‘Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas. (16) Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput duri? (17) Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. (18) Tidak mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik. (19) Dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api. (20) Jadi dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka. (21) Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. (22) Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi namaMu, dan mengusir setan demi namaMu, dan mengadakan banyak mujizat demi namaMu juga? (23) Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!’”.

c.   Bagaimana dengan adanya perintah untuk bertekun sampai mati, seperti dalam Wah 2:10?
Wah 2:10 - “Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.
Bdk. Mat 24:13 - “Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat”.
Ayat-ayat ini diartikan sebagai berikut oleh orang-orang Arminian: orang-orang yang setia sampai mati / bertahan sampai pada kesudahannya akan menerima mahkota / akan selamat. Jadi, kalau seseorang tidak setia sampai mati / tidak bertahan sampai kesudahannya, ia tidak akan menerima mahkota / tidak akan selamat.

Jawab:
Perintah ini diberikan oleh Allah kepada kita, karena sekalipun Allah berjanji untuk terus ‘memegang’ kita, sehingga keselamatan kita tidak mungkin hilang, tetapi pada saat yang sama, Allah menghen­daki kita untuk berusaha. Jaminan bahwa keselamatan tidak bisa hilang, sama sekali tidak boleh dijadikan alasan untuk hidup seenak kita. Kita harus berusaha untuk memelihara keselamatan kita seakan-akan keselamatan itu bisa hilang.
Sama halnya dengan pada waktu Allah menjamin untuk mencukupi kebutuhan hidup anak-anakNya (Mat 6:25-34). Ia tetap mengatakan bahwa kita harus rajin bekerja seperti semut (Amsal 6:6-11), dan kalau seseorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan (2Tes 3:10). Jadi di satu sisi Allah memberikan jaminan supaya kita tidak perlu kuatir, tetapi di sisi lain Allah memberikan kita tanggung jawab!
Dalam urusan keselamatan, terjadi hal yang sama. Di satu sisi Allah memberikan jaminan bahwa keselamatan tidak bisa hilang. Tetapi di sisi lain Ia memberikan kita tanggung jawab untuk menjaga / memelihara keselamatan tersebut!

Illustrasi: Bacalah Kis 27:14-44 - “(14) Tetapi tidak berapa lama kemudian turunlah dari arah pulau itu angin badai, yang disebut angin ‘Timur Laut’. (15) Kapal itu dilandanya dan tidak tahan menghadapi angin haluan. Karena itu kami menyerah saja dan membiarkan kapal kami terombang-ambing. (16) Kemudian kami hanyut sampai ke pantai sebuah pulau kecil bernama Kauda, dan di situ dengan susah payah kami dapat menguasai sekoci kapal itu. (17) Dan setelah sekoci itu dinaikkan ke atas kapal, mereka memasang alat-alat penolong dengan meliliti kapal itu dengan tali. Dan karena takut terdampar di beting Sirtis, mereka menurunkan layar dan membiarkan kapal itu terapung-apung saja. (18) Karena kami sangat hebat diombang-ambingkan angin badai, maka pada keesokan harinya mereka mulai membuang muatan kapal ke laut. (19) Dan pada hari yang ketiga mereka membuang alat-alat kapal dengan tangan mereka sendiri. (20) Setelah beberapa hari lamanya baik matahari maupun bintang-bintang tidak kelihatan, dan angin badai yang dahsyat terus-menerus mengancam kami, akhirnya putuslah segala harapan kami untuk dapat menyelamatkan diri kami. (21) Dan karena mereka beberapa lamanya tidak makan, berdirilah Paulus di tengah-tengah mereka dan berkata: ‘Saudara-saudara, jika sekiranya nasihatku dituruti, supaya kita jangan berlayar dari Kreta, kita pasti terpelihara dari kesukaran dan kerugian ini! (22) Tetapi sekarang, juga dalam kesukaran ini, aku menasihatkan kamu, supaya kamu tetap bertabah hati, sebab tidak seorangpun di antara kamu yang akan binasa, kecuali kapal ini. (23) Karena tadi malam seorang malaikat dari Allah, yaitu dari Allah yang aku sembah sebagai milikNya, berdiri di sisiku, (24) dan ia berkata: Jangan takut, Paulus! Engkau harus menghadap Kaisar; dan sesungguhnya oleh karunia Allah, maka semua orang yang ada bersama-sama dengan engkau di kapal ini akan selamat karena engkau. (25) Sebab itu tabahkanlah hatimu, saudara-saudara! Karena aku percaya kepada Allah, bahwa semuanya pasti terjadi sama seperti yang dinyatakan kepadaku. (26) Namun kita harus mendamparkan kapal ini di salah satu pulau.’ (27) Malam yang keempat belas sudah tiba dan kami masih tetap terombang-ambing di laut Adria. Tetapi kira-kira tengah malam anak-anak kapal merasa, bahwa mereka telah dekat daratan. (28) Lalu mereka mengulurkan batu duga, dan ternyata air di situ dua puluh depa dalamnya. Setelah maju sedikit mereka menduga lagi dan ternyata lima belas depa. (29) Dan karena takut, bahwa kami akan terkandas di salah satu batu karang, mereka membuang empat sauh di buritan, dan kami sangat berharap mudah-mudahan hari lekas siang. (30) Akan tetapi anak-anak kapal berusaha untuk melarikan diri dari kapal. Mereka menurunkan sekoci, dan berbuat seolah-olah mereka hendak melabuhkan beberapa sauh di haluan. (31) Karena itu Paulus berkata kepada perwira dan prajurit-prajuritnya: ‘Jika mereka tidak tinggal di kapal, kamu tidak mungkin selamat.’ (32) Lalu prajurit-prajurit itu memotong tali sekoci dan membiarkannya hanyut. (33) Ketika hari menjelang siang, Paulus mengajak semua orang untuk makan, katanya: ‘Sudah empat belas hari lamanya kamu menanti-nanti saja, menahan lapar dan tidak makan apa-apa. (34) Karena itu aku menasihati kamu, supaya kamu makan dahulu. Hal itu perlu untuk keselamatanmu. Tidak seorangpun di antara kamu akan kehilangan sehelaipun dari rambut kepalanya.’ (35) Sesudah berkata demikian, ia mengambil roti, mengucap syukur kepada Allah di hadapan semua mereka, memecah-mecahkannya, lalu mulai makan. (36) Maka kuatlah hati semua orang itu, dan merekapun makan juga. (37) Jumlah kami semua yang di kapal itu dua ratus tujuh puluh enam jiwa. (38) Setelah makan kenyang, mereka membuang muatan gandum ke laut untuk meringankan kapal itu. (39) Dan ketika hari mulai siang, mereka melihat suatu teluk yang rata pantainya. Walaupun mereka tidak mengenal daratan itu, mereka memutuskan untuk sedapat mungkin mendamparkan kapal itu ke situ. (40) Mereka melepaskan tali-tali sauh, lalu meninggalkan sauh-sauh itu di dasar laut. Sementara itu mereka mengulurkan tali-tali kemudi, memasang layar topang, supaya angin meniup kapal itu menuju pantai. (41) Tetapi mereka melanggar busung pasir, dan terkandaslah kapal itu. Haluannya terpancang dan tidak dapat bergerak dan buritannya hancur dipukul oleh gelombang yang hebat. (42) Pada waktu itu prajurit-prajurit bermaksud untuk membunuh tahanan-tahanan, supaya jangan ada seorangpun yang melarikan diri dengan berenang. (43) Tetapi perwira itu ingin menyelamatkan Paulus. Karena itu ia menggagalkan maksud mereka, dan memerintahkan, supaya orang-orang yang pandai berenang lebih dahulu terjun ke laut dan naik ke darat, (44) dan supaya orang-orang lain menyusul dengan mempergunakan papan atau pecahan-pecahan kapal. Demikianlah mereka semua selamat naik ke darat”.
Dalam ay 22-25 (perhatikan bagian yang saya beri garis bawah tunggal) terlihat adanya jaminan bahwa semua mereka pasti selamat. Tetapi dalam ay 31,34a (perhatikan bagian yang saya beri garis bawah ganda) Paulus tetap memberikan hal-hal tertentu yang harus mereka lakukan supaya selamat. Lalu dalam ay 34b (perhatikan bagian yang saya beri garis bawah tunggal) ia lagi-lagi memberikan jaminan selamat. Apakah hal-hal ini bertentangan? Tidak! Semua ini menunjukkan bahwa adanya jaminan keselamatan dari Allah, tidak membuang tanggung jawab mereka untuk melakukan hal yang terbaik bagi  keselamatan mereka.
Memang cerita di atas berurusan dengan keselamatan jasmani. Tetapi dalam urusan keselamatan rohani berlaku hal yang sama. Allah menjamin bahwa keselamatan tidak bisa hilang. Tetapi ini tidak membuang tanggung jawab kita untuk melakukan hal yang terbaik demi keselamatan kita!

4)         Pengangkatan menjadi anak Allah.
Yoh 1:12 - “Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya”.
Semua manusia lahir sebagai anak setan, dan hanya kalau kita percaya kepada Yesus Kristus, kita bisa menjadi anak-anak Allah. Banyak orang tidak bisa menerima ajaran ini, tetapi perlu diperhatikan bahwa Kitab Suci mengajarkan bahwa:
a)   Manusia hanya dibagi menjadi 2 golongan, yaitu anak Allah atau anak setan (1Yoh 3:10  Yoh 8:42-44).
b)   Hanya orang yang percaya kepada Yesuslah yang dijadikan anak Allah (Yoh 1:12).

Bagaimana kalau setelah kita percaya kepada Yesus dan menjadi anak Allah kita lalu berbuat dosa lagi? Apakah ini menyebabkan kita kembali menjadi anak setan? Tidak. Sekali kita menjadi anak Allah, kita tidak bisa kembali menjadi anak setan. Kalau kita berbuat dosa, persekutuan kita dengan Allah menjadi renggang, tetapi kita hanya perlu menyesali dosa itu, mengakuinya dan bertobat daripadanya, maka persekutuan dengan Allah akan dipulihkan kembali.

5)         Damai sejahtera (Yoh 14:27  Gal 5:22).
Waktu Adam dan Hawa jatuh ke dalam dosa, mereka kehilangan damai. Mereka menjadi takut terhadap Allah (Kej 3:7-10). Sebagai keturunan Adam dan Hawa, kita lahir dalam dosa / dalam keadaan tanpa hubungan dengan Allah, sehingga kita tidak mempunyai damai. Tetapi, kalau kita percaya kepada Kristus, maka kita bisa diperdamaikan dengan Allah, sehingga kita kembali memiliki damai seperti Adam dan Hawa sebelum mereka jatuh dalam dosa.

6)         Roh Kudus (Kis 2:38  Yoh 7:38-39  Ef 1:13).
Kita menerima Roh Kudus pada saat kita percaya. Ini terlihat dari Ef 1:13 yang berbunyi: “Di dalam Dia kamu juga - karena kamu telah mendengar firman kebenaran, yaitu Injil keselamatanmu - di dalam Dia kamu juga, ketika kamu percaya, dimeteraikan dengan Roh Kudus, yang dijanjikanNya itu”.

Orang yang menerima Roh Kudus tidak harus berbahasa lidah / roh! Bahwa tidak setiap orang kristen harus berbahasa lidah / roh terlihat dari 1Kor 12:7-11,28-30 - “(7) Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama. (8) Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. (9) Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. (10) Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. (11) Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendakiNya. ... (28) Dan Allah telah menetapkan beberapa orang dalam Jemaat: pertama sebagai rasul, kedua sebagai nabi, ketiga sebagai pengajar. Selanjutnya mereka yang mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, untuk menyembuhkan, untuk melayani, untuk memimpin, dan untuk berkata-kata dalam bahasa roh. (29) Adakah mereka semua rasul, atau nabi, atau pengajar? Adakah mereka semua mendapat karunia untuk mengadakan mujizat, (30) atau untuk menyembuhkan, atau untuk berkata-kata dalam bahasa roh, atau untuk menafsirkan bahasa roh?.
Bagian yang saya beri garis bawah tunggal jelas menunjukkan bahwa hanya sebagian orang Kristen yang menerima karunia bahasa Roh. Sedangkan pertanyaan pada bagian yang saya beri garis bawah ganda jelas harus dijawab ‘tidak’!

Tanda dari orang yang memiliki Roh Kudus, bukanlah bahasa roh / lidah, tetapi buah roh (Gal 5:22-23). Dengan kata lain tanda dari orang yang memiliki Roh Kudus adalah hidup yang dikuduskan / diubahkan ke arah yang positif, menjadi lebih sesuai dengan Firman Tuhan.

7)         Kemerdekaan dari perhambaan dosa.
Yoh 8:34-36 - “(34) Kata Yesus kepada mereka: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya setiap orang yang berbuat dosa, adalah hamba dosa. (35) Dan hamba tidak tetap tinggal dalam rumah, tetapi anak tetap tinggal dalam rumah. (36) Jadi apabila Anak itu memerdekakan kamu, kamupun benar-benar merdeka.’”.
Sebelum kita percaya kepada Kristus, kita hanya bisa berbuat dosa. Ini terlihat bukan hanya dari istilah ‘hamba dosa’ dalam Yoh 8:34-36 di atas, tetapi juga dari ayat-ayat seperti:
a)   Kej 6:5 - “Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala (bukan ‘sebagian’ tetapi ‘segala’) kecenderungan hatinya selalu (bukan ‘kadang-kadang’ / ‘sering’ tetapi ‘selalu’) membuahkan kejahatan semata-mata.
b)   Kej 8:21 - “Ketika TUHAN mencium persembahan yang harum itu, berfirmanlah TUHAN dalam hatiNya: ‘Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya, dan Aku takkan membinasakan lagi segala yang hidup seperti yang telah Kulakukan”.
c)   Roma 6:20 - “Sebab waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran.
d)   Roma 8:7-8 - “(7) Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. (8) Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah”.
e)   Titus 1:15 - “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan bagi orang tidak beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.

Tetapi setelah percaya kepada Kristus, kita dimerdekakan dari perhambaan dosa itu (Yoh 8:36  Roma 8:2). Ini tidak berarti bahwa kita lalu tidak lagi berbuat dosa, tetapi ini berarti bahwa kita mulai bisa berbuat baik. Disamping itu, sekalipun kita masih berbuat dosa atau jatuh ke dalam dosa, kita tidak lagi mencintai dosa, tetapi sebaliknya membenci dosa.

V) Gunanya ketaatan / perbuatan baik.


Ketaatan / perbuatan baik sama sekali tidak menyelamatkan kita. Kita selamat hanya karena iman. Tetapi, itu tidak berarti ketaatan / perbuatan baik tidak ada gunanya / tidak perlu dilakukan.

Gunanya ketaatan / perbuatan baik:

1)   Bukti iman.
Yak 2:17,26 - “(17) Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. ... (26) Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati”.

Tidak adanya ketaatan menunjukkan tidak adanya Roh Kudus dalam diri kita, dan tidak adanya Roh Kudus dalam diri kita menunjukkan tidak adanya iman yang sejati kepada Kristus. Sebaliknya, kalau ada ketaatan yang sungguh-sungguh, maka itu menunjukkan adanya Roh Kudus dalam diri kita, dan ini membuktikan bahwa kita memang beriman kepada Kristus. Bukti iman ini penting untuk diri kita sendiri, maupun untuk orang lain pada waktu mereka melihat kita.

2)   Tanda cinta kita kepada Tuhan.
Yoh 14:15 - “‘Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintahKu”.
Kita bisa taat kepada Tuhan karena takut kepada Tuhan (takut dihukum, takut tidak diberkati, dsb). Ketaatan seperti ini memang masih lebih baik dari pada ketidaktaatan, tetapi ketaatan ini tetap kurang baik. Ketaatan yang benar adalah ketaataan karena kasih kepada Tuhan. Jadi, karena kita mengasihi Tuhan, dan kita tahu bahwa ketidak-taatan / dosa itu menyakiti hati Tuhan, maka kita mentaati Tuhan.

3)   Supaya kita bisa kuat pada saat kesukaran datang.
Mat 7:24-27 - “(24) ‘Setiap orang yang mendengar perkataan-Ku ini dan melakukannya, ia sama dengan orang yang bijaksana, yang mendirikan rumahnya di atas batu. (25) Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, tetapi rumah itu tidak rubuh sebab didirikan di atas batu. (26) Tetapi setiap orang yang mendengar perkataanKu ini dan tidak melakukannya, ia sama dengan orang yang bodoh, yang mendirikan rumahnya di atas pasir. (27) Kemudian turunlah hujan dan datanglah banjir, lalu angin melanda rumah itu, sehingga rubuhlah rumah itu dan hebatlah kerusakannya.’”.

Misalnya:
·         Tuhan menyuruh kita belajar FirmanNya. Kalau kita menuruti hal ini dan belajar Firman dengan rajin dan tekun, maka pada waktu serangan setan / kesukaran datang, Firman yang sudah kita pelajari itu akan sangat berguna untuk menghadapi dan bahkan mengatasi kesukaran / serangan setan itu. Tetapi orang yang tidak mentaati perintah Tuhan untuk belajar Firman ini, pada saat kesukaran dan serangan setan datang, tidak akan kuat bertahan.
·         Tuhan menyuruh kita hidup dalam kasih. Kalau kita menuruti perintah ini, maka pasti ada banyak orang yang juga mengasihi kita dan dekat dengan kita. Pada waktu kesukaran datang, orang-orang ini bisa menolong kita / menghibur kita, sehingga kita kuat menghadapi kesukaran itu. Sebaliknya, kalau kita tidak menuruti perintah untuk hidup dalam kasih itu, maka banyak orang tidak senang dengan kita, sehingga pada waktu kita mengalami kesukaran, tidak ada orang yang peduli, dan kita tidak bisa bertahan.

4)   Supaya kita makin mengerti tentang kebenaran
Yoh 8:31-32 - “(31) Maka kataNya kepada orang-orang Yahudi yang percaya kepadaNya: ‘Jikalau kamu tetap dalam firmanKu, kamu benar-benar adalah muridKu (32) dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.’”.
2Pet 1:5-8 - “(5) Justru karena itu kamu harus dengan sungguh-sungguh berusaha untuk menambahkan kepada imanmu kebajikan, dan kepada kebajikan pengetahuan, (6) dan kepada pengetahuan penguasaan diri, kepada penguasaan diri ketekunan, dan kepada ketekunan kesalehan, (7) dan kepada kesalehan kasih akan saudara-saudara, dan kepada kasih akan saudara-saudara kasih akan semua orang. (8) Sebab apabila semuanya itu ada padamu dengan berlimpah-limpah, kamu akan dibuatnya menjadi giat dan berhasil dalam pengenalanmu akan Yesus Kristus, Tuhan kita.

Kalau kita tidak mau taat pada kebenaran yang sudah kita mengerti, maka Tuhan tidak akan menambah pengetahuan itu. Tetapi kalau kita mentaatinya, maka Tuhan akan menambah pengertian kita.

Illustrasi:
·         kalau saudara memberi makan anak atau binatang peliharaan, maka kalau makanannya habis, saudara akan menambahnya. Tetapi kalau makanan yang ada tidak dimakan, saudara tidak akan memberi tambahan makanan.
·         pada waktu seorang guru mengajar anak, kalau baru persoalan penjumlahan dan pengurangan saja anak itu belum bisa, maka tentu saja guru itu tidak akan mengajar persoalan perkalian dan pembagian.

5)   Menguatkan iman.
Ini berhubungan dengan no 4 di atas. Karena ketaatan menyebabkan kita makin mengerti Firman, yang adalah makanan rohani kita, maka ketaatan juga menumbuhkan iman.
Disamping itu, ketaatan juga mendekatkan kita dengan Tuhan (lihat no 7 di bawah), dan ini menyebabkan kita tidak takut / kuatir menghadapi apapun.

6)   Supaya kita menjadi saksi Tuhan yang baik, yang menyebabkan nama Tuhan dipermuliakan (Mat 5:13-16  Fil 1:10-11  bdk. Wah 3:18).
Dosa menyebabkan Tuhan dipermalukan (Amsal 30:9b  Wah 3:18), dan sebaliknya ketaatan / kesucian hidup menyebabkan Tuhan dipermuliakan. Dan perlu diingat bahwa kemuliaan Tuhan harus menjadi tujuan hidup setiap orang (1Kor 10:31).

7)   Menjaga persekutuan dengan Tuhan / mendekatkan diri kepada Tuhan.
Yes 59:2 - “tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu”.
Ayat ini menunjukkan bahwa dosa menjauhkan kita dari Tuhan, dan sebaliknya, kekudusan mendekatkan kita dengan Tuhan.
Sekalipun dengan percaya kepada Yesus kita sudah mempunyai hubungan / persekutuan dengan Tuhan, tetapi persekutuan ini bisa mendekat / membaik ataupun merenggang / memburuk. Kalau kita banyak berbuat dosa, apalagi secara sengaja dan dengan sikap tegar tengkuk, maka hubungan kita dengan Tuhan akan merenggang / memburuk. Sebaliknya, kalau kita mentaati Tuhan / menyucikan diri, maka hubungan kita dengan Tuhan akan mendekat / membaik. Ini semua karena Tuhan adalah Tuhan yang suci!

8)   Memberikan damai.
Yes 48:18 - “Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti”.
Pada waktu kita percaya kepada Yesus, maka kita diberi damai. Tetapi damai ini bisa hancur kalau kita berbuat dosa, apalagi secara sengaja dan dengan sikap tegar tengkuk. Hancurnya damai itu merupakan hajaran Tuhan supaya kita kembali kepadaNya / bertobat. Sebaliknya, kalau kita mentaati Tuhan / menyucikan diri, damai itu akan makin lama makin berlimpah.

9)   Supaya Tuhan lebih memakai kita dalam pelayanan kita
2Tim 2:20-21 - “(20) Dalam rumah yang besar bukan hanya terdapat perabot dari emas dan perak, melainkan juga dari kayu dan tanah; yang pertama dipakai untuk maksud yang mulia dan yang terakhir untuk maksud yang kurang mulia. (21) Jika seorang menyucikan dirinya dari hal-hal yang jahat, ia akan menjadi perabot rumah untuk maksud yang mulia, ia dikuduskan, dipandang layak untuk dipakai tuannya dan disediakan untuk setiap pekerjaan yang mulia”.

Ada satu extrim yang harus dihindari, yaitu yang mengatakan bahwa kita harus suci dulu baru bisa dipakai oleh Tuhan. Kalau ini benar, maka Tuhan tidak bisa memakai manusia yang manapun, dan Ia hanya bisa memakai malaikat untuk melayani Dia. Tetapi extrim sebaliknya mengatakan bahwa tidak jadi soal kita dosa atau tidak dosa, Tuhan tetap mau memakai kita. Ini jelas juga salah.
Yang benar adalah: Tuhan memang mau memakai orang berdosa sebagai alatNya dalam pelayanan, tetapi makin orang itu menyucikan dirinya makin Tuhan memakai dia / memberkati pelayanannya.

10) Agar kita mendapat tempat yang tinggi di surga (Mat 5:19).
Mat 5:19 - “Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.

Surga ada tingkat-tingkatnya (Mat 5:19  Luk 19:16-19  1Kor 3:15  Mat 20:20-28), dan demikian juga dengan neraka (Mat 11:20-24).
Memang, kita bisa masuk ke surga karena kita beriman (bukan karena kita taat), tetapi tempat / tingkatan kita di surga ditentukan oleh ketaatan kita. Makin kita taat, makin tinggi tempat kita di surga.

Tetapi perlu juga diingat bahwa dalam kita mentaati Tuhan, kita tidak boleh mempunyai motivasi ‘supaya mendapat tempat yang tinggi di sorga’. Ini adalah ketaatan yang didasari oleh pamrih.



-o0o-


Yesus: satu-satunya jalan ke surga

I) Yesus hanya merupakan salah satu jalan ke surga?


Ada pepatah yang mengatakan: ‘Ada banyak jalan menuju ke Roma’. Pepatah ini mungkin benar untuk banyak hal. Dan saya percaya bahwa pepatah ini berlaku untuk neraka. Memang, ada banyak jalan menuju ke neraka (Yakinkah saudara bahwa saudara tidak sedang berada pada jalan ke neraka ini?). Tetapi betul-betul menyedihkan kalau ada orang yang mengaku sebagai orang kristen, apalagi sebagai hamba Tuhan, yang menerapkan pepatah ini untuk surga.

Ada bermacam-macam perwujudan dari kepercayaan sesat ini:

1)   Ada yang menyatakannya secara terang-terangan.
Perlu diketahui bahwa pada jaman ini sudah ada pendeta-pendeta yang berani secara terang-terangan menunjukkan pandangan sesat ini, bahkan tidak jarang ia menunjukkannya dengan disertai serangan atau bahkan ejekan terhadap orang yang mempercayai / mengajarkan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga.

Contoh:

a)   Pdt. Robert Setio, Ph. D. menuliskan dalam warta tertulis sebuah renungan yang saya kutip di bawah ini:
“‘Apa yang pernah ada akan ada lagi, dan apa yang pernah dibuat akan dibuat lagi, tak ada sesuatu yang baru di bawah matahari’ (Pengkhotbah 1:9).
Suara itu semakin lama semakin keras. Seperti suara pasukan berkuda dalam medan peperangan yang semakin lama semakin bergemuruh, riuh rendah, menyeramkan bagi yang mendengarnya. Suara apa gerangan itu? Itu suara umat, umat beragama. Apa yang terjadi? Apa yang mereka teriakan dengan gegap gempita? Ternyata mereka meneriakkan kata-kata ini: ‘tidak ada keselamatan lain, selain melalui agama kami’. Sementara yang lain menambah dengan semangat yang kurang lebih sama: ‘agama kamilah yang paling diperkenan Allah, agama kamilah yang paling benar’. Begitu keras dan riuh rendahnya suara itu, sampai-sampai mereka yang tak tahu menahu bilang: ‘Kayak kampanye pemilu, ya?!’
Tapi, yang berteriak-teriak datang membela diri. Kata mereka: ‘kami bukannya mau kampanye, kami hanya menyatakan kebenaran, itu saja, dan supaya saudara ketahui, kebenaran itu adalah agama kami maka siapa saja yang ndak mau ikut agama kami pasti tidak dapat dibenarkan’. Mereka terus menyerocos, ‘saudara tahu, Allah sebenarnya telah memberikan penyataan khususnya bagi kami, ini istimewa lho. Sedang bagi yang lain, Allah hanya memberikan penyataan umum yang samar-samar, tidak jelas dan tentu saja tidak seistimewa penyataan yang telah diberikan pada kami’. Hal-hal seperti ini mereka katakan dengan semangat penuh bak seorang prajurit kamikase (prajurit Jepang yang siap bunuh diri demi Kaisar), tentu saja dengan satu maksud yaitu supaya orang berbondong2 pindah ke agama mereka.
Namun benarkah agama kita lebih istimewa dari yang lain? Benarkah orang yang beragama lain itu tidak selamat dan agama mereka sia-sia? Belum tentu. Ya, belum tentu demikian, sebab, seperti kata Pengkhotbah, ‘tidak ada sesuatu yang baru di bawah matahari’, artinya, ‘tidak ada sesuatu yang istimewa di dunia ini’. Semuanya sama saja. Apa yang kita pikirkan, harapkan, doakan sebagai manusia, sama saja dengan apa yang orang lain pikirkan, harapkan & doakan. Setiap orang memiliki pergumulan dasar yang sama. ‘Sama-sama makan nasinya’, kata orang Indonesia. Kita sama-sama menghirup udara yang sama, diterangi oleh matahari yang sama, bulan dan bintang yang sama. Kita sama-sama dilahirkan, sama-sama mati. Mengapa kita harus membedakan diri kita dengan yang lainnya? Keselamatan yang berlaku bagi kita, mengapa tidak mungkin juga terjadi bagi orang lain, meskipun mereka berbeda agama?”.

b)   Pdt. Dr. Budyanto, Pendeta GKJW yang kini menjabat Dekan Fakultas Teologi Universitas Duta Wacana, Yogyakarta menulis dalam Majalah DUTA terbitan GKJW, bulan April 2000, hal 8-9, suatu artikel yang berjudul ‘Pemikiran ulang Amanah Agung Yesus Kristus (Mat 28:19-20)’. Bunyinya adalah sebagai berikut:
“Amanat Agung Yesus Kristus ini biasanya dipahami sebagai perintah untuk mengabarkan Injil, dalam arti sempit mengkristenkan umat lain, bahkan lebih sempit lagi menjadikan orang lain menjadi warga gereja tertentu. Pandangan ini biasanya disertai dengan keyakinan, bahwa keselamatan hanya ada dalam Yesus Kristus dan di luar Yesus Kristus manusia akan binasa, seperti yang terdapat dalam Yohanes 14:6: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak seorang pun datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku’. Dua ayat inilah yang membuat gereja sangat bersikap eksklusif dan merasa diri sebagai umat pilihan Allah. Yang lebih benar, lebih baik dari umat lain. Pemahaman ini akan membuat gereja kesulitan dalam menjalankan tugas panggilannya di dunia ini. Karena itu dua ayat ini perlu mendapat penjelasan ulang.
Pertama, Matius 28:19-20: ‘Pergilah, jadikan semua bangsa murid-Ku dan baptiskanlah mereka dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang Kuperintahkan kepadamu.’ Kata ‘baptiskanlah mereka’ selama ini dipahami sebagai tanda bahwa seseorang menjadi orang Kristen atau menjadi anggota gereja tertentu. Padahal baptis dalam Alkitab tidak dihubungkan dengan gereja, tetapi dihubungkan dengan kematian dan kebangkitan Kristus, sebagai simbol seseorang dipersekutukan dengan kematian dan kebangkitan Kristus (Rm. 6:3,4; Kol. 2:12), sebagai simbol pembebasan dari dosa dan dilibatkannya manusia dalam hadirnya kerajaan Allah dalam diri Kristus, yang mendatangkan syalom. Itulah sebabnya perkataan ini dihubungkan dengan menjadi murid Kristus. Adapun menjadi murid Kristus itu berarti ‘mengajar melakukan apa yang diperintahkan oleh Kristus, bukan mengajar perintah Kristus, tetapi mengajar melakukan’.
Karena itu penulis setuju dengan pendapat Moltmann yang mengatakan, misi Kristen itu tidak lagi dipahami sebagai membaptiskan dan mengumpulkan orang sebanyak-banyaknya menjadi warga gereja serta mendirikan gereja dimana-mana. Itu adalah misi kuantitatif, yang lebih penting adalah misi yang kualitatif, yaitu menulari manusia apa pun agamanya, dengan roh pengharapan, kasih dan tanggung jawab kepada dunia dengan segala macam persoalannya. Agama harus mengerahkan seluruh kekuatannya untuk mengatasi masalah manusia saat ini yaitu: kelaparan, dominasi satu kelas terhadap kelas lain, imperialisme ideologi, perang atom dan perusakan terhadap lingkungan hidup dan sebagainya.
Kedua, Yohanes 14:6: Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.’ Ayat inilah yang sering dipakai oleh kelompok Kristen eksklusif sebagai dasar pemutlakan Yesus, bahkan pemutlakan agama Kristen, bahwa tidak ada jalan lain menuju Bapa kalau tidak lewat Yesus Kristus atau bahkan kalau tidak lewat gereja. Sedangkan kelompok pluralis cenderung melupakan dan tidak menyinggung-nyinggung ayat ini, karena ayat ini sukar dipahami dalam konteks pluralisme agama-agama. Secara eksklusif William Barclay menafsirkan ayat ini sebagai berikut: Memang banyak orang yang mengajar tentang jalan yang harus ditempuh, tetapi hanya Yesuslah jalan itu dan di luar Dia manusia akan tersesat. Banyak orang yang berbicara tentang kebenaran, tetapi hanya Yesuslah yang dapat mengatakan ‘Akulah kebenaran’ itu. Orang lain mengajarkan tentang jalan kehidupan, tetapi hanya dalam Yesus orang menemukan kehidupan itu. Karena itu hanya Dia saja yang dapat membawa manusia kepada Tuhan.
Tafsiran Barclay ini bertolak belakang dengan hakikat gereja sebagai umat Allah, yang sejajar dengan umat-umat lain dan bertolak belakang dengan semangat pluralisme agama-agama. Mungkin lebih cocok dengan tafsiran Samartha yang mengatakan bahwa dalam agama Kristen, Yesus Kristus memang Juru Selamat namun orang Kristen tidak dapat mengklaim bahwa juru selamat hanya Yesus Kristus. Demikian pula Yesus adalah jalan, tetapi jalan itu bukan hanya Yesus, seperti yang dikatakan Kenneth Cracknell bahwa di luar agama Kristen-pun dikenal banyak jalan menuju keselamatan.
Dalam agama Yahudi dikenal istilah Halakhah, yang secara hurufiah artinya berjalan. Kata ini merupakan istilah teknis dalam pengajaran agama Yahudi yang berhubungan dengan semua materi hukum dan tatanan hidup sehari-hari. Istilah ini diambil dari Keluaran 18:20: ‘Kemudian haruslah engkau mengajarkan kepada mereka ketetapan-ketetapan dan keputusan-keputusan yang memberitahukan kepada mereka jalan yang harus mereka jalani dan pekerjaan yang harus mereka lakukan’. Dalam agama Islam konsep jalan itu terdapat dalam Sura 1:5-7: ‘... Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan. Pimpinlah kami ke jalan yang lurus (yaitu), jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka ...’
Dalam agama Hindu juga dikenal adanya jalan menuju mokhsa, menuju kelepasan dari kelahiran kembali, menuju keselamatan, yaitu Jnana marga atau jalan pengetahuan, Karma marga atau jalan perbuatan baik, serta Bhakti marga yaitu jalan kesetiaan atau ibadah. Sedangkan dalam agama Budha dikenal Dhama pada, jalan kebenaran menuju nirwana.
Lalu bagaimana hubungan jalan-jalan ini dengan Kristus yang adalah jalan? Pemahaman ini bisa ditarik ke paradigma inklusif, artinya ada banyak jalan kecil-kecil (path), tetapi hanya satu jalan besar (way) yaitu jalan Kristus. Atau, ditarik ke paradigma pluralis indiferen, artinya banyak jalan, termasuk jalan Kristus, tetapi hanya ada satu tujuan yaitu Allah. Kalau kita memilih yang pertama, memang tidak cocok dengan semangat pluralisme agama-agama, tetapi lebih sesuai dengan teks Yohanes 14:6
Ada banyak jalan tetapi hanya ada satu jalan yang menuju Bapa, yaitu jalan Kristus. Kalau memilih alternatif kedua, hal itu sesuai dengan semangat pluralisme, tetapi persoalan tentang ‘Tidak seorang sampai kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’ tidak terpecahkan. Dengan memilih alternatif kedua, berarti menempatkan Yesus sebagai jalan (cara) untuk mencapai suatu tujuan. Padahal menurut banyak penafsir Yesus itu bukan jalan (cara) untuk mencapai tujuan, tetapi Ia sendiri jalan sekaligus tujuan. Dalam teks dikatakan ‘Aku adalah ... (tiga kata berikutnya mempunyai kedudukan yang sejajar) jalan, kebenaran dan hidup’. Bukan Aku jalan menuju kebenaran dan menuju hidup, juga bukan Aku jalan kebenaran dan jalan hidup.
Penulis setuju bahwa di luar agama Kristen ada jalan (minhaj, marga, dhama pada), ada jalan kebenaran, ada keselamatan, tetapi tidak berarti bahwa semua jalan itu sama saja, sehingga semua agama sama saja. Juga tidak berarti bahwa jalan Yesus itu jalan yang luar biasa, sedangkan jalan yang lain jalan biasa.
Lalu persoalannya adalah bagaimana kalimat ‘Tidak seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’ harus ditafsirkan? Konteks ayat ini adalah: ketika itu Tuhan Yesus berkata kepada para murid-Nya, Ia pergi untuk menyediakan tempat bagi murid-murid-Nya, kemudian Ia akan kembali menjemput mereka, supaya di mana Yesus berada, murid-murid juga berada di sana (Yohanes 14:3). Kemudian Thomas berkata, ‘Tuhan, kami tidak tahu ke mana Engkau pergi, jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?’. Dengan perkataan itu Thomas ingin tahu jalannya supaya bisa sampai ke tempat itu dengan cara dan kekuatannya sendiri. Kemudian Tuhan Yesus menjawab, ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup, tidak seorangpun datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku’. Yang dimaksud Tuhan Yesus dengan perkataan itu adalah Thomas tidak dapat datang ke tempat itu dengan usaha dan kekuatannya sendiri. Kalau toh ia bisa datang di tempat itu karena Tuhan Yesus yang membawa dia (Bdk. ay. 3 yang berkata: ‘Aku akan datang kembali membawa kamu’). Dengan kata lain, kalau Thomas bisa datang di tempat itu, semua itu semata-mata hanya karena anugerah Allah yang nyata dalam kehadiran Yesus Kristus.
Jadi persoalannya bukan di luar Kristus tidak ada jalan, tetapi bagi umat Kristen kita bisa sampai ke tempat di mana Kristus berada, itu semata-mata karena anugerah Allah. Inilah yang membedakan jalan yang ditempuh umat Kristen dan jalan-jalan lainnya. Di sana bukan tidak ada jalan, di sana juga ada jalan, jalan di sana bukan kurang baik, sedangkan di sini lebih baik, tetapi memang jalan itu berbeda. Dengan demikian pemutlakan orang Kristen terhadap Yesusnya, tidak harus membuat orang Kristen menjadi eksklusif, atau menyamakan saja semua agama. Kita yakin seyakin-yakinnya bahwa hanya Yesus Kristuslah yang membawa kita kepada keselamatan, tetapi kita juga tidak harus mengatakan di sana, dalam agama-agama lain, sama sekali hanya ada kegelapan dan kesesatan. Kalau kita sendiri tidak rela orang menganggap dalam kekristenan hanya ada kegelapan dan kesesatan, mengapa hal yang sama kita tujukan kepada orang lain.
Apakah pandangan ini tidak memperlemah semangat pekabaran Injil? Tidak, hanya harus ada orientasi baru tentang Pekabaran Injil. Pekabaran Injil harus dipahami seperti pemahaman Yesus Kristus sendiri: ‘Roh Tuhan ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik (mengabarkan Injil) kepada orang-orang miskin, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang’ (Luk. 4:18,19).
Memberitakan Injil tidak lagi dipahami sebagai kristenisasi, tetapi kristusisasi. Menambah jumlah orang-orang yang diselamatkan dan menjadi anggota gereja bukan tujuan pekabaran Injil, tetapi sebagai akibat atau buah pekabaran Injil: ‘Mereka disukai semua orang dan setiap hari Tuhan menambahkan dengan orang-orang yang diselamatkan’ (Kis. 2:46). Buah pekabaran Injil ini mungkin tidak segera kita nikmati dalam kehadiran mereka di gereja, tetapi mungkin pada waktu dan di tempat lain.
Apakah pemahaman pekabaran Injil ini tidak sama saja dengan pemahaman sebelumnya? Tidak, pada pola pemahaman yang pertama mengesampingkan sikap toleransi yang karenanya dapat menimbulkan kecurigaan bahkan konflik sosial. Sering kekristenan mereka yang ‘bertobat’ lebih bersifat emosional. Sedangkan pola pekabaran Injil kedua, sangat bersifat tenggang rasa, toleran dan bahkan mungkin pekabaran Injil bisa dilakukan dengan kerja sama antar agama. Kalau akhirnya ada yang menjadi anggota gereja, kekristenan mereka tidak bersifat emosional, tetapi dengan kesadaran penuh..

c)   Dalam majalah ‘PENUNTUN’ yang diterbitkan oleh GKI, vol 2, No 6, Januari - Maret 1996, bagian ‘Kata Pengantar’ (hal v) ada kata-kata sebagai berikut:
“Banyak orang sering semberono menilai dengan negatif agama-agama lain yang mereka sendiri tidak hayati. Hal paling minimal yang diperlukan dalam rangka mengenal orang-orang yang beragama lain, yaitu membaca dan memahami Kitab Suci agama-agama lain, belum mereka lakukan. Apalagi menghayati hidup seperti yang dihayati penganut agama lain itu sendiri. Sikap seperti itu, tidak terkecuali, banyak ditemukan di dalam diri orang-orang Kristen. Yang berpendidikan tinggi maupun yang tidak. Orang juga sering memakai petobat-petobat baru untuk membuktikan betapa agama-agama semula yang sudah ditinggalkan petobat-petobat baru itu adalah agama-agama yang kurang sempurna, yang di dalamnya tidak terdapat kebenaran, atau, dalam ungkapan yang sangat menusuk perasaan, berisi ajaran-ajaran sesat dari kuasa-kuasa kegelapan. Tindakan jahat yang tidak penuh kasih semacam ini juga banyak ditemukan di antara orang-orang Kristen. ... Pemahaman dan pendekatan yang simpatetik terhadap pelbagai pandangan keselamatan, khususnya yang terdapat di dalam agama-agama lain, diharapkan akan sedikit banyak mempengaruhi dengan positif sikap dan pandangan orang Kristen terhadap agama-agama lain dan para penganutnya. ... Tulisan Ioanes Rakhmat berupaya menunjukkan bahwa pandangan yang sudah sangat berakar di dalam diri orang-orang Kristen bahwa di dalam agama-agama lain tidak ditemukan karunia keselamatan dari Allah, adalah pandangan yang sangat subyektif dan keliru”.

d)   Dalam majalah ‘Penuntun’ terbitan GKI Jabar (Vol. 2. No. 6, Januari - Maret 1996), ada sebuah artikel yang ditulis oleh Pdt. Eka Darmaputera, Ph. D. yang berjudul ‘Boleh diperbandingkan, jangan dipertandingkan’. Dan dalam artikel itu ada kata-kata sebagai berikut:
“Sebuah dongeng Hindu. Ada seorang raja yang adil, arif lagi bijaksana. Tiga orang puteranya, semua serba gagah, tampan dan perkasa. Konon menyadari usianya yang kian uzur, sri baginda ingin mempersiapkan segala sesuatu sebaik-baiknya sebelum ajal tiba. Demikianlah ia memutuskan untuk membagi semua harta di kerajaannya menjadi tiga. Semua, tanpa boleh ada yang tersisa atau terlupa. Masing-masing puteranya harus menerima persis sepertiga. Tak ada yang lebih atau kurang. Supaya jangan ada yang bangga, dan ada yang kecewa. Titah ini segera dilaksanakan tanpa masalah. Sampai sang raja sendiri menyadari, bahwa ternyata masih ada satu yang tersisa. Yaitu cincin yang selama ini melingkar di jari manisnya. Bagaimana membaginya? Namun bukan sri baginda namanya bila tidak menemukan jalan keluar juga pada akhirnya. Dengan diam-diam dan amat rahasia, pada suatu hari, dipanggilnya pandai mas yang paling ahli di seluruh kerajaannya. Pandai mas itu dititahkannya membuat dua buah cincin lagi. Syaratnya: sama persis dalam segala hal dengan cincin yang semula. Ringkas cerita, persoalan teratasi. Namun sementara. Sebab akhirnya, lama setelah baginda wafat, tiga pangeran itu toh mafhum juga bahwa tidak semua dari tiga cincin yang ada itu ‘asli’. Mereka segera bertengkar hebat sekali, masing-masing mengklaim bahwa cincin yang lain adalah ‘tiruan’, dan cuma cincinnya sendiri yang ‘asli’. Pertengkaran itu pasti akan berkelanjutan, bila mereka tidak segera menyadari bahwa apa yang mereka lakukan itu pasti membuat hati mendiang ayah mereka terluka dan amat berduka. Terlebih lagi, alangkah bodohnya yang mereka lakukan itu! Bertengkar menguras enerji dan emosi untuk hal yang tak dapat mereka buktikan! Akhirnya kembali ke akal sehat mereka. Mereka masing-masing bertekad merawat cincin mereka masing-masing. Tanpa mempersoalkan, apalagi mempertengkarkan, mana yang ‘asli’ dan mana yang ‘palsu’. Sebab mengenai ini, hanya ayahanda tercinta saja yang mengetahuinya. Untuk apa ‘dongeng’ tersebut? Untuk menolong kita memasuki pembicaraan yang akan cukup rumit dan peka. Yaitu, ketika Redaksi Penuntun meminta saya menunjukkan mana di antara ketiga ‘cincin’ itu yang ‘asli’. Melalui dongeng di atas saya telah memberikan pratanda apa yang bakal menjadi jawab saya nanti. Yang pertama-tama ingin saya katakan adalah, permintaan itu aneh tetapi wajar. Bahkan, saya yakin, apa yang diminta itu, adalah pertanyaan sebagian besar pembaca juga. Yaitu, setelah artikel-artikel mengenai ajaran keselamatan dari pelbagai macam agama / kepercayaan itu, kita pasti bertanya: manakah yang benar di antara ajaran yang berbeda-beda itu? Begitu lazimnya pertanyaan itu, sehingga banyak orang tidak merasa perlu bertanya terlebih dahulu: Tepatkah pertanyaan itu? Dan mungkinkah menjawab pertanyaan itu? Ternyata cukup banyak juga yang menjawab: ‘Ya! Pertanyaan itu bukan cuma tepat, tetapi juga perlu!’ Termasuk dalam kelompok ini, adalah sebagian besar pemimpin serta penganut agama (Anda juga?). Yaitu ketika dengan keyakinan yang tidak dibuat-buat, mereka berkata, ‘Anda mau tahu mana yang benar dari antara ajaran yang bermacam-macam itu? Ya agama saya! Apa lagi?!’ Bila Anda mendengar jawaban seperti itu, anjuran saya adalah jangan mendebatnya. Mengapa? Sebab yang saya bayangkan adalah, Anda pasti akan bertanya: ‘Dari mana dan bagaimana Anda tahu bahwa cuma agama Anda yang benar?’. Iya ‘kan?” (hal 170,171).
“Orang-orang ini (dalam ilmunya) ‘memperbandingkan’ agama-agama tapi tidak ‘mempertandingkan’nya. Mereka tidak berminat untuk mencari mana yang lebih benar dan lebih unggul. Dan semua itu dilakukan dengan seilmiah serta seobyektif mungkin. Sebab itu biasanya enak dan mengasyikkan berdiskusi dengan orang-orang dari kelompok ini! Toleran, terbuka, dan simpatik! Berbeda dengan kelompok pertama.” (hal 173).
“Dengan tetap menghormati kekhasan masing-masing agama, kita harus tetap mengatakan bahwa semua agama ada pada dataran yang sama. Ada perbedaan, namun (dalam bahasa Inggris) ‘they are different in degree, but not in kind’. Berbeda dalam banyak hal, tapi tidak dalam hakikat. Secara hakiki, semua adalah satu kategori.” (hal 174).
“Dengan membuat perbandingan itu, kita dipaksa dan dilatih untuk terbuka dan rendah hati. Di samping itu, manfaat yang sering tidak kita sadari adalah: kita tidak hanya dibuat lebih mengenal kepercayaan orang lain, tetapi juga kepercayaan kita sendiri. Kita hanya dapat membuat perbandingan, apabila kita mengenal dengan baik dan dengan benar ajaran sendiri maupun ajaran orang lain, bukan? Sayang sekali, bagi banyak penganut agama polemik dan apologetik masih lebih digemari ketimbang perbandingan dan dialog. Padahal, dengan polemik dan apologetik, tanpa sadar kita terdorong untuk melebih-lebihkan diri sendiri dan mencari-cari atau menekan-nekankan kelemahan orang lain. Sikap yang tidak kristiani, bukan? Tanpa sadar kita tergiring untuk semakin menutup diri. Kehilangan kesempatan untuk belajar dari kekurangan diri sendiri dan kelebihan orang lain. Kehilangan kesempatan untuk diperkaya oleh orang lain dan sekaligus menjadi berkat bagi orang lain! Sayang sekali! Tapi itu yang sering terdengar. ‘Orang Kristen tidak perlu belajar apa-apa dari siapa-siapa! Kita sudah punya Yesus!’ Menarik sekali kata-kata ini! Tetapi naif! Sebab justru bila Anda benar-benar sudah punya Yesus maka, seperti Dia, Anda akan tahu apa artinya kerendahan hati dan ‘mengosongkan diri’, terbuka untuk belajar dari siapa saja! Justru bila Anda benar-benar sudah punya Yesus, Anda akan dapat mendemonstrasikan iman yang seperti kanak-kanak bukan iman Farisi yang penuh dengan keangkuhan hati!” (hal 174-175).

e)   Dalam suatu camp GKJW saya pernah mengalami suatu konfrontasi dengan Pdt. Bambang Roesena dari GKJW. Dalam acara tanya jawab, saya ditanya apakah orang Katolik dan orang yang tidak pernah mendengar Injil bisa selamat. Saya menjawab bahwa Katolik berbeda secara dasari dengan Kristen, karena prinsip mereka adalah keselamatan karena iman dan perbuatan baik. Karena salah secara dasari, maka tentu tidak bisa selamat. Tentang orang yang tidak pernah mendengar Injil, saya juga katakan tidak selamat, berdasarkan Ro 2:12 dan Ro 10:13-15a.
Pdt. Bambang Roesena lalu menanggapi bahwa kita tidak boleh mempunyai theologia batu, tetapi harus theologia air. Maksudnya kita harus flexible. Dari tanggapannya jelas terlihat bahwa ia tidak mempercayai Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga.

2)   Kadang-kadang pandangan / ajaran sesat semacam ini terselubung di bawah slogan yang benar. Misalnya ada pendeta / pengkhotbah / orang kristen yang kalau berdoa, mengakhiri doanya dengan kata-kata ‘dalam nama Yesus Kristus, satu-satunya Juruselamat dunia’. Tetapi mereka tidak pernah memberitakan Injil / mendorong orang untuk percaya dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan mereka tidak pernah mendorong orang untuk memberitakan Injil, dan kalau kepada mereka ditanyakan apakah orang yang beragama lain itu pasti masuk ke neraka, mereka menjawab ‘tidak’, atau ‘belum tentu’.

Pernyataan-pernyataan yang bertentangan seperti itu juga ada dalam Gereja Roma Katolik.
Dalam ‘Catechism of the Catholic Church’ yang dikeluarkan tahun 1992 ada pernyataan-pernyataan sebagai berikut:
a)   No 161: “Believing in Jesus Christ and in the One who sent him for our salvation is necessary for obtaining salvation” (= Percaya kepada Yesus Kristus dan kepada Yang mengutusNya untuk keselamatan kita adalah perlu untuk mendapatkan keselamatan).
b)   No 618 (bagian akhir): “Apart from the cross there is no other ladder by which we may get to heaven” (= Terpisah dari salib tidak ada tangga lain melalui mana kita bisa sampai ke surga).
Dari 2 pernyataan ini kelihatannya mereka percaya bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga. Tetapi dalam Catechism yang sama ternyata juga ada pernyataan-pernyataan yang bertentangan dengan kedua pernyataan di atas, dan jelas menunjukkan kepercayaan bahwa di luar Kristus ada keselamatan, dan dengan demikian Kristus bukanlah satu-satunya jalan ke surga. Misalnya:
1.   No 839b: “The Jewish faith, unlike other non-Christian religions, is already a response to God’s revelation in the Old Covenant. To the Jews ‘belong the sonship, the glory, the covenants, the giving of the law, the worship, and the promises; to them belong the patriarchs, and of their race, according to the flesh, is the Christ’, ‘for the gifts and the call of God are irrevocable.’” [= Iman / kepercayaan Yahudi, tidak seperti agama-agama non-Kristen yang lain, sudah merupakan suatu tanggapan terhadap wahyu Allah dalam Perjanjian Lama. Orang-orang Yahudi ‘memiliki ke-anak-an, kemuliaan, perjanjian-perjanjian, pemberian hukum Taurat, penyembahan, dan janji-janji; mereka memiliki kepala keluarga nenek moyang mereka (Abraham, Ishak, Yakub dsb), dan Kristus, menurut daging, adalah dari bangsa mereka’, ‘karena karunia-karunia dan panggilan Allah tidak dapat dibatalkan.’].
2.   No 841: “The Church’s relationship with the Muslims. ‘The plan of salvation also includes those who acknowledge the Creator, in the first place amongst whom are the Muslims; these profess to hold the faith of Abraham, and together with us they adore the one, merciful God, mankind's judge on the last day.’” (= Hubungan Gereja dengan orang-orang Islam. ‘Rencana keselamatan juga mencakup mereka yang mengakui sang Pencipta, dan di antara mereka yang ada di tempat pertama adalah orang-orang Islam; mereka mengaku memegang / mempercayai iman Abraham, dan bersama-sama dengan kita / kami mereka memuja / menyembah satu Allah yang penuh belas kasihan, hakim umat manusia pada hari terakhir.’).
3.   No 847b: “Those who, through no fault of their own, do not know the Gospel of Christ or his Church, but who nevertheless seek God with a sincere heart, and, moved by grace, try in their actions to do his will as they know it through the dictates of their conscience - those too may achieve eternal salvation” (= Mereka yang bukan karena salah mereka sendiri, tidak mengetahui / mengenal Injil Kristus atau GerejaNya, tetapi yang sekalipun demikian mencari Allah dengan hati yang tulus, dan, digerakkan oleh kasih karunia, mencoba / mengusahakan dalam tindakan mereka untuk melakukan kehendakNya, seperti yang mereka ketahui melalui perintah hati nurani mereka - mereka juga bisa mencapai keselamatan yang kekal).

3)   Juga perlu diingat bahwa kadang-kadang pendeta / pengkhotbah yang mempunyai pandangan sesat ini bersikap sebagai seekor bunglon. Dalam kalangan orang Injili, ia menyatakan Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga, tetapi begitu ia ada dalam kalangan orang yang segolongan dengan dia, ia menunjukkan warna aslinya dan menyatakan Yesus hanya sebagai salah satu jalan ke surga.

4)   Bisa juga pandangan sesat ini diwujudkan oleh seorang pendeta / pengkhotbah dengan mengijinkan atau bahkan mendorong jemaat untuk menyumbang / membantu agama lain.
Waktu saya masih ada di Komisi Pemuda GKI Sulung, saya pernah konfrontasi dalam acara Pemahaman Alkitab dengan Ny. Kaligis Sm. Th. karena ia menceritakan tentang seorang kristen yang menyumbang MTQ sebanyak Rp 500 juta, dan ia mengatakan hal itu sebagai sesuatu yang baik.

Ada bermacam-macam alasan yang dikemukakan sebagai dasar untuk mengatakan bahwa Yesus hanyalah salah satu jalan ke surga, dan orang yang tidak percaya kepada Yesuspun bisa masuk ke surga.
Alasan-alasan yang sering dipakai adalah:
1)   Kita tidak boleh menghakimi, hanya Allah yang berhak menghakimi.
2)   Kita tidak maha tahu, jadi kita tidak tahu apakah orang yang tidak percaya kepada Yesus akan masuk ke neraka.
3)   Kita tidak boleh menghina orang yang non kristen / beragama lain. Kita hidup dalam suatu masyarakat yang bersifat majemuk, bahkan yang mayoritas beragama lain, dan karena itu kita harus bertoleransi terhadap agama lain. Sedangkan kepercayaan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga merupakan sikap yang sangat tidak toleran.
4)   Mempercayai Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga adalah sikap yang egois, tidak kasih dan mau menangnya sendiri.
5)   Orang yang beragama lain banyak yang hidupnya saleh, masakan semua harus masuk ke neraka?

II) Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga.

Dasar Kitab Suci bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga:

1)   Ayat-ayat Kitab Suci di bawah ini secara jelas menunjukkan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga.
a)   Yoh 14:6 - “Kata Yesus kepadanya: ‘Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku’”.
Ayat ini hanya mempunyai 3 kemungkinan:
1.   Kitab Sucinya salah / ngawur. Yesus tidak pernah mengatakan pernyataan ini, tetapi Kitab Suci mencatat seolah-olah Yesus mengatakan pernyataan ini.
2.   Kitab Sucinya betul; Yesus memang pernah mengucapkan pernyataan ini. Tetapi Yesusnya berdusta, karena Ia menyatakan diri sebagai satu-satunya jalan kepada Bapa padahal sebetulnya tidak demikian.
3.   Kitab Sucinya betul, dan Yesusnya tidak berdusta, sehingga Ia memang adalah satu-satunya jalan kepada Bapa / ke surga.
Renungkan: yang mana dari 3 kemungkinan ini yang saudara terima? Kalau saudara menerima yang pertama atau yang kedua, Sebaiknya saudara pindah agama saja, karena apa gunanya menjadi Kristen tetapi mempercayai bahwa Kitab Sucinya salah / ngawur, atau Tuhannya pendusta!
b)   Kis 4:12 - “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan”.
c)   1Yoh 5:11-12 - “Dan inilah kesaksian itu: Allah telah mengaruniakan hidup yang kekal kepada kita dan hidup itu ada di dalam AnakNya. Barangsiapa memiliki Anak, ia memiliki hidup; barangsiapa tidak memiliki Anak, ia tidak memiliki hidup”.
d)   1Tim 2:5 - “Karena Allah itu esa dan esa pula Dia yang menjadi pengantara antara Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus”.
Hanya orang sesat yang tidak menghargai otoritas Kitab Suci dan yang ingin memutarbalikkan Kitab Suci yang bisa menafsirkan bahwa ayat-ayat ini tidak menunjukkan Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga.
Perhatikan bahwa Kis 4:12 itu menyatakan bahwa ‘keselamatan itu ada di dalam Yesus’, dan 1Yoh 5:11-12 menyatakan bahwa ‘hidup yang kekal itu ada di dalam Yesus’. Bayangkan Yesus sebagai sebuah kotak yang di dalamnya berisikan keselamatan / hidup kekal. Kalau seseorang menerima kotaknya (Yesus), maka ia menerima isinya (keselamatan / hidup yang kekal), dan sebaliknya kalau ia menolak kotaknya (Yesus), otomatis ia juga menolak isinya (keselamatan / hidup yang kekal).
Perhatikan juga kata-kata ‘di bawah kolong langit ini’ dalam Kis 4:12, dan kata-kata ‘barangsiapa tidak memiliki Anak’ dalam 1Yoh 5:12 itu. Ini menunjukkan bahwa tidak mungkin kata-kata ini ditujukan hanya untuk orang kristen. Ayat-ayat tersebut di atas ini berlaku untuk seluruh dunia!
Juga perhatikan bahwa berbeda dengan Yoh 14:6 yang diucapkan oleh Yesus kepada murid-muridNya (orang-orang yang percaya / kristen), maka Kis 4:12 diucapkan oleh Petrus kepada orang-orang Yahudi yang anti kristen! Jadi jelas bahwa ayat ini tidak mungkin dimaksudkan hanya bagi orang kristen!

2)   Yoh 8:24b dan Wah 21:8 secara explicit menunjukkan bahwa orang yang tidak percaya kepada Yesus akan mati dalam dosanya / masuk neraka.
Yoh 8:24b - “Jikalau kamu tidak percaya bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu”.
Wah 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.
Dalam kontex Kitab Suci, ‘orang yang tidak percaya’ artinya adalah ‘orang yang tidak percaya kepada Yesus’!

3)   Dalam Perjanjian Lama, Allah berulang kali hanya memberikan 1 jalan untuk bebas dari hukuman, yang adalah TYPE / gambaran dari Kristus.
Contoh:

a)         Bahtera Nuh (Kej 6-8).
Pada jaman Nuh itu, kalau orang tidak mau masuk ke dalam bahtera, maka tidak ada jalan lain baginya melalui mana ia bisa selamat. Pada waktu banjir itu mulai meninggi, ia mungkin akan mencoba naik pohon, naik atap rumah, naik gunung yang tinggi, dsb, tetapi ia akan tetap mati, karena air bah itu merendam seluruh dunia bahkan gunung yang tertinggi sekalipun (bdk. Kej 7:19-20). Jadi jelas bahwa bahtera itu adalah satu-satunya jalan keselamatan.

b)         Darah pada ambang pintu (Kel 12:3-7,12-13,21-23,25-30  1Kor 5:7).
Pada waktu Allah mau menghukum orang Mesir dengan membunuh semua anak sulung, Allah memberikan jalan melalui mana bangsa Israel bisa lolos dari hukuman itu. Caranya adalah menyapukan darah domba Paskah pada ambang pintu. Dan ini adalah satu-satunya jalan melalui mana mereka bisa lolos dari hukuman Allah itu.
Selanjutnya, 1Kor 5:7b berbunyi: “Sebab anak domba Paskah kita juga telah disembelih, yaitu Kristus”. Jadi, jelaslah bahwa anak domba Paskah yang darahnya merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat itu, merupakan TYPE / gambaran dari Kristus.

c)         Ular tembaga (Bil 21:4-9  Yoh 3:14-15).
Lagi-lagi dalam peristiwa ular tembaga, pada waktu Israel berdosa dan dihukum oleh Tuhan dengan ular berbisa, Tuhan memberikan hanya satu jalan keluar, yaitu dengan memandang kepada ular tembaga itu. Kalau mereka menolak jalan itu dan mencari jalan yang lain, apakah dengan berobat kepada tabib / dukun, atau dengan mengikat bagian yang digigit, atau dengan mencari obat lain manapun juga, mereka pasti mati. Hanya kalau mereka mau memandang kepada ular tembaga yang dibuat Musa barulah mereka bisa sembuh. Juga perlu dingat bahwa Tuhan tidak menyuruh Musa untuk membuat banyak patung ular tembaga, tetapi hanya satu patung ular tembaga!
Selanjutnya Yoh 3:14-15 berkata: “(14) Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, (15) supaya setiap orang yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal”.
Dari ayat ini terlihat bahwa ular tembaga adalah TYPE / gambaran dari Kristus. Sama seperti ular tembaga itu merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat itu, demikian juga Kristus merupakan satu-satunya jalan keselamatan pada saat ini.

4)   Sikap kita kepada Yesus merupakan sikap kita terhadap Allah / Bapa.
Luk 10:16 - “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.
Yoh 5:23 - “supaya semua orang menghormati Anak sama seperti mereka menghormati Bapa. Barangsiapa tidak menghormati Anak, ia juga tidak menghormati Bapa, yang mengutus Dia.
Yoh 15:23 - “Barangsiapa membenci Aku, ia membenci juga BapaKu”.
Karena itu, orang tidak bisa menyembah / mentaati / melayani Allah, tetapi pada saat yang sama menolak Yesus. Menolak Yesus berarti menolak Allah, dan tidak percaya kepada Yesus berarti tidak percaya kepada Allah. Melihat pada semua ini bisakah orang yang tidak percaya kepada Yesus masuk surga?

5)   Yesus adalah Allah sendiri, yang adalah tuan rumah / pemilik Kerajaan Surga. Bagaimana mungkin orang yang tidak percaya kepadaNya, apalagi yang menentangNya, bisa masuk ke surga, yang adalah milikNya?

6)   Semua manusia membutuhkan Penebus, karena semua manusia berdosa, dan dosa tidak bisa ditebus dengan perbuatan baik / ketaatan.
a)   Bahwa semua manusia berdosa dinyatakan oleh Ro 3:23 yang berbunyi: “Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah”.
b)   Dan bahwa dosa tidak bisa ditebus dengan perbuatan baik, dinyatakan oleh Gal 2:16a,21b yang berbunyi: “(16a) Kamu tahu, bahwa tidak seorangpun yang dibenarkan oleh karena melakukan hukum Taurat, tetapi hanya oleh karena iman dalam Kristus Yesus ... (21b) sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.

Illustrasi: Seseorang ditangkap polisi karena melanggar peraturan lalu lintas dan 1 minggu setelahnya harus menghadap ke pengadilan. Dalam waktu satu minggu itu ia lalu banyak berbuat baik untuk menebus dosanya. Ia menolong tetangga, memberi uang kepada pengemis, dsb. Pada waktu persidangan, ia membawa semua orang kepada siapa ia sudah melakukan kebaikan itu sebagai saksi. Pada waktu hakim bertanya: ‘Benarkah saudara melanggar peraturan lalu lintas?’, ia lalu menjawab: ‘Benar pak hakim, tetapi saya sudah banyak berbuat baik untuk menebus dosa saya. Ini saksi-saksinya’. Sekarang pikirkan sendiri, kalau hakim itu waras, apakah hakim itu akan membebaskan orang itu? Jawabnya jelas adalah ‘tidak’! Jadi terlihat bahwa dalam hukum duniapun kebaikan tidak bisa menutup / menebus / menghapus dosa! Demikian juga dengan dalam hukum Tuhan / Kitab Suci!

Karena itu sebetulnya semua manusia membutuhkan Juruselamat / Penebus dosa. Dan Yesus adalah satu-satunya yang pernah menebus dosa manusia. Kalau kita menolak Dia, maka kita harus membayar sendiri hutang dosa kita, dan itu berarti kita harus masuk ke neraka selama-lamanya.

7)   Penderitaan yang Yesus alami untuk menebus dosa manusia merupakan penderitaan yang luar biasa hebatnya. Mengingat hebatnya penderitaan yang Yesus alami untuk menebus dosa kita, kalau Yesus bukan satu-satunya jalan keselamatan, maka:

a)   Tindakan Bapa merelakan AnakNya untuk mati dengan cara yang begitu mengerikan hanya untuk memberikan satu tambahan jalan ke surga betul-betul merupakan tindakan yang sangat kejam.

Illustrasi: Pada waktu untuk pertama kalinya anak saya disuntik, anak itu menangis, saya merasa begitu kasihan kepadanya, sehingga saya memeluk dia untuk mendiamkannya. Padahal anak itu disuntik dengan suntikan mini yang jarumnya sangat kecil. Kalau saya bisa merasa kasihan pada waktu anak saya ‘disakiti’ dengan jarum suntik itu, bayangkan bagaimana perasaan Bapa pada waktu AnakNya yang tunggal itu dicambuki sampai hancur punggungNya dan lalu dipakukan pada kayu salib. Kalau ada jalan lain untuk menyelamatkan manusia, saya yakin bahwa Bapa tidak akan membiarkan AnakNya mengalami penderitaan seperti itu. Tetapi karena memang tidak ada jalan lain, demi kasihNya kepada manusia berdosa, Ia rela membiarkan AnakNya mengalami penderitaan itu.

b)   Tindakan Yesus untuk mati di salib untuk memberikan satu tambahan jalan ke surga adalah tindakan konyol, bodoh dan sia-sia. Ini sesuai dengan Gal 2:21b berbunyi: “... sekiranya ada kebenaran oleh hukum Taurat, maka sia-sialah kematian Kristus”.

Illustrasi: Bayangkan bahwa saya dan anak saya ada di lantai ketiga di sebuah bangunan bertingkat tiga, dan bangunan itu lalu terbakar. Saya lalu menggendong anak saya dan melompat, dan sesaat sebelum menyentuh tanah, saya melemparkan anak saya ke atas, maka anak saya selamat dan saya mati. Kalau saat itu memang tidak ada jalan lain untuk selamat selain melompat dari lantai tiga itu, maka mungkin sekali orang akan menganggap saya sebagai pahlawan yang rela berkorban bagi anak saya. Tetapi kalau pada saat itu sebetulnya ada banyak jalan yang lain, dan saya tetap ‘rela mengorbankan nyawa saya’ demi anak saya, maka saya yakin bahwa orang akan menganggap tindakan itu sebagai tindakan konyol dan bodoh.
Demikian juga dengan apa yang Yesus lakukan bagi kita. Kalau memang ada jalan lain untuk selamat, dan Yesus tetap rela berkorban bagi kita, Ia betul-betul konyol dan bodoh. Tetapi karena memang tidak ada jalan lain, dan Yesus rela melakukan pengorbanan di atas kayu salib, maka tindakanNya betul-betul merupakan tindakan kasih yang luar biasa.

8)   Perintah Yesus untuk menjadikan semua bangsa murid Yesus (Mat 28:19-20) menunjukkan bahwa:

a)   Yesus memang adalah satu-satunya jalan ke surga.
Kalau memang Yesus bukan satu-satunya jalan keselamatan, untuk apa ada perintah untuk memberitakan Injil / membawa semua orang untuk datang kepada Yesus?

b)   Orang yang tidak pernah mendengar tentang Yesus juga akan binasa / masuk neraka! Kalau orang yang tidak pernah mendengar Injil bisa masuk surga, maka untuk apa kita diperintahkan untuk memberitakan Injil? Bahwa kita diperintahkan untuk memberitakan Injil dan menjadikan semua bangsa murid Yesus, jelas menunjukkan bahwa orang yang tidak pernah mendengar Injil juga pasti tidak bisa selamat. Pandangan ini didukung oleh beberapa bagian Kitab Suci yang lain seperti:
1.   Ro 2:12a - “Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat akan binasa tanpa hukum Taurat”.
Dalam jaman Perjanjian Lama, orang di luar Israel / Yahudi yang tidak pernah mempunyai hukum Taurat, dikatakan binasa tanpa hukum Taurat’. Analoginya, dalam jaman Perjanjian Baru, orang yang tidak pernah mendengar Injil, akan binasa tanpa Injil’!
2.   Ro 10:13-14 - “(13) Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. (14) Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?”.
Text ini membentuk suatu rantai. Orang yang berseru kepada nama Tuhan akan selamat, tetapi ia tidak akan bisa berseru kepada nama Tuhan kalau ia tidak percaya kepada Tuhan. Dan ia tidak akan bisa percaya kepada Tuhan kalau ia tidak perneh mendengar tentang Dia. Dan ia tidak akan bisa mendengar tentang Dia, kalau tidak ada yang memberitakan Injil kepadaNya.
Jadi, kalau tidak ada orang yang memberitakan Injil kepadanya, ia tidak bisa mendengar tentang Dia, sehingga tidak percaya kepadaNya, sehingga tidak bisa berseru kepadaNya, sehingga tidak bisa diselamatkan.
Dengan demikian jelaslah bahwa orang yang tidak diinjili / tidak pernah mendengar tentang Yesus, pasti tidak selamat. Fakta Kitab Suci inilah yang mendasari pengutusan misionaris ke tempat-tempat yang belum pernah dijangkau Injil.
3.   Yeh 3:18 - “Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati! - dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu”.

Sesuatu hal lain yang perlu diingat adalah bahwa dalam rasul-rasul melaksanakan perintah ini, mereka memberitakan Injil kepada orang-orang yang sudah beragama sekalipun (agama Yahudi). Dan bagaimanapun mereka diancam untuk tidak memberitakan Injil, mereka tetap memberitakan Injil! (baca Kis 3:11-5:42).

Dari 8 point ini jelaslah bahwa pandangan yang mengatakan bahwa Yesus adalah satu-satunya jalan ke surga bukanlah fanatisme yang picik, tetapi memang merupakan doktrin / kebenaran yang nyata sekali diajarkan dalam Kitab Suci! Menolak kebenaran ini sama dengan menolak Kitab Suci / Firman Tuhan! Mengejek orang kristen yang mempercayai kebenaran ini sama dengan mengejek Kitab Suci / Firman Tuhan!

III) Konsekwensi dari doktrin / ajaran ini.

1)   Kita sendiri harus percaya dan menerima Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan, karena tanpa itu kita menolak jalan satu-satunya ke sorga, sehingga kita tidak mungkin bisa selamat.

2)   Kita harus mengusahakan supaya orang lain bisa mendengar tentang Yesus dan mau percaya kepada Yesus, dengan cara memberitakan Injil kepada mereka, berdoa supaya mereka bisa dan mau percaya kepada Yesus, dan melakukan segala usaha yang bisa kita lakukan untuk mempertobatkan orang yang belum percaya kepada Yesus.
Kita juga harus memberitakan Injil khususnya kepada keluarga kita supaya mereka mau percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Sebagai orang tua kristen, kita harus berusaha mengarahkan anak-anak kita kepada Yesus. Ada orang tua kristen yang merasa bangga dengan sikap mereka yang tidak memaksakan agama mereka kepada anak-anaknya, dan membiarkan anak-anaknya memilih sendiri agama mereka. Saya berpendapat bahwa hanya ada 2 kemungkinan tentang orang tua kristen yang membiarkan anaknya tumbuh bebas dan memilih agamanya sendiri. Atau ia adalah orang kristen KTP yang tidak percaya Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga, atau ia adalah orang tua yang tidak mengasihi anaknya sehingga tidak peduli kalau anaknya masuk ke neraka karena tidak punya Juruselamat. Pada umumnya kemungkinan pertamalah yang benar.
Perhatikan bahwa hal ini dilakukan bukan demi kepentingan kekristenan, tetapi demi kepentingan / keselamatan orang yang diinjili tersebut.

3)   Kita juga harus mengusahakan supaya orang kristen yang lain juga mau dan bisa memberitakan Injil.
Usahakan supaya gereja saudara mengadakan kader Pekabaran Injil sehingga jemaat bisa diajar bagaimana caranya memberitakan Injil.
Dengan ada lebih banyak orang kristen yang memberitakan Injil maka jelas bahwa Injil akan lebih cepat tersebar, dan lebih banyak orang bisa diselamatkan.

4)   Orang kristen yang menganggap bahwa Yesus hanyalah salah satu jalan ke surga bukanlah orang yang bertoleransi terhadap agama lain, tetapi adalah orang kristen yang tidak percaya pada Kitab Suci / Firman Tuhan, dan ini jelas adalah orang kristen KTP. Tidak peduli betapa tingginya jabatan mereka dalam gereja, bahkan sekalipun mereka adalah pendeta, beritakanlah Injil kepada mereka supaya mereka bertobat.
Catatan: toleransi terhadap agama lain tidak berarti bahwa kita lalu mengubah kepercayaan kita sendiri!

5)   Orang yang mengaku sebagai hamba Tuhan tetapi tidak mau mempercayai hal ini dan bahkan mengajarkan sebaliknya, jelas adalah serigala yang berbulu domba (Mat 7:15), atau nabi palsu, yang sedikitpun tidak menghormati otoritas dari Kitab Suci!

6)   Kalau kita mengatakan bahwa orang yang tidak per­caya kepada Yesus pasti masuk neraka, maka kita bukan menghakimi, tetapi percaya pada kebenaran Kitab Suci!
Juga perlu dicamkan bahwa Mat 7:1-2 yang berbunyi “(1) Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. (2) Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu”, tidak berarti bahwa kita sama sekali tidak boleh menghakimi / menilai kesalahan / kesesatan orang lain, karena kita juga harus memperhatikan Yoh 7:24 yang berbunyi “Janganlah menghakimi menurut apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil”.

Juga perhatikan ayat-ayat di bawah ini, yang menunjukkan bahwa orang kristen diberi kuasa untuk menyatakan apakah seseorang diampuni oleh Allah atau tidak (tentu saja pernyataan ini tergantung dari tanggapan orang itu terhadap penginjilan yang kita lakukan).
·         Mat 16:18-19 - “(18) Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaatKu dan alam maut tidak akan menguasainya. (19) Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga.’”.
·         Mat 18:18 - “Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga”.
·         Yoh 20:23 - “Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada”.
Mat 18:18 boleh dikatakan sama bunyinya dengan Mat 16:19. Dan kedua ayat itu boleh dikatakan sama artinya dengan Yoh 20:23. Bedanya adalah, kalau Mat 16:19 itu diucapkan hanya kepada Petrus, maka Mat 18:18 dan Yoh 20:23 diucapkan kepada semua murid.

7)   Kalau orang kristen percaya / menyatakan Yesus sebagai satu-satunya jalan ke surga, itu bukan sikap egois, mau menang sendiri, tidak kasih kepada orang lain dsb.

Illustrasi: Bayangkan bahwa saya mempunyai sebuah rumah dan saya memberikan hanya 1 pintu untuk masuk ke rumah itu. Si A saya beri tahu bahwa kalau mau masuk ke rumah saya harus melalui pintu satu-satunya itu. Kalau masuk melalui jendela atau naik tembok belakang atau masuk lewat genteng, akan saya tembak. Lalu si A memberitakan hal itu kepada saudara supaya saudara bisa masuk rumah saya dengan cara yang benar dan tidak ditembak. Apakah si A ini egois, mau menang sendiri, tidak kasih kepada saudara?

Kepercayaan tentang Kristus sebagai satu-satunya jalan ke surga bisa ada bersama-sama dengan kasih kepada orang non kristen, dan ini diwujudkan dengan memberitakan Injil kepada orang non kristen itu, supaya ia bisa diselamatkan.

8)   Orang-orang kristen yang sudah mendengar ajaran ini tetapi tetap berkata bahwa mereka tidak tahu akan nasib orang yang tidak percaya Yesus dengan alasan bahwa mereka tidak maha tahu dan hanya Allah yang maha tahu, bukanlah orang yang rendah hati, tetapi adalah orang-orang tegar tengkuk yang tidak menghargai otoritas Kitab Suci! Mereka bukannya tidak tahu, tetapi memang tidak mau tahu! Tidak ada orang yang lebih buta dari pada orang yang tidak mau melihat!

9)   Kita perlu hati-hati dengan orang yang mengatakan ‘moga-moga Tuhan menyediakan jalan untuk selamat bagi orang yang mati tanpa Kristus’. Kata-kata seperti ini tampaknya penuh kasih, tetapi jelas merupakan kata-kata dari orang yang tidak percaya pada Firman Tuhan! Mengatakan ‘moga-moga orang di luar Kristus bisa selamat’ adalah sama dengan mengatakan ‘moga-moga kata-kata Yesus dalam Yoh 14:6 itu adalah salah / dusta’!

10) Kita tidak boleh mendukung:

a)   Gereja-gereja sesat yang tidak mempercayai Yesus sebagai satu-satunya jalan keselamatan.

b)         Gereja-gereja yang tidak lagi memberitakan Injil.
Catatan: perlu diingat bahwa ada banyak gereja yang masih mempunyai slogan yang injili, seperti Yesus adalah satu-satunya Juruselamat dsb, tetapi itu tidak diwujudkan dengan ditekankannya Pemberitaan Injil.

c)   Gereja-gereja yang memberitakan Injil yang sudah diselewengkan, seperti:
1.   Social Gospel (= Injil sosial), dimana penekan penginjilannya adalah pada bantuan sosial, bukan pada pemberitaan Injil. Ini banyak terdapat dalam gereja-gereja Protestan yang liberal. Mereka mempunyai komisi Pekabaran Injil, tetapi apa yang dilakukan oleh komisi Pekabaran Injil tersebut hanyalah mendatangi panti asuhan, tempat yang terkena bencana alam, dsb, dimana mereka lalu membagi-bagikan uang, makanan, pakaian, dan lalu pulang. Perlu diingat bahwa fungsi gereja bukanlah menjadi semacam sinterklaas, tetapi sebagai pemberita Injil / Firman Tuhan! Juga perlu diingat bahwa orang-orang yang dilayani dengan pelayanan seperti itu, sekalipun mereka merasa senang karena mendapatkan pertolongan yang bersifat jasmani dan sementara, tetapi pada akhirnya tetap akan masuk ke neraka, karena tidak percaya kepada Kristus, yang tidak pernah diberitakan kepada mereka!
2.   Yesus ditekankan sebagai dokter, pelaku mujijat, pemberi berkat, tetapi tidak sebagai Juruselamat dan Tuhan. Ini banyak terdapat dalam gereja Pentakosta / Kharismatik.

Jangan mendukung gereja-gereja seperti ini baik dalam keuangan, tenaga / pikiran, pelayanan, publikasi, atau bahkan kehadiran dan doa (kecuali mendoakan supaya mereka bertobat), karena mendukung gereja sesat sama dengan mendukung setan!

Bandingkan dengan Gal 1:6-9 yang menunjukkan pandangan Paulus terhadap orang yang memberitakan Injil yang berbeda: “(6) Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, (7) yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan yang bermaksud untuk memutarbalikkan Injil Kristus. (8) Tetapi sekalipun kami atau seorang malaikat dari sorga yang memberitakan kepada kamu suatu injil yang berbeda dengan Injil yang telah kami beritakan kepadamu, terkutuklah dia. (9) Seperti yang telah kami katakan dahulu, sekarang kukatakan sekali lagi: jikalau ada orang yang memberitakan kepadamu suatu injil, yang berbeda dengan apa yang telah kamu terima, terkutuklah dia”.

Kalau mendukung gereja sesat sudah tidak boleh, lebih-lebih mendukung agama lain! Ingat bahwa kita memang harus mengasihi orang yang beragama lain. Ini diwujudkan dengan memberitakan Injil kepada mereka, dan bahkan menolong mereka / menyumbang mereka kalau mereka mendapatkan musibah / membutuhkan pertolongan. Tetapi kita tidak boleh mendukung agama mereka!

Sebaliknya, dukunglah gereja-gereja / hamba-hamba Tuhan yang betul-betul memberitakan Injil. Dukungan dibutuhkan baik dalam doa, tenaga, pikiran, keuangan, publikasi, dsb. Ingat bahwa tidak mendukung gereja yang benar, adalah sama dengan mendukung kesesatan!

Orang kristen KTP

Intro: dalam hal duniawi / jasmani, kalau kita tidak bisa membedakan barang yang asli dan palsu, kita bisa rugi. Misalnya menerima uang palsu. Demikian juga dalam dunia rohani. Misalnya gereja yang mengambil seorang nabi palsu sebagai pendeta, atau menggunakan orang Kristen KTP sebagai majelis / guru sekolah minggu, atau orang kristen yang menikahi orang kristen KTP. Tetapi paling celaka adalah ‘orang Kristen’ yang tidak menyadari kepalsuan kekris-tenannya, atau dengan kata lain, orang Kristen KTP yang mengira dirinya adalah orang Kristen sejati. Karena itu dalam pelajaran ini saya mengajak saudara untuk membahas tentang persoalan ini.

I) Dasar Kitab Suci tentang adanya orang Kristen KTP.

Dalam Perjanjian Lama kita sudah melihat adanya ‘orang kristen’ KTP, seperti Korah, Datan dan Abiram (Bil 16), Akhan (Yos 7), raja Saul (1Sam 9-dst). Dalam Perjanjian Baru kita juga melihat orang kristen KTP seperti Yudas Iskariot, Ananias dan Safira (Kis 5), Simon tukang sihir (Kis 8:9-24), Diotrefes (3Yoh 9-10), dsb.
Dasar Kitab Suci yang lain tentang adanya orang kristen KTP:
Mat 13:24-30,36-43 - perumpamaan lalang di antara gandum.
Yoh 15:1-7 - ranting yang berbuah dan yang tidak berbuah.
Yoh 6:66 - banyak ‘murid’ yang berhenti ikut Yesus pada waktu dengar ajaran keras!
Mat 7:15-23 - nabi-nabi palsu yang pada akhir jaman ditolak oleh Yesus.
1Yoh 2:18-19 - banyak antikristus yang muncul dari kalangan kristen.
2Pet 2:1-3 - guru-guru palsu.
Ibr 6:4-6 - orang yang murtad.
Yudas 4,12 - orang-orang yang menyusup ke dalam gereja.
Yak 2:17-20 - orang yang mengaku beriman, tetapi tidak mempunyai perbuatan baik sebagai bukti pertobatan.

II) Perbedaan orang Kristen asli dengan orang Kristen KTP.

1)   Orang Kristen sejati harus mempunyai keyakinan keselamatan.
Dalam metode penginjilan E. E. (Evangelism Explosion / Ledakan Penginjilan) ada 2 pertanyaan yang digunakan untuk mengetahui apakah yang akan diinjili ini adalah orang yang sungguh-sungguh kristen atau tidak. Pertanyaan pertama adalah: kalau kamu mati malam ini, yakinkah kamu bahwa kamu akan masuk surga? Kalau jawabannya ‘tidak’, itu menunjukkan orang itu bukan kristen atau bukan kristen yang sejati.
Memang, kalau saudara tidak yakin akan selamat / masuk surga, saya yakin saudara memang belum selamat dan tidak akan masuk surga (kecuali saudara bertobat dengan sungguh-sungguh). Dengan kata lain, saudara adalah orang kristen KTP.

a)         Kekristenan memang mempunyai keyakinan keselamatan.
Apa dasar dari pandangan ini?

1.   Kristen hanya mengandalkan iman kepada Yesus Kristus untuk keselamatan.

Dalam agama lain (termasuk Katolik) perbuatan baik menentukan keselamatan, atau setidaknya mempunyai andil dalam keselamatan. Ini menyebabkan dari sudut agama itu sendiri tidak mungkin ada keyakinan keselamatan, karena siapa yang bisa tahu banyaknya dosa atau perbuatan baik yang ia lakukan selama hidupnya? Tetapi dalam kekristenan, keselamatan didapatkan hanya karena iman kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, dan karena itu orang kristen bisa, dan bahkan harus, mempunyai keyakinan keselamatan.

2.   Adanya ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa orang kristen harus yakin akan keselamatannya, seperti:
1Yoh 5:13 - “Semuanya ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu yang percaya kepada nama Anak Allah, tahu, bahwa kamu memiliki hidup yang kekal”.
Ro 8:16 - “Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah”.
Arti Ro 8:16 ini adalah bahwa Roh Kudus meyakinkan kita yang percaya bahwa kita adalah anak Allah, dan kalau kita yakin bahwa kita adalah anak Allah, maka kita pasti akan yakin akan keselamatan kita.

3.   Orang kristen sejati harus percaya bahwa Kristus mati disalib untuk menebus semua dosanya, baik dosa asal, dosa yang lalu, yang sekarang, maupun yang akan datang, tanpa kecuali. Hal ini ditunjukkan oleh kata-kata ‘segala’ atau ‘semua’ dalam ayat-ayat di bawah ini:
Kol 2:13 - “Kamu juga, meskipun dahulu mati oleh pelanggaran-mu dan oleh karena tidak disunat secara lahiriah, telah dihidup-kan Allah bersama-sama dengan Dia, sesudah Ia mengampuni segala pelanggaran kita”.
1Yoh 1:7,9 - “(7) Tetapi jika kita hidup di dalam terang sama seperti Dia ada di dalam terang, maka kita beroleh persekutuan seorang dengan yang lain, dan darah Yesus, AnakNya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa. ... (9) Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan”.
Tit 2:14 - “yang telah menyerahkan diriNya bagi kita untuk mem-bebaskan kita dari segala kejahatan dan untuk menguduskan bagi diriNya suatu umat, kepunyaanNya sendiri, yang rajin berbuat baik”.
Yeh 36:25 - “Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu; dari segala kenajisanmu dan dari semua berhala-berhalamu Aku akan mentahirkan kamu”.

Ada orang yang percaya bahwa Kristus mati hanya untuk dosa-dosanya yang lalu saja, dan ia tidak bisa percaya bahwa Kristus mati untuk menebus dosa-dosanya yang akan datang, dengan alasan bahwa dosa-dosa itu belum terjadi. Orang seperti ini harus ingat bahwa Kristus mati disalib sekitar 2000 tahun yang lalu, dan pada waktu itu dosa-dosanya yang lampaupun belum terjadi. Kalau Ia bisa mati untuk dosa-dosa itu, mengapa Ia tidak bisa mati untuk dosa-dosa yang akan datang?

Sekarang, bisakah orang yang percaya bahwa Yesus mati menebus semua dosanya masih ragu-ragu akan masuk surga? Dosa yang mana yang menyebabkan ia berpikir bahwa ia masih bisa masuk neraka? Bukankah ia percaya semua dosanya sudah ditebus? ‘Percaya bahwa Yesus mati untuk semua dosanya’ dan ‘takut kalau-kalau ia akan masuk ke neraka / tidak yakin ia akan masuk surga’ adalah 2 hal yang kontradiksi / bertentangan, yang tidak mungkin bisa ada dalam diri seseorang secara bersamaan. Jadi, kalau seseorang betul-betul percaya bahwa Yesus telah mati untuk semua dosanya (yang lalu, yang sekarang, maupun yang akan datang, tanpa kecuali), maka ia harus yakin akan masuk surga.

Dalam hidupnya ia memang masih berdosa dan akan berbuat dosa lagi terus sampai ia mati. Tetapi kalau ia percaya bahwa Kristus telah mati untuk semua dosanya, termasuk semua dosa-dosa yang akan datang, maka tidak ada alasan bagi dia untuk meragukan keselamatannya. Sebaliknya, kalau ia masih tidak yakin akan masuk surga atau masih takut kalau-kalau akan masuk neraka, maka itu menunjukkan bahwa ia tidak percaya bahwa Yesus telah mati untuk semua dosanya, dan ini menunjukkan bahwa ia hanyalah orang kristen KTP.

Illustrasi: saudara mempunyai hutang kepada si A. Si B merasa kasihan kepada saudara dan ia lalu membayar semua / seluruh hutang itu, dan ia lalu memberitakan hal itu kepada saudara. Kalau saudara betul-betul percaya kata-kata si B bahwa ia telah membayar seluruh hutang saudara kepada si A, mungkinkah saudara masih takut untuk bertemu si A, dengan alasan takut ditagih hutang? Kalau saudara masih takut, itu menunjukkan saudara tidak percaya bahwa si B telah membayar seluruh hutang saudara.

Memang kebanyakan orang kristen yang tidak yakin selamat itu, menganggap bahwa dirinya belum tentu selamat karena dirinya masih banyak dosa. Kalau saudara adalah orang seperti ini, maka pikirkan / renungkan hal-hal ini:
Saudara percaya bahwa Yesus mati untuk semua dosa saudara yang banyak itu atau tidak?
Saudara mengandalkan keselamatan karena perbuatan baik saudara atau mengandalkan jasa penebusan Kristus yang saudara terima dengan iman? Bdk. Kis 13:38-39  Ro 3:24,27-28  Gal 2:16,21  Ef 2:8-9.
Semua orang kristen yang lain juga banyak dosa, bahkan mungkin lebih banyak dari saudara. Mengapa mereka bisa yakin selamat sedangkan saudara tidak? Jelas ada yang tidak beres dengan iman saudara!
‘Masih banyak dosa’ bukan alasan yang sah untuk meragukan keselamatan. Alasan yang sah untuk meragukan keselamatan adalah kalau dalam hidup saudara sama sekali tidak ada pengudusan / perubahan hidup ke arah positif (lihat point 4 di bawah).

b)   Keyakinan keselamatan ini bukanlah keyakinan yang dipaksakan, dimana orang itu berusaha meyakin-yakinkan dirinya sendiri bahwa ia pasti akan masuk surga. Keyakinan yang benar datang / diberikan oleh Roh Kudus. Ini terlihat dari Ro 8:16 yang sudah saya bahas di atas, yang menunjukkan bahwa Roh Kudus itu meyakinkan kita bahwa kita adalah anak-anak Allah. Karena keyakinan ini diberikan oleh Roh Kudus, maka keyakinan ini akan ada tanpa dipaksakan. Pada waktu ditanya: ‘Apakah kalau kamu mati kamu yakin akan masuk surga?’, maka dengan hati yang sungguh-sungguh yakin, ia bisa berkata ‘Ya!’.

Ada orang kristen yang kalau ditanya: ‘Kalau kamu mati, apakah kamu yakin kamu akan masuk surga?’, lalu menjawab: ‘Menurut Kitab Suci begitu’. Saya sangat curiga dengan jawaban seperti ini. Memang keyakinan dalam diri kita didasarkan pada Kitab Suci. Tetapi jawaban orang itu bisa / mungkin menunjukkan bahwa sebetulnya ia sendiri tidak yakin, tetapi ia berusaha yakin karena Kitab Suci mengatakan demikian.

c)   ‘Keyakinan keselamatan’ ini berbeda dengan ‘keyakinan bahwa Tuhan mengasihi saya’. Memang 2 hal ini bisa ada bersamaan, tetapi bisa juga tidak. Kalau saudara sekedar merasa bahwa Tuhan mengasihi saudara, tetapi saudara tidak yakin akan selamat / masuk surga, saudara tetap adalah orang kristen KTP.

d)   Sekalipun sebagai orang Reformed saya tidak percaya bahwa orang kristen yang sejati bisa kehilangan keselamatan, tetapi saya percaya bahwa orang kristen yang sejati bisa kehilangan keyakinan keselamatan (bdk. Mat 11:2-6 yang menunjukkan bahwa Yohanes Pembaptis mengalami kegoncangan iman yang hebat sampai meragukan ke-Mesias-an Yesus). Kehilangan keyakinan keselamatan biasanya terjadi karena hidup dalam dosa, dan / atau tidak dijaganya persekutuan dengan Tuhan, dan ini mungkin sekali memang diberikan oleh Tuhan dengan tujuan untuk mempertobatkan orang tersebut. Karena itu, kalau dulu saudara betul-betul pernah yakin akan keselamatan saudara, tetapi sekarang ragu-ragu lagi, maka introspeksilah diri saudara. Bertobatlah dari dosa-dosa, dan kembalilah dekat dengan Tuhan.

Kalau saudara lulus dalam ‘testing’ pertama ini, dalam arti saudara betul-betul yakin akan keselamatan saudara, jangan terlalu cepat merasa senang. Lihat dulu apakah saudara juga lulus dalam testing-testing yang berikut.

2)   Orang Kristen yang sejati harus mempunyai pengertian yang benar tentang dasar-dasar kekristenan / Injil (Mat 13:23 - tanah subur itu ‘mendengar firman itu dan mengerti).
Catatan: Perhatikan bahwa saya katakan ‘dasar-dasar kekristenan’, bukan doktrin-doktrin yang tinggi-tinggi seperti Predestinasi, Tritunggal, dsb.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam persoalan ini:

a)   Tanpa mendengar dan mengerti Injil, seseorang tidak mungkin bisa percaya kepada Yesus. Ini terlihat dari ayat-ayat di bawah ini:
Ro 10:13-14 - “(13) Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. (14) Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepadaNya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakanNya?”.
Ro 10:17 - “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.

Jadi, orang yang tidak pernah mendengar Injil, atau orang yang tidak mau mendengar Injil atau bersikap acuh tak acuh setiap kali mendengar Injil, tidak bisa percaya!

Demikian juga dengan orang gila dan idiot, dan bayi di bawah 2-3 tahun, apalagi bayi yang masih ada dalam kandungan, tidak bisa mengerti Firman Tuhan / Injil (ini saya katakan karena ada hamba Tuhan yang mengajarkan untuk menginjili bayi, yang bahkan masih dalam kandungan).

b)         Apa saja yang termasuk Injil / dasar-dasar kekristenan?
Kitab Suci menunjukkan bahwa ‘iman yang menyelamatkan’ (saving faith) adalah iman kepada Kristus, dan ini harus berhubungan dengan penebusan dosanya dan bukan sekedar percaya bahwa Yesus ada, bisa menyembuhkan penyakit, bisa melakukan mujijat, menolong dari problem, dsb.
Ini terlihat dari banyak ayat seperti:
Ro 3:25a - “Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya.
NIV: ‘through faith in his blood’ (= melalui iman dalam / kepada darahNya).
Ro 5:9 - “Lebih-lebih, karena kita sekarang telah dibenarkan oleh darahNya, kita pasti akan diselamatkan dari murka Allah”.
Mat 1:21 - nama ‘Yesus’ diberikan karena Ia yang menyelamatkan umatNya dari dosa.

Jadi, pengertian minimal yang harus ada pada seorang kristen adalah bahwa Yesus adalah Allah, yang telah menjadi manusia, dan mati disalib untuk menebus dosa-dosanya, dan bahwa ia diselamatkan bukan karena perbuatan baiknya, tetapi semata-mata karena jasa penebusan Kristus, yang ia terima melalui iman.

c)   Orang yang lulus pada testing pertama, tetapi gagal pada testing yang kedua, tetap adalah orang Kristen KTP. Atau dengan kata lain, orang yang ‘yakin selamat’ tetapi tidak mempunyai pengertian yang benar tentang Injil, tetap adalah orang kristen KTP.
Dalam metode Penginjilan E. E. (Evangelism Explosion), kalau orang yakin akan keselamatannya, maka diberikan pertanyaan kedua yang berbunyi: “kalau kamu mati malam ini dan menghadap Tuhan, dan Tuhan bertanya: ‘Mengapa aku harus memasukkan kamu ke surga?’, apa jawabmu?”. Sebetulnya pertanyaan ini bisa disederhanakan men-jadi: ‘Mengapa kamu yakin selamat?’. Melalui jawaban atas pertanyaan ini diharapkan kita bisa mengetahui benar tidaknya pengertian orang itu tentang dasar kekristenan.
Kalau seseorang yakin akan keselamatannya, tetapi pada waktu ditanya: ‘Mengapa kamu yakin selamat?’, ia menjawab: ‘Karena aku sudah dibaptis’, atau, ‘Karena aku sudah rajin ke gereja / sudah berusaha hidup baik’, maka itu menunjukkan bahwa ia mempercayai ‘keselamatan karena perbuatan baik’, dan menunjukkan bahwa ia tidak mengerti tentang Injil (karena Injil tidak pernah mengajarkan ajaran keselamatan karena perbuatan baik, yang memang merupakan ajaran sesat), dan ini menunjukkan bahwa ia tetap adalah seorang kristen KTP. Keyakinan keselamatannya adalah keyakinan yang palsu!

3)   Orang Kristen yang sejati pasti mempunyai kerinduan / cinta dan sikap hormat / tunduk pada Firman Tuhan.
Yoh 8:47 - “Barangsiapa berasal dari Allah, ia mendengarkan firman Allah; itulah sebabnya kamu tidak mendengarkannya, karena kamu tidak berasal dari Allah.’”.
Bandingkan juga dengan Maz 119:16,20,24,40,70,72,77,92,113,119,127, 143,159  Kis 2:41-42  Kis 16:14  1Pet 2:2-3.
1Kor 2:14 - “Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani”.
Tetapi kalau ia sudah dilahirbarukan oleh Roh Kudus, apalagi sudah percaya kepada Kristus, maka ia pasti akan rindu pada Firman Tuhan.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan tentang kerinduan pada Firman Tuhan ini:

‘Rindu terhadap Firman Tuhan’ berbeda dengan sekedar ‘mau mendengar Firman Tuhan’
Kalau seseorang sekedar ‘mau mendengar Firman Tuhan’, maka ia tidak akan terlalu mengusahakan hal itu. Kasarnya ia akan mempunyai motto: ‘ada Firman Tuhan baik, tidak ada ya sudah’.
Tetapi kalau seseorang betul-betul rindu Firman Tuhan, maka ini akan diwujudkan dengan mencari Firman Tuhan, baik itu Katekisasi, Pemahaman Alkitab, membaca Alkitab dalam Saat Teduh, mengikuti Bible Camp, Seminar, membeli dan membaca buku-buku rohani, dsb. Keadaannya akan mirip dengan orang yang sedang jatuh cinta yang merindukan sang pacar. Ia rela meninggalkan apa saja asal bisa bertemu dengan sang pacar. Pernahkah saudara mempunyai kerinduan seperti ini terhadap Firman Tuhan?

Ini berbeda dengan orang yang senang belajar, atau orang yang karena memang senang pada agama, lalu senang mendengar Firman Tuhan (dan senang juga mendengar pelajaran agama lain). Yang seperti ini biasanya tidak akan tahan lama, tetapi akan menjadi bosan.

‘Senang mendengar khotbah belum tentu sama dengan ‘rindu / senang pada Firman Tuhan.
Orang yang senang mendengar khotbah karena khotbahnya penuh lelucon, cerita, atau penghiburan, dsb, tidak berarti bahwa ia betul-betul rindu Firman Tuhan (bdk. 2Tim 4:3-4). Sebaliknya orang yang betul-betul rindu Firman Tuhan bisa saja sangat tidak senang mendengar khotbah yang tidak ada isinya, khotbah yang tanpa arah, dan apalagi khotbah yang sesat.

Seorang kristen yang sejati bisa saja tidak menyenangi khotbah / Firman Tuhan yang tidak sesuai dengan tingkat kerohaniannya. Misalnya, seorang bayi kristen, yang sebetulnya rindu Firman Tuhan, bisa saja tidak menyenangi Firman Tuhan yang terlalu sukar / berat untuknya. Ini seperti bayi yang senang dengan susu, tetapi belum bisa makan daging. Ini bukan menunjukkan kristen KTP, tetapi bayi kristen. Ia memang sudah selamat, tetapi ia harus bertumbuh dan melatih diri untuk bisa mendengar Firman Tuhan yang lebih sukar (1Kor 3:1-2  Ibr 5:11-14). Sebaliknya, orang kristen yang dewasa dalam iman, bisa saja tidak menyenangi ‘susu’ / Firman Tuhan yang terlalu mudah / sederhana.

Orang kristen yang IQnya / pendidikannya rendah juga bisa mengalami hal yang sama seperti bayi kristen di atas, pada waktu menerima pelajaran Firman Tuhan yang terlalu sukar, misalnya dengan menggunakan penguraian gramatika bahasa Yunani ataupun Inggris.
Sebaliknya orang yang IQnya tinggi / berpendidikan tinggi bisa tidak senang atau merasa bosan pada waktu mendengar Firman Tuhan yang disusun untuk orang yang berpendidikan rendah, misalnya dengan digunakannya terlalu banyak illustrasi. Orang yang pandai ini sudah mengerti sekalipun tanpa illustrasi, tetapi si pengkhotbah memberinya ilustrasi lagi, dan bukan hanya satu tetapi beberapa. Ini bisa membosankan bagi dia, padahal belum tentu ia tidak rindu Firman Tuhan!

Orang kristen sejati yang dulu pernah rindu pada Firman Tuhan, bisa saja pada suatu saat rohaninya mundur, terjerat kembali oleh dosa, dsb, sehingga kehilangan kerinduannya akan Firman Tuhan. Ini tidak menunjukkan bahwa ia adalah orang kristen KTP. Orang kristen KTP tidak pernah rindu pada Firman Tuhan.

Orang yang rindu Firman Tuhan pasti akan merasakan sukacita dalam hati pada waktu mendapat pengertian yang baru tentang Tuhan / Firman Tuhan, bahkan pada waktu pengertian baru itu menegur dia. Sukacita ini berbeda dengan rasa senang yang bersifat daging, yang muncul waktu mendengar lelucon dalam khotbah!

Kerinduan terhadap Firman Tuhan ini juga harus disertai sikap hormat / tunduk pada Firman Tuhan.

4)   Orang Kristen yang sejati pasti mengalami pengudusan / perubahan hidup ke arah yang positif (Yak 2:17,26).

Pemberian Roh Kudus kepada orang yang percaya kepada Kristus menyebabkan terjadinya pengudusan, karena Roh Kudus ini menghasilkan buah Roh (Gal 5:22-23). Pengudusan langsung dimulai setelah percaya, dan merupakan proses yang tidak akan pernah selesai seumur hidup kita. Tidak ada pengudusan dimana orangnya mendadak menjadi suci / saleh luar biasa, misalnya yang dilakukan oleh kalangan Kharismatik dengan menengking semua roh jahat dalam diri orang itu. Pengudusan yang merupakan proses seumur hidup ini sesuai dengan gambaran ‘buah’, yang mula-mula kecil dan perlahan-lahan menjadi makin besar dan makin matang.
Sekalipun orang yang sungguh-sungguh beriman pasti mengalami pengudusan / pasti mempunyai perbuatan baik, tetapi yang menyelamatkan dia bukanlah perbuatan baiknya tetapi imannya.

Karena pengudusan merupakan buah dari Roh Kudus yang ada di dalam kita, maka pengudusan orang kristen muncul dari dalam, bukan dipaksakan dari luar. Misalnya dalam persoalan pergi ke gereja, ia akan melakukan hal itu bukan sekedar karena didesak orang lain, tetapi karena hatinya memang ingin ke gereja. Demikian juga dalam belajar Firman Tuhan, memberitakan Injil, dsb.

Pekerjaan Roh Kudus yang menguduskan ini akan menyebabkan orang kristen itu mulai membenci dosa, dan kebencian terhadap dosa ini akan terus bertumbuh, dan menyebabkan ia tidak mungkin meremehkan dosa, atau bersikap santai / acuh tak acuh pada waktu ia tahu bahwa ia telah berbuat dosa. Pada saat yang sama dalam diri orang itu akan muncul dan bertumbuh suatu kecintaan pada kebenaran / kesucian. Kedua hal ini bisa terlihat dari:
Maz 101:3 - “Tiada kutaruh di depan mataku perkara dursila; perbuatan murtad aku benci, itu takkan melekat padaku”.
Maz 119:104 - “Aku beroleh pengertian dari titah-titahMu, itulah sebabnya aku benci segala jalan dusta”.
Maz 119:128 - “Itulah sebabnya aku hidup jujur sesuai dengan segala titahMu; segala jalan dusta aku benci”.
Maz 119:163 - “Aku benci dan merasa jijik terhadap dusta, tetapi TauratMu kucintai”.
Sikap Yesus, rasul-rasul, nabi-nabi, orang-orang saleh pada waktu mereka marah karena adanya dosa.

Pekerjaan Roh Kudus yang menguduskannya ini menyebabkan orang itu akan mengalami konflik dalam dirinya, yaitu konflik antara kecenderungan daging / manusia lamanya untuk berbuat dosa, dan pekerjaan Roh Kudus yang mendorongnya pada kekudusan. Kadang-kadang seakan-akan ada kebencian dan kecintaan sekaligus pada suatu dosa tertentu. Ini sesuai dengan ayat-ayat di bawah ini:
Mat 26:41 - “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah”.
Gal 5:17 - “Sebab keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh dan keinginan Roh berlawanan dengan keinginan daging - karena keduanya bertentangan - sehingga kamu setiap kali tidak melakukan apa yang kamu kehendaki”.
Ro 7:15-23 - “(15) Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. (16) Jadi jika aku perbuat apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa hukum Taurat itu baik. (17) Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. (18) Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. (19) Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. (20) Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku. (21) Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. (22) Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, (23) tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku”.

Karena itu, selama dalam diri saudara memang ada pengudusan / keinginan untuk mentaati Tuhan, maka jangan menganggap daya tarik kepada dosa dalam diri saudara itu sebagai bukti bahwa saudara adalah orang Kristen KTP.

Tidak adanya / kurangnya pengudusan dalam satu / beberapa segi kehidupan, tidak / belum menunjukkan bahwa orangnya adalah orang kristen KTP. Kalau ia adalah orang kristen KTP, maka ia tidak mengalami pengudusan sama sekali, kecuali pengudusan yang dipaksakan dari luar, yang sebetulnya bukanlah pengudusan.

Dalam menyoroti pengudusan, yang disoroti bukanlah apakah orangnya saleh atau tidak, tetapi apakah orangnya menjadi lebih baik atau tidak. Jadi, orang saleh yang memang saleh dari kecil, tetapi tidak mengalami kemajuan dalam kesalehannya, bukanlah orang kristen. Sebaliknya, sekalipun seorang kristen masih banyak mempunyai kekurangan / kelemahan, tetapi kalau ia mengalami kemajuan dalam pengudusannya, maka ia adalah orang kristen sejati.

Orang kristen yang sejati bisa mengalami pengudusan, tetapi lalu terhenti. Karena itu ada ayat-ayat seperti 2Pet 1:5-8 dan 1Tes 4:1,10 yang menyuruh kita untuk berusaha melakukan pengudusan dengan lebih bersungguh-sungguh lagi. Ini tidak menunjukkan bahwa ia adalah orang kristen KTP.

Orang yang mengalami pengudusan biasanya justru merasa bahwa dirinya begitu kotor / berdosa (bdk. Ro 7:18-19  1Tim 1:15b). Mengapa? Karena pengudusan menyebabkan ia dekat dengan Tuhan yang maha suci, dan itu otomatis akan menyebabkan ia merasa kotor. Disamping itu pengudusan mensyaratkan pertumbuhan pengertian Firman Tuhan, dan pertumbuhan pengertian Firman Tuhan ini juga membuat orangnya makin menyadari dosanya.

5)   Orang Kristen yang sejati pasti mempunyai keinginan untuk menyelamatkan orang lain (Yoh 1:41,45  Mat 9:9-10  Kis 8:1-4  1Kor 9:16b).
Keinginan menyelamatkan orang lain itu bisa diwujudkan dengan mengajaknya ke gereja, memberitakan Injil kepadanya, mendoakannya, dan memberi kesaksian yang baik kepadanya.

Pulpit Commentary: “The true Christian is at heart a missionary, and his evangelic spirit will be seen in his active life. If Christ calls any for himself, it is that he may send them forth for the good of the world” (= Seorang kristen yang sejati dalam hatinya adalah seorang misionaris, dan semangat injilinya akan terlihat dalam kehidupan akitfnya. Jika Kristus memangggil siapapun untuk diriNya sendiri, itu adalah supaya Ia bisa mengutusnya untuk kebaikan dunia ini) - hal 425.

Charles Haddon Spurgeon: “I will not believe that you have tasted of the honey of the gospel if you can eat it all yourself” (= Aku tidak akan percaya bahwa engkau sudah mengecap madu Injil jika engkau bisa memakan sendiri semuanya) - ‘Morning and Evening’, February 19, evening.

Kalau saudara sebetulnya mempunyai beban untuk memberitakan Injil, tetapi takut melakukannya, maka itu mungkin masih menunjukkan bahwa saudara adalah orang kristen sejati. Tetapi kalau saudara sama sekali tidak mempunyai beban untuk memberitakan Injil / menyelamatkan orang lain, itu menunjukkan bahwa saudara sendiri belum pernah diselamatkan.

6)   Satu hal lagi yang bisa ditambahkan adalah orang kristen KTP seringkali merasa jengkel / tersinggung kalau ia diinjili, apalagi kalau ditanya: ‘Apakah kamu yakin akan masuk surga?’.
Orang kristen yang sejati, seharusnya senang / bersukacita kalau orang kristen lain mentaati Tuhan (2Yoh 4  3Yoh 3-4). Karena itu, pada saat ia melihat orang kristen memberitakan Injil, sekalipun penginjilan itu ditujukan kepadanya, ia harus senang / bersukacita. Ia seharusnya memuji orang yang memberitakan Injil itu dan mendorongnya untuk terus melakukannya kepada orang lain, bukan lalu jengkel dan memarahinya, karena hal ini bisa menyebabkan orang itu justru lalu berhenti mem-beritakan Injil.

III) Tanggapan kita.

1)   Untuk orang kristen yang sejati.
Kalau saudara adalah kristen yang sejati, dan saudara bertemu dengan orang kristen merasa bahwa dirinya adalah orang kristen KTP, dan saudara sendiri juga yakin adalah ia adalah orang kristen KTP, maka:

a)   Janganlah menghibur orang itu dengan menutup-nutupi ke-kristen-KTP-an orang itu atau meyakinkan bahwa sebetulnya ia adalah kristen sejati.
Ini bukan hanya merupakan suatu dusta, tetapi juga merupakan tindakan ‘membunuh’ orang itu! Ini sama seperti seorang dokter yang setelah mengetahui bahwa pasiennya terkena kanker, lalu berusaha menghiburnya dengan mengatakan bahwa keadaannya baik-baik saja.
Hal yang seharusnya saudara lakukan adalah meyakinkan bahwa ia adalah kristen KTP, belum diselamatkan, akan masuk neraka kalau tidak bertobat.

b)         Injililah ia dan desak ia untuk percaya kepada Yesus.
Saudara harus rajin / tekun memberitakan Injil kepadanya sambil banyak berdoa. Bandingkan dengan Pengkhotbah 11:4-6 - “(4) Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai. (5) Sebagaimana engkau tidak mengetahui jalan angin dan tulang-tulang dalam rahim seorang perempuan yang mengandung, demikian juga engkau tidak mengetahui pekerjaan Allah yang melakukan segala sesuatu. (6) Taburkanlah benihmu pagi-pagi hari, dan janganlah memberi istirahat kepada tanganmu pada petang hari, karena engkau tidak mengetahui apakah ini atau itu yang akan berhasil, atau kedua-duanya sama baik”.
Catatan: ayat ini sebetulnya tidak khusus berbicara tentang Pemberitaan Injil, tetapi bisa diterapkan pada Pemberitaan Injil.

c)   Sebelum orang itu bertobat, jangan memberi pelayanan kepada orang itu, apalagi suatu jabatan yang penting, karena ini bisa mengacaukan gereja.

2)   Untuk orang kristen KTP.
Kalau dari pelajaran di atas saudara menyimpulkan bahwa diri saudara sendiri adalah orang kristen KTP, maka:

Ingatlah bahwa saya memberitakan semua ini bukan karena saya membenci saudara, ingin memaki-maki saudara dsb. Saya memberitakan semua ini justru karena saya mengasihi saudara, dan saya ingin saudara menjadi orang kristen yang sejati dan sungguh-sungguh diselamatkan!

Bertobatlah dan percayalah kepada Yesus. Keselamatan / hidup kekal bukan ada di dalam gereja, tetapi di dalam Kristus (Kis 4:12  1Yoh 5:11-12).

Kalau saudara tidak bisa percaya pada saat ini, maka teruslah berusaha mendengar Injil, karena “iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran akan firman Kristus” (Ro 10:17).
Illustrasi: suami istri yang ingin anak tetapi belum mempunyai anak. Apa yang harus dilakukan? Berdoa dan seringlah melakukan hubungan sex. Mengapa? Karena hubungan sex itu merupakan cara yang dipakai oleh Tuhan untuk memberi anak. Demikian juga karena Injil dipakai oleh Tuhan untuk mempertobatkan, maka orang kristen KTP harus sering mendengar Injil.

-AMIN-