Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

NERAKA (8)

Oleh:Pdt.Budi Asali, M.Div. 
NERAKA (8)

2.   Dari Saksi-Saksi Yehuwa.
Mirip dengan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh, Saksi Yehuwa tidak mempercayai adanya neraka, dan mereka percaya orang-orang berdosa nanti hanya dimusnahkan.

a.   Bagaimana C. T. Russell, pendiri Saksi Yehuwa, bisa tidak mempercayai neraka.
Saksi-Saksi Yehuwa:
“Orang-tua Charles dengan tulus mempercayai kredo-kredo gereja Susunan Kristen dan membesarkan dia agar menganutnya juga. Maka, Charles muda diajar bahwa Allah adalah kasih, namun bahwa Ia telah menciptakan manusia dengan kodrat tidak berkematian dan telah menyediakan tempat dengan api yang bernyala-nyala yang di dalamnya Allah akan menyiksa semua orang selama-lamanya kecuali mereka yang telah ditakdirkan untuk diselamatkan. Gagasan demikian mengguncangkan hati remaja Charles yang jujur. Ia bernalar, ‘Allah yang menggunakan kuasa-Nya untuk menciptakan insan manusia yang telah Ia ketahui sebelumnya dan telah Ia takdirkan untuk disiksa selama-lamanya, tidaklah mungkin bersifat bijaksana, adil atau pengasih. Standar-Nya akan lebih rendah daripada standar banyak manusia.’” - ‘Saksi-Saksi Yehuwa Pemberita Kerajaan Allah’, hal 43.
Catatan: jadi bukan sekedar doktrin tentang neraka yang menyebabkan ia menjadi sesat, tetapi juga doktrin tentang Predestinasi dan Reprobation [= Penentuan binasa] dari Calvinisme / Reformed.

Saksi-Saksi Yehuwa:
“Apa yang akan terjadi di masa depan atas orang-orang yang tidak menerima persediaan Allah untuk keselamatan merupakan hal yang sangat memprihatinkan bagi C. T. Russell sejak ia masih muda. Ketika masih remaja, ia mempercayai apa yang dikatakan para pemimpin agama mengenai api neraka; ia mengira bahwa mereka memberitakan Firman Allah. Ia pergi pada waktu malam dan menuliskan ayat-ayat Alkitab dengan kapur di tempat-tempat yang mencolok agar para pekerja yang lewat di sana dapat diperingatkan dan diselamatkan dari malapetaka yang mengerikan dalam siksaan kekal. Belakangan, setelah ia melihat sendiri apa yang sebenarnya Alkitab ajarkan, seorang rekannya mengutip kata-katanya, ‘Jika Alkitab memang mengajarkan bahwa siksaan kekal adalah nasib yang akan dialami semua orang kecuali orang-orang suci, hal itu harus diberitakan - ya, dipekikkan dari bubungan-bubungan rumah setiap minggu, hari, dan jam; jika Alkitab tidak mengajarkan hal itu, fakta itu harus diumumkan, dan noda kotor yang tidak menghormati nama Allah yang suci dihapuskan.’” - ‘Saksi-Saksi Yehuwa Pemberita Kerajaan Allah’, hal 126.

Saksi-Saksi Yehuwa:
“Sementara ia masih mencari kebenaran, pada suatu sore tahun 1869, sesuatu terjadi yang meneguhkan kembali iman Charles yang sedang goyah. Ketika ia sedang berjalan dekat toko milik keluarga Russell di Federal Street, ia mendengar nyanyian keagamaan dari sebuah ruangan bawah tanah. Inilah yang terjadi menurut penuturannya sendiri. ‘Suatu sore, rupanya secara kebetulan, saya mampir ke sebuah ruangan yang berdebu dan suram, yang saya dengar menjadi tempat diadakannya kebaktian agama, untuk mengetahui apakah segelintir orang yang bertemu di sana memiliki sesuatu yang dapat ditawarkan, yang lebih masuk akal daripada kredo-kredo dari gereja-gereja besar. Di sanalah, untuk pertama kalinya, saya mendengar sesuatu berkenaan pandangan Adven Kedua (Gereja Kristen Adven), dengan pengkhotbahnya Tn. Jonas Wendell ... Demikianlah, saya mengakui bahwa saya berutang budi kepada para penganut Adven dan juga kepada aliran-aliran lain. Walaupun penjelasan Alkitab yang disampaikannya tidak sepenuhnya jelas, ... itu cukup, di bawah Allah, untuk meneguhkan kembali iman saya yang sedang goyah akan ilham ilahi dari Alkitab, dan untuk memperlihatkan bahwa catatan yang dibuat oleh para rasul dan para nabi berkaitan tanpa dapat dipisahkan. Apa yang saya dengar membuat saya belajar Alkitab dengan semangat dan perhatian yang lebih besar daripada sebelumnya, dan saya senantiasa bersyukur kepada Tuhan atas bimbingan itu; karena walaupun Adventisme tidak membantu saya menemukan satupun kebenaran, namun saya telah banyak dibantu untuk belajar meninggalkan kekeliruan, dan dengan demikian mempersiapkan saya untuk Kebenaran.’” - ‘Saksi-Saksi Yehuwa Pemberita Kerajaan Allah’, hal 43-44.

Saksi-Saksi Yehuwa:
“Sejak awal penelitiannya akan Alkitab, C. T. Russell mengerti dengan jelas bahwa neraka bukan suatu tempat siksaan bagi jiwa-jiwa setelah kematian. Ia kemungkinan besar dibantu oleh George Storrs dalam hal ini, redaktur dari ‘Bible Examiner’, yang saudara Russell sebut dengan penghargaan yang hangat dalam tulisan-tulisannya dan Storrs sendiri telah banyak menulis mengenai apa yang ia pahami dari Alkitab tentang keadaan orang mati.” - ‘Saksi-Saksi Yehuwa Pemberita Kerajaan Allah’, hal 127.
Catatan: George Storrs adalah orang dari Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh. Sejarahnya ada di: https://en.wikipedia.org/wiki/George_Storrs

b.   Argumentasi-argumentasi dari Saksi Yehuwa yang menentang adanya neraka.

(1) Saksi-Saksi Yehuwa: “Juga, menyiksa seseorang untuk selama-lamanya karena ia bersalah di bumi untuk beberapa tahun bertentangan dengan keadilan.” - ‘Saudara Dapat Hidup Kekal Dalam Firdaus di Bumi’, hal 89.

Jawaban saya:
Argumentasi ini sepintas lalu kelihatannya logis. Tindakan berdosa itu dilakukan hanya untuk jangka waktu yang relatif singkat, tetapi hukumannya KEKAL. Ini dianggap tidak adil.
Tetapi coba dipikir dengan lebih seksama. Apakah adil itu berarti bahwa lamanya hukuman harus sama dengan lamanya dosa itu dilakukan? Mari kita terapkan itu di dunia ini saja, dan lihat bagaimana hasilnya. Kalau itu adil, itu berarti orang yang memperkosa selama 1 jam, harus masuk penjara 1 jam? Orang yang membunuh hanya membutuhkan waktu satu detik, dan karena itu ia harus masuk penjara selama 1 detik? Saya yakin bahwa hanya dengan menggunakan contoh-contoh ini saja, sudah terlihat dengan jelas kegilaan dari ‘keadilan’ ini!
Adil atau tidak, tergantung apakah hukuman yang diberikan sesuai dengan Undang-undang atau tidak. Kalau sesuai, itu adil. Kalau Undang-undang mengatakan bahwa pemerkosa hukumannya 15 tahun penjara, dan lalu ada pemerkosa dihukum 15 tahun penjara, untuk perkosaan yang ia lakukan hanya untuk waktu 1 jam, maka itu adil!
Dan dalam Undang-undangNya (dalam Alkitab), Allah telah menyatakan banyak kali bahwa orang berdosa yang tidak mempunyai Penebus dosa, akan dihukum secara KEKAL di neraka, sehingga pada waktu itu dilaksanakan, itu adil!

(2) Saksi-Saksi Yehuwa: “Mengarahkan ‘Pipa Air’ ke neraka. Selaras dengan keinginan Saudara Russell yang kuat untuk menghapuskan noda kotor dari nama Allah yang diakibatkan oleh ajaran api neraka siksaan kekal, ia menulis sebuah risalah yang menonjolkan pokok, ‘Apakah Alkitab Mengajarkan Bahwa Siksaan Kekal Adalah Upah Dosa?’ (The Old Theology, 1889) Di dalamnya ia berkata, ‘Teori siksaan kekal mempunyai asal usul kafir, ... Siksaan kekal ditujukan kepada semua orang yang menentang atau menolak wewenang Gereja Roma, dan penderitaan siksaan kekalnya dalam kehidupan sekarang telah mulai, sudah sejak ia memiliki kekuasaan.’ Saudara Russell benar-benar menyadari bahwa kebanyakan orang yang berpikiran sehat tidak sungguh-sungguh mempercayai doktrin api neraka. ... Selama rangkaian debat tersebut, Saudara Russell dengan tegas mempertahankan soal bahwa ‘kematian adalah kematian, dan bahwa orang-orang yang kita kasihi, ketika mereka meninggalkan kita, benar-benar mati, bahwa mereka tidak hidup bersama-sama para malaikat ataupun bersama hantu-hantu di tempat yang tanpa harapan.’ ... Apa yang dinyatakan mengenai Bapa surgawi kita? Bahwa Ia adil, ... Jika memang demikian, dapatkah kita menemukan arti dari istilah itu dan memahami bahwa Allah itu adil namun menghukum makhluk ciptaan-Nya sendiri untuk kekal selama-lamanya, tidak soal apa dosanya? ... Dilaporkan bahwa setelah debat ini, seorang pemimpin agama yang hadir menghampiri Russell dan berkata: ‘Saya senang sekali Saudara dapat mengarahkan pipa air ke neraka dan memadamkan apinya.’” - ‘Saksi-Saksi Yehuwa Pemberita Kerajaan Allah’, hal 128,129,130.

Jawaban saya:

(a) Tentang neraka itu berasal-usul dari kafir, itu jelas merupakan fitnahan, karena dasar ayatnya sangat banyak, dan sudah saya berikan di depan.

(b) Orang berpikiran sehat tidak percaya neraka?? Ini bukan saja bertentangan dengan Alkitab, tetapi juga harus dipertanyakan: ‘pikiran sehat yang bagaimana?’.

(c)  Orang-orang mati tak hidup bersama-sama dengan malaikat-malaikat ataupun dengan hantu-hantu, kelihatannya menunjuk pada doktrin ‘sleep of the soul’ [= jiwa yang tidur]. Doktrin ini jelas-jelas bertentangan dengan cerita tentang Lazarus dan orang kaya (Luk 16:19-31) yang menunjukkan bahwa baik Lazarus, maupun orang kaya (dan juga Abraham), sadar sepenuhnya, setelah mereka mati!

(d) Kata-kata ‘mengarahkan pipa air ke neraka dan memadamkan apinya’ jelas menunjukkan bahwa orang yang mengucapkannya tak pernah membaca Alkitab, atau membacanya tetapi tidak menghiraukannya. Beberapa ayat Alkitab menyatakan ‘apinya tidak akan padam / tidak terpadamkan’ dan juga ‘api yang kekal’ (Mat 3:12  Mat 18:8  Mat 25:41  Mark 9:43,48)! Bagaimana kata-kata bodoh itu bisa disesuaikan dengan ayat-ayat itu?

(e) Kita tidak mempercayai bahwa Allah menghukum orang dalam neraka secara kekal tidak soal apa dosanya. Kita percaya bahwa dalam neraka ada tingkat hukuman, sehingga Allah tetap adil, karena Ia menghukum setiap orang sesuai dengan dosa-dosanya.
Memang semua orang berdosa ini akan masuk neraka sampai selama-lamanya, tetapi tingkat hukuman masing-masing berbeda, sesuai dengan dosa-dosa mereka. Jadi, lama hukuman sama, yaitu kekal, tetapi tetap ada perbedaan tingkat hukuman di neraka!

Wah 22:12 - “‘Sesungguhnya Aku datang segera dan Aku membawa upahKu untuk membalaskan kepada setiap orang menurut perbuatannya.”.

Maz 28:4 - Ganjarilah mereka menurut perbuatan mereka dan menurut kelakuan mereka yang jahat; ganjarilah mereka setimpal dengan perbuatan tangan mereka, balaslah kepada mereka apa yang mereka lakukan.”.

Yer 17:10 - “Aku, TUHAN, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal dengan hasil perbuatannya.’”.

Wah 20:12 - “Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain, yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu.”.

Dari semua ayat-ayat di atas ini terlihat bahwa baik dalam menghukum, maupun dalam memberi pahala, Tuhan memberikannya menurut perbuatan / kehidupan orangnya masing-masing (berbeda satu dengan yang lain). Jadi, sekalipun kita percaya bahwa seseorang masuk surga atau neraka hanya tergantung pada fakta apakah ia beriman kepada Kristus atau tidak, tetapi pahala di surga dan tingkat hukuman di neraka, tergantung pada perbuatannya! Keadilan Allah mengharuskan Ia melakukan hal ini!

Justru kalau orang-orang berdosa dimusnahkan, maka tidak ada perbedaan hukuman, sehingga Allah menjadi tidak adil.

(3) Beberapa kutipan di bawah ini, saya kutip dari buku Walter Martin (‘The Kingdom of the Cults’, hal 55-56), yang mengutip dari buku Saksi Yehuwa yang berjudul ‘Let God Be True’:

(a) “Who is responsible for this God-defaming doctrine of a hell of torment? The promulgator of it is Satan himself. His purpose in introducing it has been to frighten the people away from studying the Bible and to make them hate God.” [= Siapa yang bertanggung-jawab untuk doktrin yang mencemarkan / memalukan Allah tentang suatu neraka penyiksaan? Pemberita / Pemopuler darinya adalah Iblis sendiri. Tujuannya dalam memperkenalkannya adalah untuk menakut-nakuti orang dari belajar Alkitab dan untuk membuat mereka membenci Allah.] - ‘Let God Be True’, hal 98.

Jawaban saya:
Dalam pelajaran yang lalu sudah kita lihat bahwa orang yang paling banyak mengajarkan tentang neraka adalah Yesus sendiri!
Setan justru paling senang kalau ada orang yang menerima bujukannya bahwa neraka itu tidak ada. Dengan demikian, orang akan berbuat dosa semau-maunya.

Bdk. 1Kor 15:32 - Kalau hanya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan manusia saja aku telah berjuang melawan binatang buas di Efesus, apakah gunanya hal itu bagiku? Jika orang mati tidak dibangkitkan, maka ‘marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati’..

(b) “Imperfect man does not even torture a mad dog, but kills it. And yet the clergymen attribute to God, who is love, the wicked crime of torturing human creatures merely because they had the misfortune to be born sinners.” [= Manusia yang tidak sempurna tidak akan menyiksa anjing yang gila sekalipun, tetapi membunuh­nya. Sekalipun demikian, para pendeta / pastor menghubungkan dengan Allah, yang adalah kasih, perbuatan jahat menyiksa manu­sia, semata-mata karena mereka mengalami kesialan dilahirkan sebagai orang berdosa.] - ‘Let God Be True’, hal 99.

Jawaban saya:
Ajaran Saksi-Saksi Yehuwa banyak yang hanya menggunakan ilustrasi / logika, tetapi tanpa ayat, seperti argumentasi mereka di sini. Dan apa yang mereka katakan di sini tidak selalu benar. Kalau anjing gila itu menggigit seorang anak sampai mati, sangat memungkinkan kalau orang tua anak itu ingin menyiksa anjing itu untuk waktu yang lama, dan bukan langsung membunuhnya. Saya sendiri sering menyiksa nyamuk dan tikus yang mengganggu saya, kalau saya menangkap mereka hidup-hidup!

Tentang kata-kata ‘semata-mata karena mereka mengalami kesialan dilahirkan sebagai orang berdosa’, perlu diingat bahwa orang-orang dihukum di neraka bukan sekedar karena dosa asal, tetapi karena dosa-dosa yang mereka sendiri lakukan (actual sins). Ini jelas bukan ‘kesialan’, tetapi memang merupakan kesalahan, atau tindakan-tindakan yang melawan Allah, dan memang menyebabkan mereka layak dihukum!

(c)  “The doctrine of a burning hell where the wicked are tortured eternally after death cannot be true, mainly for four reasons, (1) because it is wholly unscriptural, (2) it is unreasonable, (3) it is contrary to God’s love, and (4) it is repugnant to justice.” [= Doktrin tentang neraka yang menyala-nyala dimana orang jahat disiksa secara kekal setelah kematian tidak bisa benar, karena empat alasan, (1) karena itu sama sekali tidak alkitabiah, (2) itu tidak masuk akal, (3) itu bertentangan dengan kasih Allah, dan (4) itu menjijikkan / bertentangan dengan keadi­lan.] - ‘Let God Be True’, hal 99.

Jawaban saya:
·         Bahwa itu Alkitabiah, sudah saya buktikan dalam pelajaran-pelajaran yang lalu dengan adanya begitu banyak ayat yang berbicara tentang neraka.
·         Bahwa itu tidak masuk akal, perlu dipertanyakan: ‘akal siapa?’, dan ‘Apakah akal merupakan standard dari kebenaran?’.
·         Bahwa itu bertentangan dengan kasih Allah, perlu diingat bahwa Allah bukan hanya kasih, tetapi juga suci, sehingga Ia membenci dosa, dan juga adil sehingga Ia harus menghukum orang berdosa.
Nahum 1:3a - TUHAN itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang yang bersalah..
·         Tentang keadilan sudah kita bahas di atas. Tidak ada yang tidak adil dengan hukuman kekal di neraka. Justru pemusnahanlah yang tidak adil.

3.   Dari kalangan Kristen sendiri: apakah dalam kekekalan masih ada waktu?
Berkenaan dengan hukuman kekal / selama-lamanya, dalam kalangan Kristen sendiri diperdebatkan: apakah dalam kehidupan setelah kematian, masih ada waktu (dan juga ruang)??

William Hendriksen, dalam bukunya yang berjudul ‘The Bible on the Life Hereafter’, hal 72, mengatakan bahwa banyak orang, termasuk seorang ahli theologia Reformed bernama Kuyper, mengatakan bahwa dalam kekekalan nanti tidak ada lagi waktu.

William Hendriksen (tentang Mark 9:43-47): “... it will never end. This teaching of Jesus should not be weakened by the philosophical notion that in the universe on the other side of death or of the final judgment there will be no time. Nowhere, not in Isa. 66:24, nor in Rev. 10:6, correctly translated, is there any ground for this assumption.” [= ... itu tidak akan pernah berakhir. Ajaran Yesus ini tidak boleh dilemahkan oleh gagasan / pikiran yang bersifat filsafat bahwa dalam dunia setelah kematian atau penghakiman akhir, tidak ada lagi waktu. Tidak ada tempat manapun, baik dalam Yes 66:24, ataupun Wah 10:6, yang diterjemahkan secara benar, ada dasar apapun untuk anggapan ini.] - hal 367.

Yes 66:24 - “Mereka akan keluar dan akan memandangi bangkai orang-orang yang telah memberontak kepadaKu. Di situ ulat-ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam, maka semuanya akan menjadi kengerian bagi segala yang hidup.”.
Catatan: saya tak mengerti apa sebabnya ia menggunakan ayat ini sebagai referensi, karena kelihatannya tidak ada hubungannya dengan topik yang dibicarakan.

Wah 10:6 (KJV): ‘And sware by him that liveth for ever and ever, who created heaven, and the things that therein are, and the earth, and the things that therein are, and the sea, and the things which are therein, that there should be time no longer:’ [= Dan bersumpah demi Dia yang hidup selama-lamanya, yang telah menciptakan langit dan segala isinya, dan bumi dan segala isinya, dan laut dan segala isinya, bahwa di sana tidak akan ada waktu lagi:].

Lenski (tentang Wah 10:6): “The tick of the clock that ticked with the first stroke ‘in the beginning’ of Gen. 1:1, when the Eternal One created heaven and earth shall tick for the last time. This most wonderful thing called ‘time,’ itself an astounding creation of God, ever moving, never faster, never slower, shall at last also cease.” [= Detik dari jam yang berdetik dengan detik pertama ‘pada mulanya’ dari Kej 1:1, pada waktu Yang Kekal menciptakan langit dan bumi akan berdetik untuk terakhir kalinya. Hal yang paling hebat yang disebut ‘waktu’, itu sendiri merupakan ciptaan yang mengherankan dari Allah, selalu bergerak, tak pernah lebih cepat, tak pernah lebih lambat, akhirnya juga akan berhenti.].

Tetapi baik Kitab Suci Indonesia maupun Kitab Suci bahasa Inggris yang lain, bukan menterjemahkan ‘time’ [= waktu], tetapi ‘delay’ [= penundaan]!

Wah 10:6 (LAI): “dan ia bersumpah demi Dia yang hidup sampai selama-lamanya, yang telah menciptakan langit dan segala isinya, dan bumi dan segala isinya, dan laut dan segala isinya, katanya: ‘Tidak akan ada penundaan lagi!”.
RSV: there should be no more delay [= di sana tidak ada penundaan lagi].
NIV: There will be no more delay [= Di sana tidak ada penundaan lagi].
NASB: that there will be delay no longer [= bahwa di sana tidak ada penundaan lagi].

Memang arti yang umum dari kata Yunaninya, yaitu KHRONOS, adalah ‘time’ [= waktu], tetapi Bible Works 8 mengatakan (soroti kata Yunaninya!) bahwa kata ini juga bisa diterjemahkan ‘respite’, atau ‘delay’.

Matthew Henry (tentang Wah 10:6): “2. The matter of the oath: that there shall be time no longer; either, (1.) That there shall be now no longer delay in fulfilling the predictions of this book than (?) till the last angel should sound; then every thing should be put into speedy execution: the mystery of God shall be finished, v. 7. Or, (2.) That when this mystery of God is finished time itself shall be no more, as being the measure of things that are in a mutable changing state; but all things shall be at length for ever fixed, and so time itself swallowed up in eternity.” [= 2. Persoalan dari sumpah: supaya di sana tidak akan ada waktu lagi’; atau, (1.) Supaya sekarang di sana tidak akan ada penundaan lebih lama dalam penggenapan dari ramalan-ramalan dari kitab ini sampai malaikat-malaikat terakhir membunyikan (sangkakala); maka segala sesuatu harus dilaksanakan dengan cepat: misteri Allah harus diselesaikan, ay 7. Atau, (2.) Supaya pada waktu misteri Allah ini diselesaikan waktu itu sendiri akan tidak ada lagi, karena merupakan ukuran dari hal-hal yang ada dalam keadaan terus menerus berubah; tetapi segala sesuatu akhirnya akan ditetapkan selama-lamanya, dan dengan demikian waktu itu sendiri ditelan dalam kekekalan.].
Catatan: Matthew Henry memberi 2 kemungkinan tafsiran. Ia masih membuka peluang untuk teori yang mengatakan ‘dalam kekekalan tidak ada lagi waktu’.

A. T. Robertson (tentang Wah 10:6): this does not mean that ‎chronos ‎(time), ... will cease to exist, but only that there will be no more delay in the fulfillment of the seventh trumpet (Rev 10:7), in answer to the question, ‘How long?’ (Rev 6:10). [= Ini tidak berarti bahwa KHRONOS (waktu), ... akan berhenti ada, tetapi hanya bahwa disana tidak lagi akan ada penundaan dalam penggenapan dari sangkakala ketujuh (Wah 10:7), sebagai jawaban terhadap pertanyaan ‘Berapa lamakah lagi?’ (Wah 6:10).].

Adam Clarke (tentang Wah 10:6): That there should be time no longer.’ That the great counsels relative to the events already predicted should be immediately fulfilled, and that there should be no longer delay. This has no reference to the day of judgment.[= ‘Di sana tidak akan ada waktu lagi’ (KJV). Supaya rencana-rencana yang agung berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang sudah diramalkan akan / harus segera digenapi, dan supaya di sana tidak akan / boleh ada penundaan lebih lama lagi. Ini tidak berhubungan dengan hari penghakiman.].

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Wah 10:6): “‘That there should be time no longer.’ - ‘that time (i.e., an interval) no longer shall be.’ The martyrs shall have no longer to wait for the accomplishment of their prayers for the purgation of the earth by judgments to remove their and God’s foes from it (Rev 6:11). The appointed time of delay is at an end [the same Greek is here as in Rev 6:11, ‎chronos‎]. Not, time shall end and eternity begin.[= ‘Bahwa di sana waktu tidak akan ada lagi’. - ‘bahwa waktu (yaitu, suatu interval / jangka waktu) tak akan ada lagi’. Para martir tidak akan harus menunggu lebih lama untuk penggenapan dari doa-doa mereka untuk pemurnian dari bumi oleh penghakiman untuk menyingkirkan musuh-musuh mereka dan Allah darinya (Wah 6:11). Waktu yang ditetapkan tentang penundaan ada pada akhir (kata Yunani yang sama ada di sini seperti dalam Wah 6:11, KHRONOS). Bukan, ‘waktu akan berakhir dan kekekalan mulai.’].
Wah 6:11 - Dan kepada mereka masing-masing diberikan sehelai jubah putih, dan kepada mereka dikatakan, bahwa mereka harus beristirahat sedikit waktu (KHRONOS) lagi hingga genap jumlah kawan-kawan pelayan dan saudara-saudara mereka, yang akan dibunuh sama seperti mereka..

Barnes’ Notes: ‘That there should be time no longer.’ This is a very important expression, as it is the substance of what the angel affirmed in so solemn a manner; and as the interpretation of the whole passage depends on it. It seems now to be generally agreed among critics that our translation does not give the true sense, inasmuch: (a) as that was not the close of human affairs, and (b) as he proceeds to state what would occur after that. Accordingly, different versions of the passage have been proposed. Prof. Stuart renders it, ‘that delay shall be no longer.’ Mr. Elliott, ‘that the time shall not yet be; but in the days of the voice of the seventh angel, whensoever he may be about to sound, then the mystery of God shall be finished.’ Mr. Lord, ‘that the time shall not be yet, but in the days of the voice of the seventh angel,’ etc. Andrew Fuller (Works, vol. vi. p. 113), ‘there should be no delay.’ So Dr. Gill. Mr. Daubuz, ‘the time shall not be yet.’ Vitringa (p. 432), tempus non fore amplius, ‘time shall be no more.’ He explains it (p. 433) as meaning, ‘not that this is to be taken absolutely, as if at the sounding of the seventh trumpet all things were then to terminate, and the glorious epiphany - ‎epifaneia (or manifestation of Jesus Christ) - was then to occur, who would put an end to all the afflictions of his church; but in a limited sense - restricte - as meaning that there would be no delay between the sounding of the seventh trumpet and the fulfillment of the prophecies.’ The sense of this passage is to be determined by the meaning of the words and the connection: (a) The word ‘time’ - ‎chronos ‎- is the common Greek word to denote time, and may be applied to time in general, or to any specified time or period. See Robinson, Lexicon sub voce, (a,b). In the word itself there is nothing to determine its particular signification here. It might refer either to time in general, or to the time under consideration, and which was the subject of the prophecy. Which of these is the true idea is to be ascertained by the other circumstances referred to. It should be added, however, that the word does not of itself denote ‘delay,’ and is never used to denote that directly. It can only denote that because delay occupies or consumes time, but this sense of the noun is not found in the New Testament. It is found, however, in the verb ‎chronizoo‎, ‘to linger,’ ‘to delay,’ ‘to be long in coming,’ Matt 25:5; Luke 1:21. (b) The absence of the article - ‘time,’ not ‘the time’ - would naturally give it a general signification, unless there was something in the connection to limit it to some well-known period under consideration. See the notes on Rev 8:2 Rev 10:3. In this latter view, if the time referred to would be sufficiently definite without the article, the article need not be inserted. This is such a case, and comes under the rule for the omission of the article as laid down by Dr. Middleton, part i. ch. 3: The principle is, that when the copula, or verb connecting the subject and predicate, is the verb substantive, then the article is omitted. ‘To affirm the existence,’ says he, ‘of that of which the existence is already assumed, would be superfluous; to deny it, would be contrdictory and absurd.’ As applicable to the case before us, the meaning of this rule would be, that the nature of the time here referred to is implied in the use of the substantive verb ‎estai, and that consequently it is not necessary to specify it. All that needs to be said on this point is, that, on the supposition that John referred to a specified time, instead of time in general, it would not be necessary, under this rule, to insert the article. The reference would be understood without it, and the insertion would be unnecessary. This is substantially the reasoning of Mr. Elliott (vol. ii. p. 123), and it is submitted for what it is worth. My own knowledge of the usages of the Greek article is too limited to justify me in pronouncing an opinion on the subject, but the authorities are such as to authorize the assertion that, on the supposition that a particular well-known period were here referred to, the insertion of the article would not be necessary. (c) The particle rendered ‘longer’ - ‎eti ‎- ‘time shall be no longer’ - means properly, according to Robinson (Lexicon), ‘yet, still’; implying: (1) duration - as spoken of the present time; of the present in allusion to the past, and, with a negative, no more, no longer; (2) implying accession, addition, yet, more, further, besides. According to Buttmann, Grammatical section 149, vol. i. p. 430, it means, when alone, ‘yet still, yet further; and with a negative, no more, no further.’ The particle occurs often in the New Testament, as may be seen in the Concordance. It is more frequently rendered ‘yet’ than by any other word (compare Matt 12:46; 17:5; 19:20; 26:47; 27:63; Mark 5:35; 8:17; 12:6; 14:43 - and so in the other Gospels, the Acts, and the Epistles); in all, 50 times. In the Book of Revelation it is only once rendered ‘yet,’ Rev 6:11, but is rendered ‘more’ in Rev 3:12; 7:16; 9:12; 12:8; 18:21-22 (three times), 23 (twice); 20:3; 21:1,4 (twice); ‘longer’ in Rev 10:6; ‘still’ in Rev 22:11 (four times). The usage, therefore, will justify the rendering of the word by ‘yet,’ and in connection with the negative, ‘not yet’ - meaning that the thing referred to would not occur immediately, but would be hereafter. In regard to the general meaning, then, of this passage in its connection, we may remark: (a) That it cannot mean, literally, that there would be time no longer, or that the world would then come to an end absolutely, for the speaker proceeds to disclose events that would occur after that, extending far into the future (Rev 10:11), and the detail that follows (Rev 11) before the sounding of the seventh trumpet is such as to occupy a considerable period, and the seventh trumpet is also yet to sound. No fair construction of the language, therefore, would require us to understand this as meaning that the affairs of the world were then to terminate. (b) The connection, then, apart from the question of grammatical usage, will require some such construetion as that above suggested - ‘that the time,’ to wit, some certain, known, or designated time, ‘would not be yet,’ but would be in some future period; that is, as specified, Rev 10:7, ‘in the days of the voice of the seventh angel, when he shall begin to sound.’ Then ‘the mystery of God would be finished,’ and the affairs of the world would be put on their permanent footing. (c) This would imply that, at the time when the angel appeared, or in the time to which he refers, there would be some expectation or general belief that the ‘mystery was then to be finished,’ and that the affairs of the world were to come to an end. The proper interpretation would lead us to suppose that there would be so general an expectation of this, as to make the solemn affirmation of the angel proper to correct a prevailing opinion, and to show that the right interpretation was not put on what seemed to be the tendency of things. ... (e) The proper sense of this passage, then, according to the above interpretation would be ‘And the angel lifted up his hand to heaven, and sware by him that liveth forever and ever, That the time should not yet be; but, in the days of the voice of the seventh angel, when he shall begin to sound, the mystery of God shall be finished.’ Appearances, indeed, would then indicate that the affairs of the world were to be wound up, and that the prophecies respecting the end of the world were about to be fulfilled: but the angel solemnly swears ‘by Him who lives forever and ever’ - and whose reign therefore extends through all the changes on the earth - ‘by Him who is the Creator of all things,’ and whose purpose alone can determine when the end shall be, that the time would not be yet. Those cherished expectations would not yet be realized, but there was a series of important events to intervene before the end would come. Then - at the time when the seventh angel should sound - would be the consummation of all things..

Ini terlalu panjang untuk saya terjemahkan, dan saya hanya akan memberikan point-point tertentu yang saya anggap penting:

a.   Barnes menganggap bahwa kata Yunani KHRONOS bisa berarti ‘waktu secara umum’ atau ‘suatu jangka waktu tertentu’. Arti yang mana yang harus dipilih harus ditentukan dari keadaan-keadaan yang berhubungan.

b.   Barnes juga mengatakan bahwa kata Yunani KHRONOS sebetulnya tidak pernah berarti ‘delay’ [= penundaan], dan hanya bisa diartikan seperti itu, karena suatu ‘delay’ [= penundaan] menempati suatu jangka waktu tertentu, tetapi arti ini tak dijumpai dalam Perjanjian Baru. Tetapi kata kerjanya yaitu KHRONIZO, yang berarti ‘to linger’ [= berlambat-lambat], ‘to delay’ [= menunda], ‘to be long in coming’ [= lama datangnya] ada dalam Mat 25:5 dan Luk 1:21.

Mat 25:5 - Tetapi karena mempelai itu lama tidak datang-datang juga (KHRONIZONTOS), mengantuklah mereka semua lalu tertidur..
KJV: ‘tarried’ [= menunggu / menunda].
RSV: ‘was delayed’ [= tertunda].
NIV: ‘was a long time in coming’ [= lama datangnya].
NASB: ‘was delaying’ [= menunda].

Luk 1:21 - Sementara itu orang banyak menanti-nantikan Zakharia. Mereka menjadi heran, bahwa ia begitu lama berada (KHRONIZEIN) dalam Bait Suci..
KJV: ‘he tarried so long’ [= ia menunggu / menunda / tinggal begitu lama].
RSV/NASB: ‘his delay’ [= penundaannya].
NIV: ‘he stayed so long’ [= ia tinggal begitu lama].

c.   Di sini ayat / anak kalimat itu tak bisa diartikan bahwa ‘waktu tidak ada lagi’, karena:
(1) Saat itu belum akhir dari urusan-urusan manusia.
(2) Malaikat itu lalu melanjutkan dengan mengatakan apa yang akan terjadi setelah itu (Wah 10:7-dst.).
(3) Bunyi sangkakala dari malaikat yang ketujuh belum terjadi.

d.   Tetapi, sekalipun Barnes menganggap bahwa Wah 10:6 tidak menunjukkan bahwa pada saat itu waktu akan berhenti / hilang, tetapi kelihatannya ia beranggapan bahwa nanti (setelah malaikat ke tujuh meniup sangkakalanya) waktu memang akan hilang / berhenti ada. Ini kelihatannya merupakan maksudnya dari point (e) khususnya kalimat terakhir yang saya garis-bawahi dari kutipan dari dia (warna ungu).

Sekarang saya kembali kepada William Hendriksen. Dan dalam buku yang sama hal 73, William Hendriksen memberikan dua kutipan dari 2 orang ahli theologia Reformed, yaitu Vos dan Bavinck, yang akan saya berikan di bawah ini:

Kutipan dari Vos: “Paul nowhere affirms that to the life of man, after the close of this aeon, no more duration, no more divisibility in time-units shall exist. Life so conceived is plainly the prerogative by nature of the Creator: to externalize the inhabitants of the coming aeoon in this sense would be equivalent to deifying them, a thought whose place is in a pagan type of speculation but not within the range of biblical religion” [= Paulus tidak menegaskan dimanapun bahwa bagi hidup manusia, setelah akhir dari jaman ini, tidak ada lagi masa / durasi, tidak ada lagi ke-dapat-dibagi-an dalam unit-unit waktu akan ada. Kehidupan yang dimengerti seperti itu dengan jelas merupakan hak istimewa secara alamiah dari sang Pencipta: mengekalkan / menjadikan kekal penghuni-penghuni dari jaman yang akan datang dalam arti ini adalah sama dengan mendewakan mereka / menjadikan mereka Allah, suatu pemikiran yang tempatnya adalah dalam suatu type spekulasi kafir tetapi bukan dalam jenis / kelas dari agama yang Alkitabiah] - ‘The Bible on the Life Hereafter’, hal 73.

Kutipan dari Bavinck: “Those who have died remain finite and limited beings and cannot exist in any other way than in space and time. The measurement of space and the computation of time, to be sure, will be entirely different on the other side of the grave than they are here, where miles and hours are our standard of measurement. But even the souls that dwell there will not become eternal and omnipresent like God ... They are not raised above every form of time, that is, above time in the sense of succession of moments.” [= Mereka yang telah mati tetap adalah makhluk-makhluk yang terbatas dan tidak bisa berada dengan cara lain apapun dari pada dalam ruang dan waktu. Ukuran ruang dan perhitungan waktu jelas akan berbeda pada sisi lain dari kubur dari pada mereka di sini, dimana mil-mil dan jam-jam adalah standard ukuran kita. Tetapi bahkan jiwa-jiwa yang tinggal di sana tidak akan menjadi kekal dan maha hadir / maha ada seperti Allah ... Mereka tidak diangkat mengatasi setiap bentuk dari waktu, artinya, di atas waktu dalam arti penggantian / urut-urutan dari saat-saat.] - ‘The Bible on the Life Hereafter’, hal 73.

William Hendriksen: “So, when the question is asked, ‘Is there time in heaven?’ namely, in the sense of movement from the past, into the present, into the future - call it duration or succession of movements -, the answer must be, ‘Yes.’ When the further question is asked, ‘Will it in every respect be time as we now know it (that is, will it be measured by our present earthly standards?), the answer will have to be ‘No.’” [= Jadi, pada waktu suatu pertanyaan ditanyakan, ‘Apakah ada waktu di surga?’ yaitu, dalam arti dari pergerakan / perpindahan dari lampau, ke dalam saat ini / present, ke dalam yang akan datang - sebutlah itu masa / durasi atau penggantian / urut-urutan dari pergerakan / perpindahan -, jawabannya haruslah ‘Ya’. Pada waktu pertanyaan selanjutnya ditanyakan, ‘Apakah itu dalam setiap hal adalah waktu yang kita kenal sekarang ini (yaitu, apakah waktu itu akan diukur oleh standard duniawi kita sekarang ini?), jawabannya harus adalah ‘Tidak’.] - ‘The Bible on the Life Hereafter’, hal 73-74.

2 hal terakhir di atas ini, yaitu bahwa penderitaan di neraka itu luar biasa hebatnya dan bersifat kekal / selama-lamanya, membuat neraka itu luar biasa mengerikan. Andaikata penderitaannya hebat tetapi bersifat sementara, atau penderitaannya kekal tetapi tidak terlalu hebat, maka mungkin neraka tidaklah terlalu mengerikan. Tetapi kombinasi / gabungan dari 2 hal itu betul-betul menyebabkan neraka itu sangat mengerikan.

Satu hal lagi yang saudara perlu ingat adalah: kalau kita sedang senang / mengalami sesuatu yang enak, maka waktu terasa berlalu dengan cepat. Sebaliknya, kalau kita sedang menderita / sakit, maka waktu terasa begitu lama. Jadi sebetulnya, kalaupun hukuman di neraka itu berlangsung ‘hanya’ 100 tahun saja, maka karena penderitaan yang luar biasa hebatnya itu, waktu yang 100 tahun itu akan terasa seperti selama-lamanya / kekal. Apalagi kalau hukuman di neraka itu memang bersifat kekal; jadi berapa lama rasanya?

Karena itu tidak heran kalau Yesus berkata tentang Yudas (yang pasti akan masuk neraka) sebagai berikut: “... celakalah orang yang olehnya Anak Manusia itu diserahkan. Adalah lebih baik bagi orang itu sekiranya ia tidak dilahirkan.’” (Mat 26:24).




-bersambung