PROVIDENCE OF GOD (30)
PDT. BUDI ASALI, M. DIV.
VIII. KUTIPAN-KUTIPAN PENDUKUNG
Bahwa apa yang saya ajarkan di atas memang adalah ajaran Calvinisme / Reformed yang sejati, dan bukannya ajaran Hyper-Calvinisme, saya buktikan di bawah ini dengan mengutip dari tulisan-tulisanJohn Calvin, dari Westminster Confession of Faith (Pengakuan Iman dari gereja-gereja Presbyterian /Reformed di Amerika), dan dari tulisan-tulisan para ahli Theologia / penafsir Reformed.
Memang dalam penjelasan / pelajaran di depan saya sudah banyak mengutip, tetapi itu hanya sebagian kecil, dan di sini saya memberi kutipan-kutipan jauh lebih banyak. Perlu saya tekankan sekali lagi bahwa tujuan saya memberikan kutipan-kutipan yang banyak di bawah ini, bukanlah untuk membuktikan kebenaran dari doktrin Providence of God ini. Bukti dan dasar Kitab Suci dari doktrin Providence of God telah saya berikan di depan.
Saya tidak memberikan kutipan-kutipan ini secara sistimatis, karena tujuan saya memberikan kutipan-kutipan ini hanyalah untuk membuktikan bahwa doktrin Providence of God yang saya ajarkan ini memang merupakan ajaran Refomed yang dipercaya dan diajarkan oleh John Calvin dan ahli-ahli theologia Reformed yang lain, dan bukannya merupakan Hyper-Calvinisme. Khususnya untuk orang-orang yang mendengar tuduhan, atau lebih tepat fitnahan, bahwa saya adalah seorang Hyper-Calvinist atau ajaran saya sebagai Hyper-Calvinisme, saya berharap saudara mau membaca kutipan-kutipan di bawah ini.
John Calvin: “God’s providence, as it is taught in Scripture, is opposed to fortune and fortuitous happenings.” [= Providensia Allah, seperti yang diajarkan oleh Kitab Suci, bertentangan dengan nasib baik dan kejadian-kejadian yang bersifat kebetulan.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 2.
John Calvin: “2. THERE IS NO SUCH THING AS FORTUNE OR CHANCE. That this difference may better appear, we must know that God’s providence, as it is taught in Scripture, is opposed to fortune and fortuitous happenings. Now it has been commonly accepted in all ages, and almost all mortals hold the same opinion today, that all things come about through chance. What we ought to believe concerning providence is by this depraved opinion most certainly not only beclouded, but almost buried. Suppose a man falls among thieves, or wild beasts; is shipwrecked at sea by a sudden gale; is killed by a falling house or tree. Suppose another man wandering through the desert finds help in his straits; having been tossed by the waves, reaches harbor; miraculously escapes death by a finger’s breadth. Carnal reason ascribes all such happenings, whether prosperous or adverse, to fortune. But anyone who has been taught by Christ’s lips that all the hairs of his head are numbered (Matthew 10:30) will look farther afield for a cause, and will consider that all events are governed by God’s secret plan.” [= 2. DI SANA TIDAK ADA NASIB BAIK ATAU KEBETULAN. Supaya perbedaan ini bisa terlihat dengan lebih baik, kita harus tahu bahwa Providensia Allah, seperti yang diajarkan dalam Kitab Suci, bertentangan dengan nasib baik dan kejadian-kejadian yang bersifat kebetulan. Memang itu telah diterima secara umum dalam semua jaman, dan hampir semua orang memegang / mempercayai pandangan yang sama pada saat ini, bahwa segala sesuatu terjadi melalui kebetulan. Apa yang harus kita percaya berkenaan dengan Providensia hampir pasti bukan hanya dikaburkan, tetapi hampir dikuburkan, oleh pandangan jahat ini. Misalnya seseorang jatuh diantara pencuri-pencuri, atau binatang-binatang liar; mengalami kapal karam di laut oleh suatu badai yang mendadak; dibunuh oleh suatu rumah atau pohon yang roboh. Misalnya seorang lain yang mengembara melalui padang pasir menemukan pertolongan dalam kesukaran / kebutuhannya; setelah diombang-ambingkan oleh gelombang-gelombang, mencapai pelabuhan; secara mujijat nyaris tidak lolos dari kematian. Akal yang bersifat daging menganggap semua kejadian-kejadian seperti itu, apakah menyenangkan atau tidak menyenangkan, berasal dari kebetulan / nasib. Tetapi setiap orang yang telah diajar oleh bibir Kristus bahwa semua rambut kepalanya terhitung (Mat 10:30) akan melihat lebih jauh untuk suatu penyebab, dan akan menganggap bahwa semua kejadian / peristiwa diatur oleh rencana rahasia Allah.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 2.
John Calvin: “For he is deemed omnipotent, not because he can indeed act, yet sometimes ceases and sits in idleness, or continues by a general impulse that order of nature which he previously appointed; but because, governing heaven and earth by his providence, he so regulates all things that nothing takes place without his deliberation.” [= Karena Ia dianggap mahakuasa, bukan karena Ia bisa sungguh-sungguh bertindak, tetapi kadang-kadang berhenti dan duduk bermalas-malasan / tak berbuat apa-apa, atau bertindak terus oleh suatu dorongan umum yang memerintah alam yang telah lebih dulu Ia tetapkan; tetapi karena Ia memerintah langit dan bumi oleh providensiaNya, dan Ia mengatur segala sesuatu sedemikian rupa sehingga tidak ada suatu apapun yang terjadi tanpa pertimbanganNya.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 3.
John Calvin: “... providence means not that by which God idly observes from heaven what takes place on earth, but that by which, as keeper of the keys, he governs all events.” [= ... providensia tidak berarti sesuatu dengan mana Allah dengan bermalas-malasan / tak berbuat apa-apa mengawasi dari surga apa yang terjadi di bumi, tetapi sesuatu dengan mana, seperti seorang penjaga kunci, Ia memerintah segala kejadian / peristiwa.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 4.
John Calvin: “... it is certain that not one drop of rain falls without God’s sure command.” [= ... adalah pasti bahwa tidak satu titik hujanpun yang jatuh tanpa perintah yang pasti dari Allah.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 5.
John Calvin: “... nothing at all in the world is undertaken without his determination, shows that things seemingly most fortuitous are subject to him.” [= ... sama sekali tidak ada sesuatupun dalam dunia yang dilakukan / dijalankan tanpa penentuanNya, menunjukkan bahwa hal-hal yang kelihatannya sangat bersifat kebetulan tunduk kepadaNya.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 6.
John Calvin: “... we make God the ruler and governor of all things, who in accord¬ance with his wisdom has from the farthest limit of eternity decreed what he was going to do, and now by his might carries out what he has decreed. From this we declare that not only heaven and earth and the inanimate creatures, but also the plans and intentions of men, are so governed by his providence that they are borne by it straight to their appointed end.” [= ... kami membuat Allah pengatur dan pemerintah segala sesuatu, yang sesuai dengan kebijaksanaanNya telah menetapkan sejak batas terjauh dari kekekalan apa yang akan Ia lakukan, dan sekarang dengan kuasaNya melaksanakan apa yang telah Ia tetapkan. Dari sini kami menyatakan bahwa bukan hanya surga dan bumi dan makhluk tak bernyawa, tetapi juga rencana dan maksud manusia begitu diperintah / diatur oleh providensiaNya sehingga mereka dilahirkan olehnya langsung menuju tujuan yang ditetapkan bagi mereka.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 8.
John Calvin: “Does nothing happen by chance, nothing by contingency? I reply: Basil the Great has truly said that ‘fortune’ and ‘chance’ are pagan terms, with whose significance the minds of the godly ought not to be occu¬pied. For if every success is God’s blessing, and calamity and adversity his curse, no place now remains in human affairs for fortune or chance.” [= Apakah tidak ada yang terjadi secara kebetulan? Saya menjawab: Basil yang Agung secara benar telah berkata bahwa ‘nasib baik’ dan ‘kebetulan’ adalah istilah kafir, dan pikiran orang benar tidak seharusnya diisi dengan istilah itu. Karena jika setiap sukses adalah berkat Allah, dan malapetaka dan kemalangan adalah kutukanNya, tidak ada tempat tertinggal dalam hidup manusia untuk nasib baik atau kebetulan.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI, no 8.
John Calvin: “... thieves and murderers and other evildoers are the instruments of divine providence, and the Lord himself uses these to carry out the judgments that he has determined with himself. Yet I deny that they can derive from this any excuse for their evil deeds.” [= ... pencuri dan perampok dan pembuat kejahatan yang lain adalah alat dari providensia ilahi, dan Tuhan sendiri menggunakan mereka untuk melaksanakan keputusan-keputusan yang telah Ia tentukan dengan diriNya sendiri. Tetapi saya menyangkal bahwa mereka bisa mendapatkan dari sini alasan / dalih untuk tindakan-tindakan mereka yang jahat.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 5.
John Calvin: “Now the mode of accommodation is for him to represent himself to us not as he is in himself, but as he seems to us. Although he is beyond all disturbance of mind, yet he testifies that he is angry toward sinners. Therefore whenever we hear that God is angered, we ought not to imagine any emotion in him, but rather to consider that this expression has been taken from our human experience; because God, whenever he is exercising judgment, exhibits the appearance of one kindled and angered. So we ought not to understand anything else under the word ‘repentance’ than change of action, ...” [= Cara penyesuaian adalah dengan menyatakan diriNya sendiri kepada kita bukan sebagaimana adanya Ia dalam diriNya sendiri, tetapi seperti Ia terlihat oleh kita. Sekalipun Ia ada di atas segala gangguan pikiran, tetapi Ia menyaksikan bahwa Ia marah kepada orang-orang berdosa. Karena itu setiap saat kita mendengar bahwa Allah marah, kita tidak boleh membayangkan adanya emosi apapun dalam Dia, tetapi menganggap bahwa pernyataan ini diambil dari pengalaman manusia; karena Allah, pada waktu Ia melakukan penghakiman, menunjukkan diri seperti seseorang yang marah. Demikian juga kita tidak boleh mengartikan apapun yang lain terhadap kata ‘penyesalan’ selain perubahan tindakan, ...] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 13.
John Calvin: “... neither God’s plan nor his will is reversed, nor his volition altered; but what he had from eternity foreseen, approved, and decreed, he pursues in uninterrupted tenor, however sudden the variation may appear in men’s eyes.” [= ... baik rencana Allah maupun kehendakNya tidak berbalik, juga kemauanNya tidak berubah; tetapi apa yang dari kekekalan telah Ia lihat lebih dulu, setujui / restui, dan tetapkan, Ia ikuti / kejar dengan arah yang tak terganggu, betapapun mendadaknya perubahan terlihat dalam pandangan manusia.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVII, no 13.
John Calvin: “God wills that the false king Ahab be deceived; the devil offers his services to this end; he is sent, with a definite command, to be a lying spirit in the mouth of all the prophets (1Kings 22:20,22). If the blinding and insanity of Ahab be God’s judgment, the figment of bare permission vanishes: because it would be ridiculous for the Judge only to permit what he wills to be done, and not also to decree it and to command its execution by his ministers.” [= Allah menghendaki bahwa raja Ahab yang tidak benar ditipu; setan menawarkan pelayanannya untuk tujuan ini; ia dikirim, dengan perintah yang pasti, untuk menjadi roh dusta dalam mulut semua nabi (1Raja 22:20,22). Jika pembutaan dan kegilaan Ahab adalah penghakiman Allah, isapan jempol tentang ‘sekedar ijin’ hilang: karena adalah menggelikan bagi sang Hakim untuk hanya mengijinkan apa yang Ia kehendaki untuk dilakukan, dan tidak juga menetapkannya dan memerintahkan pelaksanaannya oleh pelayan-pelayanNya.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 1.
John Calvin: “Those who are moderately versed in the Scriptures see that for the sake of brevity I have put forward only a few of many testimonies. Yet from these it is more than evident that they babble and talk absurdly who, in place of God’s providence, substitute bare permission - as if God sat in a watchtower awaiting chance events, and his judgments thus depended upon human will.” [= Mereka yang mengetahui ayat-ayat Kitab Suci secara cukup, melihat bahwa untuk singkatnya saya hanya memberikan sedikit dari banyak kesaksian. Tetapi dari kesaksian-kesaksian ini adalah lebih dari jelas bahwa mereka mengoceh dan berbicara secara menggelikan yang, menggantikan providensia Allah dengan ‘sekedar ijin’ - seakan-akan Allah duduk di menara pengawal menunggu kejadian-kejadian yang terjadi secara kebetulan, dan dengan demikian penghakimanNya tergantung pada kehendak manusia.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 1.
John Calvin: “Likewise in Isaiah, He declares that he will send the Assyrians against the deceitful nation and will command them ‘to take spoil and seize plunder’ (Isa 10:6) - not because he would teach impious and obstinate men to obey him willingly, but because he will bend them to execute his judgments, as if they bore his commandments graven upon their hearts; from this it appears that they had been impelled by God’s sure determination. I confess, indeed, that it is often by means of Satan’s intervention that God acts in the wicked, but in such a way that Satan performs his part by God’s impulsion and advances as far as he is allowed.” [= Demikian juga dalam Yesaya, Ia menyatakan bahwa Ia akan mengirim orang Asyur terhadap bangsa yang berdusta dan akan memerintahkan mereka ‘untuk melakukan perampasan dan penjarahan’ (Yes 10:6) - bukan karena Ia akan mengajar orang-orang jahat dan keras kepala untuk mentaatiNya secara sukarela, tetapi karena Ia akan membengkokkan mereka untuk melaksanakan penghakimanNya; seakan-akan mereka mempunyai perintahNya tertulis dalam hati mereka; dari sini terlihat bahwa mereka dipaksa oleh penentuan yang pasti dari Allah. Saya mengakui bahwa seringkali Allah bertindak dalam diri orang jahat dengan menggunakan intervensi Setan, tetapi dengan cara sedemikian rupa sehingga Setan melakukan bagiannya oleh dorongan Allah dan bergerak maju sejauh ia diijinkan.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 2.
John Calvin: “To sum up, since God’s will is said to be the cause of all things, I have made his providence the determination principle for all human plans and works, not only in order to display its force in the elect, who are ruled by the Holy Spirit, but also to compel the reprobate to obedience.” [= Kesimpulannya, karena kehendak Allah dikatakan sebagai penyebab dari segala sesuatu, saya telah membuat providensiaNya suatu prinsip yang menentukan untuk semua rencana dan pekerjaan manusia, bukan hanya untuk menunjukkan kekuatannya dalam diri orang pilihan, yang dipimpin oleh Roh Kudus, tetapi juga untuk memaksa orang yang ditetapkan binasa pada ketaatan.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 2.
John Calvin: “Yet God’s will is not therefore at war with itself, nor does it change, nor does it pretend not to will what he wills. But even though his will is one and simple in him, it appears manifold to us because, on account of our mental incapacity, we do not grasp how in divers ways it wills and does not will something to take place. ... when we do not grasp how God wills to take place what he forbids to be done, let us recall our mental incapacity, and at the same time consider that the light in which God dwells is not without reason called unapproachable (1Tim 6:16), because it is overspread with darkness.” [= Tetapi itu tidak menyebabkan kehendak Allah berperang / bertentangan dengan dirinya sendiri, juga tidak menyebabkan kehendak Allah itu berubah, atau hanya berpura-pura tidak menghendaki apa yang Ia kehendaki. Tetapi sekalipun kehendakNya adalah satu dan sederhana di dalam Dia, tetapi itu terlihat bermacam-macam bagi kita karena, disebabkan oleh ketidakmampuan otak kita, kita tidak mengerti bagaimana dalam cara yang berbeda kehendakNya menghendaki dan tidak menghendaki sesuatu untuk terjadi. ... pada waktu kita tidak mengerti bagaimana Allah menghendaki terjadi apa yang Ia larang untuk dilakukan, biarlah kita mengingat ketidakmampuan otak kita, dan pada saat yang sama memikirkan bahwa terang dimana Allah tinggal bukan tanpa alasan disebut tak terhampiri (1Tim 6:16), karena itu dilingkupi dengan kegelapan.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 3.
John Calvin: “... so that in a wonderful and ineffable manner nothing is done without God’s will, not even that which is against his will. For it would not be done if he did not permit it, yet he does not unwillingly permit it, but willingly; nor would he, being good, allow evil to be done, unless being also almighty he could make good even out of evil.’” [= ... sehingga dalam cara yang indah dan tidak terkatakan tidak ada sesuatupun yang terjadi tanpa kehendak Allah, bahkan apa yang bertentangan dengan kehendakNya. Karena itu tidak akan terjadi jika Ia tidak mengijinkannya, tetapi Ia tidak mengijinkannya dengan terpaksa, tetapi dengan sukarela; dan Ia, karena Ia adalah baik, tidak akan mengijinkan kejahatan terjadi, kecuali Ia, yang juga adalah mahakuasa, bisa membuat yang baik bahkan dari hal yang jahat’.] - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVIII, no 3.
Catatan: bagian ini dikutip oleh Calvin dari Agustinus.
Catatan: bagian ini dikutip oleh Calvin dari Agustinus.
Ajaran Calvin tentang ‘Providence of God’ bisa dibaca secara keseluruhan dalam - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter XVI-XVIII.
=====================================================
‘Westminster Confession of Faith’:
Chapter II, 1: “... God, ... working all things according to the counsel of His own immutable and most righteous will,” [= ... Allah ... mengerjakan segala sesuatu sesuai dengan rencana dari kehendakNya sendiri yang tetap / tak bisa berubah dan paling benar,].
Chapter III, 1: “God from all eternity, did, by the most wise and holy counsel of His own will, freely and unchangeably ordain whatsoever comes to pass; yet so, as thereby neither is God the author of sin, nor is violence offered to the will of the creatures; nor is the liberty or contingen¬cy of second causes taken away, but rather established.” [= Allah dari sejak kekekalan, melakukan, oleh rencana dari kehendakNya sendiri yang paling bijaksana dan suci, dengan bebas dan dengan tidak bisa berubah menetapkan apapun yang akan terjadi; tetapi dengan sedemikian rupa sehingga Allah bukan pencipta dosa, dan tidak digunakan kekerasan / pemaksaan terhadap kehendak dari makhluk-makhluk ciptaan; juga kebebasan atau ketidak-pastian / sifat tergantung dari penyebab kedua tidaklah disingkirkan, tetapi sebaliknya diteguhkan.].
Chapter III, 2: “Although God knows whatsoever may or can come to pass upon all supposed conditions; yet hath He not decreed any thing because He foresaw it as future, or as that which would come to pass upon such conditions.” [= Sekalipun Allah mengetahui apapun yang mungkin atau bisa terjadi dalam segala kondisi yang dimaksudkan, tetapi Ia tidak menetapkan sesuatu apapun karena Ia melihatnya lebih dulu sebagai masa depan, atau sebagai apa yang akan terjadi dalam kondisi seperti itu.].
Chapter V, 1: “God the great Creator of all things, doth uphold, direct, dispose, and govern all creatures, actions, and things, from the greatest even to the least, by His most wise and holy providence, according to His infallible foreknowledge, and the free and immutable counsel of His own will, to the praise of the glory of His wisdom, power, justice, goodness, and mercy.” [= Allah Pencipta yang besar / agung dari segala sesuatu menegakkan, mengarahkan, menentukan / mengatur, dan memerintah semua makhluk ciptaan, tindakan-tindakan dan benda-benda, dari yang terbesar bahkan sampai pada yang terkecil, oleh providensiaNya yang paling bijaksana dan kudus, sesuai dengan pra-pengetahuanNya yang tidak bisa salah, dan rencana dari kehendakNya sendiri yang bebas dan tetap / tak bisa berubah, untuk memuji kemuliaan dari hikmat, kuasa, keadilan, kebaikan, dan belas kasihanNya.].
Chapter V, 4: “The almighty power, unsearchable wisdom, and infinite goodness of God, so far manifest themselves in His providence, that it extendeth itself even to the first fall, and all other sins of angels and men, and that not by a bare permission, but such as hath joined with it a most wise and powerful bounding, and otherwise ordering and governing of them, in a manifold dispensation, to His own holy ends; yet so as the sinfulness thereof proceedeth only from the creature, and not from God; who, being most holy and righteous, neither is nor can be the author or approver of sin.” [= Kuasa yang mahakuasa, hikmat yang tak terselami, dan kebaikan yang tak terbatas dari Allah, begitu jauh memanifestasikan dirinya sendiri dalam providensiaNya, sehingga menjangkau bahkan kejatuhan pertama ke dalam dosa, dan semua dosa-dosa lain dari malaikat dan manusia; dan itu bukan oleh sekedar suatu ijin, tetapi sedemikian rupa sehingga telah menggabungkan dengannya batasan yang paling bijaksana dan kuat, dan selain itu menetapkan / mengatur dan menguasai mereka, dalam berbagai-bagai pengaturan, untuk tujuanNya sendiri yang kudus; tetapi dengan cara sedemikian rupa sehingga keberdosaan dari padanya keluar hanya dari makhluk ciptaan, dan bukan dari Allah, yang karena keberadaanNya yang paling kudus dan benar, bukanlah dan tidak bisa menjadi pencipta atau penyetuju / perestu dari dosa.].
Chapter VI, 1: “Our first parents, being seduced by the subtilty and temptation of Satan, sinned, in eating the forbidden fruit. This their sin, God was pleased, according to His wise and holy counsel, to permit, having purposed to order it to His own glory.” [= Nenek moyang kita yang pertama, setelah digoda oleh kelicinan / kelicikan dan pencobaan Setan, berdosa dengan memakan buah terlarang. Dosa mereka ini, Allah berkenan, menurut rencanaNya yang bijaksana dan kudus, mengijinkannya, setelah menetapkan untuk menentukannya untuk kemuliaanNya sendiri.].
=====================================================
John Owen:
John Owen: “Whatsoever God hath determined, according to the counsel of his wisdom and good pleasure of his will, to be accomplished, to the praise of his glory, standeth sure and immutable;” [= Apapun yang Allah telah tentukan, sesuai dengan rencana dari hikmatNya dan kerelaan kehendakNya, untuk terjadi, untuk memuji kemuliaanNya, berdiri teguh dan tetap / tak bisa berubah;] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 20.
John Owen: “If God’s determination concerning any thing should have a temporal original, it must needs be either because he then perceived some goodness in it of which before he was ignorant, or else because some accident did affix a real goodness to some state of things which it had not from him; neither of which, without abominable blasphemy, can be affirmed, seeing he knoweth the end from the beginning,” [= Jika penentuan Allah tentang sesuatu apapun mempunyai asal usul dalam waktu, itu pasti disebabkan atau karena Ia pada saat itu melihat suatu kebaikan dalam hal itu yang tidak diketahuiNya sebelumnya, atau karena ada suatu kecelakaan / kebetulan yang melekatkan kebaikan yang sungguh-sungguh pada suatu keadaan yang tidak datang dari Dia; yang manapun dari dua hal ini tidak bisa ditegaskan tanpa melakukan suatu penghujatan yang menjijikkan, karena Ia mengetahui akhirnya dari semula,] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 20.
John Owen: “Out of this large and boundless territory of things possible, God by his decree freely determineth what shall come to pass, and makes them future which before were but possible. After this decree, as they commonly speak, followeth, or together with it, as others more exactly, taketh place, that prescience of God which they call ‘visionis,’ ‘of vision,’ whereby he infallibly seeth all things in their proper causes, and how and when they shall some to pass.” [= Dari daerah yang besar dan tak terbatas dari hal-hal yang mungkin terjadi ini, Allah dengan ketetapanNya secara bebas menentukan apa yang akan terjadi, dan membuat mereka yang tadinya hanya ‘mungkin terjadi’ menjadi ‘akan datang’. Pada umumnya orang mengatakan bahwa setelah ketetapan ini, atau seperti dikatakan oleh orang-orang lain dengan lebih tepat lagi, bersama-sama dengan ketetapan itu, terjadilah ‘pengetahuan yang lebih dulu’ dari Allah yang mereka sebut VISIONIS, ‘dari penglihatan’, dengan mana Ia, secara tidak mungkin salah, melihat segala sesuatu dalam penyebab-penyebabnya yang tepat, dan bagaimana dan kapan mereka akan terjadi.] - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 23.
=====================================================
Louis Berkhof:
Louis Berkhof: “Reformed Theology stresses the sovereignty of God in virtue of which He has sovereignly determined from all eternity whatsoever will come to pass, and works His sovereign will in His entire creation, both natural and spiritual, according to His pre-determined plan. It is in full agreement with Paul when he says that God ‘worketh all things after the counsel of His will,’ Eph 1:11.” [= Theologia Reformed menekankan kedaulatan Allah atas dasar mana Ia secara berdaulat telah menentukan dari kekekalan apapun yang akan terjadi, dan mengerjakan kehendakNya yang berdaulat dalam seluruh ciptaanNya, baik yang bersifat jasmani / alamiah maupun rohani, sesuai dengan rencanaNya yang sudah ditentukan sebelumnya. Ini sesuai sepenuhnya dengan Paulus pada waktu ia berkata bahwa Allah ‘mengerjakan segala sesuatu menurut keputusan kehendakNya’, Ef 1:11.] - ‘Systematic Theology’, hal 100.
Louis Berkhof: “In the case of some things God decided, not merely that they would come to pass, but that He himself would bring them to pass, either immediately, as in the work of creation, or through the mediation of secondary causes, which are continually energized by His power. He himself assumes the responsibility for their coming to pass. There are other things, however, which God included in His decree and thereby rendered certain, but which He did not decide to effectuate Himself, as the sinful acts of His rational creatures.” [= Dalam kasus dari sebagian / beberapa hal, Allah memutuskan, bukan hanya bahwa mereka akan terjadi, tetapi bahwa Ia sendiri akan menyebabkan mereka terjadi, baik secara langsung, seperti dalam pekerjaan penciptaan, atau melalui perantaraan dari ‘penyebab-penyebab kedua’, yang secara terus menerus diberi kekuatan / diaktifkan oleh kuasaNya. Ia sendiri bertanggung jawab atas terjadinya hal-hal itu. Tetapi ada hal-hal lain, yang Allah masukkan dalam ketetapanNya dan dengan demikian dibuat menjadi pasti, tetapi yang Ia putuskan bahwa bukan Ia sendiri yang melaksanakannya, seperti tindakan-tindakan berdosa dari makhluk-makhluk rasionilNya.] - ‘Systematic Theology’, hal 103.
Louis Berkhof: “It is customary to speak of the decree of God respecting moral evil as permissive. By His decree God rendered the sinful actions of man infallibly certain without deciding to effectuate them by acting immediately upon and in the finite will. This means that God does not positively work in man ‘both to will and to do,’ when man goes con¬trary to His revealed will. It should be carefully noted, however, that this permissive decree does not imply a passive permission of something which is not under the control of the divine will. It is a decree which renders the future sinful acts absolutely certain, but in which God determines (a) not to hinder the sinful self-determination of the finite will; and (b) to regulate and control the result of this sinful self-determination.” [= Merupakan kebiasaan untuk berbicara tentang ketetapan Allah berkenaan dengan kejahatan moral sebagai bersifat mengijinkan. Oleh ketetapanNya Allah membuat tindakan-tindakan berdosa dari manusia menjadi pasti tanpa menetapkan untuk menyebabkan mereka terjadi dengan bertindak langsung dan bertindak dalam kehendak terbatas (kehendak manusia) itu. Ini berarti bahwa Allah tidak bekerja secara positif dalam manusia ‘baik untuk menghendaki dan untuk melakukan’, pada waktu manusia berjalan bertentangan dengan kehendakNya yang dinyatakan. Tetapi harus diperhatikan baik-baik bahwa ketetapan yang bersifat mengijinkan tidak berarti suatu ijin pasif dari sesuatu yang tidak ada di bawah kontrol dari kehendak ilahi. Itu merupakan suatu ketetapan yang membuat tindakan berdosa yang akan datang itu pasti secara mutlak, tetapi dalam mana Allah menentukan (a) tidak menghalangi keputusan yang berdosa yang dilakukan sendiri oleh kehendak terbatas / kehendak manusia; dan (b) mengatur dan mengontrol akibat / hasil dari keputusan berdosa ini.] - ‘Systematic Theology’, hal 105.
=====================================================
Robert L. Dabney:
Robert L. Dabney: “The decrees of God are His eternal purpose according to the counsel of His will, whereby, for His own glory, He hath foreordained whatso¬ever comes to pass” [= Ketetapan-ketetapan Allah adalah rencana kekalNya menurut kehendakNya, dengan mana, untuk kemuliaanNya sendiri, Ia telah menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 121.
Robert L. Dabney: “God’s decree ‘foreordained whatsoever comes to pass;’ there was no event in the womb of the future, the futurition of which was not made certain to God by it.” [= Ketetapan Allah ‘menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi’; tidak ada kejadian / peristiwa dalam kandungan masa yang akan datang, yang ‘akan terjadinya’ tidak dibuat pasti bagi Allah oleh ketetapan itu.] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 213.
Robert L. Dabney: “By calling it permissive, we do not mean that their futurition is not certain to God; or that He has not made it certain; we mean that they are such acts as He efficiently brings about by simply leaving the spontaneity of other free agents, as upheld by His providence, to work of itself, under incitements, occasions, bounds and limitations, which His wisdom and power throw around. To this class may be attributed all the acts of rational free agents, except such are evoked by God’s own grace, and especially, all their sinful acts.” [= Dengan menyebutnya ‘bersifat mengijinkan’, kita tidak memaksudkan bahwa ‘akan terjadinya’ hal-hal itu tidak pasti bagi Allah; atau bahwa Ia belum / tidak membuatnya pasti; kita memaksudkan bahwa mereka merupakan tindakan-tindakan yang Ia sebabkan untuk terjadi secara efisien dengan hanya membiarkan spontanitas dari agen-agen bebas lainnya, seperti disokong oleh providensiaNya, bekerja dari dirinya sendiri, di bawah dorongan, kesempatan, ikatan dan pembatasan, yang disebarkan oleh hikmat dan kuasaNya. Yang termasuk dalam golongan ini adalah semua tindakan dari agen bebas yang rasionil, kecuali tindakan yang ditimbulkan oleh kasih karunia Allah sendiri, dan khususnya semua tindakan berdosa mereka.] - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal 214.
=====================================================
B. B. Warfield:
B. B. Warfield: “Throughout the Old Testament, behind the processes of nature, the march of history and the fortunes of each individual life alike, there is steadily kept in view the governing hand of God working out His preconceived plan - a plan broad enough to embrace the whole universe of things, minute enough to concern itself with the smallest details, and actualizing itself with inevitable certainty in every event that comes to pass.” [= Dalam sepanjang Perjanjian Lama, dibalik proses-proses alam, gerakan dari sejarah dan nasib dari setiap kehidupan, terus menerus ditunjukkan tangan / kuasa pemerintahan Allah yang melaksanakan rencana yang sudah dibentukNya lebih dulu - suatu rencana yang cukup luas untuk mencakup seluruh alam semesta dari hal-hal / benda-benda, cukup kecil / seksama untuk berhubungan dengan detail-detail yang terkecil, dan mewujudkan dirinya sendiri dengan kepastian yang tidak dapat dihindarkan / dielakkan dalam setiap peristiwa / kejadian yang terjadi.] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 276.
B. B. Warfield: “an all-inclusive plan embracing all that is to come to pass; in accordance with which plan He now governs His universe, down to the least particular, so as to subserve His perfect and unchanging purpose.” [= suatu rencana yang mencakup segala sesuatu yang akan terjadi; sesuai dengan rencana mana Ia sekarang memerintah alam semestaNya, sampai pada hal tertentu yang terkecil, sehingga berguna bagi rencana / tujuanNya yang sempurna dan tak berubah.] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 278.
B. B. Warfield: “According to the Old Testament conception, God foreknows only because He has pre-determined, and it is therefore also that He brings it to pass; His foreknowledge, in other words, is at bottom a knowledge of His own will, and His works of providence are merely the execution of His all-embracing plan.” [= Menurut konsep Perjanjian Lama, Alah mengetahui lebih dulu hanya karena Ia telah menentukan lebih dulu, dan karena itu juga Ia menyebabkannya terjadi; dengan kata lain, pengetahuan lebih dulu ini pada hakekatnya adalah pengetahuan tentang kehendakNya sendiri, dan pekerjaanNya dalam providensia semata-mata merupakan pelaksanaan dari rencanaNya yang mencakup segala sesuatu.] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 281.
B. B. Warfield: “We are never permitted to imagine, to be sure, that God is the author of sin, either in the world at large or in any individual soul ... But neither is God’s relation to the sinful acts of His creatures ever represented as purely passive: ... Nevertheless, it remains true that even the evil acts of the creature are so far carried back to God that they too are affirmed to be included in His all-embracing decree, and to be brought about, bounded and utilized in His providential government. It is He that hardens the heart of the sinner that persists in his sin (Ex. 4:21, 7:3, 10:1,27, 14:4,8, Deut. 2:30, Jos. 11:20, Isa. 63:17); it is from Him that the evil spirits proceed that trouble sinners (1Sam. 16:14, Judg. 9:23, 1Kings 22, Job 1); it is of Him that the evil impulses that rise in sinners’ hearts take this or that specific form (2Sam. 24:1).” [= Tentu saja kita tidak pernah boleh membayangkan bahwa Allah adalah pencipta dosa, baik dalam dunia secara umum atau dalam setiap jiwa individu manapun ... Tetapi hubungan Allah dengan tindakan-tindakan berdosa dari makhluk-makhlukNya tidak pernah digambarkan sebagai pasif secara murni: ... Sekalipun demikian, adalah benar bahwa bahkan tindakan-tindakan jahat dari makhluk ciptaan dibawa kembali kepada Allah sedemikian rupa sehingga mereka juga disahkan / ditegaskan untuk termasuk dalam ketetapanNya yang mencakup segala sesuatu, dan disebabkan untuk terjadi, dibatasi dan digunakan dalam pemerintahan providensiaNya. Adalah Ia yang mengeraskan hati orang berdosa yang berkeras dalam dosanya (Kel 4:21, 7:3, 10:1,27, 14:4,8, Ul 2:30, Yos 11:20, Yes 63:17); dari Dialah roh-roh jahat keluar / tampil dan mengganggu orang-orang berdosa (1Sam 16:14, Hak 9:23, 1Raja 22, Ayub 1); dari Dialah dorongan-dorongan jahat yang muncul dalam hati orang-orang berdosa mendapat bentuk tertentu yang ini atau yang itu (2Sam 24:1).] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 283,284.
B. B. Warfield: “this God is a Person who acts purposefully; there is nothing that is, and nothing that comes to pass, that He has not first decreed and then brought to pass by His creation or providence.” [= Allah ini adalah seorang Pribadi yang bertindak dengan mempunyai rencana / tujuan; tidak ada apapun yang ada, dan tidak ada apapun yang terjadi, yang tidak lebih dulu ditetapkanNya dan lalu dilaksanakan / disebabkan untuk terjadi oleh penciptaan atau providensiaNya.] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 284.
B. B. Warfield: “But, in the infinite wisdom of the Lord of all the earth, each event falls with exact precision into its proper place in the unfolding of His eternal plan; nothing, however small, however strange, occurs without His ordering, or without its peculiar fitness for its place in the working out of His purpose; and the end of all shall be the manifestation of His glory, and the accumulation of His praise.” [= Tetapi, dalam hikmat yang tidak terbatas dari Tuhan seluruh bumi, setiap peristiwa / kejadian jatuh dengan ketepatan yang tepat pada tempatnya yang benar dalam pembukaan / penyingkapan dari rencana kekalNya; tidak ada sesuatupun, betapapun kecilnya, betapapun anehnya, yang terjadi tanpa pengaturan / perintahNya, atau tanpa kecocokannya yang khusus untuk tempatnya dalam pelaksanaan RencanaNya; dan akhir dari semua adalah akan diwujudkannya kemuliaanNya, dan pengumpulan pujian bagiNya.] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 285.
B. B. Warfield: “the minutest occurrences are as directly controlled by Him as the greatest (Matt. 10:29-30, Luke 12:7).” [= Peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang terkecil dikontrol secara langsung oleh Dia sama seperti peristiwa-peristiwa / kejadian-kejadian yang terbesar (Mat 10:29-30, Luk 12:7).] - ‘Biblical and Theological Studies’, hal 296.
=====================================================
Charles Hodge:
Charles Hodge: “The second point included in this doctrine is, that the decrees of God are all reducible to one purpose. By this is meant that from the indefinite number of systems, or series of possible events, present to the divine mind, God determined on the futurition or actual occurrence of the existing order of things, with all its changes, minute as well as great, from the beginning of time to all eternity. The reason, therefore, why any event occurs, or, that it passes from the category of the possible into that of the actual, is that God has so decreed.” [= Point kedua yang tercakup dalam doktrin ini adalah, bahwa ketetapan-ketetapan Allah semua bisa disederhanakan menjadi satu tujuan /rencana. Dengan ini dimaksudkan bahwa dari sejumlah sistim yang tidak tertentu jumlahnya, atau dari seri-seri peristiwa yang mungkin terjadi, yang ada dalam pikiran ilahi, Allah menentukan ‘akan terjadinya’ atau ‘kejadian sungguh-sungguh’ dari urut-urutan hal-hal yang ada, dengan semua perubahan-perubahannya, kecil maupun besar, dari ‘permulaan waktu’ sampai pada ‘seluruh kekekalan’. Karena itu, alasan mengapa suatu peristiwa terjadi, atau, bahwa itu berpindah dari kategori ‘mungkin’ menjadi ‘sungguh-sungguh’, adalah karena Allah telah menetapkannya demikian.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 537.
Charles Hodge: “Change of purpose arises either from the want of wisdom or from the want of power. As God is infinite in wisdom and power, there can be with Him no unforeseen emergency and no inadequacy of means, and nothing can resist the execution of his original intention.” [= Perubahan rencana timbul atau karena kekurangan hikmat atau karena kekurangan kuasa. Karena Allah itu tidak terbatas dalam hikmat dan kuasa, maka dengan Dia tidak bisa ada keadaan darurat yang tidak dilihat lebih dulu, dan tidak ada kekurangan jalan / cara, dan tidak ada yang bisa menahan / menolak pelaksanaan dari maksud / rencana yang semula.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 538-539.
Charles Hodge: “The decrees of God are certainly efficacious, that is, they render certain the occurrence of what He decrees. Whatever God foreordains, must certainly come to pass. The distinction between the efficient (or efficacious) and the permissive decrees of God, although important, has no relation to the certainty of events. All events embraced in the purpose of God are equally certain, whether He has determined to bring them to pass by his own power, or simply to permit their occurrence through the agency of his creatures. It was no less certain from eternity that Satan would tempt our first parents, and that they would fall, than that God would send his Son to die for sinners. Some things He purposes to do, others He decrees to permit to be done. He effects good, He permits evil. He is the author of the one, but not of the other.” [= Ketetapan-ketetapan Allah pasti menghasilkan apa yang diinginkan, artinya, ketetapan-ketetapan itu membuat pasti kejadian yang Ia tetapkan. Apapun yang Allah tentukan lebih dulu, pasti akan terjadi. Perbedaan antara ketetapan-ketetapan Allah yang efisien (atau efektif) dan yang bersifat mengijinkan, sekalipun penting, tidak ada hubungannya dengan kepastian dari peristiwa-peristiwa. Semua peristiwa yang tercakup dalam rencana Allah sama pastinya, apakah Ia telah menetapkan untuk melaksanakan mereka dengan kuasaNya sendiri, atau sekedar mengijinkan terjadinya mereka melalui makhluk-makhluk ciptaanNya sebagai agen. Tidak kurang pastinya dari kekekalan bahwa Iblis akan mencobai orang tua / nenek moyang pertama kita, dan bahwa mereka akan jatuh, dari pada bahwa Allah akan mengutus AnakNya untuk mati untuk orang-orang berdosa. Sebagian hal-hal Ia rencanakan untuk Ia lakukan, yang lain Ia tetapkan untuk mengijinkan untuk terjadi / dilakukan. Ia membuat terjadinya kebaikan / hal-hal yang baik, Ia mengijinkan kejahatan / hal-hal yang jahat. Ia adalah pencipta dari yang satu, tetapi bukan dari yang lain.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 540-541.
Charles Hodge: “... the unity of God’s plan. If that plan comprehends all events, all events stand in mutual relation and dependence. If one part fails, the whole may fail or be thrown into confusion.” [= ... kesatuan rencana Allah. Jika rencana itu mencakup semua peristiwa, maka semua peristiwa saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain. Jika satu bagian gagal, seluruhnya bisa gagal atau menjadi kekacauan.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 541.
Charles Hodge: “The doctrine of the Bible is, that all events, whether necessary or contingent, good or sinful, are included in the purpose of God, and that their futurition or actual occurrence is rendered absolutely certain.” [= Doktrin dari Alkitab adalah, bahwa semua peristiwa, apakah mutlak perlu atau bersifat tergantung / kebetulan, baik atau berdosa, tercakup dalam rencana Allah, dan bahwa ‘akan terjadinya’ atau ‘kejadian sungguh-sungguh’ dari mereka dijadikan pasti secara mutlak.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 542.
Charles Hodge: “The Bible especially declares that the free acts of men are decreed beforehand.” [= Alkitab secara khusus menyatakan bahwa tindakan-tindakan bebas dari manusia ditetapkan sebelumnya.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 543.
Charles Hodge: “The Scriptures teach that sinful acts, as well as such as are holy, are foreordained. ... The crucifixion of Christ was beyond doubt foreordained of God. It was, however, the greatest crime ever committed. It is therefore beyond all doubt the doctrine of the Bible that sin is foreordained.” [= Kitab Suci mengajar bahwa tindakan-tindakan berdosa, maupun tindakan-tindakan yang kudus / suci, ditentukan lebih dulu. ... Penyaliban Kristus tidak diragukan lagi ditentukan lebih dulu oleh Allah. Tetapi itu adalah tindakan kriminal terbesar yang pernah dilakukan. Karena itu doktrin / ajaran Alkitab bahwa dosa ditentukan lebih dulu tak perlu / bisa diragukan.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 543,544.
Catatan: dalam bagian yang saya loncati (...) Charles Hodge memberikan ayat-ayat ini: Kis 2:23 Kis 4:27 Luk 22:22 dan Wah 17:17.
Catatan: dalam bagian yang saya loncati (...) Charles Hodge memberikan ayat-ayat ini: Kis 2:23 Kis 4:27 Luk 22:22 dan Wah 17:17.
Charles Hodge: “With regard to the sinful acts of men, the Scriptures teach, (1) That they are so under the control of God that they can occur only by His permission and in execution of His purposes. He so guides them in the exercise of their wickedness that the particular forms of its manifestation are determined by His will.” [= Berkenaan dengan tindakan-tindakan berdosa dari manusia, Kitab Suci mengajar, (1) Bahwa mereka ada di bawah kontrol Allah sedemikian rupa sehingga mereka bisa terjadi hanya oleh ijinNya dan dalam pelaksanaan rencana-rencanaNya. Ia begitu mengarahkan mereka dalam melakukan kejahatan mereka sehingga bentuk khusus / tertentu dari perwujudannya ditentukan oleh kehendakNya.] - ‘Systematic Theology’, vol I, hal 589.
Charles Hodge: “As God works on a definite plan in the external world, it is fair to infer that the same is true in reference to the moral and spiritual world. To the eye of an uneducated man the heavens are a chaos of stars. The astronomer sees order and system in this confusion; all those bright and distant luminaries have their appointed places and fixed orbits; all are so arranged that no one interferes with any other, but each is directed according to one comprehensive and magnificent conception.” [= Sebagaimana Allah mengerjakan rencana tertentu dalam dunia lahiriah / jasmani, adalah wajar untuk mengambil kesimpulan bahwa hal itu juga benar berkenaan dengan dunia moral dan rohani. Bagi mata seorang yang tidak berpendidikan langit merupakan bintang-bintang yang kacau. Ahli perbintangan / ilmu falak melihat keteraturan dan sistim dalam kekacauan ini; semua benda-benda bersinar yang terang dan jauh itu mempunyai tempat-tempat dan orbit-orbit tetap yang ditetapkan; semua begitu diatur sehingga tidak satupun mengganggu yang lain, tetapi masing-masing diarahkan menurut suatu konsep yang luas dan megah.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 313.
Charles Hodge: “And as God is absolutely sovereign and independent, all his purposes must be determined from within or according to the counsel of his own will. They cannot be supposed to be contingent or suspended on the action of his creatures, or upon anything out of Himself.” [= Dan karena Allah itu berdaulat dan tak tergantung secara mutlak, semua rencanaNya harus ditentukan dari dalam atau sesuai dengan keputusan kehendakNya sendiri. Mereka tidak bisa dianggap sebagai kebetulan atau tergantung pada tindakan-tindakan dari makhluk-makhluk ciptaanNya, atau pada apapun di luar diriNya sendiri.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 320.
Charles Hodge: “If He foreordains whatsoever comes to pass, then events correspond to his purposes; and it is against reason and Scripture to suppose that there is any contradiction or want of correspondence between what He intended and what actually occurs.” [= Jika Ia menentukan lebih dulu apapun yang akan terjadi, maka peristiwa-peristiwa cocok / sama dengan rencanaNya; dan merupakan sesuatu yang bertentangan dengan akal dan Kitab Suci untuk menganggap bahwa ada kontradiksi atau ketidakcocokkan apapun antara apa yang Ia maksudkan dan apa yang sungguh-sungguh terjadi.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 323.
Charles Hodge: “God can control the free acts of rational creatures without destroying either their liberty or their responsibility.” [= Allah bisa mengontrol tindakan-tindakan bebas dari makhluk-makhlukrasionil tanpa menghancurkan kebebasan ataupun tanggung jawab mereka.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 332.
Charles Hodge: “Whatever occurs, He for wise reasons permits to occur. He can prevent whatever He sees fit to prevent. If, therefore, sin occurs, it was God’s design that it should occur. If misery follows in the train of sin, such was God’s purpose. If some men only are saved, while others perish, such must have entered into the all comprehending purpose of God.” [= Apapun yang terjadi, Ia mengijinkan hal itu terjadi karena alasan yang bijaksana. Ia bisa mencegah apapun yang Ia anggap cocok untuk dicegah. Karena itu, jika dosa terjadi, adalah rencana Allah bahwa itu terjadi. Jika kesengsaraan menyusul dalam rentetan dosa, maka demikianlah rencana Allah. Jika sebagian orang saja yang diselamatkan, sementara yang lain binasa, maka semua itu pasti telah masuk ke dalam rencana Allah yang mencakup segala sesuatu.] - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 332.